sambil ditarik cepat oleh Mentari dengan langkah kaki yang penuh
kemantapan.
Di gedung 2, memang, banyak sekali wajah-wajah baru yang tak
dikenal lagi oleh Mentari. Terkadang itu hanya membuatnya menjadi lebih
merasa terasingkan, dan menjadi lebih tua, padahal itu tetap lah
kampusnya. Sesampainya di gedung 2, Mentari dan Okta pun langsung
masuk ke dalam perpustakaan yang memang baru dirombak belakangan
ini. Di ruang itu jelas hanya terdapat banyak rak-rak berisi buku bacaan
yang memang selalu dibutuhkan mahasiswanya, terutama.. ketika tugas
akhir atau yang biasa kita sebut sebagai skripsi, dan tentu ruang khusus
bacanya berada di tengah-tengah ruangan tersebut di atas karpet yang
menjuntai. Mentari pun langsung mencari sumber sosok yang
diberitahukan oleh Meka barusan kepada dirinya, dan hanya dalam sekali
pelacakan Mentari pun menemukan apa yang ingin ia temukan. Tanpa
ragu Mentari pun langsung mendekati sesosok lelaki yang sudah lama ia
kenal dan sekaligus sudah lama ia tak bertemu dengannya. Kak Adam!,
sapa Mentari dengan nada setengah bertanya-tanya, setengah penuh
semangat. Sosok lelaki itu pun sontak langsung menengok ke arah
Mentari dan tersenyum sambil berkata, Assalamualaikum Ment, apa
kabar? Baru aja saya mau menghubungi kamu. Mentari pun tanpa ragu
langsung duduk di sebelah Kak Adam yang memang ia gemari sejak lama.
Waalaikumussalam kak Adaaaam, apa kabar kaaak?, ya memang,
Mentari sudah terbiasa untuk dekat dengan sosok lelaki ini. Yang ia
rasakan adalah penuh kenyamanan sekaligus berdebar ketika ia harus
berbicara dengan lelaki itu. Yang ia tahu ia hanya ingin terus banyak
mengobrol dengannya. Setelah itu Mentari pun terus mengobrol dengan
senior yang sangat ia gemari tersebut sejak awal ia berkuliah di kampus
itu. Dan bisa dibilang, Adam lah yang sedikit membuka pikiran Mentari
untuk terus tetap berada di kampus itu.
Kamu teh, apa kabar Ment? Kok saya jarang ngeliat kamu?, tanya
Adam dengan nada menyindir. Lah, hahaa saya kak yang harusnya
nanya gitu, timpal Mentari dengan nada lebih menyindir lagi. Hahaha,
kamu ini. Gimana kuliah? Skripsi? Udah?, sahut Adam. Sedang kak.
Sedang galau penelitian, hehe, jawab Mentari dengan nada sedikit
keraguan. Lho kok kayak gitu jawabnya?, goda Adam melihat juniornya
yang terlihat ragu menjawab pertanyaannya. Heee, pusiing kaak, timpal
Mentari langsung menjawab pertanyaan seniornya. Hahahaha kamu ini,
terus sekarang di perpus sini ngapain hayoo?, tanya Adam dengan nada
mengintrogasi. Mendengar pertanyaan itu, Mentari pun hanya
cengengesan dan melanjutkan perbincangan mereka dengan penuh
semangat dan tentu saja mengganti fokus Adam. Setelah puas berbincang
dengan Mentari selama hampir setengah jam, Adam pun memutuskan
jawab Mentari dengan nada memaksa Ana untuk tak terus menggodanya
dengan Adam.
Btw, kamu teh jomblo/single/double/triple Ment?
Mentari hanya bisa terdiam melihat chat Adam yang dikirimkan
kepadanya saat itu. Mentari benar-benar tertegun, mengapa Adam yang
sudah setahun lamanya menghilang itu tiba-tiba harus mengeluarkan
pertanyaan yang bisa saja membuat hati Mentari saat itu terkena
serangan jantung. Mentari pun langsung mengorganisir otaknya untuk
tidak terlena dulu dengan pertanyaan semacam itu kepadanya dari Adam.
