Anda di halaman 1dari 3

Menguak-konflik-yaman-dan-dampaknya-bagi-dunia-islam.

Hingga saat ini, konflik Yaman belum kunjung usai. Sejak 2004, bola konflik Yaman menggelinding
semakin besar, menelan ribuan korban, luka-luka, dan lainnya terlantar di pengungsian.
Tulisan ini berupaya untuk mengungkap lebih dalam, siapa sebenarnya pemberontak Houthi,
khususnya secara ideologi. Karena tidak sedikit yang menganggap Houthi itu berpaham Syiah
Zaidiyah, padahal mereka lebih mempresentasikan Syiah Itsna Asyariah yang ada di Iran. Dengan
mengenal ideologi pergerakannya, kita bisa memaklumi adanya keterlibatan Iran di konflik Yaman.
Pakar sejarah sekaligus analis dunia Islam dari Mesir Dr. Raghib Al-Sirjani mengatakan, "Senjata
Houthi saja ditemukan made in Iran."
Yang tak kalah penting dari konflik Yaman ini, umat Islam mampu membaca kepentingan asing, dan
mengambil pelajaran untuk bangkit. Untuk itu, penulis membahasnya di akhir tulisan.
Namun sebelum semua itu, mari sejenak kita bernostalgia dengan pesona dan peran Yaman yang
cukup besar dalam bentang sejarah.
Menilik Sejenak Pesona dan Sejarah Yaman
Siapakah Sebenarnya Pemberontak Houthi di Yaman Utara?
Houthi merupakan kelompok pemberontak yang berbasis di Yaman Utara. Pengikut Houthi terkenal
dengan sebutan Houthis. Penamaan ini dinisbatkan pada pencetusnya, Husein Badaruddin Houthi. Ia
merupakan pengikut Syiah Zaidiyah Jurudiyah, yang lebih dekat dengan Syiah Isna Asyriyah (Syiah
12) yang ada di Iran dan lainnya.
Sebagai penganut Syiah Zaidiyah Jurudiyah, Badaruddin Houthi berbeda pendapat dengan mayoritas
ulama Zaidiyah di Yaman. Bahkan Badaruddin menolak fatwa ulama Syiah Zaidiyah terkait fakta
sejarah. Menurut Badaruddin, Syiah Zaidiyah telah melenceng. Ia pun menulis sebuah buku berjudul
Al-Zaidiyah F Al-Yaman. Dalam buku itu, Badaruddin menjelaskan bahwa Syiah Zaidiyah memiliki
banyak kedekatan dengan Syiah 12. Dengan kedekatan paham dan ideologi antara Zaidiyah
Juruddiyah dan Syiah 12 inilah, akhirnya pelopor Houthi ini sempat menetap di Iran dalam waktu yang
cukup lama.
Berbicara Houthi tidak dapat dipisahkan dari peran anak kandung pencetusnya, Imam Husein AlHouthi, yang mempelopori berdirinya Persatuan Pemuda ('itihad Al-Syabb) pada tahun 1986. Tujuan
dari pembentukan Persatuan Pemuda ini adalah untuk mendoktrin pemuda memahami Syiah
Zaidiyah sesuai keyakinan pemimpinnya. Sehingga kelompok Houthi lebih mempresentasikan Syiah
12 daripada Zaidiyah yang lebih dekat dengan Sunni. Husein Al-Houthi merupakan sosok pemimpin
yang cukup kharismatik. Hal itu, ditandai dengan luasnya dukungan yang mengalir kepadanya dari
Yaman Utara.
Dalam pemberontakannya, Houthi bergabung dengan banyak kelompok separatis, kabilah, dan
sebagian kalangan Zaidiyah. Meleburnya sebagian pengikut Zaidiyah ke dalam barisan pemberontak
Houthi, bukan sepenuhnya karena kedekatan ideologi, tapi juga faktor kemiskinan Yaman Utara
akibat ketidakadilan pemerintah di Yaman Selatan.
Zaidiyah merupakan sebuah komunitas yang pernah memerintah Yaman selama seribu tahun silam
sekitar akhir abad ke-7 hingga awal abad ke-8 (284 H). Kekuasaan itu diperoleh seteleh berhasil
menang melawan khilafah Turki Utsmani pada tahun 1915. Kalangan Zaidiyah juga populer dengan
sebutan Zaidis, yang dinisbatkan kepada Imam Zaid bin Ali bin husein bin Ali Abi Thalib sekaligus
pelopor berdirinya manhaj ini. Kalangan Sunni kerap juga menyebut mereka dengan fivers (imam ke5).

