BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun
akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan
tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi
pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik.
Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh
dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga
pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita
dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura
primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin
memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat
penting, gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir
pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh
petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit.
Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.3
Tujuan
1.4
Manfaat
1.4.1
Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan efusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi.
1.4.2
Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
2.2 Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada
pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura.
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi
vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
1. Eksudat
1. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
2. Neoplasma (Ca. paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
Indikator
1. Warna
Transudat
Eksudat
2. (-)
2. (-)/(+)
2. Bekuan
3. >1018
1. Berat Jenis
1. <1018
4. Bervariasi, >1000/uL
2. <1000 /uL
5. Biasanya banyak
3. sedikit
6. Terutama PMN
4. MN (limfosit/mesotel)
7. >50% serum
5. <50% serum
8. >60% serum
6. <60% serum
9. = / < plasma
2. Leukosit
3. Eritrosit
4. Hitung jenis
5. Protein Total
6. LDH
7. Glukosa
7. =plasma
10. Fibrinogen
10. 0,3-4%
11. (-)
11. Amilase
12. Bakteri
12. (-)
2.3 Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat)
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi
dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau keterlibatan neoplasma. Contoh bagi
efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang
awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung
kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh
tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan
hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut
selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan
pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura. Peningkatan
pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh
protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding dada
cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru
tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis).
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan
torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan
asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,
amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
2.5 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif, pneumonia, seosis)
Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Torasentesis
berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks.
Dalam keadaan ini pasien mungkin diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase
yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang
pleura dan pengembangan paru.
Agens yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin, dimasukkan ke dalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Setelah agens dimasukkan, selang dada diklem dan pasien dibantu untuk mengambil berbagai
posisi untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan kontak
agens dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yang diresepkan, dan
drainase dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi
cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.
Modalitas penyakit lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur diagnostic
yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk penyebab
primer kemudian dilakukan.
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga
sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
1.
1. menentukan adanya tumor dan ukurannya
2. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
3. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun tindakan
trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan
CT planing radiasi.
Jam Masuk
: 13.00 WIB
No. RM
: 11.09.68.45
Jam Pengkajian
Diagnosa Masuk
: small cell
: 12.00 WIB
IDENTITAS
Nama
: Tn. B
Umur
Suku/ Bangsa
: Jawa/ WNI
Agama
: Khatolik
Alamat
Pekerjaan
: Ekspedisi di Perak
RR:26x/menit
TD:140/90mmHg
bantu nafas. Gerak dada kiri dan kanan simetris, terdapat suara nafas tambahan berupa ronki
di bagian dekstra apeks. Adanya secret dan batuk produktif tetapi batuk tidak efektif. Irama
nafas teratur terdapat dispnoe, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas, suara nafas
vesikuler. Terdapat hasil torakosintesis yang dilakukan pada pukul 11.30,dan ternyata masih
terdapat cairan di kavum pleura sebanyak 500 cc.
1. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pasien tidak mengalami nyeri dada, irama jantung regular. Pasien tidak terpasang CVC
sehingga CVP tidak terkaji. CRT normal kurang dari tiga detik, dan akral merah, hangat dan
kering.
1. Sistem Persyarafan (B3)
Pasien tidak merasa pusing, tidak terdapat gangguan pendengaran, dan tidak mengalami
gangguan penciuman. Istirahat pasien 8 jam/ hari. Dan pasien mengaku tidak mengalami
gangguan tidur. Namun setelah bangun tidur sering sesak nafas.
1. Sistem Perkemihan (B4)
Menurut pasien, alat genetalia nya dalam kondisi bersih, dan tidak mengalami keluhan
kencing. Volume urin pasien normal, dan tidak terpasang kateter.
1. Sistem Pencernaan (B5)
Mulut pasien tampak bersih, lembab dan tidak ada stomatitis, tidak bau mulut, gigi sempurna
(tidak terdapat karies gigi), lidah merah, kelainan tidak ada, pasien tidak mengalami
gangguan menelan. Tidak terdapat luka operasi, peristaltic 9x/ menit dengan suara peristaltic
terdengar lemah, BAB 1x sehari terakhir pada tanggal 22-10-2010 dengan konsistensi lunak
warna kecoklatan, dan bau khas, nafsu makan menurun.
