Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN


SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun oleh:
Zema Maksalmina
13.0225.N

PROGRAM PRA PROFESI KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2014
1

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup
kelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik (Price & Wilson
2006, h.641).
Syok adalah kegagalan system sirkulasi dalam mengirimkan darah
beroksigen ke setiap bagian tubuh. (Prasada. h.29)
2. Etiologi
Etiologi syok menurut (Price & Wilson 2006, h.641) :
Syok oligemik / hipovolemik
a. Perdarahan
b. Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes militus,
diabetus insifidus, kekurangan korteks adrenal, peritonitis, pancreatitis, luka
bakar, asites, adenoma vilosa.

3. Patofisiologis
Syok hipovolemik dapat disebabkan kehilangan cairan eksternal seperti
hemoragi, atau perpindahan cairan internal seperti pada dehidrasi hebat, edema
berat, atau asites. Volume intravaskular dapat menurun baik melalui kehilangan
cairan dan perpindahan cairan antara kompartemen intravaskular dan
interstisial.
Urutan peristiwa dalam syok hipovolemik dimulai dengan penurunan
dalam volume intravaskular. Hal ini diakibatkan oleh penurunan arus balik
darah vena ke jantung dan akibat lanjut penurunan pengisian ventrikular.
Penurunan pengisian ventrikular mengakibatkan penurunan volume sekuncup
(jumlah darah yang dipompakan dari jantung) dan penurunan curah jantung.
Ketika curah jantung menurun, tekanan darah juga turun, dan jaringan tidak
dapat diperfusi secara adekuat (Smeltzer & Bare 2001, h.303).
4. Pathways
2

5. Manifestasi Klinis
3

a. Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok.
Ansietas, tidak bisa tenang, takut, apatis, stupor, atau koma dapat
ditemukan.kelainan-kelainan ini menunjukkan adanya perfusi serebral yang
menurun.
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat hipovolemik adalah adanya
pengurangan selisih antara tekanan sistolik dan diastolik. Ini merupakan
akibat adanya peningkatan tekanan diastolic yang disebabkan oleh
vasokonstriksi atas rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan
pada batas normal sampai terjadinya kehilangan darah 15-25%.
Hipotensi postural dan hipotensi pada keadaan berbaring akan timbul.
2) Denyut nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah
karakteristik untuk syok. Dapat ditemukan adanyapenurunan dari
amplitude denyutan.
3) Pernafasan
Takipnea adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering
ditemukan pada tahap awal dari syok.
c. Kulit
Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Vena-vena ekstremitas
menunjukan tekanan yang rendah yang dinamakan vena perifer yang kolaps.
Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.
o Gejala-gejala lain seperti pasien mengeluh pusing, mual, lemal,
atau lelah dan rasa haus karena kandungan cairan dari darah
berkurang.
6. Stadium
Stadium syok menurut Chandrasoma & Taylor (2005, h.124) :
a. Stadium konpensasi
Mekanisme kompenssasi yang diaktifkan oleh penurunan curah
jantung antara lain adalah rangsangan simpatis secara reflek, yang
mempercepat frekuensi jantung (takikardi) dan menyebabkan vasokonstriksi
4

perifer yang mempertahankan tekanan darah di organ-organ vital (otak dan


miocardium). Tanda klinis syok yang paling awal adalah denyut nadi cepat
dengan volume kecil (halus).
Vasokonstriksi perifer paling nyata terjadi di jaringan-jaringan
kurang vital. Kulit menjadi dingin dan lembab. Vasokonstriksi di arteriol
ginjal menurunkan tekanan dan laju filtrasi glomerulus sehingga
menurunkan keluaran urin (ologuria).

Oliguria merupakan mekanisme

kompensasi untuk menahan cairan.


