Anda di halaman 1dari 19

Im gonna pick up the pieces..

build the lego house


Im out of touch, Im out of love, Ill pick you up, when youre getting
down, And after all these things Ive done, I think I love you better now
Now I surrender up my heart, I think I love you better now
Setahun lamanya Mentari kehilangan sosok yang ia gemari. Ia
bahkan hampir lupa bagaimana rasanya berada di dekat sosok lelaki itu
ketika mereka selalu bertemu secara tak sengaja dan dirasa sering oleh
dirinya. Bahkan di samping ia kehilangan sosok yang ia gemari, ia pun
kehilangan lelaki yang sudah sangat menyayanginya selama beberapa
tahun lamanya. Mentari merasa dirinya sangat-sangat kesepian. Namun,
ia masih merasa sedikit beruntung lantaran ia masih memiliki temanteman yang menyayanginya. Ment! Jangan galau terus kali, ntar juga
muncul lagi kok yang lain, jauh lebih baik dari Wicak!, sahut temannya,
Hilda ketika melihat Mentari termenung sendiri selama istirahat kuliah.
Haha, iya nih, hatiku butuh kehangatan, timpal Mentari dengan nada
bercanda.
Udaaah, mau gue cariin dari temen gue yang kuliah di sebrang
sana gak?, tawar Rei kepada Mentari dengan nada menyindir. Mentari
pun sontak melihat ke arah sumber suara dengan penuh semangat,
Serius lo Rei?? Kalau lo serius, mau nih gue, hahahahha, jawabnya.
Melihat itu Rei dan Hilda pun tertawa sambil mengetuk pelan kepala
Mentari. Ment, lo jangan keliatan depresinya banget lah, gue juga sama
kok kayak lo, single, ya gak?, sahut Hilda kepada Mentari. Mendengar itu
Mentari hanya mendengus kecil sambil kembali menyantap makanan
yang sedari tadi ia tinggal termenung. Sambil Mentari menyantap
makanannya, datanglah temannya satu lagi yang sesama single juga,
namun sama depresinya dengan dirinya lantaran status yang
disandangnya saat ini sudah masuk tahap kronis, sembari menyambar
minuman Mentari yang juga didiamkan olehnya sedari tadi. Woy! Tante!
Masih galau gak? Hahahaha. Haduuh, Oktaa, jangan ganggu mood gue
nih, lagi ga bagus juga, timpal Mentari dengan nada jengkel. Hee, maafmaaf, balas Okta sembari mengambil tempat duduk Rei yang memang
sengaja ditinggal olehnya untuk memesan makanan. Eh, Ment! Kita ke
gedung 2 yuk, temenin, gue mau ke perpus nih, buat skripsi, biasa, ajak
Okta secara random dan memang cukup membuat Mentari agak malas
untuk menerima ajakan temannya tersebut.

Nah, iya Ment! Mending lo sibukkin diri lo dengan ngurus skripsi


kayak kita-kita, jadi lo bisa mengalihkan perhatian lo, daripada cinta lagii,
cinta lagii, timpal Hilda dengan nada penuh keyakinan agar dapat
meyakinkan temannya itu yang selalu terlihat galau. Tuhkan! Gue bilang
juga apa, mendingan gituu! Beneer, sahut Okta guna ajakannya diterima
oleh Mentari. Hhhhh... iyaaa daaah, yuk!, Mentari pun dengan penuh
keterpaksaan mengiyakan ajakan temannya tersebut. Sebenarnya ia
bukan malas untuk ke perpustakaannya, namun ia hanya lebih merasa
gedung 2 yang terdapat perpustakaannya itu hanyalah terlalu jauh untuk
dicapai. Ditambah ia harus melewati junior-junior, yang memang lebih
banyak di gedung itu, dibandingkan dengan gedung kuliahnya yang
sekarang, dan kebanyakan ia tak mengenalnya. Akhirnya setelah Mentari
dan Okta selesai menyantap makanan masing-masing, mereka pun
beranjak dari kantin untuk pergi ke perpustakaan, yang walaupun kalau
dipikir-pikir oleh Mentari, tak ada gunanya untuknya.
Sepanjang perjalanan, Mentari pun memilih untuk tak banyak
berbicara lantaran ia harus menyimpan tenaganya untuk terus berjalan
menuju gedung itu dan guna menyimpan tenaganya untuk menahan diri
untuk jaim di depan junior-juniornya. Tiba-tiba, hpnya yang sudah selama
kurang lebih 1 minggu itu tak pernah bergetar untuk masuk telefon selain
dari orangtuanya, akhirnya bergetar juga untuk pertama kalinya, dimana
telfon yang ia terima berasal dari Meka. Mentari pun hanya berpikir,
Oh, mungkin si Meka lagi butuh bantuan untuk skripsinya kali ya, tapi
setau gue dia lagi di gedung 2, kenapa pas banget ya?, pikir Mentari.
Halo, sahut Mentari dengan nada setengah semangat, namun setengah
lesu juga. Halo, Ment! Lo dimanaa??, tanya Meka dari sebrang sana
dengan nada penuh kepanikan. Di jalan menuju gedung 2, sama Okta
nih, kenapa? Lo bukannya di perpus juga..., sahut Mentari balik
menjawab pertanyaan Meka dengan nada kemalasan. LO HARUS TAU
GUE KETEMU SIAPA, timpal Meka tanpa memberikan kesempatan
kepadanya untuk menyelesaikan kalimat pertanyaannya dengan kata
ya?. Siapa? Wicak?, sahut Mentari dengan nada lebih penuh
kemalasan lagi. Bukaaaan, senior kitaa, siapa tuuh yang lo sukain banget
itu lho? Tadi gue sebelahan banget Ment sama diaaa, lo harus cepet-cepet
kesiniii, sumpaaah, gue mah sekarang udah di jalan mau ke kantin
soalnyaa, buruaan, setelah Meka memberikan penjelasan yang cukup
panjang dan memuaskan keinginan Mentari, ia pun langsung berubah
semangat dan ceria lagi, seperti robot yang tadinya belum ditekan tombol
SWITCH ON-nya oleh pemilknya menjadi robot yang sudah berstatus
SWITCH ON. Ta,ta, buruaan yuuk jalannya taaa!, ajak Mentari kepada
Okta yang sedari tadi hanya sibuk melihat hp-nya untuk BBM-an dengan
gebetan-gebetannya. Eeeeh, apaan nih Ment tiba-tibaa??, timpal Okta