Hahahaha,
kayak
roti
lapis
perasaan kak, pake single double
triple
Saya teh single kak, hahahaha
Kenapa ya kak?
Hahaaa
Nggak ment, saya teh cuman nanya aja ini, bener
Hehee
Melihat itu Mentari hanya bisa memendam perasaannya yang tak
jelas antara sedih atau senang, atau bahakn kesal. Kenapa sih kak Adam
kalau ngasih pertanyaan tuh yaa, kalau emang cuman nanya aja, gausah
nanya yang gitu-gitu? Kan jadi bikin gue GR, sewot Mentari dalam hati.
Nah, kan, ada sesuatu nih, tiba-tiba suara Meka datang dari belakang
Mentari dan Ana yang sedari tadi asik mengobrol. Mentari pun hanya
menengok sambil cengengesan kepada Meka yang langsung mengambil
kursi sebelah Mentari untuk join membuli Mentari bersama Ana. Na, ada
apaan sih? Kasih tau bisa lagii, hahaa, sahut Meka. Itu yang kemaren
Mek, si Ana belum tau, hahaha, jawab Mentari tanpa panjang lebar untuk
pertanyaan Meka. Meka pun hanya bisa mengernyit sambil berpikir
sejenak dan kemudian, Oooooh!!Kak A?, sahut Meka dengan nada yang
agak sedikit tinggi, bukan tinggi lagi, menyerupai suara sopran di paduan
suara sepertinya. Iyaaaa, kencengin aja terus, sampe semua orang tau,
timpal Mentari guna takut ketahuan dengan teman-teman angkatan
lainnya. Hahhaaha, maaf, maaf Ment, ucap Meka kepada Mentari. Tak
lama setelah itu, anak-anak yang lain pun mulai memasuki kelas dan
mulai menjalani perkuliahan yang tak kunjung tak membosankannya.
#####################
Di hari sabtu pagi yang cerah, Mentari pun sudah bangun di jam 6
pagi, di luar jam bangun biasanya. Ia pun langsung bergegas menggosok
gigi dan mencuci mukanya untuk menyegarkan wajahnya yang masih
penuh dengan bantal lantaran baru bangun dari mimpinya yang kurang
indah semalam dianggapnya. Seselesainya aktivitas di kamar mandi,
Mentari pun langsung bergegas mengganti bajunya menjadi setelan baju
olahraga dan memakai sepatu olahraga dengan sigap. Setelah semuanya
siap, ia pun langsung berjalan ke luar kosannya menuju gang kosannya,
tempat dimana ia janjian dengan Adam, ya, untuk lari pagi bersama. Saatsaat pertama kalinya Mentari pergi berdua, hanya berdua, dengan Adam,
sesosok senior laki-laki yang sangat ia gemari sedari dulu. Jam setengah 7
ia sudah berada di tempat dan mendapati Adam sedang menunggunya di
atas motor yang berujung plat JO dan berawalan D itu. Kak Adam!,
sahut Mentari kepada lelaki itu. Mendengar itu Adam pun langsung
menoleh dan membalas sahutan Mentari dengan, Assalamualaikum
dengan sedikit sentuhan senyumannya yang khas, tentu saja membuat
Mentari langsung deg-degan melihatnya. Hehe, maafin kaak, telaaat,
timpal Mentari dan langsung bergegas menghampiri Adam di dekat
motornya. Hahaa, cepet makanya, sahut Adam dengan nada menggoda
Mentari. Hehe, iya kak, maaf kak, timpal Mentari lagi sembari menerima
helm berwarna hitam dari Adam dan menggunakannya di kepalanya.
Hahaa iyaa, udah, yuk! Keburu siang kan ya?, sahut Adam sambil
beranjak menaiki motornya untuk langsung bergegas menuju tempat
olahraga.