1. Sistem Muskoleskeletal (B6)
Pergerakan sendi pasien bebas, tidak mengalami fraktur. Tidak mengalami kelainan tulang
belakang, tidak menggunakan traksi gips spalk, permukaaan kulit terlihat mengkilat, dan
tekstur halus. Rambut putih hitam bersih, tidak terdapat dekubitus. Pasien mengalami
intoleransi aktifitas dikarenakan jika terlalu banyak bergerak, akan timbul sesak napas.
1. Sistem Endokrin
Leher pasien tidak terlihat membesar, saat pemeriksaan Pasien tidak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid dan tidak mengalami pembesaran kelenjar betah bening, Hiperglikemia (-),
hipoglikemia (-).
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Pasien tidak mengalami gangguan pada psikososial. Pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya dan dapat kooperatif dengan tenaga medis.
PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
Klien mengatakan mandi sehari 2x dan keramas 1-2 kali seminggu. Kuku terlihat bersih dan
pendek, memakai arloji di tangan sebelah kanan pasien untuk melihat waktu kapan dia harus
menjalani pengobatan, membersihkan diri, jam istirahat, dan makan. Semua nya terlihat
bersih dan rapi, pakaian ganti sehari 2x, menggosok gigi 2x sehari, tidak lupa untuk
membersihkan telinga serta lubang hidung setiap hari.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Hasil torakosintesis pada tanggal 20-10-2010 sebesar 500cc
Hasil torakosintesis 22-10-2010 pukul11.30 sebesar 500cc
Foto Thorak 20-10-2010: efusi pleura dekstra
1. 2.
CT SCAN
ANALISIS DATA
No.
Data
S : Pasien mengatakan
batuk sesekali
Etiologi
Masalah
Ca paru
Massa di broncus
Secret/mucus tertahan di
saluran napas
Ronkhi (+)
Bersihan jalan napas tidak
efektif
2.
O:
Akumulasi cairan pada
RR = 26 x/ menit
rongga pleura
Denyut nadi = 96
x/menit
Pasien bernapas
tersengal-sengal cepat,
pendek
RR meningkat
fremitus raba
perkusi redup (D)
3.
Intoleransi aktifitas
RR meningkat
Nyeri
Intoleransi aktifitas
4.
P : perpindahan posisi
Cairan menekan dinding
Q : nyeri sedang
pleura
R
: dada (D)
: 5
O : Nadi 96x/menit,
ekspresi wajah
Nyeri
menyeringai/ kesakitan saat
dipindahkan posisinya dari
duduk ke berdiri.
RENCANA INTERVENSI
Nyeri
Rasional
KH:
3. Memobilisasi secret untuk
membersihkan jalan nafas dan
membantu mencegah
komplikasi pernafasan.
Secret bisa
keluar (+)
Ronkhi (-)
RR: 1620x/menit
4. Kolaborasi pemberian
ekspetoran pada pasien
Tuj : 3X 24 jam
pola nafas
pasien efektif
1. Mengatur irama nafas
sehingga meningkatkan suplai
O2
KH:
Sesak (-)
RR: 1620x/menit
Retraksi otot
bantu nafas (-)
Pernafasan
cuping hidung
(-)
Pengembangan
dinding dada
simetris
Cairan pungsi
pleura (-)
Nadi: 60100x/menit
1. Kolaborasi oksigen
tambahan sesuai
dengan indikasi
2. Ajarkan pola nafas
efektif (teknik nafas
dalam)
1. Berikan HE penyebab
sesak
2. Observasi TTV
terutama RR dan nadi
serta status
pernafasan(pernafasan
cuping hidung, retraksi
otot bantu
nafas,kesimetrisan
dinding dada)
3. Kolaborasi
Lakukan torakosintesis ulang
atau pemasangan WSD
1. Rancang jadwal
harian pasien
1. Meningkatkan tingkat
toleransi aktivitas Px.
1.
Anjurkan individu
untuk istirahat 1 jam
setelah makan
(misalnya berbaring
dan duduk-duduk).