sambil ditarik cepat oleh Mentari dengan langkah kaki yang penuh
kemantapan.
Di gedung 2, memang, banyak sekali wajah-wajah baru yang tak
dikenal lagi oleh Mentari. Terkadang itu hanya membuatnya menjadi lebih
merasa terasingkan, dan menjadi lebih tua, padahal itu tetap lah
kampusnya. Sesampainya di gedung 2, Mentari dan Okta pun langsung
masuk ke dalam perpustakaan yang memang baru dirombak belakangan
ini. Di ruang itu jelas hanya terdapat banyak rak-rak berisi buku bacaan
yang memang selalu dibutuhkan mahasiswanya, terutama.. ketika tugas
akhir atau yang biasa kita sebut sebagai skripsi, dan tentu ruang khusus
bacanya berada di tengah-tengah ruangan tersebut di atas karpet yang
menjuntai. Mentari pun langsung mencari sumber sosok yang
diberitahukan oleh Meka barusan kepada dirinya, dan hanya dalam sekali
pelacakan Mentari pun menemukan apa yang ingin ia temukan. Tanpa
ragu Mentari pun langsung mendekati sesosok lelaki yang sudah lama ia
kenal dan sekaligus sudah lama ia tak bertemu dengannya. Kak Adam!,
sapa Mentari dengan nada setengah bertanya-tanya, setengah penuh
semangat. Sosok lelaki itu pun sontak langsung menengok ke arah
Mentari dan tersenyum sambil berkata, Assalamualaikum Ment, apa
kabar? Baru aja saya mau menghubungi kamu. Mentari pun tanpa ragu
langsung duduk di sebelah Kak Adam yang memang ia gemari sejak lama.
Waalaikumussalam kak Adaaaam, apa kabar kaaak?, ya memang,
Mentari sudah terbiasa untuk dekat dengan sosok lelaki ini. Yang ia
rasakan adalah penuh kenyamanan sekaligus berdebar ketika ia harus
berbicara dengan lelaki itu. Yang ia tahu ia hanya ingin terus banyak
mengobrol dengannya. Setelah itu Mentari pun terus mengobrol dengan
senior yang sangat ia gemari tersebut sejak awal ia berkuliah di kampus
itu. Dan bisa dibilang, Adam lah yang sedikit membuka pikiran Mentari
untuk terus tetap berada di kampus itu.
Kamu teh, apa kabar Ment? Kok saya jarang ngeliat kamu?, tanya
Adam dengan nada menyindir. Lah, hahaa saya kak yang harusnya
nanya gitu, timpal Mentari dengan nada lebih menyindir lagi. Hahaha,
kamu ini. Gimana kuliah? Skripsi? Udah?, sahut Adam. Sedang kak.
Sedang galau penelitian, hehe, jawab Mentari dengan nada sedikit
keraguan. Lho kok kayak gitu jawabnya?, goda Adam melihat juniornya
yang terlihat ragu menjawab pertanyaannya. Heee, pusiing kaak, timpal
Mentari langsung menjawab pertanyaan seniornya. Hahahaha kamu ini,
terus sekarang di perpus sini ngapain hayoo?, tanya Adam dengan nada
mengintrogasi. Mendengar pertanyaan itu, Mentari pun hanya
cengengesan dan melanjutkan perbincangan mereka dengan penuh
semangat dan tentu saja mengganti fokus Adam. Setelah puas berbincang
dengan Mentari selama hampir setengah jam, Adam pun memutuskan

untuk mengakhiri pembicaraan mereka lantaran ia tersadar akan


kerjaannya yang menjadi buyar, Yaudah, mangga, kamu mau cari buku
apa? Nanti saya jadi ganggu lagi?. Oh, iya kak, nggak kok kak, saya
yang minta maaf udah ngeganggu kakak, hehee. Nanti kalau emang
butuh bantuan saya langsung hubungin saya aja kak, tawar Mentari
kepada Adam sembari berharap ia mendapatkan kembali kontaknya yang
sudah lama hilang. Siap bos! Kalau gitu, saya duluan ya Ment, selamat
berskripsi ria!, sahut Adam sembari mengemas barang-barangnya yang
sedari tadi bergeletakan di sekitarnya. Oke kak!, timpal Mentari dengan
penuh semangat sembari melihat Adam keluar dari ruangan tersebut
hingga menghilang.
Udah kali ngeliatinnya, ntar juga ketemu lagi, sahut Okta hingga
membuyarkan pandangannya yang dianggap Mentari sebagai suatu
kenikmatan. Hahahaa iyaa, maaf, udah belum balikin bukunya?, tanya
Mentari sembari memalingkan pandangannya perlahan ke arah lain. Ada
juga gue yang nanya, Udah belum ngobrolnya, Mentarii?, timpal Okta
dengan nada menggoda Mentari yang sedari tadi ia perhatikan sangat
bersinar-sinar ketika bertemu dengan sosok lelaki itu. Mendengar itu
Mentari pun hanya tertawa sembari tersipu malu kepada Okta dan mereka
berdua pun langsung beranjak dari perpustakaan itu yang dianggap
Mentari ia akan menjadi lebih tertarik untuk datang ke tempat itu ke
depannya. Tak lama kemudian, sembari menemani Okta memfotokopi
keperluannya yang menurut Mentari tak terlalu penting itu di tempat
fotocopyan yang sangat mahal, lagi-lagi menurut Mentari, hp yang sudah
sangat usang(sepi) miliknya pun menyala tiba-tiba. Awalnya ia hanya
mengira sms indosat yang masuk ke dalam hpnya. Tapiii....
Ment, boleh ya nomor kamu saya kasih ke Jeri untuk keperluan tea?
AAAAAAAAAAA, tiba-tiba Mentari ingin teriak sekencang-kencangnya di
dalam tempat fotocopyan yang sangat rusuh tetapi eksklusif itu di antara
orang-orang yang berkerumun di depan (tentu saja) tukang fotocopyan.
Taaaaa
astaghfirullah...
Ta,
lo
harus
tau!,
sahut
Mentari
mengekspresikan kegembiraannya ke sahabatnya itu dengan langsung
menarik tangan Okta yang sebenarnya sedang sibuk menandai halaman
buku yang akan ia fotocopy. Hmmm.. Apaa Ment?, tanya Okta sambil
masih sibuk dengan urusannya sendiri. Tanpa menjawab pertanyaan Okta,
Mentari pun langsung menggerakan jari-jarinya untuk membalas langsung
sms Adam.
Boleh kak, hehee emang untuk apa sih kak?
Balasannya sengaja diperpanjang perkaranya oleh Mentari agar ia bisa
terus sms-an dengannya. Yaa gapapa lah, udah lama ga ketemu juga

kan? sahut kata hati Mentari sembari tersenyum-senyum sendiri hingga


menarik perhatian Okta yang baru saja selesai menandakan halaman
buku yang akan ia fotocopy. Woy, tante! Kenapa lu? Kesambet apa dah lu
hari ini Ment, bingung guee, tanya Okta lagi-lagi membuyarkan
kenikmatan Mentari yang sedang asyik ia nikmati. Kak Adam Ta......,
jawab Mentari sambil masih senyum-senyum sendiri membuat
sahabatnya kebingungan tak mendapat jawaban penuh. Kak Adam sms
lo? Apa sih? Ngajak nge-date?, timpal Okta kepo. Amin! Hahahaha sms
doang taa, sms, sesaat setelah ia menjawab pertanyaan Okta, hp
Mentari pun langsung menyala kembali yang berisi balasan sms dari
Adam.
Kamu ada whatsapp?
Walaupun hanya singkat, tapi Mentari pun langsung membalas sms Adam
melalui whatsapp guna memenuhi permintaan Adam agar mereka pun
lebih mudah untuk berkomunikasi. Seharian penuh mereka pun
berbincang ria melalui salah satu mediasosial yang sedang mem-booming
itu.

