Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa
dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling
sering di jumpai di klinik, karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis
bukan pemeriksaan histopatologi.
Gastritis lambung merupakan gangguan umum diskontinuitas dari mukosa
lambung, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti alkohol, stres, Infeksi
Helicobcter pylori, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti aspirin atau
Acetylsalicylic acid (ASA), sulfonamide. Penderita gastritis umumnya mengalami
gangguan pada saluran pencernaan bagian atas, berupa nafsu makan menurun,
perut kembung, dan perasan penuh diperut, mual , muntah, dan bersendawa.
Infeksi bakteri merupakan penyebab lain yang dapat meningkatkan
peradangan pada mukosa lambung. H.pylori merupakan bakteri utama yang paling
sering menyebabkan gastritis akut. Prevelensi terjadinya infeksi H.pylori pada
individu tergantung dari faktor usia, sosial, ekonomi dan ras. Pada beberapa study
di Amerika Serikat, didapatkan infeksi H.pylori pada anak-anak sebesar 20%,
pada usia 40 tahun sebesar 50% dan pada usia lanjut sebesar 60%.

Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis
khususnya

mengenai

gastritis,

mulai

dari

definisi

sampai

pada

penatalaksanaannya.

Manfaat
a. Bagi penulis
Meningkatakan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai
gastritis.

b. Bagi institut pendidikan


Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang ada kaitannya dengan gastritis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

GASTRITIS KRONIK
I.

Defenisi
Gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang menahun. Gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan
mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung
jinak maupun ganas atau oleh bakteri Helicobacter pylori.
II. Etiologi
Disebabakan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna
akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel parietal dan sel
chief. Karena sel parietal dan sel chief hilang maka produksi HCL pepsin dan
fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis
serta mukosanya rata.
III. Klasifikasi
a. Gastritis tipe A
Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa
b. Gastritis tipe B
- Dihubungkan dengan bakteri H.pylori
- Faktor diet seperti minum panas dan pedas
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluk isi usus ke lambung
Manifestasi klinis
-

Bervariasi dan tidak jelas

Perasaan penuh, anoreksia


Distress epigastrik yang tidak nyata
Cepat kenyang
Mual dan muntah
Nyeri epigastrium
Rasa pahit pada mulut

IV. Patofisiologi Gatritis


Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya,
obat obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif,
merokok atau kombinasi dari faktor faktor tersebut dapat mengancam ketahanan
mukosa lambung.
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor
eksogennya adalah obat obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak
integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu,
gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi

integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki
peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa
lambung, kemudian sel sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk
memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem
mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang
menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik
metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari
mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak
memiliki pelindung terhadap asam lambung.
Obat obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress dan lain
lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung
dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal
ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan

penyebab iritasi tersebut adalah regenerasi mukosa, karena itu gangguan


gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang
terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat zat seperti asam adan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan
dan peritonitis.
Gastritir kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar kelenjar
lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak bercak penebalan berwarna abu
abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa.
Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung.
Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum.

V. Tanda dan Gejala Gastritis


a.Tanda dan gejala gastritis akut

Nyeri pada perut


Rasa tidak nyaman pada perut
Mual
Muntah
Kembung
Rasa penuh didalam perut
Sering platus
Sering sendawa.

b.Tanda dan gejala gastrritis kronik

Anoreksia
Berat badan menurun
Dyspepsia
Nyeri yang menetap pada daerah epigastrium
Mual
7

Muntah

VI. Pemeriksaan penunjang


a.

Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi


H.pylori dalan darah. Hasil tes positif menunjukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri, tepi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah juga dapat dilakukan untuk memeriksa anemia,
yang terjadi akibat perdarahan lambung akibat gastritis.

b.

Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam


feces atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi, pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces,
hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.

c.

Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidak normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak
terlihat dari sinar X.

VI

Komplikasi

Gastritis akut
Hematemesis dan melena
Gastritis kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia karena
gangguan absorpsi vitamin B12

VII

Penatalaksanaan
Pengobatan

umum

terhadap

gastritis

adalah

menghentikan

atau

menghindari faktor penyebab iritasi, pemberian antasid, pada gastritis atrofik


dengan anemia pernisiosa diobati dengan B12 intra muskular (hydroxcobalamin
atau cyanocobalamin).