Dalam kesehariannya, pengikut Zaidiyah berinteraksi dengan Al-Quran dan sunnah layaknya kaum
muslimin ahlu sunnah lainnya, kendatipun mereka memiliki sekumpulan pendapat berbeda terkait
imamah. Zaidiyah membatasi imamah pada keturunan Ali bin Abi Thalib, dan tidak menentukan
secara eksplisit orang tertentu dari keturunan tersebut. Sehingga mereka mengatakan, seseorang
yang memenuhi kriteria, seperti keturunan Fatimah, berilmu, bertakwa, dan memiliki pandangan yang
baik mesti mencalonkan dirinya sendiri. Apabila dia terpilih maka imamahnya sah. Kalangan Zaidiyah
juga membolehkan munculnya dua imam dalam satu waktu di dua daerah yang berbeda.
Berbeda dengan Zaidiyah, Syiah 12 tidak mengakui Zaid bin Ali sebagai imam. Sebaliknya, kalangan
Zaidiyah tidak sepakat dengan Syiah 12 bahwa para imam yang dua belas itu ma'sum (terbebas) dari
kesalahan, baik dalam akidah taqiyah (berpura-pura), raj`ah (kembalinya Imam Mahdi versi Syiah),
badk (Allah tak tahu masa depan). Syiah Zaidiyah tidak menghina sahabat seperti Syiah 12 yang
menghina para sahabat Rasululllah. Zaidiyah juga tidak meyakini bid'ah-bid'ah dan kurafat yang
diyakini Syiah 12.
Selain itu, para Zaidis secara totalitas tidak percaya kebenaran mutlak para imam. Mereka tidak
sepenuhnya yakin bahwa para imam mendapatkan bimbingan langsung dari Tuhan. Zaidis juga tidak
setuju bahwa immah harus diberikan secara turun temurun, kecuali apa yang telah dilakukan Imam
Ali kepada kedua anaknya, Hasan dan Husein.
Pacsa bersatunya Yaman Utara dan Selatan, dibukalah kesempatan bagi semua pihak untuk
mendirikan partai politik. Maka 'itihad Al-Syabb bentukan Husein Houthi berubah menjadi Partai AlHaq. Partai ini berhasil menduduki parlemen Yaman pada tahun 1993-1997. Di masa
kepemimpinannya, Husein juga sempat mendirikan sebuah batalyon bersenjata bernama, Al-Syabb
Al-Mukminn.
Bagi kaum Syiah Zaidiyah, Husein Al-Houthiwalau ia membawa paham Syiah 12adalah satusatunya corong aspirasi dan sarana politik mereka di parlemen. Sejak masuk ke parlemen pada tahun
1990, Houthi mulai sangat diperhitungkan di panggung politik Yaman.
Pada tahun 1997 Husein Badarrudin Houthi mengundurkan diri dari Partai Al-Haq dan mendirikan
sebuah kelompok sendiri. Pada awalnya, kelompok itu hanya berkutat dalam urusan keagamaan, tapi
pada akhirnya bergabung dengan pemerintahan untuk melawan perpanjangan tangan Ahlu Sunnah
melalui partai Persatuan Yaman.
Pasca serangan WTC 11 September 2001, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh mengumumkan
dukungannya melawan terorisme, selaras dengan program yang diluncurkan Washington. Sejak
itulah, Houthi tidak senang melihat hubungan mesra pemerintahnya dengan AS. Kemarahan Houthi
akhirnya meledak ketika AS melakukan agresi militer ke Irak, maka lahirlah berbagai aksi protes
secara besar-besaran pada tahun 2003 di Prov. Sa'dah. Yel-yel, "Tuhan Maha Besar, Death to
Amerika, Death to Israel" Houthi terus disorakkan guna mengecam pemerintah.
Aksi protes dan demo terus bergulir, semakin membuat kondisi dalam negeri Yaman terus bergejolak.
Tidak mau menanggung resiko besar, akhirnya pemerintah menginstruksikan penangkapan pimpinan
Houthi. Usaha penangkapan pun tak kunjung membuahkan hasil. Pada Juni 2004, pemerintah Yaman
akhirnya menawarkan hadiah sebesar 55.000 USD bagi siapa yang berhasil menangkap Husein AlHouthi. Penangkapan itu sebagai taktik pemerintahan mengendorkan intensitas protes dan
pemberontakan yang digawanginya.
September 2004, Menteri Pertahanan Yaman mengumumkan, bahwa Husein Al-Houthi telah tewas
oleh militer Yaman di pegunungan sekitar Sa'dah.
Pasca kematian itu sampai sekarang, pemberontak Houthi dipimpin oleh adik kandungnya, Abdul
Malik Al-Houthi. Ia juga mempunyai pengaruh yang luas di kawasan utara. Dalam melakukan aksi
pemberontak tempo tahun ini, Abdul Malik tidak sendiri, ia juga dibantu oleh dua saudaranya, Abdull
Karim Houthi dan Yahya Houthi.
Kepentingan AS dan Dampak Konflik Yaman
Dalam kasus Houthi di Yaman, sebenarnya AS tidak bertindak sebagai aktor maupun penulis