1. Tingkatkan aktivitas
1. Meningkatkan perfusi
aktivitas pasien
KH:
Kelelahan
berkurang
Toleransi
terhadap
aktivitas
meningkat
Mampu
beraktivitas
secara mandiri
2. Kolaborasi :
pemberian oksigen
setelah beraktivitas bila
terjadi peningkatan
status pernafasan
3. Observasi respon
individu terhadap
aktivitas (status
pernafasan dan pucat)
1. Mencegah
aktivitas Px
yang berlebihan
2. Meningkatkan
complain paruparu dan
mencegah
kelelahan yang
berlebihan.
KH :
1. Kolaborasi pemberian
obat analgesic.
Nyeri
berkurang skala
(01)
Ekspresi
menyeringai (-)
Nadi :
60100 x/menit
1. Evaluasi karakteristik
nyeri (PQRST)
2. Mengalihkan perhatian
pasien terhadap rasa
nyeri yang sedang
dirasakan.
3. Untuk meminimalkan
mobilisasi pasien,
diharapkan agar nyeri
dapat berkurang.
4. menghindari puncak
periode nyeri, alat
dalam penyembuhan
otot, dan memperbaiki
fungsi pernafasan dan
kenyamanan / koping
emosi
5. untuk mengetahui
perubahan karakteristik
nyeri setelah dilakukan
penatalaksanaan.
Evaluasi
1. Pasien toleran terhadap aktifitasnya sehari-hari.
2. Pasien menunjukkan pola napas normal
3. Pasien dapat mengeluarkan secret sehingga bersihan jalan nafas efektif.
4. Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang atau dapat dikontrol.
5. Pasien menjadi tahu tentang kondisinya dan pengaturan obatnya.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang antara pleural
viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat berupa transudat(Gagal
jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi dan neoplasma) ; 2 jenis ini
penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi
paru disebut infeksi infeksi parapneumonik. Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di
negara maju adalah CHF, keganasan, pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara
berkembang, penyebab paling sering adalah tuberculosis.
Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk nafas pendek, nyeri dada, atau nyeri
bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang
lebih besar dapat menyebabkan penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub
pleura.
4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita penyakit
paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi
tidak terlalu lama menginfeksi pleura.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Muhammad dkk (ed). 1989. Ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press
2. Baughman, C Diane. 2000. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
3. Doenges, E Mailyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC
4. Hudak,Carolyn M. 1997. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta:
EGC
5. J., Purnawan. 1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Jakarta: Media Aesculapius.
FKUI
6. Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit Ed4.
Jakarta: EGC
7. Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
8. Suzanne, Smeltzer c. 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah ( Ed8. Vol.1).
Jakarta: EGC
9. Syamsuhidayat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed. Revisi). Jakarta:
EGC
10.
11. Tucker, Susan Martin. 1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,
diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta: EGC
12.
13. Siregar, Elisa. 2010. Efusi Pleura. http://elisasiregar.wordpress.com/efusi-pleura. Di
akses 10 oktober 2010 pukul 20.15 WIB
14.
15. Ns, Sumedi SKp. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Efusi Pleura.
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-klien-denganefusi.html. Di akses 11 oktober 2010 pukul 18.44 WIB
16.
1.
DEFENISI
2.
3.
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
ETIOLOGI
Penyebab efusi pleura biasa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma
(carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain),
tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndrome nefrotik, hipoalbumin dan lain
sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68). Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis
yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang
berbeda:
1)
Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah
gagal jantung kongestif.
2)
Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi
obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan
efusi pleura eksudativa.
3)
Penyebab lain dari efusi pleura antara lain: gagal jantung, kadar protein darah yang
rendah, sirosis, pneumonia, blastomikosis, koksidioidomikosis, tuberculosis, histoplasmosis,
kriptokokosis, abses dibawah diafragma, artritis rematoid, pankreatitis, emboli paru, tumor,
lupus eritematosus sistemik, pembedahan jantung, cedera di dada, obat-obatan (hidralazin,
prokainamid, isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen,
prokarbazin), pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
MANIFESTASI KLINIS
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
4.
5.
6.
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (1020%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter
seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan
tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar
kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya
terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik,
dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan
antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya
akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya
rendah.
PENETALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
v Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
v Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau
minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada
dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk
mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
v Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
v Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada efusi pleura adalah :
a. Infeksi
b. Fibrosis paru
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Keadaan Umum : sedang
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Pernafasan
: 20 x / menitDenyut nadi
Suhu tubuh
: 36 C
Kesadaran
: Compos Mentis
: 84 x / menit
System Pernafasan
v Inspeksi : bentuk hidung simetris,septum di tengah,tidak tampak secretpada hidung,tidak
tampak pernafasan cupinghidung,bentuk dada simetris,pergerakan paru simetris,tidak ada
lesi dan oedema pada dada,tidak menggunakanbantuan O2.
v Palpasi
: tidak ada krepitasi pada permukaan paru
v Perkusi
: bunyi perkusi pekak pada lobus paru kanan
v Auskultasi : Bunyi paru vesikuler,tidak ada ronchi,tidak ada wheezing
Sistem Respirasi
Pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang
antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung
meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai pekak
tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi Suara nafas menurun
sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda
auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i
e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79).
System Kardiovaskuler
v Inspeksi : tidak tampak tanda tanda adanya penyakit jantung danpembuluh darah
v Palpasi : tidak ada oedema pada permukaan dada,tidak ada peninggianvena jugularis,CRT
< 3 detik,pulse 84 x / menit.
v Perkusi :
v Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 regule
System Persyarafan
Status kesadaran : Compos Mentis, GCS : 15
Pengkajian fungsi serebral :
a)
Nervus Olfaktorius : klien mampu membedakan bau ( baukayu putih dan bau parfum )
b)
Nervus Optikus
: klien mampu membuka mata secaraspontan ketika dipanggil
namanya,tidak ada edema kelopak mata,pupil bulat isokor
c)
Nervus Okulomotorius,Nervus Troklearis,Nervus Abdusen :Reaksi pupil baik,reflek
cahaya baik,pergerakan bola mata ke kanan,kiri,atas dan bawah normal.
d) Nervus Trigeminus : klien mampu menggigit dan menggerakanrahang bawah ke kiri
dan kekanane.
e)
Nervus Fasialis : bentuk wajah simetris,mampu mengerutkankening,dan
/mengangkat alisf.
f)
Nervus Auditorius : klien mampu merespon dengan baik danmenjawab pertanyaan
yang diajukan dengan benar,menunjukan bahwapendengaran klien baik.g.
g)
Nervus Glasofaringeus : klien mampu menelan dengan baik dibuktikan dengan
klien memakan diet yang diberikan.h.
h)
Nervus Vagus: reflex muntah ada,dibuktikan dengan klienmuntah 1x, setelah diberikan
obat antibiotic.i.
i)
Nervus Assesoriu : klien mampu menoleh kekiri dan kekanandank lien juga mampu
mengangkat bahunya,tidak ada rasa sakit yangdirasakan pada daerah bahu dan leher j.
j)
Nervus HipoglosI : klien mampu menjulurkan lidahnya danmenggerakannya
System endokrin
v Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid / gondok
v Palpasi : tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid / gondok
System integument
v InspeksI: warna kulit coklat,tampak bersih,tidak adahiperpigmentasi,tidak tampak
adanya lesi.
v Palpasi : tekstur lembut,temperature hangat,turgor kulit baik,tidak adaoedema
System musculoskeletal
v Inspeksi: tidak tampak adanya fraktur dan kelainan bentuk tulan
belakang,cara berjalan baik normal,pergerakan ekstremitasnormal.
v PalpasI: tidak ada nyeri tekan pada otot,reflex tendon baik,tidak adakelemahan pada
otot,kekuatan otot normal 5 ( untuk semuaekstremitas
System Genitourinaria
v Inspeksi : tidak dilakukan pengkajian pada anatomi genetalianya, klienterlihat mampu
BAK secara mandiri di toilet,frekuensi BAK 2x 4 x / hari
v Palpasi : tidak tejadi distensi kandung kemih,tidak ada nyeri tekan blassdan ginjal, tidak
ada pembesaran ginjal
System Pencernaan
v InspeksI:bentuk bibir simetris, gigi geligi masih lengkap,mukosaberwarna merah
muda,tidak ada perdarahan gusi, tidak adakelainan bentuk palatum,tidak ada pembesaran
tonsil ataupunproses infllamasi pada rongga mulut,,tidak tampak pembesaran
abdomen,klien mampu BAB secara mandiri ketoilet,dengan frekuensi 1 x 2x / hari.
v PalpasI: tidak ada defiasi pada faring,menelan baik,tidak ada nyeri tekanpada faring,tidak
nyeri tekan pada epigastrium,abdomensupel,tidak ada distensi dan nyeri tekan abdomen
v Perkusi: tidak ada penimbunan cairan maupun gas
v Auskultasi : tidak ada hiperperistaltik usus,bunyi bising usus normal 6 8x / menit.