Sepanjang perjalanan, Adam dan Mentari tak henti-hentinya berbagi
cerita. Ada saja yang mereka obrolkan. Mentari hanya merasakan rasa
nyaman saat bersama Adam. Adam pun terlihat menunjukkan rasa yang
sama saat bersama Mentari. Sesampainya di tempat tujuan mereka,
Adam pun langsung mengajak Mentari untuk masuk ke dalam dan
melakukan pemanasan dengan berjalan-jalan kecil berbarengan dengan
Mentari. Tak beberapa lama Adam pun mulai berlari meninggalkan Mentari
yang lebih memilih untuk berjalan cepat oleh karena Mentari yang belum
terbiasa untuk lari mengellilingi satu stadion penuh. Mentari pun hanya
memutuskan untuk berjalan cepat selama kurang lebih 1 jam lamanya.
Setelah Mentari selesai melakukan aktivitas olahraganya, ia pun
memutuskan untuk melanjutkan 1 keliling stadion lagi guna mendinginkan
dirinya. Kamu jalannya cepet juga ya Ment, ucap Adam tiba-tiba
membuat jantung Mentari hampir berdegup kencang tiba-tiba saat itu
juga. Hehe, iyaaa... dong, timpal Mentari sembari mengatur kembali
nafasnya yang masih tersengal-sengal (70% karena suara Adam yang
tiba-tiba didengarnya barusan). Hahahha pake dong lah, dasaar kamu
nih, timpal Adam sembari tertawa kecil menertawakan juniornya itu.
Hehee, iya lah kak, kak, saya istirahat dulu ya di situ, sahut Mentari
terburu-buru ingin segera menghilang dari pandangan Adam yang kalau
kelamaan ia berada di sampingnya, bisa-bisa Mentari pingsan karena rasa
deg-degan tiap ia berada di dekatnya. Mangga, saya masih seputaran
lagi ya Ment, ucap Adam dengan senyuman yang memang sangat
membuat Mentari tambah berdegup kencang. Mentari pun langsung
berjalan cepat menuju kursi yang ia tunjuk tadi dan duduk manis di
atasnya sembari menarik nafas dalam-dalam dan memperhatikan stadion
yang semakin siang semakin ramai oleh orang-orang yang berlari dan
berjalan di mengelilinginya.
Nih, minum, sahut Adam sembari menyodorkan botol minumnya
ke Mentari yang sedari tadi sudah duduk beristirahat dari olahraganya.
Mentari sempat tertegun sebentar, masalahnya, botol minum yang diberi
oleh Adam hanyalah botol satu-satunya miliknya, lalu Adam pun sudah
meminum air dari botolnya itu, lalu? Eeeehhh.. nggak usah kak, bener,
nanti aku beli di luar aja kak, hehe, timpal Mentari menolak dengan
halus, takut Adam menjadi tersinggung dengan tolakannya. Loh?
Kenapa? Kamu ga minum gitu? Daritadi belum minum juga, udah nih,
paksa Adam sembari menaruh botolnya ke tangan Mentari hingga Mentari
mau tidak mau mengambilnya. Ada yang gratis kok, mau yang bayar?
Kamu nih, abisin, tambah Adam sembari melempar pandangannya ke
stadion yang sudah ramai dipenuhi oleh orang-orang. Mentari pun hanya
bisa memegang botol minuman itu sembari berdiri dan mulai meneguk air
dari botol tersebut, Makasih kak, ucap Mentari sambil tersipu malu.
Sudah sarapan Ment?, tanya Adam sesampainya di parkiran motor
stadion tersebut. Belum kak, hehe, jawab Mentari sambil menghabiskan
minuman dari botol yang diberikan Adam tadi lantaran disuruh olehnya
sedari tadi. Hmm.. kamu sukanya lontong kari.. atau kupat tahu?, tanya
Adam lagi. Lontong kari kak! Hehee, jawab Mentari lagi dengan nada
semangat. Weits, laper banget nih ceritanya? Haha, oke deh, bentar ya
Ment, saya ganti baju dulu, sahut Adam sembari pergi meninggalkan
##########
Say what you wanna say, and let the words fall out
Honestly, I wanna see you be brave
-Brave- Sara Bareilles
Itu salah satu lirik lagu yang menjadi inspirasi Mentari dalam
menjalani kehidupan perkuliahannya. Ya, Adam dan dia sama-sama
mengalami hal yang sama. Mereka sama-sama terpaksa dalam menjalani
kehidupan perkuliahannya, ya, kedokteran gigi. Pada awalnya Mentari
tidak tahu. Tapi setelah beberapa lama banyak berbincang dengan Adam,
Adam pun perlahan mulai membuka dirinya untuk banyak bercerita
kepada Mentari. Ia menceritakan alasannya menghilang selama setahun
kepadanya. Awalnya Mentari mengira yang macam-macam, mengapa
Adam perlu menghilang, hingga setahun lamanya? Tapi ternyata Adam
menjawab semua itu tanpa harus ditanya oleh Mentari dahulu.