b. Stadium gangguan perfusi jaringan
Vasokonstriksi berat yang berlangsung lama sangat berbahaya
karena mengganggu perfusi jaringan, mengganggu pertukaran cairan, dan
oksigenasi jaringan, serta menimbulkan pengedapan, yang selanjutnya
menghalangi aliran darah kapiler.
Gangguan perfusi jaringan mempunyai beberapa efek merugikan.
Kondisi ini meningkatkan glikolisis anaerob, yang mengakibatkan produksi
asam laktat dan asidosis laktat, yang hampir selalu ada pada syok.
Gangguan perfusi jaringan (berat dan berlangsung lama) menimbulkan
nekrosis sel. Pada ginjal terjadi nekrosis tubulus renalis akut yang
mengakibatkan gagal ginjal akut. Pada paru, hipoksia akibat gangguan
perfusi menyebabkan kerusakan alveolus akut dengan edema intra alveolus,
perdarahan, dan pembentukan membran fibrin hialin (syok paru atau
sindrom gawat nafas dewasa). Dihati, dapat terjadi nekrosis anoksik daerah
sentral lobulus hati. Nekrosis iskemik usus sering disertai perdarahan atau
pelepasan endotoksin bakteri yang selanjutnya memperberat status syoknya.
c. Stadium dekompensasi
Ketika syok berlanjut, terjadilah dekompensasi. Refleks vasokonstriksi
perifer gagal, mungkin karena hipoksia kapiler dan asidosis meningkat.
Terjadi vasodilatasi dan stasis tersebar luas yang mengakibatkan tekanan
darah menurun progresif (hipotensi) sampai berkurangnya perfusi otak dan
miokardium sampai ketingkat kritis. Hipoksia serebral menyebabkan
disfungsi otak akut (kehilangan kesadaran, edema, degenerasi neuron).
Hipoksia miokardium mengakibatkan menurunnya curah jantung lebih
lanjut, dan dapat segera terjadi kematian.
5

7. Komplikasi
1. Hemorhagi
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama. Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau
cairan tubuh seperti pada demam berdarah dengue atau diare dengan
dehidrasi akan hemokonsentrasi.
b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka
proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas antara
PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan
asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada
tanda-tanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya
pada penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit


primer penyebab
9. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :
a. Optimalisasi perfusi jaringan dan organ vital
b. Mencegah dan memperbaiki kelainan metabolik yang timbul sebagai akibat
hipoperfusi jaringan.
Tatalaksana :
a. Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen kalau perlu bisa diberikan ventilatory
support.
b. Pasang akses vaskuler secepatnya ( dalam 60-90 detik) untuk resusitasi
cairan, berikan cairan secepatnya. Hampir pada setiap jenis syok terjadi
hipovolemi baik absolut atau relatif sehingga terjadi penurunan preload.
Karena itu terapi cairan pada syok sangat penting. Terapi syok paling tepat
adalah pemberian cairan dengan cepat dan agresif yaitu pemberian kristaloid
atau koloid 20 ml/kgbb dalam 10-15 menit secara intravena. Pemberian
cairan ini dapat 2-3 kali, kalau masih belum berhasil bisa diberi plasma atau
darah. Pada syok yang berat atau sepsis pemberian cairan bisa mencapai >
60 ml/kgbb dalam 1 jam pertama. Bila resusitasi sudah mencapai 2-3 kali
dimana jumlah cairan yang diberikan sudah mencapai 40-60 % dari volume
darah yang telah diberikan tapi belum ada respon yang adekuat, maka
dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil analisis gas
darah dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH < 7,15. Bila masih
tetap hipotensi atau nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena sentral
untuk pemberian resusitasi dan pemantauan status cairan tubuh. Evaluasi
kembali kenaikan CVP setelah pemberian cairan secara berhati-hati.
c. Inotropik
Inotropik mempunyai efek kontraktilitas dan efek terhadap pembuluh darah
yang bervariasi terhadap tahanan vaskuler, sebagian menyebabkan
vasokonstriksi (epinefrin, norepinefrin) sebagian lainnya menyebabkan
vasodilatsi

(dopaamine,

dobutamine,

melrinon).

Meskipun

banyak

digunakan tetap harus diingat bahwa penggunaan yang tidak tepat bisa

memperjelek keadaan karena penggunaan initropik dapat meningkatkan


kebutuhan oksigen miokard yang dapat memperberat fungsi miokard dengan
perfusi yang sudah terbatas. Efek vasokontriksi juga akan memperberat
iskemia dan akan memperjelek perfusi orgn-organ perifer. Indikasi
pemberian inotropik adalah syok kardiogenik dan renjatan refrakter terhadap
pemberian cairan.
Obat-obat inotropik :
1) Dopamin
Mempunyai efek campuran yaitu sebagai inotropik dan vasodilatasi dan
organ pada dosis rendah ( 2-5 g/kgbb/menit). Pada dosis 5-10
g/kgbb/menit meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung
dan meningkatkan konduksi jantung ( meningkatkan rate ). Pada dosis
>10-20 g/kgbb/menit mempunyai efek terhadap reseptor alpha agonis
sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan
darah sentral.
2) Epinefrin
Mempunyai efek terhadap reseptor alpha dan beta, meningkatkan
kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, ini
akan meningkatkan tekanan darah sentral tapi aliran darah perifer
berkurang. Dosis 0,1 g/kgbb/menit Iv, bisa ditingkatkan secara bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai
mencapai 2-3 g/kgbb/menit.
3) Dobutamin
Efek utama adalah beta 1 agonis yaitu meningkatkan kntraktilitas
miokard. juga mempunyai sedikit efek beta 2 agonis yaitu vasodilatsi
sehingga bisa menurunkan resistensi vaskuler dan after load dan
memperbaiki fungsi jantung, karena itu dobutamin sangat cocok pada
renjatan kardiogenik. Dosis 5 g/kgbb/menit IV , dapat ditingkatkan
bertahap sampai mencapai 20 g/kgbb/menit
4) Norepinefrin
Terutama mempunyai efek alpha agonis (menyebabkan vasokonstriksi)
dan sedikit efek beta 1 agonis. Dosis 0,1 g/kgbb/menit IV dosis dapat
ditingkatkan sampai efek yang diharapkan tercapai.
5) Phosphodiesterase Inhibitor ( melrinon, amrinon)
8