B. DIAGNOSA
Diagnosa adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap
masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual / potensial.Adapun diagnosa keperawatan
pada efusi pleura adalah sebagai berikut:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Efusi Pleura
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh, kelelahan
dan hiperventilasi
3) Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
5) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik dan rencana pengobatan
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi pleura,
nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum.
Membantu drainase
postural, mencegah
depresi jaringan
paru/dada untuk
Pernapasan
Meningkatkan ekspansi
4. Bantu respon setiapparu dan asupan oksigen
8 jam jika mungkin ke paru dan system
5. Dorong klien untuk peredaran darah
melakukan napas
Mengevaluasi kondisi
dalam dan latihan
yang mungkin dapat
batuk efektif lima kali memperburuk ventilasi
setiap jam
dan perfusi jaringan.
6. Artikulasi bidang Hal tersebut merupakan
paru selama 8 jam
tanda awal terjadinya
7. Konsul dokter jika komplikasi.
gejala-gejala
pernapasan yg ada
bertambah berat.
Kolaborasi :
8. Berikan
ekspektoran sesuai
dengan anjuran dan
evaluasi
Ekspektoran membantu
mengencerkan sekresi
sehingga sekret dapat
dikeluarkan pada saat
batuk.
Pemberian oksigen
tambahan dapat
menurunkan kerja
pernapasan dgn
keefektifannya.
menyediakan lebih
9. Berikan oksigen banyak oksigen untuk
dikirim ke sel, walaupun
tambahan sesuai
konsentrasi oksigen yg
dengan anjuran,
sesuaikan kecepatan lebih tinggi dpt dialirkan
aliran dengan hasil melalui masker oksigen,
hal tsb seringkali
AGD. Jika sudah
mencetuskan perasaan
digunakan masker
oksigen namun pasienterancam bagi pasien,
bertambah gelisah, khususnya pada pasien
konsul ke ahli terapi dengan distres
pernapasan
pernapasan untuk
pemasangan kanula
nasal.
2.
Ketidakefektifan
pola napas
berhubungan
dengan nyeri,
ansietas, posisi
tubuh, kelelahan
dan hiperventilasi
Mandiri :
1.Identifikasi
etiologi / faktor
pencetus, contoh
kolaps spontan,
trauma, keganasan,
Kriteria: Pola pernapasan yang infeksi, komplikasi
efektif, ekspansi dada normal, ventilasi mekanik.
dan tidak terjadi nyeri.
pemahaman penyebab
kolaps paru perlu untuk
pemasangan selang dada
yang tepat dan memilih
tindakan terpeutik lain.
distress pernapasan dan
perubahan tanda vital
dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologis
dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya
syok
2. Evaluasi fungsi
pernapasan, catat
kecepatan /
pernapasan
serak,dispnea,
kesulitan bernapas
keluhan lapar udara dengan ventilator dan /
terjadinya sianosis, atau peningkatan tekanan
perubahan tanda vital. jalan napas diduga
3. Awasi kesesuaian memburuknya kondisi
pola pernapasan bila komplikasi (misalnya
rupture spontan dari bleb,
menggunakan
terjadinya pneumotorak)
ventilasi mekanik.
Catat perubahan
tekanan udara.
4. Awasi pasangsurutnya air
penampung. Catat
apakah perubahan
menetap atau
sementara.
botol penampung
bertindak sebagai
manometer intra pleural (
ukuran tekanan
intrapleural);sehingga
fluktuasi ( pasang surut )
menunjukan perbedaan
tekananantara inspirasi
dan ekspirasi.