Esok paginya, ketika Mentari sedang menjalani kuliah di gedung 1,


ia pun mendapati adanya notifikasi whatsapp. Dibukanya whatsapp itu,
dan langsung, ia mendapati link lagu Tulus-Lagu Untuk Matahari dari
Adam. Mendapati itu, Mentari pun langsung loncat kegirangan. Wiiih,
siapa tuh pagi-pagi begini yang sudah menghubungi saudari Mentari?,
goda Ana yang memang sering menggoda Mentari yang dirasanya selalu
galau sepanjang hari. Hahahaha apaan sih lu An? Eh, lo suka tulus kan?,
tanya Mentari, siapa tau Ana punya lagu yang dimaksud Adam karena ia
tak mendapati adanya sinyal internet yang cukup di dalam ruangan
tersebut untuk membuka link yang ia dapati. Iya, wiih kenapa lu tiba-tiba
nanya gitu? Ada apa-apa niih, kepo dong, jawab Ana tentu saja dengan
nada menggoda Mentari yang terlihat mencurigakan. Ahahaha, lo ada
lagu untuk mataharinya gak an?, timpal Mentari tanpa basa-basi
menjawab pertanyaan Ana. Ia tahu, jika ia bercerita yang sebenarnya
kepada Ana, maka kabar burung itu akan segera sampai di tiap-tiap
telinga manusia yang berada di sekitaran gedung 1 kurang dari 1 hari.
Ada, kenapa? Mauu?, sahut Ana sembari mengeluarkan ipodnya yang
memang berisi lagu rata-rata lagu Tulus.
Makasih ya kak, lagunya penyemangat sekali!

Mentari pun mengirim pesan singkat tersebut kepada Adam


lantaran kiriman lagu yang telah Adam berikan kepadanya sangat
menarik untuknya.
Mereka tak sempurna, sama juga hanya denganmu, jangan risaukan
celahmu
Mungkin mereka bulan, tapi ingat kau matahari
Cahaya mereka darimu
Menurut Mentari, itu merupakan lirik yang sangat bermakna. Entah
karena Adam ingin menyemangati Mentari yang memang terlihat kurang
bersemangat dalam menjalani kehidupannya selama kuliah oleh karena ia
kebanyakan mengeluh atau bagaimana. Yang jelas, Mentari hanya merasa
senang dengan sedikit perhatian Adam yang diberikan kepadanya lewat
lagu.
Sama-sama Ment, kamu lagi kuliah?
Iya kak, saya lagi kuliah, Kak
Adam
emang
nggak
ke
kampus?
Hanya sebatas chatting basabasi saja sudah membuat Mentari
senang bukan kepalang. Bukan karena ia sudah lama tak berbincang
lewat media sosial bersama sesosok lelaki, tapi jelas karena ia berbincang
dengan seorang Adam yang memang sudah ia idam-idamkan sejak dulu.
Melihat Mentari tersenyum sendiri, temannya yang kepo, ya, Ana,
mencoba untuk menggodanya, Kenapa sih daritadi senyum-senyum
sendiri? Kepo nih gue, woy, Ment!. Mendengar itu, Mentari pun sontak
kaget dan hanya membalas pertanyaan kekepoan Ana dengan satu
senyuman manis untuknya tanpa menjawabnya. Ana pun langsung
mengambil langkah sigap untuk mendekati Mentari yang memang saat itu
sedang asik membalas chat Adam di tangannya. Eitss, jangan kepo-kepo
lah naa, ntar malu nih gue, hahahaha, timpal Mentari sembari
menjauhkan handphonenya dari pandangan Ana. Siapa sih ment? Biasa
juga lo cerita ah ke gue, kayak lo ceritain siapa tuh mantan lo? Wicak?
Hahahahhaa, sahut Ana sembari menarik diri menjauhi pandangannya
dari handphone Mentari. Mentari pun hanya bisa tertawa terbahak-bahak
mendengar nama itu disebut lagi.
Ya, Mentari memang sudah lama sekali, hampir setahun lamanya ia
memendam ingatannya tentang Wicak. Ia pun sudah lama bertekad untuk
melupakannya dan mencari lelaki lain yang dapat membuatnya lupa.
Tentu saja tak hanya sekedar sebagai pelarian, tapi juga sebagai teman

hidup terakhirnya alias jodoh bahasa awamnya. Hahahaha, anaa, anaa,


iyaa dah, ini tuh kak Adam, angkatan 07, lo tau gak sih? Pas kegiatan
sosial kampus kita dia ikut bantuin kok, jawab Mentari untuk pertanyaan
kekepoan Ana yang sedari tadi tak kunjung dijawab olehnya. Mendengar
itu Ana langsung memajukan badannya lagi ke arah Mentari guna
memuaskan hasrat kekepoannya, yang memang satu kampus sudah tau
akan hasratnya yang unik itu, Sumpah lo Ment?? Dia baru balik?
Bukannya kata lo dia sempet menghilang setahun??. Ssst, jangan keraskeras na, ntar tiba-tiba anak-anak dateng apa kabar?, timpal Mentari
sembari memutar bola matanya mencari tanda-tanda keberadaan anakanak. Iyaa na, dia baru balik, sebenernya udah dari bulan kemarin,
cuman gue baru sempet ketemu sama beliau kemarin, kemarin banget, di
gedung 2, hahaa, nah, gue pikir dia ga akan lanjut chat gue dong, tapi
ternyata, dia tadi pagi ngirim link lagu ini ke gue, jelas Mentari kepada
Ana dengan nada mencoba untuk biasa saja, padahal di dalam hatinya ia
sangat riang gembira.
Oooh, hahaha pantesan, tumben-tumbennya lo nanyain lagu Tulus,
biasanya juga ga pernah ke gue hahahaha, terus-terus? Wahh, modus tuh
ment! Hahahaha, timpal Ana sembari kembali membenarkan posisi
duduknya ke posisi wenaknya. Hahaha, nggak na, dia kan emang gitu,
dari dulu baik ke semua orang, gamau ke-GR-an juga gue na, jawab
Mentari, lagi-lagi dengan nada jaga image tingkat tinggi. Memang, Adam
termasuk salah satu senior yang unik menurut Mentari. Ia sangat bisa
mengambil hati orang lain yang ia ajak bicara untuk pertama kalinya.
Entah ada apa di dalam diri Adam, tapi menurut Mentari, hal itu sangatsangat unik. Bahkan setelah ia menghilang selama setahun lamanya saja
ia masih bisa menunjukkan sisi dirinya yang unik itu. Sejujurnya, sejak
pertama kali Mentari bertemu dengan Adam ia diam-diam sudah menjadi
idolanya walaupun Mentari masih bersama Wicak saat itu. Tapi Mentari
hanya bisa menahan keinginannya tersebut, ia tak ingin hubungannya
dengan Wicak menjadi hancur karena tingkahnya yang jahat itu. Padahal,
saat itu Adam pernah bertanya, Ment, kamu teh jomblo gak sih?, satusatunya pertanyaan yang belum pernah Mentari dengar selama kurang
lebih 6 tahun lamanya setelah ia jadian dengan Wicak. Saat itu Mentari
agak sedikit menyesal, kenapa ia harus menjawab, Nggak kak, tapi yah,
walaubagaimanapun masa lalu tetaplah masa lalu.
Hemm... jadi gitu toh, sekarang sama kang Adam nih? Asiiik,
selamat-selamaat Ment! Gue doain deh, hahaha, timpal Ana ke Mentari
yang sedari tadi sudah berbusa mulutnya untuk menceritakan tentang
pengalamannya yang bertemu Adam di gedung 2 kemarin kepada Ana.
Ahahaha, udah ah na, dibilangin gue ga mau ke-GR-an, dia cuman senior
yang gue idolain, udah, tok, dia juga baik ke semua cewe yang gue tau,