Jika penyebabnya adalah infek H.pylori maka di berikan bismuth,


antibiotik (misalnya amoksisilin dan klaritromisin) dan obat anti tukak
( omeprazol). Perdarahan hebat karna gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan
menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi.
Eradikasi H.pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk
gastritis kronik yang ada hubungannya oleh kuman tersebut. Eradikasi dapat
mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal kembali. Eradikasi dapat
dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotik.
Antibiotik

berupa

tetrasiklin,

metronidasol,

amoksisilin.

Kadang-kadang

diperlukan lebih dari satu macam antibiotik untuk mendapat hasil pengobatan
yang baik.

TB PARU
I.

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex

II. PATOGENESIS
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :

1.

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad


integrum)

2.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,


garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3.

Menyebar dengan cara :


a.

Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya


Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b.

Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun


ke paru sebelahnya atau tertelan

c.

Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini


berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier,

meningitis

tuberkulosis,

typhobacillosis

Landouzy.

Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat


tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
10

- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis


primer.

TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1.

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2.

Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan


dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi
aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3.

Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).


Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
-meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
atas

11

-memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.


Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
-bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh

dengan

membungkus

diri

dan

akhirnya

mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut


sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

12

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan


penyembuhannya

13

III.KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A.

TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

tidak termasuk pleura.


1.

Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)


TB paru dibagi atas:
a.

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:


- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA

positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis


aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA

positif dan biakan positif


b.

Tuberkulosis paru BTA (-)


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis

2.

Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu :


a.

Kasus baru

14

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan


OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b.

Kasus kambuh (relaps)


Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA
negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
-

Lesi

nontuberkulosis

(pneumonia,

bronkiektasis,

jamur,

keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
c.

Kasus defaulted atau drop out


Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.

d.

Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.

e.

Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik

15

f.

Kasus Bekas TB:


- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif,
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang
tidak ada perubahan gambaran radiologi.

IV. GAMBARAN KLINIK


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1.

Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

16

2.

Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.

V. PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
A.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:

1.

2.

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

INH
Rifampisin

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin

Amikasin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +


asam klavulanat

17

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :


o

Kapreomisin

Sikloserino

PAS (dulu tersedia)

Derivat rifampisin dan INH

Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan
- Obat tunggal,

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid dan etambutol.


-

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Oba
t

Dosis

Dosis yg dianjurkan

DosisMak
s (mg)

Dosis (mg) / berat


badan (kg)

(Mg/Kg
BB/Har
i)

Haria
n
(mg/
kgBB
/ hari)

Intermitten
(mg/Kg/BB/kal
i)

8-12

10

10

4-6

10

20-30

25

35

< 40

4060

>60

600

300

450

600

300

150

300

450

750

100
0

150
0

18

15-20

15

30

15-18

15

15

1000

750

100
0

150
0

Sesu
ai BB

750

100
0

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang


penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi
TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti
terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1.

Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

2.

Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan


pengobatan yang tidak disengaja

3.

Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang


benar dan standar

4.

Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5.

Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat


penurunan penggunaan monoterapi

Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap


Fase intensif

Fase lanjutan

19

2 bulan
BB

3037
3854
5570

4 bulan

Harian

Harian

3x/minggu

Haria
n

3x/mingg
u

RHZE

RHZ

RHZ

RH

RH

150/75/400/27
5

150/75/40
0

150/150/50
0

150/7
5

150/150

>7
1

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti
yang mampu menanganinya.

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

20

TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH
atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil
uji resistensi
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau
: 6 RHE atau
2 RHZE/ 4R3H3
TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

21

TB Paru kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan

obat lini 2 (contoh

paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 1518

bulan

ofloksasin,

etionamid,

sikloserin).

Dalam

keadaan

tidak

memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase


lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
-

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil

yang optimal
-

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

TB Paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan
penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

2) BTA saat ini positif


Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
22

waktu pengobatan yang lebih lama


b.

Berobat < 4 bulan


1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat

yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji

resistensi terhadap OAT.