5. Posisikan sistem
drainase selang untuk posisi tak tepat
ataupengumpulan bekuan
fungsi optimal,
/ cairan pada selang
contoh koil selang
ekstra di tempat tidur, mengubah tekanan
negativyang diinginkan
efektif
Meningkatkan
pernapasan efektif
mengawasi kemajuan
perbaikan hemotorak /
Kolaborasi :
pneumotorak dan
1. Kaji seri foto torak. ekspansi paru.
Mengidentifiasi
2. Konsultasi dengan kesalahan posisi selang
ahli terapi pengobatanendotrakeal
dan dokter jika terjadi mempengaruhi inflasi
gagal bernapas dalam paru.
proses pengobatan
Ahli terapi pernapasan
adalah spesialis dalam
perawatan pernapasan
dan biasanya dilakukan
sesuai dengan hasil
pemeriksaan fungsi paru
dan fasilitas pengobatan
yg ada
3.
Nyeri akut
Tujuan: Mendemonstrasikan
berhubungan
bebas dari nyeri.
dengan efusi pleura Kriteria : Tidak terjadi nyeri,
Napsu makan menjadi normal,
ekspresi wajah rileks, dan suhu
tubuh normal.
Mandiri :
1. Amati perubahan
suhu setiap 4 jam
Untuk mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan yang
terjadi maupun
penyimpangan yang
2. Amati kultur
terjadi
sputum
Untuk mengidentifikasi
3. Berikan tindakan kemajuan-kemajuan yang
untuk memberikan terjadi maupun
rasa nyaman seperti penyimpangan yang
mengelap bagian
terjadi
punggung pasien,
Tindakan tersebut akan
dan evaporasi
(penguapan). Cairan
membantu mencegah
dehidrasi karena
meningkatnya
metabolisme.
Analgesik membantu
mengontrol nyeri dengan
memblok jalan rangsang
- Tingkatkan masukannyeri. Nyeri pleuritik yg
berat sering kali
cairan
memerlukan analgetik
Kolaborasi :
narkotik untuk
1. Konsul pada dokter mengontrol nyeri lebih
jika nyeri dan demam efektif
tetap ada atau
Hal tersebut merupakan
mungkin memburuk.
tanda berkembagnya
2. Berikan antibiotik komplikasi.
sesuai dengan anjuran
dan evaluasi
keefektifannya
- Selimut yg tidak
terlalu tebal
4.
Untuk mengidentifikasi
kemajuan-kemajuan atau
penyimpangan
sasaran yg diharapkan.
Bau yg tidak
menyenangkan dapat
mempengaruhi nafsu
makan
busuk. Pertahankan
kesegaran ruangan.
3. Dorong pasien
untuk mengkonsumsi Ahli diet ialah
makanan TKTP.
spesialisasi dlm hal
4. Berikan makanan nutrisi yg dpt membantu
dengan porsi sedikit pasien memilih makanan
tapi sering yg mudah yg memenuhi kebutuhan
kalori dan kebutuhan
dikunyah jika ada
nutrisi sesuai dgn
sesak napas berat.
keadaan sakitnya, usia,
Kolaborasi :
TB & BB. Kebanyakan
1. Rujuk kepada ahli pasien lebih suka
diet untuk membantu mengkonsumsi makanan
memilih makanan yg yg merupakan pilihan
sendiri.
dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi
selama sakit
5.
Ansietas
Tujuan:Memberikan informasi
berhubungan
tentang proses penyakit,
dengan kurang
program pengobatan
pengetahuan
Kriteria: Peningkatan
tentang kondisi,
pengetahuan pasien terhadap
pemeriksaan
kondisi penyakit dan
diagnostik dan
pengobatan, meningkatkan rasa
rencana pengobatan nyaman serta mengurangi
dispnea
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan dalam spasium pleural yang terletak di antara
permukaan viseral dan parietal. Efusi pleura adalah proses penyakit primer yang jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Efusi pleura
mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, tuberkulosis, pneumoniainfeksi
paru (terutama virus), sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplasik.
Karsinoma bronkogenik adalah malignasi yang paling umum berkaitan dengan efusi pleura.
Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan
sesak napas.
SARAN
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah
dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Di sampin itu ami juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
v Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
v http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/07/askep-efusi-pleura.html
v http://www.scribd.com/doc/54514386/Efusi-Pleura
v \http://tugasfitchi.blogspot.com/2012/04/makalah-efusi-pleura.html
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah 1 ( KMB 1 ) ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu
memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya karya ini, yaitu makalah
Keperawatan Medical Bedah 1 (KMB 1) ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Ns. Febbryanti, S.Kep
yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis
makalah ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan
untuk menyempurnakan makalah ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Padang, 25 November
2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. I.
