Teori
Kriteria diagnosis untuk Ketoasidosis Diabetikum adalah sebagai berikut:
- Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam
dan frekuens), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu
-
sampai koma
Darah: hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl).
Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan diabetes
mellitus tipe 2, yaitu (American Diabetes Association, 2009);
1
Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
2
3
(11,1 mmol/l)
Gula darah puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol)
Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu menggunakan
Karakteristik
DM tipe 1
DM tipe 2
o
Onset usia
Berhubungan dengan obesitas
Kecenderungan terjadi ketoasidosis
Umumnya
<
tahun
Tidak
30
Tidak
Sangat
rendah normal,
mungkin
sampai tergantung
tidak terdeteksi
dapat
atau
D spesifik
Antibodi sel islet pada diagnosis
meningkat,
pada
derajat
rendah,
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Insulitis,
Patologi sel islet
nefropati,
aterosklerosis,
dan
cardiovascular)
Respon
terhadap
neuropati,
penyakit
obat
oral
antihiperglikemia
Ya
Ya
Tidak
Ya
Teori :
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1 Penggantian cairan dan garam yang hilang
2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3) Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.
Pada pengobatan KAD hal- hal yang perlu diperhatikan diantaranya ialah:
Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada
jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai
protokol.
Tujuannya ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon
kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan
larutan yang mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).
Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat. Bila
pada elektro kardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan
insulin dapat segera mengatsi keaadan hiperkalemia tersebut.
Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar
60 mg%/ jam. Bila kadar glukosa mencapai kurang dari 200 mg% maka dapat dimulai infus
yang mengandung glukosa. Perlu ditekankan tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan
kadar glukosa tapi untuk menekan ketogenesis.
5
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Hal ini disebabkan karena
pemberian bikarbonat dapat :
o
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi
pemberian bikarbonat.
Disamping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah penting yaitu :
1 antibiotik yang adekuat
2 oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg
3 heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380 mOsm/liter)
sebelumnya.
Dari hasil pemeriksaan lab : didapatkan leukosit meningkat (24760) yang
menandakan kemungkinan infeksi dalam tubuh pasien. Dimana proses infeksi dapat
Teori :
- Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus ini penting untuk pengobatan dan pencegahan ketoasidosis
-
berulang.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark
miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan,
atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak ditemukan
-
faktor pencetus.
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan
hormone pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati
meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia.
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan
lemak.
Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan
asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati
diabetes awitan pertama. Tidak ada faktor tunggal yang diidentifikasikan dapat
memprediksi kejadian edema serebral pada pasien dewasa. Namun, suatu studi pada
61 anak dengan KAD dan serebral edema yang dibandingkan dengan 355 kasus
matching KAD tanpa edema serebral, menemukan bahwa penurunan kadar CO2
arterial dan peningkatan kadar urea nitrogen darah merupakan salah satu faktor risiko
untuk edema serebral. Untuk kadar CO2 arterial ditemukan setiap penurunan 7,8
mmHg PCO2 meningkatkan risiko edema serebral sebesar 3,4 kali (OR 3,4; 95% CI
1,9 6,3, p p=0,003).
3. Sindrom distres napas akut dewasa (adult respiratory distress syndrome)
Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom distres
napas akut dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan elektrolit,
peningkatan tekanan koloid osmotik awal dapat diturunkan sampai kadar subnormal.
Perubahan ini disertai dengan penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan
peningkatan gradien oksigen arterial alveolar yang biasanya normal pada pasien
dengan KAD saat presentasi. Pada beberapa subset pasien keadaan ini dapat
berkembang menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri dan
menurunkan tekanan koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan dapat
menyebabkan pembentukan edema paru (bahkan dengan fungsi jantung yang
normal). Pasien dengan peningkatan gradien AaO2 atau yang mempunyai rales paru
pada pemeriksaan fisis dapat merupakan risiko untuk sindrom ini. Pemantauan PaO2
dengan oksimetri nadi dan pemantauan gradien AaO2 dapat membantu pada
penanganan pasien ini. Oleh karena infus kristaloid dapat merupakan faktor utama,
disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah dengan
penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan penggantian
kristaloid.