Bekerjanya dengan cara meningkatkan c AMP sehingga dapat


meningkatkan level kalsium intrasel yang pada akhirnya akan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung dan vasodilatsi perifer.
Bermanfaat pada renjatan dengan volume intravaskuler cukup, tapi
kontraktilitas otot jantung dan perfusi jelek. Dosis melrinon : 25-50
g/kgbb/menit dalam 10 menit dilanjutkan 0,375-0,75 g/kgbb/menit
6) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada syok masih merupakan kontroversi.
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan berat yang resisten
terhadap katekolamin dan kecurigaan adanya insufisiensi adrenal atau
pada anak dengan penyakit yang mendapat steroid dalam waktu yang
lama atau pada anak yang menderita kelainan hipofise atau adrenal.
Walaupun penggunaannya masih dalam perdebatan, dari penelitian
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid
pada renjatan memberikan hasil yang cukup baik. Kortikosteroid yang
diberikan adalah hidrokortison dosis tinggi yaitu 25 kali dosis stres.
Dosis hidrokortison untuk renjatan adalah 50 mg/mgkbb/ Iv bolus
dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secr continous
infussion. Kortikosteroid pada syok dapat memperbaiki fungsi sirkulasi
melalui:
a) Bekerja sebagai adrenergic blocking agent sehingga bisa menurunkan
b)
c)
d)
e)

tahanan perifer.
Mencegah aktivasi komplemen dan proses koagulasi
Mencegah pengeluaran mediator vasoaktif
Mempunyai efek inotrofik
Menstabilisasi dinding sel dan membran lisosom.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian CABD
1) Circulation
Kaji sirkulasi : TD (hipotensi), cianosis, denyut nadi (takikardi atau
bradikardi), ada tidaknya distensi vena jugularis.
9

2) Airway
3) Kaji bersihan jalan napas. Pada syok anafilaktik dapat terjadi
spasme dan edema laring serta spasme bronkus.
4) Breathing
Kaji pola napas. Biasanya terjadi takipnea atau pernafasan cepat
dan dangkal.

5) Disability
Kaji tingkat kesadaran. Dapat terjadi cemas, gelisah, dan perubahan
status mental karena menurunnya perfusi otak dan hipoksia. Takut,
apatis, stupor, atau koma juga dapat ditemukan.
b. Anamnesa
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat
atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan
obat)
c.

Pemeriksaan fisik
1) Sistem kardiovaskuler
a) Gangguan sirkulasi perifer : pucat, ekstremitas dingin.
b) Nadi cepat dan halus.
c) Tekanan darah rendah.
d) Vena perifer kolaps.
e) CVP rendah.
2) Sistem neurologi

10

Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah


rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah
sampai tidak sadar.
3) Sistem respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal
4) Sistem gastrointestinal
Bisa terjadi mual dan muntah, disfagia, kolik, diare yang kadangkadang disertai darah, peristaltik usus meninggi.
5) Sistem genitourinaria
Produksi urin berkurang (< 30 ml/jam).
2. Diagnosa keperawatan utama
a. Perubahan

perfusi

jaringan

(serebral,

kardiopulmonal,

perifer)

berhubungan dengan penurunan curah jantung.


b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload,
afterload dan kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

peningkatan

permeabilitas kapiler pulmonal


d. Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau
potensial
3. Intervensi Keperawatan
No
.

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan
Kriteria Hasil

Rencana Tindakan

11

Rasional

1.

2.