Saya sama sama kamu, Ment. Saya terpaksa dulu masuk sini,
sampai akhirnya saya memutuskan untuk pergi dari sini dulu untuk
menenangkan pikiran saya, cerita Adam sesudah Adam mengirimkan
chat Sudah makan, nona? kepada Mentari yang baru pulang dari
penelitiannya. Belum kak, kenapa kak?, tanya Mentari balik kepada
Adam. Makan yuk, ajak Adam lewat media sosialnya yang dikirimkan
kepada Mentari. Tak jarang Adam mengirimkan Saya sudah di depan ya
Ment, kepada Mentari untuk mengajaknya makan bersama secara tibatiba. Hal itu yang membuat Mentari semakin menyukai sosok Adam yang
dianggap spontan olehnya. Ia menyukai lelaki seperti itu. Layaknya pria di
drama-drama korea yang sering ia tonton. Saya teh pas puncakpuncaknya ya, mikir gini, apa sih yang saya kerjain? Kenapa asa teu
puguh gitu ya? Akhirnya, saya merasa saya harus berpikir sendiri dulu
tanpa ada campur tangan orang lain gitu Ment, karena saya orangnya
butuh waktu sendiri, lanjut pria yang berbeda 3 tahun usianya dengan
Mentari itu. Terus kak Adam selama itu ngapain kak?, tanya Mentari
dengan penuh penasaran. Ya saya ketemu dengan banyak orang baru, il,
saya banyak belajar selama setahun itu, banyak banget pelajaran hidup
yang saya ambil selama setahun, jawab Adam sembari mengaduk
minuman yang sudah ia pesan sedari tadi. Oh iya? Terus apa yang bikin
kak Adam mau balik lagi kak?, tanya Mentari lagi, lama-lama ia merasa
seperti wartawan yang sedang mewawancarai artis idolanya. Akhirnya
saya mikir il, lulusan SMA.. itu bisa apa sih? Mau ngapain? Kalau saya
keluar dari kedokteran gigi, apa saya bisa menemukan jalan yang jauh
lebih baik untuk saya?, jawab Adam dengan nada serius. Jadi yah, saya
mulai balik lagi ke dunia ini, dan berpikir untuk terus melanjutkan sampai
titik darah penghabisan, toh udahnya saya juga yang enak? Bisa punya
#############
Esoknya, Mentari menjadi salah seorang panitia di kampusnya, yang
katanya itu merupakan acara bergengsi. Hanya sebatas sebagai anggota,
divisi logistik pula. Tak ada apa-apanya, dibandingkan divisi acara yang
sebegitu sibuk dan kerennya, menurutnya. Malamnya, memang Mentari
dan Meka, yang ber-sukarela menjadi panitia kegiatan saat itu, terpaksa
datang jauh-jauh ke hotel untuk mengikuti tech-meet bersamaan juga
dengan Rei. Mengangkut barang, memang itu kerjaan logistik bukan?
Mentari pun masih merasa asing dengan orang-orang baru di sekitarnya,
selain teman dekatnya Rei dan Meka, ia pun tak berani banyak bicara dan
bertingkah. Ya, pada dasarnya Mentari adalah anak yang pendiam dan
pemalu yang memerlukan waktu beberapa detik (lebih) untuk beradaptasi
dengan lingkungan dan orang-orang baru. Mentari pun memilih untuk
ikutan berdiri dan berpura-pura mendengarkan perkataan salah satu
seniornya yang saat itu sedang menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukannya keesokannya. Ketika ia sedang melamun, hanya ada Farid di
sebelahnya, salah seorang teman kuliahnya yang belum lama ini sering
mengobrol dengannya (kalau tidak salah). Farid adalah seorang lelaki
yang memiliki penampilan lelaki keren jaman sekarang, tapi, ia agak
sedikit IDI, kata temannya, alias idiot, hahaha.