jawab Mentari dengan nada memaksa Ana untuk tak terus menggodanya
dengan Adam.
Btw, kamu teh jomblo/single/double/triple Ment?
Mentari hanya bisa terdiam melihat chat Adam yang dikirimkan
kepadanya saat itu. Mentari benar-benar tertegun, mengapa Adam yang
sudah setahun lamanya menghilang itu tiba-tiba harus mengeluarkan
pertanyaan yang bisa saja membuat hati Mentari saat itu terkena
serangan jantung. Mentari pun langsung mengorganisir otaknya untuk
tidak terlena dulu dengan pertanyaan semacam itu kepadanya dari Adam.
Hahahaha,
kayak
roti
lapis
perasaan kak, pake single double
triple
Saya teh single kak, hahahaha
Kenapa ya kak?
Hahaaa
Nggak ment, saya teh cuman nanya aja ini, bener
Hehee
Melihat itu Mentari hanya bisa memendam perasaannya yang tak
jelas antara sedih atau senang, atau bahakn kesal. Kenapa sih kak Adam
kalau ngasih pertanyaan tuh yaa, kalau emang cuman nanya aja, gausah
nanya yang gitu-gitu? Kan jadi bikin gue GR, sewot Mentari dalam hati.
Nah, kan, ada sesuatu nih, tiba-tiba suara Meka datang dari belakang
Mentari dan Ana yang sedari tadi asik mengobrol. Mentari pun hanya
menengok sambil cengengesan kepada Meka yang langsung mengambil
kursi sebelah Mentari untuk join membuli Mentari bersama Ana. Na, ada
apaan sih? Kasih tau bisa lagii, hahaa, sahut Meka. Itu yang kemaren
Mek, si Ana belum tau, hahaha, jawab Mentari tanpa panjang lebar untuk
pertanyaan Meka. Meka pun hanya bisa mengernyit sambil berpikir
sejenak dan kemudian, Oooooh!!Kak A?, sahut Meka dengan nada yang
agak sedikit tinggi, bukan tinggi lagi, menyerupai suara sopran di paduan
suara sepertinya. Iyaaaa, kencengin aja terus, sampe semua orang tau,
timpal Mentari guna takut ketahuan dengan teman-teman angkatan
lainnya. Hahhaaha, maaf, maaf Ment, ucap Meka kepada Mentari. Tak
lama setelah itu, anak-anak yang lain pun mulai memasuki kelas dan
mulai menjalani perkuliahan yang tak kunjung tak membosankannya.
#####################

What if I had your heart


What if you wore my scars
What if i told your lies
What if i cried with your eyes
What if you were me, what if i were you
-What If- Five for fighting

Di hari sabtu pagi yang cerah, Mentari pun sudah bangun di jam 6
pagi, di luar jam bangun biasanya. Ia pun langsung bergegas menggosok
gigi dan mencuci mukanya untuk menyegarkan wajahnya yang masih
penuh dengan bantal lantaran baru bangun dari mimpinya yang kurang
indah semalam dianggapnya. Seselesainya aktivitas di kamar mandi,
Mentari pun langsung bergegas mengganti bajunya menjadi setelan baju
olahraga dan memakai sepatu olahraga dengan sigap. Setelah semuanya
siap, ia pun langsung berjalan ke luar kosannya menuju gang kosannya,
tempat dimana ia janjian dengan Adam, ya, untuk lari pagi bersama. Saatsaat pertama kalinya Mentari pergi berdua, hanya berdua, dengan Adam,
sesosok senior laki-laki yang sangat ia gemari sedari dulu. Jam setengah 7
ia sudah berada di tempat dan mendapati Adam sedang menunggunya di
atas motor yang berujung plat JO dan berawalan D itu. Kak Adam!,
sahut Mentari kepada lelaki itu. Mendengar itu Adam pun langsung
menoleh dan membalas sahutan Mentari dengan, Assalamualaikum
dengan sedikit sentuhan senyumannya yang khas, tentu saja membuat
Mentari langsung deg-degan melihatnya. Hehe, maafin kaak, telaaat,
timpal Mentari dan langsung bergegas menghampiri Adam di dekat
motornya. Hahaa, cepet makanya, sahut Adam dengan nada menggoda
Mentari. Hehe, iya kak, maaf kak, timpal Mentari lagi sembari menerima
helm berwarna hitam dari Adam dan menggunakannya di kepalanya.
Hahaa iyaa, udah, yuk! Keburu siang kan ya?, sahut Adam sambil
beranjak menaiki motornya untuk langsung bergegas menuju tempat
olahraga.
Sepanjang perjalanan, Adam dan Mentari tak henti-hentinya berbagi
cerita. Ada saja yang mereka obrolkan. Mentari hanya merasakan rasa
nyaman saat bersama Adam. Adam pun terlihat menunjukkan rasa yang
sama saat bersama Mentari. Sesampainya di tempat tujuan mereka,
Adam pun langsung mengajak Mentari untuk masuk ke dalam dan
melakukan pemanasan dengan berjalan-jalan kecil berbarengan dengan
Mentari. Tak beberapa lama Adam pun mulai berlari meninggalkan Mentari

yang lebih memilih untuk berjalan cepat oleh karena Mentari yang belum
terbiasa untuk lari mengellilingi satu stadion penuh. Mentari pun hanya
memutuskan untuk berjalan cepat selama kurang lebih 1 jam lamanya.
Setelah Mentari selesai melakukan aktivitas olahraganya, ia pun
memutuskan untuk melanjutkan 1 keliling stadion lagi guna mendinginkan
dirinya. Kamu jalannya cepet juga ya Ment, ucap Adam tiba-tiba
membuat jantung Mentari hampir berdegup kencang tiba-tiba saat itu
juga. Hehe, iyaaa... dong, timpal Mentari sembari mengatur kembali
nafasnya yang masih tersengal-sengal (70% karena suara Adam yang
tiba-tiba didengarnya barusan). Hahahha pake dong lah, dasaar kamu
nih, timpal Adam sembari tertawa kecil menertawakan juniornya itu.
Hehee, iya lah kak, kak, saya istirahat dulu ya di situ, sahut Mentari
terburu-buru ingin segera menghilang dari pandangan Adam yang kalau
kelamaan ia berada di sampingnya, bisa-bisa Mentari pingsan karena rasa
deg-degan tiap ia berada di dekatnya. Mangga, saya masih seputaran
lagi ya Ment, ucap Adam dengan senyuman yang memang sangat
membuat Mentari tambah berdegup kencang. Mentari pun langsung
berjalan cepat menuju kursi yang ia tunjuk tadi dan duduk manis di
atasnya sembari menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan stadion
yang semakin siang semakin ramai oleh orang-orang yang berlari dan
berjalan di mengelilinginya.
Nih, minum, sahut Adam sembari menyodorkan botol minumnya
ke Mentari yang sedari tadi sudah duduk beristirahat dari olahraganya.
Mentari sempat tertegun sebentar, masalahnya, botol minum yang diberi
oleh Adam hanyalah botol satu-satunya miliknya, lalu Adam pun sudah
meminum air dari botolnya itu, lalu? Eeeehhh.. nggak usah kak, bener,
nanti aku beli di luar aja kak, hehe, timpal Mentari menolak dengan
halus, takut Adam menjadi tersinggung dengan tolakannya. Loh?
Kenapa? Kamu ga minum gitu? Daritadi belum minum juga, udah nih,
paksa Adam sembari menaruh botolnya ke tangan Mentari hingga Mentari
mau tidak mau mengambilnya. Ada yang gratis kok, mau yang bayar?
Kamu nih, abisin, tambah Adam sembari melempar pandangannya ke
stadion yang sudah ramai dipenuhi oleh orang-orang. Mentari pun hanya
bisa memegang botol minuman itu sembari berdiri dan mulai meneguk air
dari botol tersebut, Makasih kak, ucap Mentari sambil tersipu malu.
Sudah sarapan Ment?, tanya Adam sesampainya di parkiran motor
stadion tersebut. Belum kak, hehe, jawab Mentari sambil menghabiskan
minuman dari botol yang diberikan Adam tadi lantaran disuruh olehnya
sedari tadi. Hmm.. kamu sukanya lontong kari.. atau kupat tahu?, tanya
Adam lagi. Lontong kari kak! Hehee, jawab Mentari lagi dengan nada
semangat. Weits, laper banget nih ceritanya? Haha, oke deh, bentar ya
Ment, saya ganti baju dulu, sahut Adam sembari pergi meninggalkan

