Anda di halaman 1dari 15

DEFINISI

Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan
pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi
anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.
Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya
menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa
posterior.
Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :
Fraktur linear yang paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa
pergeseran, dan umumnya tidak diperlukan intervensi.
Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan atau
tanpa kerusakan pada scalp. Fraktur depresi mungkin memerlukan tindakan
operasi untuk mengoreksi deformitas yang terjadi.
Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada
neonatus dan bayi yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur jenis ini,
garis sutura normal jadi melebar.
Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang
dasar tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan
serebrospinal (Cerebrospinal Fluid).
Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan
biasanya terjadi akibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami
deformitas akibat benturan terlokalisir yang dapat merusak isi bagian dalam
meski tanpa fraktur tulang tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan adanya
sejumlah besar gaya yang terjadi pada kepala dan kemungkinan besar
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi cranium.

Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis,


dan sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah,
dan otak mungkin terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, diselubungi oleh penutup meningeal, dan terlindung di dalam
tulang tengkorak. Selain itu, fascia dan otot-otot tulang tengkorak
mEnjadi bantalan tambahan untuk jaringan otak. Hasil uji coba telah
menunjukkan bahwa diperlukan kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk
menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak kadaver dengan kulit kepala
utuh dibanding yang tanpa kulit kepala.
Fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan hematom, kerusakan nervus
cranialis, kebocoran cairan serebrospinal (CSF) dan meningitis, kejang dan
cedera jaringan (parenkim) otak. Angka kejadian fraktur linear mencapai 80%
dari seluruh fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini terjadi pada titik kontak dan
dapat meluas jauh dari titik tersebut. Sebagian besar sembuh tanpa
komplikasi atau intervensi. Fraktur depresi melibatkan pergeseran tulang
tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam dan memerlukan tindakan
bedah saraf segera terutama bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang
terjadi melebihi ketebalan tulang tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan
fraktur yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang bisa melibatkan banyak
struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga benturan yang besar, dan
dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung dan
telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.

INSIDEN
Cedera pada susunan saraf pusat masih merupakan penyebab utama
tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada usia muda di seluruh dunia.
Pada tahun 1998 sebanyak 148.000 orang di Amerika meninggal akibat
berbagai jenis cedera. Trauma kapitis menyebabkan 50.000 kematian.
Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan tingkat
mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk. Sebanyak 22% pasien
trauma kapitis meninggal akibat cederanya. Sekitar 10.000-20.000 kejadian
cedera medulla spinalis setiap tahunnya.

Lebih dari 60% dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur
linear sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada
anak usia dibawah 5 tahun. Fraktur tulang temporal sebanyak 15-48% dari
seluruh kejadian fraktur tulang tengkorak, dan fraktur basis cranii sebesar 1921%. Fraktur depresi antara lain frontoparietal (75%), temporal (10%),
occipital (5%), dan pada daerah-daerah lain (10%). Sebagian besar fraktur
depresi merupakan fraktur terbuka (75-90%). Insiden fraktur tulang
tengkorak rata-rata 1 dari 6.413 penduduk (0.02%), atau 42.409 orang setiap
tahunnya. Sejauh ini fraktur linear adalah jenis yang banyak, terutama pada
anak usia dibawah 5 tahun di Amerika Serikat.

ANATOMI
Bagian cranium yang membungkus otak (neurocranium / brain box)
menutupi otak, labirin, dan telinga tengah. and middle ear. Tabula eksterna
dan tabula interna dihubungkan oleh tulang kanselosa dan celah tulang rawan
(diplo). Tulang-tulang yang membentuk atap cranium (calvaria) pada remaja
dan orang dewasa terhubung oleh sutura dan kartilago (synchondroses)
dengan kaku. Sutura coronaria memanjang melintasi sepertiga frontal atap
cranium. Sutura sagitalis berada pada garis tengah, memanjang ke belakang
dari sutura coronaria dan bercabang di occipital untuk membentuk sutura
lambdoidea. Daerah perhubungan os frontal, parietal, temporal, dan
sphenoidal disebut pterion, di bawah pterion terdapat percabangan arteri
meningeal media. Bagian dalam basis cranii membentuk lantai cavitas cranii,
yang dibagi menjadi fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior.
1. Fossa anterior dibentuk oleh os frontal di bagian depan dan samping,
lantainya dibentuk oleh os frontale pars orbitale, pars cribriformis os
ethmoidal, dan bagian depan dari alae minor os sphenoid. Fossa ini
menampung traktus olfaktorius dan permukaan basal dari lobus frontalis, dan
hipofise. Fossa anterior dan media dipisahkan di lateral oleh tepi posterior
alae minor os sphenoidale, dan di medial oleh jugum sphenoidale. Pada fossa