Ment, kamu teh harus fokus atuh, sahut Farid saat itu. Farid
memang dirasa sering menjahili Mentari. Entah sejak kapan. Fokus apa
Rid?, tanya Mentari keheranan. Secara random, entah mengapa Farid jadi
lebih sering mengajaknya bicara, fikirnya. Haha, kamu kenapa ngambil
logistik?, tanyanya lagi, ya, Farid memang salah seorang aktivis di
kampusnya. Aku taun lalu padahal logistik, capek siah, katanya lagi,
tanpa Mentari tanya. Mentari pun tertawa, Haha, emang cewe ga boleh
masuk logistik, Rid?, tantang Mentari. Ia tak suka diremehkan sebagai
seorang perempuan. Hehe, boleeh Ment, jawabnya lagi. Malam itu, ia
bercerita kepada Mentari bahwa ia memiliki dua buah rumah, dan ia
senang merasakan seperti halnya anak kosan. Ya, dia asli kota itu tapi
lucu saja mendengarnya sebegitu senangnya terpisah dari orang tuanya.
Berbeda dengan Mentari yang terpisah dengan orang tuanya.
Hari itu, Mentari bertugas sebagai timer, yang harus rela bolak-balik
layar-backstage-layar untuk mengklik laptop, lelah, ya. Tapi, ia senang,
daripada berdiam diri lama, lebih baik ia banyak bergerak agar tak bosan.
Saat itu Farid bertugas sebagai danlap pada kegiatan itu. Ia juga sibuk
bolak-balik untuk memanggil peserta lombanya. Namun, ia terasa lebih
santai dibandingkan Mentari lantaran ia lebih banyak mengenal panitia
lain di ruangan itu dibandingkan Mentari. Ment, kamu udah ambil makan
belum?, tanyanya tiba-tiba ketika Mentari berdiri di pojok ruangan
Sore itu, Mentari dan Meka pun langsung menuju ke atas untuk ke
kamar hotel yang memang diberikan fakultasnya menginap bagi panitia.
Di lift, ia tak sengaja bertemu dengan Farid. Memang setelah kegiatan
tadi, Mentari tidak sempat mengucapkan terimakasih kepada Farid
lantaran Farid keburu pergi entah kemana menjemput kesibukannya
sebagai seorang danlap. Niatan Mentari pun diurungnya, lantaran ia tak
terlalu pede untuk menyapa lelaki tampan itu. Ia pun hanya berdiam diri
dan berpura-pura tak melihatnya saat itu. Lift pun terbuka, saat itu
memang mereka bubaran bersamaan dengan rombongan orang-orang
pajak yang juga baru selesai menghadiri pertemuan di hotel yang sama
dengan mereka. Jadi, pada akhirnya, lift pun menjadi penuh dan sesak.
Mentari pun hanya terhalang dua orang dari Farid. Namun, ia hanya bisa
melihat Farid dari belakang saja saat itu. Tak berapa lama, beberapa
orang pun turun dari lift tersebut, dan Farid pun menyender ke arah
dinding lift dan menghadap ke arah Mentari. Entah mengapa Mentari pun
merasakan detak jantungnya berdebar saat itu. Sementara Meka dan
Rahadian (teman yang bersama Farid saat itu) bercanda, Mentari dan
Farid pun hanya terdiam. Sesekali Mentari mencuri pandang ke arah Farid
dan ternyata... ia mendapati Farid sedang menatap ke arahnya. Mentari
pun salting dan mengalihkan pandangannya, begitu juga dengan Farid.
Tak lama kemudian, Farid dan Rahadian pun turun dari lift terlebih dahulu
lantaran kamar mereka berada di lantai yang lebih bawah ketimbang
Mentari dan Meka.