TB Paru kasus kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat
lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
-

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan

penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat

- TB paru BTA

2 RHZE / 4 RH atau

23

II

+,

2 RHZE / 6 HE

BTA - , lesi luas

*2RHZE / 4R3H3

- Kambuh

-RHZES / 1RHZE / sesuai


hasil uji resistensi atau
2RHZES / 1RHZE / 5
RHE

- Gagal
pengobatan

Bila
streptomisin
alergi, dapat
diganti
kanamisin

-3-6 kanamisin, ofloksasin,


etionamid, sikloserin / 1518 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II

- TB paru putus
berobat

Sesuai lama pengobatan


sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat
uraiannya) atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3

III

-TB paru BTA


neg. lesi
minimal

2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3

IV

- Kronik

RHZES / sesuai hasil uji


resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18
bulan)

24

IV

- MDR TB

Sesuai uji resistensi + OAT


lini 2 atau H seumur
hidup

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn.SA

Umur

:70 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Ampang kualo

No RM

: 055060

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Tanggal Masuk

: 27 Februari 2016

Ruangan

: Interne Pria (IP)

Anamnesa

Keluhan utama
Sakit perut sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
25

o Pasien datang dengan keluhan sakit perut sejak 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit, sakit dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri dirasakan di daerah ulu hati.
o Pasien mengeluhkan mual dan muntah, isi muntah apa yang
terakhir dimakan.
o Nafsu makan berkurang sejak 1 minggu, badan terasa lemas dan

lesu sejak 3 hari yang lalu.


o Demam (-)
o Batuk (-)
o Sesak nafas (-)
o Sakit kepala (-)
o BAK (+) normal
o BAB (+) normal.
Riwayat penyakit dahulu
o Pasien pernah dirawat dibangsal paru 3 minggu yang lalu,dengan
keluhan sesak nafas.
o Pasien mempunyai riwayat hipertensi, kontrol tidak teratur, obat
yang diminum captopril.
o Pasien mempunyai riwayat asma, kontrol tidak teratur, pasien tidak
ingat obat yang dikonsumsi.
o Pasien mempunyai riwayat magh, pasien tidak ingat obat yang
dikonsumsi
o Pasien mempunyai riwayat asam urat, kontrol tidak teratur, pasien
tidak ingat obat yang dikonsumsi.
o Riwayat DM (-)

Riwayat penyakit keluarga


o Orang tua pasien tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma, magh,
dan asam urat.
o Kakak laki - laki pasien menderita Hipertensi
Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Pasien seorang pensiunan dikantor bupati, pasien mempunyai kebiasaan
merokok, minum kopi.

Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis cooperatif


26

Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 98 x/menit

Nafas

: 24x/menit

Suhu

: 36,8 C

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: Bentuk bulat, ukuran normochepal, rambut berwarna putih.

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor.

Telinga: Bentuk dan ukuran dalam batas normal.


Hidung

: Bentuk dan ukuran dalam batas normal, tidak ada sekret.

Mulut

: Bibir kering, lidah tidak kotor.

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB.

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicularis RIC


V

Perkusi

: Batas kanan jantung : Linea sternalis dextra RIC IV


Batas kiri jantung

: 1 jari medial linea midclavicularis


RIC V

Batas atas jantung


Auskultasi

: Linea parasternalis sinistra RIC II

: Murni, M1 > M2, P2 < A2, Bising (-)

Paru-paru
27

Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis

Palpasi

: Fremitus kanan dan kiri meningkat

Perkusi

: Pekak pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Bronkial, Whezing (-/-), Rhonki basah nyaring (+/+)

Abdomen
Inspeksi

: Venektasi (-), asites (-)

Palpasi

: nyeri tekan (+), nyeri lepas ( - ), hepar dan lien tidak


teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Anggota gerak
Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

triceps

Patella

Cremaster

Achiles

Ekstremitas atas:

Brachioradialis
Ekstremitas bawah:

Patologis

Kanan

Kiri

Ekstremitas atas :

28

Hoffmann-tromer

Babynski

Gordon

Oppenheim

Schaefer

Caddocks

Ektremitas bawah:

Edema
Ektremitas atas:
kanan : kiri

:-

Ektremitas bawah :
kanan : kiri : -

Pemeriksaan penunjang
Laboratoriun :

Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Ureum
Creatinin
GDR

: 10,0 g/dl
: 31,1 %
: 8.140 mm3
: 744.000 mm3
: 24,7 mg/dl
: 0,78 mg/dl
: 79 mg%

29

Diagnosa kerja

Gastritis kronis aktif


Suspek TBC paru komplek
Brokopneumoni komplek

Diagnosis Banding

Ulkus Peptikum
GERD

Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologi

Tirah baring
Makanan Lunak : diet lambung II

Terapi farmakologi

IVFD RL 12jam / kolf


Sucralfat syr 4x 1
Inj Ranitidin 2x1 amp (IV)
As. Folat 3x 500mg
Domperidon 3x1 tab

Anjuran

Ro thorax PA
Kultur sputum

Prognosis
Quo ad vitam

:Dubia ad Bonam

Quo ad sanationam

: Dubia ad malam

30

Quo ad fungtionam

: Dubia ad bonam

Follow up
28-2-

S/ - Nyeri ulu hati (+)

2016

-Nafsu makan (-)


-Mual (+)
-Sesak (-), batuk (-)
-BAB (-), BAK (+) normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 120 / 70 mmHg

Nadi

: 96 x / menit

Nafas

: 22 x / menit

: 37,5C

A/

Gastritis kronis aktif

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek

P/

IVFD Nacl 8 jam / kolf

Sucralfat syr 4 x 1

Inj Ranitidin 2 x 1 amp (IV)

As. Folat 3x1 tab

Domperidon 3x1 tab

Periksa sputum BTA


Ro thorak PA (16-01-16)

31

29-2-

S/ - nyeri ulu hati (+)

2016

-Nafsu makan (-)


-Mual (+)
-Sesak(-), batuk(-)
-BAB(-), BAK (+)normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 120/80mmHg

Nadi

: 82x/menit

Nafas

: 20x/menit

:37C

A/

Gastritis kronis aktif

P/

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek
IVFD Nacl 8jam / kolf

Sucralfat syr 4x1


Inj Ranitidin 2x1 amp (IV)
As. Folat 3x1 tab
Domperidon 3x1 tab

Periksa sputum BTA


32

Periksa labor : Urinalisa dan gula darah


1-3-2016

S/ - Nyeri ulu hati (+)


-Nafsu makan (-)
-Mual (+)
-Demam (+)
-Sesak(-), batuk(-)
-BAB(-), BAK (+)normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 110/80mmHg

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 24x/menit

: 38C

A/

Gastritis kronis aktif

P/

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek
IVFD Nacl 8jam / kolf

Sucralfat syr 4x1


Inj Ranitidin 2x1 amp (IV)
Inj ceftriakson 1x2gr (IV) skin test
Ciprofloksasin 2x200 mg
PCT 3x500 mg

Hasil Pemeriksaan laboratorium urinalisa dan gula


darah:
Urinalisa :
Warna : Kuning

Gula darah
Glukosa puasa :

Blood : (-)

117

Bilirubin : (-)

2 jam pp : 153

Urobilinogen : (-)
Keton : (-)
33

Protein : (-)
Glukosa : (-)
pH : 7,0
Sedimen :
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Leukosit : 1-4/LPB
Kristal : (-)
Epitel : 0-1/LPK

2-3-2016

Tunggu hasis BTA I, II, III


S/ - nyeri ulu hati (+)
-Nafsu makan (-)
-Mual (+)
-Demam (-)
-Sesak (-), batuk (-)
-BAB (-), BAK (+) normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 100 / 80 mmHg

Nadi

: 90 x / menit

Nafas

: 22 x / menit

:37C

A/

Gastritis kronis aktif

P/

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek
IVFD Nacl 8 jam / kolf

Sucralfat syr 4 x 1
Inj Ranitidin 2 x 1 amp (IV)
Inj ceftriakson 1 x 2 gr (IV) skin test
Inj Ondansentron 3 x 1 amp (IV)
Ciprofloksasin 2 x 200 mg

34

Tunggu hasil BTA I, II, III

3-3-2016

S/ - nyeri ulu hati (+)