cranii anterior terdapat sinus frontalis di bagian depan, alae minor os


sphenoidale yang dengan bersama-sama pars orbitalis os frontal membentuk
atap orbita dengan struktur-struktur di midline, diantaranya terdapat crista
galli, pars cribriformis dan pars sphenoidal.
2. Fossa media lebih dalam dan lebih luas daripada fossa anterior, terutama
ke arah lateral. Di bagian anterior dibatasi oleh sisi posterior alae minor,
processus clinoideus anterior, dan sulcus chiasmatis. Di belakang dibatasi
oleh batas atas os temporal dan dorsum sellae os sphenoid. Di lateral dibatasi
oleh pars squamosa ossis temporalis, os parietal dan alae major os sphenoid.
Merupakan tempat untuk permukaan basal dari lobus temporal, hipotalamus,
dan fossa hipofiseal di tengah. Di kedua sisi lateralnya terdapat tiga foramina
(foramen spinosum, foramen ovale, dan foramen rotundum). Pars anterior
dinding lateral fossa media dibentuk oleh alae major os sphenoidal. Sisa
dinding lateral lainnya dibentuk oleh pars squamosa os temporal yang
merupakan tempat processus mastoideus dan mastoid air cells serta kanalis
auditorius eksternus. Pyramid petrous mengandung membrane tympani,
tulang-tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes), dan cochlea pada
telinga dalam. Fossa media dan fossa posterior dibatasi satu sama lain di
lateral oleh bagian atas os petrosus, dan di medial oleh dorsum sellae. Fossa
posterior adalah fossa yang terbesar dan terdalam merupakan tempat untuk
cerebellum, pons, dan medulla. Di bagian anteromedial dibatasi oleh dorsum
sellae yang melanjutkan diri menjadi clivus. Bagian anterolateral dibatasi oleh
sisi posterior pars petrosa ossis temporalis, di lateral oleh os parietal, dan di
posterior oleh os occipital. Lubang paling besar yang ada di basis cranii
terdapat pada os occipital yaitu foramen magnum, dilalui oleh medulla
oblongata. Meatus akustikus interna terdapat pada bagian posteromedial pars
petrosa ossis temporalis. Foramen jugular berada di kedua sisi lateral foramen
magnum. Foramen jugular dilalui oleh vena jugularis yang perluasan ke

anterior dari sinus sagitalis superior dan melanjutkan diri menjadi sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Jenis penyebab dan pola fraktur, tipe,
perluasan, dan posisi adalah hal-hal yang penting dalam menentukan cedera
yang ada. Tulang tengkorak menebal di daerah glabella, protuberansia
eksternal occipital, processus mastoideus, dan processus angular eksternal
dan disatukan oleh 3 arches pada masing-masing sisinya. Lapisan tulang
tengkorak disusun oleh tulang cancellous (diplo) menyerupai roti sandwich
di antara dua tablets, lamina externa (1.5 mm), dan lamina interna (0.5 mm).
Diplo tidak ditemukan pada bagian tulang tengkorak yang dilapisi oleh otot,
sehingga lebih tipis dan rentan terhadap fraktur.
PATOFISIOLOGI
Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak yang diklasifikasikan
menjadi :
fraktur sederhana (simple) suatu fraktur linear pada tulang tengkorak
fraktur depresi (depressed) apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih
dalam dari tulang tengkorak
fraktur campuran (compound) bila terdapat hubungan langsung dengan
lingkungan luar. Ini dapat disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu
fraktur basis cranii yang biasanya melalui sinus-sinus.
Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis
cranii. Biasanya disertai dengan robekan pada duramater dan terjadi pada
pada daerah-daerah tertentu dari basis cranii.
Fraktur Temporal terjadi pada 75% dari seluruh kasus fraktur basis cranii.
Tiga subtipe dari fraktur temporal yaitu : tipe longitudinal, transversal, dan
tipe campuran (mixed).
a. Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan
pars skuamosa os temporal, atap dari canalis auditorius eksterna, dan tegmen
timpani. Fraktur-fraktur ini dapat berjalan ke anterior dan ke posterior