Perubahan perfusi
jaringan (serebral,
kardiopulmonal,
perifer)
berhubungan
dengan penurunan
curah jantung.

setelah
1. Kaji tanda dan
dilakukan
gejala
yang
tindakan
menunjukkan
keperawatan
gangguan perfusi
perfusi jaringan
jaringan
kembali normal 2. Pertahankan
dengan kriteria
tirah
baring
hasil
penuh (bedrest
1. Tekanan
total)
dengan
darah dalam
posisi
batas normal
ekstremitas
2. Haluaran
memudahkan
urine normal
sirkulasi
3. Kulit hangat 3. Pertahankan
dan kering
terapi parenteral
sesuai
dengan
program terapi,
seperti
darah
lengkap,
plasmanat,
tambahan
volume
4. Ukur intake dan
output setiap jam
5. Hubungkan
kateter
pada
sistem drainase
gravitasi tertutup
dan lapor dokter
bila
haluaran
urine kurang dari
30 ml/jam
6. Berikan
obatobatan
sesuai
dengan program
terapi dan kaji
efek obat serta
tanda toksisitas
7. Pertahankan
klien hangat dan
kering
Penurunan curah setelah
1. Pertahankan
jantung
dilakukan
posisi
terbaik
berhubungan
tindakan
untuk
dengan
faktor keperawatan
meningkatkan
mekanis (preload, curah jantung
ventilasi optimal
12

afterload
kontraktilitas
miokard)

3.

Kerusakan
pertukaran
berhubungan
dengan
peningkatan

dan kembali normal


dengan
dengan kriteria
meninggikan
hasil :
kepala
tempat
1. Tanda-tanda
tidur 30 60
vital dalam
derajat
batas normal 2. Pertahankan tirah
2. Curah
baring
penuh
jantung
(bedrest total)
dalam batas 3. Pantau
EKG
normal
secara kontinu
3. Perbaikan
4. Pertahankan
status
cairan parenteral
mental
sesuai
dengan
program terapi
5. Pantau vital sign
setiap jam dan
laporkan bila ada
perubahan yang
drastis
6. Berikan oksigen
sesuai
dengan
terapi
7. Berikan
obatobatan
sesuai
dengan terapi
8. Pertahankan klien
hangat dan kering
9. Auskultasi bunyi
jantung setiap 2
sampai 4 jam
sekali
10. Batasi
dan
rencanakan
aktifitas ; berikan
waktu
istirahat
antar prosedur
11. Hindari
konstipasi,
mengedan
atau
perangsangan
rektal
setelah
1. Kaji pola
gas dilakukan
pernafasan,
tindakan
perhatikan
keperawatan
frekwensi dan
gangguan
kedalaman
13

4.

permeabilitas
kapiler pulmonal

pertukaran gas
teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Klien
bernafas
tanpa
kesulitan
2. Paru-paru
bersih
3. Kadar PO2
dan PCO2
dalam batas
normal

pernafasan
2. Auskultasi paruparu setiap 1 2
jam sekali
3. Pantau AGD
4. Berikan oksigen
sesuai dengan
kebutuhan klien
5. Lakukan
penghisapan bila
ada indikasi
6. Bantu dan
ajarkan klien
batuk efektif dan
nafas dalam

Ansietas / takut
berhubungan
dengan ancaman
biologis
yang
aktual
atau
potensial

setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
ansietas teratasi
dengan kriteria
hasil :
1. Klien
mengungka
pkan
penurunan
ansietas
2. Klien
tenang dan
relaks
3. Klien dapat
beristirahat
dengan
tenang

1. Tentukan
sumber-sumber
kecemasan atau
ketakutan klien
2. Bila
ansietas
sedang
berlangsung,
temani klien
3. Antisipasi
kebutuhan klien
4. Pertahankan
lingkungan yang
tenang dan tidak
penuh
dengan
stress
5. Biarkan keluarga
dan
orang
terdekat untuk
tetap
tinggal
bersama
klien
jika
kondisi
klien
memungkinkan
6. Anjurkan untuk
mengungkapkan
kebutuhan dan
ketakutan akan
kematian
7. Pertahankan
sikap tenang dan

14

menyakinkan

DAFTAR PUSTAKA
Chandrasoma, P & Taylor, C 2005, Ringkasan Patologi Anatomi, EGC, Jakarta.
Eliastam, M, Sternbach, G, & Bresler, M 2002, Penuntun Kedaruratan Medis, EGC,
Jakarta.
Krisanty, P et al, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Trans Info Media,
Jakarta.
Prasada, Soma 1996, Pertolongan pertama dan RJP, edk 2, EGC, Jakarta.
Price, S & Wilson 2006 Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edk 6, EGC,
Jakarta.
Smeltzer, S & Bare, B 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol.1, edk 8, EGC, Jakarta.

15

Sudoyo, AW et al 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu


Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Syok 2011, http:// bedah-mataram. org/ index. php? Option = com_content &
view=article & id=78:syok&catid=37:refrat-bedah-umum & Itemid=77. Diambil
tanggal 07 September 2012.

16

Anda mungkin juga menyukai