skenario konflik. Tapi Gedung Putih hanya mengambil peran strategis memanfaatkan keadaan Yaman
yang memang sedang dilanda konflik internal. Pemanfaatan ini memuluskan beberapa program AS di
dunia internasional.
Dari konflik internal Yaman, AS kembali ingin menunjukkan ekistensinya sebagai polisi dunia. Di
mana ada konflik, di situ ada AS. Sehingga, AS senantiasa memberi dukungan moril maupun materil
kepada pemerintah Yaman dalam memberangus Houthi. Apalagi status Houthi sebagai pemberontak
dan diklaim teroris, maka dukungan AS terhadap pemerintah Yaman juga berpotensi mendulang
dukungan internasional. Dukungan internasional pada negara konflik ini bisa menjadi salah satu
landasan legalitas AS berulah di Irak, Afghanistan, dan lainnya, karena motif aksi AS di negeri umat
Islam itu sama seperti statusnya di Yaman, yaitu memberantas pemberontakan dan terorisme.
Selain itu, dukungan AS terhadap pemerintah Yaman yang Sunni dalam memberangus pemberontak
Houthi yang Syiah dan didukung oleh Iran, akan memperdalam jurang konflik yang ada antara Syiah
dan Sunni. Dukungan AS terhadap pemerintah Yaman yang Sunni, bisa membuat pihak Syiah
semakin yakin bahwa Syiahlah pembawa risalah Islam sejati, buktinya pemerintah Yaman yang Sunni
bekerja sama dengan AS yang memusuhi Islam dan umat Islam.
Dari bantuan AS untuk pemerintah Yaman, bisa timbul konflik lebih besar. Bila dulu konflik SyiahSunni hanya dalam skala satu negaraseperti konflik Syiah-Sunni di Irak maupun Iranmaka ke
depan bisa timbul konflik Syiah-Sunni dalam skala lebih besar, menjadi perang antar representator
negara Syiah dan Sunni.
Epilog
Belajar dari tarik ulur rekonsiliasi Hamas-Fatah di Palestina, pemberontakan Syabab Mujahidin di
Somalia, gerilya Taliban di Afghanistan, Pakistan, pemberontakan Sudan Selatan dan lainnya,
mengingatkan kita, bahwa awan kelam perpecahan masih terus membayangi dunia Islam. Awan
gelap itu semakin memekat dengan terus bergulirnya konflik Yaman. Kehancuran, kemiskinan,
kelaparan, terlantar di pengungsian adalah realita yang mesti dituai pasca perang.
Konflik juga mengancam kemajuan Yaman sendiri, baik secara tekhnologi, pembangunan, dan
lainnya. Sehingga Yaman menjadi negara miskin dan tertinggal, yang secara tidak langsung
menghambat kemajuan dunia Islam.
Oleh karena itu, setiap negara Islam harus mempererat persatuan; yang merupakan tuntuan Allah
dan Rasul-Nya. Bila berpecah dan konflik, maka akan diperalat oleh musuh Islam untuk menjadikan
perpecahan itu lebih besar. Sibuk mengurusi perpecahan dan konflik internal, sebuah bangsa akan
sulit untuk mampu berpikir maju. Semoga konflik internal Yaman dapat menjadi pelajaran bagi kita
untuk selalu menjaga persatuan dan ukhwah Islamiyah. Wallhul mustan. []
Biografi Penulis:
Owen Putra: Lahir di Bukittinggi, 31 Juli 1986. Alumni Pondok Pesantren Modern Diniyyah, Kab.
Agam-Sumbar. Sedang merampungkan S1 di Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin, Jur. Tafsir
dan Ulumul Quran, Kairo-Mesir. Aktivitas di Kairo: Pemred Buletin Studi Informasi Alam Islam (SINAI),
Sekretaris Koord. Bid. ICMI Orsat-Kairo, dan Anggota SAMAHTA (Sanggar Terjemah dan Pustaka)
ICMI Orsat-Kairo. Email: owen232putra@yahoo.co.id. Motto hidup:

Anda mungkin juga menyukai