Mentari di parkiran motor guna mengganti bajunya yang sudah terasa


penuh keringat olehnya. Mentari pun hanya bisa duduk terdiam di atas
motor milik seniornya yang ia gemari tersebut. Tak pernah terpikirkan
olehnya ia bisa pergi bersama dengan Adam yang ia gemari bahkan
sedekat ini. Yuk!, timpal Adam yang sontak langsung mengagetkan
Mentari yang tengah melamunkan dirinya. Selepas itu mereka pun
langsung pergi menuju tempat yang Adam tuju. Mentari sangat menyukai
lelaki yang memimpin jalannya. Termasuk dalam hal menentukan tempat
makan, ia lebih menyukai lelaki yang langsung mengambil keputusan
makan dimana tanpa harus repot-repot menunggu pendapat dari
wanitanya.

##########

Esoknya, pagi hari Mentari pun dihiasi dengan kiriman lagu


penyemangat lainnya dari Adam di handphonenya melalui media sosial
yang selama ini menjadi penghubung antar keduanya. Mentari pun lagilagi merasa senang dan girang ketika bangun pagi mendapati chat dari
Adam di handphonenya. Tapi, lagi-lagi, Mentari hanya tak ingin dirinya
terlena oleh sosok Adam yang memang dianggap Mentari baik kepada
semua orang. Toh berkali-kali juga Adam menyelipkan kata-kata
bersilaturahmi kemana saja selama mereka mengobrol kemarin. Entah
apa yang dipikirkan oleh Adam, tapi Mentari pun hanya ingin terus
mengenal lebih baik Adam. Walaupun awalnya ia hanya mengidolakan
sosok seorang Adam, tapi tak ada salahnya kan untuk memulai menyukai
orang selain Wicak dalam hidup Mentari?
Sampai sekarang Mentari memang masih sering berkomunikasi
dengan adiknya Wicak. Hanya sekedar menyambung tali silaturahim
dengan keluarganya. Ia tak mau menjadi musuh 100% dari kehidupan
Wicak. Ia hanya ingin masih menjadi bagian hidupnya walaupun hanya
menjadi sekedar memori yang belum tentu baik untuk Wicak dan dirinya.
Semenjak Wicak memiliki pacar baru, Mentari pun semakin kuat untuk
menguatkan tekadnya melupakan Wicak dari hidupnya. Namun, Adam
berbeda. Mentari hanya ingin menjadikan Adam sebagai sosok panutan
dalam kehidupan perkuliahannya. Toh Adam juga sangat banyak
mengajarkan hal-hal tentang kehidupan kepadanya selama ini. Ia yang
mengajarkan Mentari untuk menjadi pribadi yang lebih baik, salah
satunya dengan banyak-banyak mendekati senior-senior lainnya di
kampus tempat Mentari menimba ilmu.

Say what you wanna say, and let the words fall out
Honestly, I wanna see you be brave
-Brave- Sara Bareilles
Itu salah satu lirik lagu yang menjadi inspirasi Mentari dalam
menjalani kehidupan perkuliahannya. Ya, Adam dan dia sama-sama
mengalami hal yang sama. Mereka sama-sama terpaksa dalam menjalani
kehidupan perkuliahannya, ya, kedokteran gigi. Pada awalnya Mentari
tidak tahu. Tapi setelah beberapa lama banyak berbincang dengan Adam,
Adam pun perlahan mulai membuka dirinya untuk banyak bercerita
kepada Mentari. Ia menceritakan alasannya menghilang selama setahun
kepadanya. Awalnya Mentari mengira yang macam-macam, mengapa
Adam perlu menghilang, hingga setahun lamanya? Tapi ternyata Adam
menjawab semua itu tanpa harus ditanya oleh Mentari dahulu.
Saya sama sama kamu, Ment. Saya terpaksa dulu masuk sini,
sampai akhirnya saya memutuskan untuk pergi dari sini dulu untuk
menenangkan pikiran saya, cerita Adam sesudah Adam mengirimkan
chat Sudah makan, nona? kepada Mentari yang baru pulang dari
penelitiannya. Belum kak, kenapa kak?, tanya Mentari balik kepada
Adam. Makan yuk, ajak Adam lewat media sosialnya yang dikirimkan
kepada Mentari. Tak jarang Adam mengirimkan Saya sudah di depan ya
Ment, kepada Mentari untuk mengajaknya makan bersama secara tibatiba. Hal itu yang membuat Mentari semakin menyukai sosok Adam yang
dianggap spontan olehnya. Ia menyukai lelaki seperti itu. Layaknya pria di
drama-drama korea yang sering ia tonton. Saya teh pas puncakpuncaknya ya, mikir gini, apa sih yang saya kerjain? Kenapa asa teu
puguh gitu ya? Akhirnya, saya merasa saya harus berpikir sendiri dulu
tanpa ada campur tangan orang lain gitu Ment, karena saya orangnya
butuh waktu sendiri, lanjut pria yang berbeda 3 tahun usianya dengan
Mentari itu. Terus kak Adam selama itu ngapain kak?, tanya Mentari
dengan penuh penasaran. Ya saya ketemu dengan banyak orang baru, il,
saya banyak belajar selama setahun itu, banyak banget pelajaran hidup
yang saya ambil selama setahun, jawab Adam sembari mengaduk
minuman yang sudah ia pesan sedari tadi. Oh iya? Terus apa yang bikin
kak Adam mau balik lagi kak?, tanya Mentari lagi, lama-lama ia merasa
seperti wartawan yang sedang mewawancarai artis idolanya. Akhirnya
saya mikir il, lulusan SMA.. itu bisa apa sih? Mau ngapain? Kalau saya
keluar dari kedokteran gigi, apa saya bisa menemukan jalan yang jauh
lebih baik untuk saya?, jawab Adam dengan nada serius. Jadi yah, saya
mulai balik lagi ke dunia ini, dan berpikir untuk terus melanjutkan sampai
titik darah penghabisan, toh udahnya saya juga yang enak? Bisa punya