LATAR BELAKANG
Efusi pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu
disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita (WHO).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Secara geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah utama di
negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena
faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan
jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemikk di suatu daerah.
Pengetahuan yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat, penerapan proses
keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan
dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura.
1. II. TUJUAN
2. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif terhadap klien efusi pleura
1. Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan efusi pleura. maka
mahasiswa/i diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan efusi pleura
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan efusi pleura
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. I.
DEFENISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi
penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin
merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C
Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
(Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi
rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
1. II.
ETIOLOGI
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
Trauma
1. III.
MANIFESTASI KLINIS
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak sputum.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
1. ANATOMI FISIOLOGI
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial,
jaringan ikat, pembuluhpembuluh darah kapiler, dan pembuluhpembuluh getah bening.
Seluruh jaringan tersebut memisahkan paruparu dari dinding dada dan mediastinum.Pleura
terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua
pleura ini yakni:
1. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang
tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa
sel limfosit. Dibawah selsel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan seratserat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri
pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan
pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
2. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel
mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan seratserat elastik). Dalam
jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri
mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf saraf sensoris
yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini
berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom
dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
1. V.
PARASITOLOGI
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan
yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang
berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis
sekunder ( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal
jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal
keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang
selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh
darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya
penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan
cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang.Hal
tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang
mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan
relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada
cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam.
1. VI.
WOC
Pleura
peningkatan
Pneumonalis
kapiler
Transudat
Penimbunan trransudat
eksudat
perluasan infeksi
emplema
Cairan tertimbun pada dasar paru2
Cairan neorologis
Efusi pleura
Gagal napas
1. VII.
KLASIFIKASI
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer dan
Brenda G. Bare, 2002).
1)
Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu
karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik.
Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik
atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
2)
Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk
bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus.
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia,
infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru,
infeksi parasitik.
VIII. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
1. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
1. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu
proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis.
1. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /
semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
1. IX.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar Tembus Dada
Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang
berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan
dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
1. Torakosintesi
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian
bawah paru disela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi.
Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok
pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
1. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 5075% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak
memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak,
hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan penunjang lainnya:
Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru.
Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
PERBEDAAN CAIRAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT
No
Transudat
Eksudat
Warna
Jernih,keruh,purulen,hemoragik
Bekuan
-/+
Berat jenis
< 1018
>1018
Leukosit
<1000Ul
Bervariasi,>1000uL
Eritrosit
Sedikit
Biasanya banyak
Hitung jenis
MN(limfosit/mesotel)
Terutama polimorfonuklear
(PMN)
Protein total
<50% serum
>50% serum
LDH
<60% serum
>60% serum
Glukosa
= plasma
=/<plasma
10
Fibrinogen
0,3- 4 %
11
Amilase
>50% serum
12
Bakteri
-/+
1. X.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah
kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea.
Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari.
1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk
analisis, dan menghilangkan dispnea.
2. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks
( kadang merupakan akibat torasentesis berulang )
3. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan
mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi
diuretik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. 1.
PENGKAJIAN
Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
Riwayat psikososial
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
1. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini
pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak
napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
1. Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
1. Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin
pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
1. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
Pemeriksaan fisik
o Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi
wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu
juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
1. 2.
DIAGDOSA
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas
1. 3.
INTERVENSI
1. 1.
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Intervensi Rasionalisasi
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha
untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan
Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan
cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.
Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan
jaringan vital
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan
napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala
sesak napas (Doengoes, Marilyn (1989))
1. 2.
Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
Intervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot-otot aksesori
Intervensi :
Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi
melalui droplet air borne
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue.
Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi
Rasional :Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan
dikombinasikan dengan primary drugs lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.
(Doengoes, Marilyn (1989)
BAB III
PENUTUP
1. I.
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa
transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi
dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat
disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya
infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan
pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak
dirasakan bila cairan kurang dari 200 300 ml. Tanda tanda yang sesuai dengan efusi
pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya
suara napas.
1. II.
SARAN
Untuk Instansi
o Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal
sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Suriadi, skp, msn & rita yuliani, skp. M.psi, asuhan keperawatan pada anak, edisi 2.
Jakarta 2010