Esoknya, kegiatan seminar berjalan seperti biasa. Mentari memang
sesekali bertemu dengan Farid. Tapi, ia tak berani menyapanya, bahkan
ketika ia dan Farid berpapasan. Entah mengapa, Mentari merasakan ada
sesuatu yang berbeda dari dalam dirinya. Sebagai seorang danlap
memang Farid tidak berdiam diri dalam satu tempat. Mentari pun
mencoba untuk tidak terbawa perasaan terlebih dahulu dnegan Farid saat
itu. Ia kapok, ia tak mau seperti dirinya ke kak Adam yang begitu baik
terhadap semua orang terulang. Saat istirahat, Mentari pun menuju
basecamp untuk mengambil makanan. Di basecamp ia mendapati adanya
Farid. Farid pun memasang wajah berbinar, Ment, sini makan Ment,
ajaknya sembari mempersilahkan Mentari untuk duduk di kursi kosong
yang berada di sebelahnya saat itu. Ehm.. Aku mau makan sama Meka
aja Far, hehehehee, jawab Mentari, entah mengapa saat itu mentari tidak
percaya diri berada di dekat Farid, ia takut akan perasaannya, dilihatnya
wajah Farid kebingungan saat itu. Mungkin ini tidak ada apa-apanya bagi
Farid, tapi ini apa-apa bagi Mentari.
Malam itu, panitia diberikan kebebasan untuk menghabiskan waktu
mereka bersantai, sebelum kesibukan acara terakhir esoknya. Mentari,
dan kawan-kawan pun memutuskan hanya menghabiskan waktu mereka
Kenapa ga kak Adam aja yang ngerjain aja sih kak?, lanjutnya bertanya
lantaran memang aneh kesannya Adam tiba-tiba memberikan status
bahkan model ortho yang sulit dicari kasusnya sebenarnya. Adam pun
menjelaskan alasannya mengapa memberikannya kepada Mentari saat
itu. Tetapi, entah mengapa di situ Mentari tidak bisa fokus dengan
pembicaraannya dengan Adam. Ia lebih banyak memperhatikan ke arah
Farid yang juga dirasa Mentari memperhatikan ke arahnya dan Adam
diam-diam. Selain itu, Mentari juga merasa sedikit risih karena di
belakangnya, banyak teman-temannya yang ricuh membicarakan
keberadaan Adam di ruangan angkatan mereka. Memang aneh, untuk
apa? Seorang kakak kelas rela-rela naik ke atas hanya untuk memberikan
model dan status saat itu. Tiba-tiba, di tengah pembicaraan Adam dan
Mentari, Farid berdiri dan berjalan ke arahnya, saat itu Mentari pun
merasakan jantungnya berdegup kencang, ada apa? Itu hanya Farid, yang
baru dikenalnya kemarin, kenal dekat, saat acara itu. Oh, gitu ya kang?
Iya ya kang, sewot Farid sembari jalan melewati keduanya. Mentari pun
keheranan. Ada apa dengan tingkah laku Farid?
Itu tidak hanya dilakukan sekali oleh Farid. Saat Mentari dan Adam
berjanjian untuk makan bersama di kantin saat itu, Mentari memanggil
Farid untuk menagih hutang kepadanya. Farid pun menghampirinya, dan
saat itu Farid dan Mentari memang dirasa akrab di depan Adam. Far ih,
bayar utang geura, tagih Mentari. Farid pun nyengir, Ih, ada juga kamu
yang ada utang sama aku Ment, sahutnya balik, 250 ribu, tambahnya
lagi. Saat itu tidak hanya ada Adam selain mereka berdua, tetapi ada juga
teman Mentari, Nur yang duduk diam mendengar pembicaraan di antara
keduanya. Utang apa Far??, timpal Mentari, ia merasa tidak memiliki
hutang sebanyak itu kepadanya, yang ada Farid yang memiliki hutang
kepadanya fikirnya. Gak percaya? Kemarin ih kan aku udah bilang di
chat?, Farid pun menunjukkan layar chat di handphonenya di depan kak
Adam ke arah Mentari. Mentari pun mendapati kata-kata bayar 250 di
layar chat tersebut dan langsung tertawa terbahak. Saat itu, kak Adam
kelihatan terganggu oleh keberadaan Farid.