banyak uang sendiri kan? jelasnya kepada Mentari yang kelihatannya


sangat memperhatikan setiap kata yang ia keluarkan.
Dari pembicaraan tersebut Mentari dapat mengambil satu pelajaran.
Memang, Adam persis sama seperti dirinya yang merasa terpaksa dan
berat menjalani perkuliahan di kedokteran gigi sampai ia bisa menjadi
seorang dokter gigi. Ia senang bisa dipertemukan dengan sosok Adam
setelah setahun lamanya. Karena bagi dirinya Adam adalah sosok pria
yang penuh dengan nilai positif, dalam arti pikiran positif yang sangat
banyak. Tanpa banyak mengeluh, dan tentunya dapat mengajarkan
banyak pelajaran kepada Mentari. Ngomong-ngomong, kamu teh udah
berapa kali pacaran, Ment?, tanya Adam, (tiba-tiba lagi) kepada Mentari.
Hah? Kenapa tiba-tiba ya kak?, bagi Mentari itu adalah pertanyaan yang
agak sedikit menyinggung. Ya, karena selain itu memalukan untuknya,
pertanyaan itu juga sekaligus mengingatkan dirinya lagi akan Wicak
dalam hidupnya. Lho? Saya cuman mau tau kok, ga boleh?, sahut Adam
lagi dengan nada menggoda Mentari. Sekali kak, jawab Mentari dengan
nada agak sedikit kesal tapi malu, malu tapi kesal. Hahhahaha, kamu nih,
biasa aja lagi, kenapa emang kalau cuman sekali? Bagus dong?, timpal
Adam sembari menyuap nasi dan soto yang ia pesan sedari tadi. Bagus
darimana kaaak, maluuu, timpal Mentari dengan muka mengernyit sebal.
Sambil menghabiskan makanannya masing-masing mereka pun banyak
berbincang mengenai pribadi masing-masing yang tentu saja membuat
mereka lebih saling mengenal.
####################

There is something about your love


That makes me just wanna open up
I want you and I know that you want me
So lets stay close like we suppose to be
Just get high of our own supply
Im addicted to your chocolate high
-Chocolate highLagu itu menjadi lagu penutup yang dikirimkan Adam kepada
Mentari malam itu. Entah Mentari harus merasa senang atau biasa saja.
Lagi-lagi ia tak mau terlena dengan sikap Adam yang terkadang baik,
terkadang aneh terhadap dirinya.

#############
Esoknya, Mentari menjadi salah seorang panitia di kampusnya, yang
katanya itu merupakan acara bergengsi. Hanya sebatas sebagai anggota,
divisi logistik pula. Tak ada apa-apanya, dibandingkan divisi acara yang
sebegitu sibuk dan kerennya, menurutnya. Malamnya, memang Mentari
dan Meka, yang ber-sukarela menjadi panitia kegiatan saat itu, terpaksa
datang jauh-jauh ke hotel untuk mengikuti tech-meet bersamaan juga
dengan Rei. Mengangkut barang, memang itu kerjaan logistik bukan?
Mentari pun masih merasa asing dengan orang-orang baru di sekitarnya,
selain teman dekatnya Rei dan Meka, ia pun tak berani banyak bicara dan
bertingkah. Ya, pada dasarnya Mentari adalah anak yang pendiam dan
pemalu yang memerlukan waktu beberapa detik (lebih) untuk beradaptasi
dengan lingkungan dan orang-orang baru. Mentari pun memilih untuk
ikutan berdiri dan berpura-pura mendengarkan perkataan salah satu
seniornya yang saat itu sedang menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukannya keesokannya. Ketika ia sedang melamun, hanya ada Farid di
sebelahnya, salah seorang teman kuliahnya yang belum lama ini sering
mengobrol dengannya (kalau tidak salah). Farid adalah seorang lelaki
yang memiliki penampilan lelaki keren jaman sekarang, tapi, ia agak
sedikit IDI, kata temannya, alias idiot, hahaha.
Ment, kamu teh harus fokus atuh, sahut Farid saat itu. Farid
memang dirasa sering menjahili Mentari. Entah sejak kapan. Fokus apa
Rid?, tanya Mentari keheranan. Secara random, entah mengapa Farid jadi
lebih sering mengajaknya bicara, fikirnya. Haha, kamu kenapa ngambil
logistik?, tanyanya lagi, ya, Farid memang salah seorang aktivis di
kampusnya. Aku taun lalu padahal logistik, capek siah, katanya lagi,
tanpa Mentari tanya. Mentari pun tertawa, Haha, emang cewe ga boleh
masuk logistik, Rid?, tantang Mentari. Ia tak suka diremehkan sebagai
seorang perempuan. Hehe, boleeh Ment, jawabnya lagi. Malam itu, ia
bercerita kepada Mentari bahwa ia memiliki dua buah rumah, dan ia
senang merasakan seperti halnya anak kosan. Ya, dia asli kota itu tapi
lucu saja mendengarnya sebegitu senangnya terpisah dari orang tuanya.
Berbeda dengan Mentari yang terpisah dengan orang tuanya.
Hari itu, Mentari bertugas sebagai timer, yang harus rela bolak-balik
layar-backstage-layar untuk mengklik laptop, lelah, ya. Tapi, ia senang,
daripada berdiam diri lama, lebih baik ia banyak bergerak agar tak bosan.
Saat itu Farid bertugas sebagai danlap pada kegiatan itu. Ia juga sibuk
bolak-balik untuk memanggil peserta lombanya. Namun, ia terasa lebih
santai dibandingkan Mentari lantaran ia lebih banyak mengenal panitia
lain di ruangan itu dibandingkan Mentari. Ment, kamu udah ambil makan
belum?, tanyanya tiba-tiba ketika Mentari berdiri di pojok ruangan