-Nafsu makan (-)
-Mual (+)
-Demam (-)
-Sesak (-) , batuk (-)
-BAB (+), BAK (+)

normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

:100 / 70

mmHg
Nadi

: 80 x / menit

Nafas

:20 x / menit

: 36,3 C

A/

Gastritis kronis

aktif

Suspek TBC paru

komplek
Brokopneumoni
komplek

P/

IVFD Nacl 8

jam / kolf

Sucralfat syr 4 x
1

35

4-3-2016

Inj Ranitidin 2 x 1

amp (IV)
Inj ceftriakson 1 x

2 gr (IV) skin test


Inj Ondansentron

3 x 1 amp (IV)
Ciprofloksasin 2 x
200 mg
Tunggu hasil BTA I,
II, III
S/ - nyeri ulu hati (+)
-Nafsu makan (-)
-Mual (+)
-Demam (+)
-Sesak (+) , batuk (-)
-BAB (+), BAK (+) normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 100 / 70 mmHg

Nadi

: 80 x / menit

Nafas

: 23 x / menit

:37,5 C

Whezing
A/

:+

Gastritis kronis aktif

P/

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek
PPOK eksaserbasi akut
Drip Aminophilin 2 amp dalam D5%
12 jam /kolf

5-3-2016

Nebu ventolin /6jam


Inj Ranitidin 2 x 1 amp (IV)
Inj Transamin + Vit K 3 x 1 amp (IV)
PCT 3 x 500 mg

Ciprofloksasin 2 x 200 mg
S/ - nyeri ulu hati (+)
36

-Nafsu makan (-)


-Mual (+)
-Demam (+)
-Sesak (+), batuk (+)
-BAB (+), BAK (+) normal
O/ ku

: Sedang

Kes

: Cmc

TD

: 100 / 70mmHg

Nadi

: 80x / menit

Nafas

: 24 x / menit

: 37,6 C

Whezing
A/

:+

Gastritis kronis aktif

Suspek TBC paru komplek


Brokopneumoni komplek
PPOK eksaserbasi akut

P/ Drip Aminophilin 2 amp dalam D5%


12 jam / kolf

Nebu ventolin / 6jam

Inj Ranitidin 2 x 1 amp (IV)

Inj Transamin + Vit K 3 x 1 amp (IV)

PCT 3x500 mg

Ambroxol syr 3 x 1
Ciprofloksasin 2 x 200mg

KESIMPULAN

37

Gastritis kronik disebabakan oleh gastritis akut yang


berulang. Akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan
hilangnya sel parietal dan sel chief. Sehingga produksi HCL
pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan
dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata.
Pengobatan yang dapat diberikan yaitu antasida, pompa
proton dan antibiotik, dan obat anti tukak lambung.
Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
.Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi
atas, tuberkulosis paru BTA (+), tuberkulosis paru BTA (-).
Berdasarkan tipe pasien yaitu: kasus baru, kasus kambuh
(relaps), kasus defaulted atau drop out, kasus gagal, kasus
kronik, kasus Bekas TB. Jenis obat utama (lini 1) yang
digunakan

adalah:

INH,

Rifampisin,

Pirazinamid,

Streptomisin, Etambutol.

DAFTAR PUSTAKA

Perry potter 2001.Fundamental of nursing


Mansjoer,Arif 1999.kapita selekta kedokteran edisi 3,jilid I.jakarta:FKUI
38

Sistem Gastrointestinal jakarta:TM


Hirlan dan tarigan P.2006 buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jakarta:Pusat

Penerbit IPD FK UI
Sudoyo ary.Dkk.2009.Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.Edisi 5

Hakarta:interna Publishing
Perhimpunan Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru : Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI.


WHO
Tuberculosis
Fact
Sheet
no.

http//www.who.Tuberculosis.htm. Accesed on March 3, 2004.


Global tuberculosis control. WHO Report, 2003.
Rasjid R. Patofisiologi dan diagnostik tuberkulosis paru. Dalam: Yusuf A,

104.

Available

at:

Tjokronegoro A. Tuberkulosis paru pedoman penataan diagnostik dan


terapi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 1985:1-11.

39

Anda mungkin juga menyukai