sembari menunggu gilirannya lagi untuk berjalan ke depan menghentikan


timer. Mentari pun hanya menggeleng, Nanti aja Rid aku ambilnya, Meka
juga belum makan, sesaat setelah Mentari berbicara begitu, Meka pun
mendapatkan makanan yang diberikan oleh salah seorang panitia lainnya.
Farid pun melihat ke arahnya, Aku ambilin atuh yah, sahutnya, Mentari
pun keheranan, dan hanya menganggap Farid bercanda. Tidak mungkin
seorang danlap rela mengambil makanan untuknya yang seorang biasa
bukan?, tanyanya dalam hati. Mentari pun hanya tertawa. Serius ih
Ment, keukeuh Farid, kamu tunggu yah, aku ambilin kamu makanan dulu
yah, sahutnya sembari berjalan keluar ruangan. Mentari pun tak
berekspektasi banyak dan melanjutkan kembali tugasnya.
Nih, Farid pun menyodorkan piring yang berisikan empat buah
cemilan dari hotel tersebut yang memang menjadi salah satu menu
coffee break pagi itu. Sebagai panitia, mereka diberi kebebasan untuk
mengambill semua menu yang ada setiap coffee break. Mentari pun
menghadap ke arah Farid keheranan. Farid pun menaikkan alisnya,
bangga, Makan yah, sahutnya sembari berlalu ke arah meja panitia di
seberang. Mentari pun tak sempat mengucapkan terimakasih kepadanya
dan kemudian menyantap makanannya perlahan sambil kebingungan.
Farid memang baru baginya, ia memang pernah menjadi anggota Farid
ketika ia bergabung dengan BEM dulu, dimana Farid adalah ketuanya, dan
yang mewawancarai Mentari sendiri saat itu. Ah, mungkin ia hanya ingin
berteman denganku, pikirnya dalam hati tanpa mau terbawa perasaan
olehnya dan kemudian duduk di tengah ruangan tersebut.
Mau gak?, bisik Farid sembari menyodorkan minuman ke arah
Mentari dan duduk di sebelahnya. Mentari pun sempat terdiam dan
keheranan, mengapa ia begitu baik terhadapnya? Dimana orang-orang
pada saat itu bahkan mungkin tidak ada yang menyadari kehadirannya.
Apa itu?, tanya Mentari melihat ke arah minuman yang disodorkan
kepadanya sambil ikut berbisik ke telinganya. Tebak apa, jawabnya
sambil mengarahkan minumannya ke arah Mentari untuk diminum
olehnya. Mentari pun meneguk minuman tersebut, Apel?, jawabnya lagi.
Farid pun nyengir, Aku suka, kayak you c-1000 yang apel, bisiknya lagi
ke arahnya. Aku mah ga suka, asem, timpal Mentari. Asem, kayak muka
kamu, bisik Farid tiba-tiba setelah komentar Mentari. Mentari pun tertawa
melihat tingkahnya yang terkesan menggemaskan seperti anak kecil.
Ment, mana foto cowo kamu?, tanya Farid lagi. Saat itu memang
perlombaan sedang berjalan, sesekali Farid berlalu lalang, meninggalkan
Mentari, tetapi pada akhirnya ia kembali lagi duduk di sebelahnya. Ga
ada, jawab Mentari dengan singkat, padat, jelas. Ia tak mau memikirkan
Wicak kembali fikirnya. Tiba-tiba Farid pun mengeluarkan handphonenya
dan membuka Instagram kemudian langsung mencari akun Mentari.

Ada gak di sini?, tanyanya lagi sembari melihat-lihat foto-foto


yang diupload Mentari. Gak ada, udah kuapus Rid, jawab Mentari
sembari mengingat kembali. Farid pun membuka foto pada saat
pernikahan kakaknya Mentari saat itu, dan yang ada Wicak di salah satu
orang pada foto itu. Lah kok masih ada??, Mentari pun kaget dan
langsung menarik handphone milik Farid untuk memastikan. Farid pun
memicingkan matanya dan menarik handphonenya ke arahnya, Yang
mana Ment?, tanyanya. Mentari pun melirik sinis ke arahnya, dan dengan
terpaksa menunjuk Wicak di foto itu. Farid pun kemudian mengambil
snapshoot foto itu dan menyimpannya di handphonenya. Lah kok disave?
Buat apa?, tanya Mentari keheranan dengan tingkahnya. Untuk apa ia
menyimpan foto yang ada mantannya di handphonenya fikirnya? Haha,
aku bisa baca orang lewat foto Ment, jawabnya. Mentari pun tertawa,
Hahahah, coba, emang menurut kamu gimana si Wicak?, tantangnya.
Farid pun berfikir sejenak, Hmm.. dia tuh pemalu ya anaknya?,
jawabnya dengan gayanya yang sok tahu. Hahahaha, pendiem
darimana? Orang dia supel, bantah Mentari, Iyaa, maksud aku, pendiem
kalau di lingkungan baru, kan belom selesai, yee haha. Farid pun ikutan
tertawa, mungkin ia juga geli melihat tingkahnya saat itu.
Kenapa kamu putus Ment?, tanyanya lagi kepada Mentari. Mentari
jelas bosan dengan pertanyaan itu, lantaran sudah terlalu banyak teman
kampusnya yang bertanya tentang hal itu. Dia terlalu cemburuan sih,
Rid, jelasnya sebagai penutupan penjelasannya mengenai cerita
alasannya mengapa ia putus dengan Wicak. Dia cemburuan?, tanya
Farid memastikan apa yang didengarnya. Mentari pun mengangguk, Aku
juga cemburuan Ment, sahut Farid tetiba tanpa ditanya Mentari. Mentari
pun menatap Farid sejenak, dan kemudian tertawa (lagi). Selama
pembicaraannya dengan Farid saat itu, Mentari merasa senang. Aku mirip
gak sama ibu aku Rid?, tanya Mentari kepada Farid yang saat itu
menanyakan foto ibu yang diupload beberapa minggu sebelumnya. Farid
pun berfikir sejenak, Cantik kan? Mirip gak sama aku?, tanya Mentari
lagi membanggakan ibunya dan tentu saja dirinya sendiri. Hmm.. kamu..
mirip.. ini, Farid pun menunjuk ke arah pohon yang berada di belakang
foto ibunya sembari nyengir jahil. Mentari pun tertawa, begitu pun Farid.
Pokoknya, sepanjang kegiatan itu, Farid tak hentinya membuat Mentari
menjadi spesial di antara orang-orang lainnya. Ia tak henti membuat
Mentari tertawa terbahak-bahak, meskipun sesekali ditegur oleh ketua
panitia, tapi tak mengapa. Dari mulai memberikan minuman apel,
minuman jeruk, sampai kopi, hahaha. Tapi tetap saja ia menjahili Mentari
dengan memberikan gelas bekas minumannya kepadanya, dan
ditinggalkan begitu saja, haha, dasar jahil, fikir Mentari.

Sore itu, Mentari dan Meka pun langsung menuju ke atas untuk ke
kamar hotel yang memang diberikan fakultasnya menginap bagi panitia.
Di lift, ia tak sengaja bertemu dengan Farid. Memang setelah kegiatan
tadi, Mentari tidak sempat mengucapkan terimakasih kepada Farid
lantaran Farid keburu pergi entah kemana menjemput kesibukannya
sebagai seorang danlap. Niatan Mentari pun diurungnya, lantaran ia tak
terlalu pede untuk menyapa lelaki tampan itu. Ia pun hanya berdiam diri
dan berpura-pura tak melihatnya saat itu. Lift pun terbuka, saat itu
memang mereka bubaran bersamaan dengan rombongan orang-orang
pajak yang juga baru selesai menghadiri pertemuan di hotel yang sama
dengan mereka. Jadi, pada akhirnya, lift pun menjadi penuh dan sesak.
Mentari pun hanya terhalang dua orang dari Farid. Namun, ia hanya bisa
melihat Farid dari belakang saja saat itu. Tak berapa lama, beberapa
orang pun turun dari lift tersebut, dan Farid pun menyender ke arah
dinding lift dan menghadap ke arah Mentari. Entah mengapa Mentari pun
merasakan detak jantungnya berdebar saat itu. Sementara Meka dan
Rahadian (teman yang bersama Farid saat itu) bercanda, Mentari dan
Farid pun hanya terdiam. Sesekali Mentari mencuri pandang ke arah Farid
dan ternyata... ia mendapati Farid sedang menatap ke arahnya. Mentari
pun salting dan mengalihkan pandangannya, begitu juga dengan Farid.
Tak lama kemudian, Farid dan Rahadian pun turun dari lift terlebih dahulu
lantaran kamar mereka berada di lantai yang lebih bawah ketimbang
Mentari dan Meka.
Esoknya, kegiatan seminar berjalan seperti biasa. Mentari memang
sesekali bertemu dengan Farid. Tapi, ia tak berani menyapanya, bahkan
ketika ia dan Farid berpapasan. Entah mengapa, Mentari merasakan ada
sesuatu yang berbeda dari dalam dirinya. Sebagai seorang danlap
memang Farid tidak berdiam diri dalam satu tempat. Mentari pun
mencoba untuk tidak terbawa perasaan terlebih dahulu dnegan Farid saat
itu. Ia kapok, ia tak mau seperti dirinya ke kak Adam yang begitu baik
terhadap semua orang terulang. Saat istirahat, Mentari pun menuju
basecamp untuk mengambil makanan. Di basecamp ia mendapati adanya
Farid. Farid pun memasang wajah berbinar, Ment, sini makan Ment,
ajaknya sembari mempersilahkan Mentari untuk duduk di kursi kosong
yang berada di sebelahnya saat itu. Ehm.. Aku mau makan sama Meka
aja Far, hehehehee, jawab Mentari, entah mengapa saat itu mentari tidak
percaya diri berada di dekat Farid, ia takut akan perasaannya, dilihatnya
wajah Farid kebingungan saat itu. Mungkin ini tidak ada apa-apanya bagi
Farid, tapi ini apa-apa bagi Mentari.
Malam itu, panitia diberikan kebebasan untuk menghabiskan waktu
mereka bersantai, sebelum kesibukan acara terakhir esoknya. Mentari,
dan kawan-kawan pun memutuskan hanya menghabiskan waktu mereka

untuk menyantap makanan di mall yang terletak persis di sebelah hotel


itu dan langsung kembali ke kamar, kecuali Meka yang diajak ketemuan
dengan temannya di mall tersebut. Setelah selesai shalat dan mandi,
Mentari pun memutuskan untuk merebahkan badannya di atas bedcover
yang memang menjadi alas tidurnya saat itu. Tak beberapa lama setelah
merebahkan badannya dan memejamkan mata, suara Meka pun
terdengar dari luar mengetuk pintu. Hilda pun berjalan ke arah pintu dan
membukakan pintu Meka saat itu, Da, ni si Farid katanya mau ikut ke
toilet, boleh gak?, Meka pun bertanya membawa nama Farid, Mentari
pun langsung membuka matanya lantaran kaget mendengar namanya. Ia
pun mendengarkan dengan seksama untuk memastikan keberadaan
Farid, Hehe, iyah Da, aku mau numpang ke toilet, mau pipis, boleh gak?,
tanya suara Farid yang ternyata memang bersama Meka. Atuh Far,
gausah, di kamar aja lah, sahut Basyar, teman Farid yang saat itu
bersamanya, ia juga heran dengan tingkah Farid saat itu, Bayangkan saja,
itu kamar wanita-wanita, dan ia pun punya kamar di hotel itu, untuk apa
menumpang ke toilet? Mentari pun tersenyum kecil, Ya, abis itu nanti kita
kongkow-kongkow atuh Mang, jawab Farid lagi dengan suaranya yang
khas.
Udah ah Far, hayuk ih, ngerakeun, timpal Basyar yang juga
keheranan dengan tingkah Farid saat itu. Farid pun hanya cengengesan
dan menyerah pergi dari kamar itu. Mentari pun melanjutkan
memejamkan matanya kembali ke alam bawah sadarnya dengan
beberapa pikiran mengenai Farid hari itu. Mentari memang sudah
menyimpan perasaan kepada kak Adam selama ini, tetapi kak Adam
sendiri belum mengambil langkah apa pun yang menunjukkan bahwa ia
juga menyukai Mentari. Alhasil, Mentari pun mengambil keputusan untuk
menyendiri terlebih dahulu ketimbang memikirkan perasaannya yang
campur aduk. Jadi kalau sekarang Farid mulai memasuki ke dalam
kehidupannya, tak ada yang melarang memang, hanya saja ia masih
harus meyakinkan beberapa hal terlebih dahulu sebelum ia memutuskan
perasaannya terhadap Farid kedepannya. Belum tentu Farid begitu karena
menyukainya bukan?
##########
Hari Senin. Hari membosankan. Mentari kembali melangkahkan
kakinya ke kampus tempat ia menjalani kehidupannya sehari-hari.
Siangnya, Mentari bertemu dengan Kak Adam. Nih Men, model sama
statusnya, sahut Adam sembari menyerahkan model dan status
orthodonsia kepadanya. Saat itu Mentari melihat Farid sedang duduk
mengerjakan model gigi bersama dengan temannya, Dita tepat di depan
tempatnya mengobrol dengan Adam. Makasih ya Kak, balas Mentari,

Kenapa ga kak Adam aja yang ngerjain aja sih kak?, lanjutnya bertanya
lantaran memang aneh kesannya Adam tiba-tiba memberikan status
bahkan model ortho yang sulit dicari kasusnya sebenarnya. Adam pun
menjelaskan alasannya mengapa memberikannya kepada Mentari saat
itu. Tetapi, entah mengapa di situ Mentari tidak bisa fokus dengan
pembicaraannya dengan Adam. Ia lebih banyak memperhatikan ke arah
Farid yang juga dirasa Mentari memperhatikan ke arahnya dan Adam
diam-diam. Selain itu, Mentari juga merasa sedikit risih karena di
belakangnya, banyak teman-temannya yang ricuh membicarakan
keberadaan Adam di ruangan angkatan mereka. Memang aneh, untuk
apa? Seorang kakak kelas rela-rela naik ke atas hanya untuk memberikan
model dan status saat itu. Tiba-tiba, di tengah pembicaraan Adam dan
Mentari, Farid berdiri dan berjalan ke arahnya, saat itu Mentari pun
merasakan jantungnya berdegup kencang, ada apa? Itu hanya Farid, yang
baru dikenalnya kemarin, kenal dekat, saat acara itu. Oh, gitu ya kang?
Iya ya kang, sewot Farid sembari jalan melewati keduanya. Mentari pun
keheranan. Ada apa dengan tingkah laku Farid?
Itu tidak hanya dilakukan sekali oleh Farid. Saat Mentari dan Adam
berjanjian untuk makan bersama di kantin saat itu, Mentari memanggil
Farid untuk menagih hutang kepadanya. Farid pun menghampirinya, dan
saat itu Farid dan Mentari memang dirasa akrab di depan Adam. Far ih,
bayar utang geura, tagih Mentari. Farid pun nyengir, Ih, ada juga kamu
yang ada utang sama aku Ment, sahutnya balik, 250 ribu, tambahnya
lagi. Saat itu tidak hanya ada Adam selain mereka berdua, tetapi ada juga
teman Mentari, Nur yang duduk diam mendengar pembicaraan di antara
keduanya. Utang apa Far??, timpal Mentari, ia merasa tidak memiliki
hutang sebanyak itu kepadanya, yang ada Farid yang memiliki hutang
kepadanya fikirnya. Gak percaya? Kemarin ih kan aku udah bilang di
chat?, Farid pun menunjukkan layar chat di handphonenya di depan kak
Adam ke arah Mentari. Mentari pun mendapati kata-kata bayar 250 di
layar chat tersebut dan langsung tertawa terbahak. Saat itu, kak Adam
kelihatan terganggu oleh keberadaan Farid.

Anda mungkin juga menyukai