hingga cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir di fossa media dekat


foramen spinosum atau pada tulang mastoid secara berurut.
b. Fraktur transversal mulai dari foramen magnum dan meluas ke cochlea dan
labyrinth, berakhir di fossa media.
c. Fraktur campuran merupakan gabungan dari fraktur longitudinal dan
fraktur transversal. Masih ada sistem pengelompokan lain untuk fraktur os
temporal yang sedang diusulkan. Fraktur temporal dibagi menjadi fraktur
petrous dan nonpetrous; dimana fraktur nonpetrous termasuk didalamnya
fraktur yang melibatkan tulang mastoid. Fraktur-fraktur ini tidak dikaitkan
dengan defisit dari nervus cranialis.
Fraktur condylus occipital adalah akibat dari trauma tumpul bertenaga besar
dengan kompresi ke arah aksial, lengkungan ke lateral, atau cedera rotasi
pada ligamentum alar. Fraktur jenis ini dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan
mekanisme cedera yang terjadi. Cara lain membagi fraktur ini menjadi fraktur
bergeser dan fraktur stabil misalnya dengan atau tanpa cedera ligamentum
yakni :
a. Fraktur tipe I, adalah fraktur sekunder akibat kompresi axial yang
mengakibatkan fraktur kominutif condylus occipital. Fraktur ini adalah suatu
fraktur yang stabil.
b. Fraktur tipe II merupakan akibat dari benturan langsung. Meskipun akan
meluas menjadi fraktur basioccipital, fraktur tipe II dikelompokkan sebagai
fraktur stabil karena masih utuhnya ligamentum alae dan membran tectorial.
c. Fraktur tipe III adalah suatu fraktur akibat cedera avulsi sebagai akibat
rotasi yang dipaksakan dan lekukan lateral. Ini berpotensi menjadi suatu
fraktur yang tidak stabil.

Fraktur clivus digambarkan sebagai akibat dari benturan bertenaga besar


yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sumber
literatur mengelompokkannya menjadi tipe longitudinal, transversal, dan
oblique. Fraktur tipe longitudinal memiliki prognosis paling buruk, terutama
bila mengenai sistem vertebrobasilar. Biasanya fraktur tipe ini disertai dengan
defisit n.VI dan n.VII.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari fraktur basis cranii yaitu hemotimpanum, ekimosis
periorbita (racoon eyes), ekimosis retroauricular ( Battles sign), dan
kebocoran cairan serebrospinal (dapat diidentifikasi dari kandungan
glukosanya) dari telinga dan hidung. Parese nervus cranialis (nervus I, II, III,
IV, VII dan VIII dalam berbagai kombinasi) juga dapat terjadi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan neurologis lengkap, pemeriksaan
darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid (yang sesuai seperti pada fraktur
terbuka tulang tengkorak), pemeriksaan yang paling menunjang untuk
diagnosa satu fraktur adalah pemeriksaan radiologi.
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Rontgen: Sejak ditemukannya CT-scan, maka penggunaan foto
Rontgen cranium dianggap kurang optimal. Dengan pengecualian untuk

kasus-kasus tertentu seperti fraktur pada vertex yang mungkin lolos dari CTcan dan dapat dideteksi dengan foto polos maka CT-scan dianggap lebih
menguntungkan daripada foto Rontgen kepala.
Di daerah pedalaman dimana CT-scan tidak tersedia, maka foto polos x-ray
dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Diperlukan foto posisi AP,
lateral, Townes view dan tangensial terhadap bagian yang mengalami
benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi. Foto polos cranium
dapat menunjukkan adanya fraktur, lesi osteolitik atau osteoblastik, atau
pneumosefal. Foto polos tulang belakang digunakan untuk menilai adanya
fraktur, pembengkakan jaringan lunak, deformitas tulang belakang, dan
proses-proses osteolitik atau osteoblastik.
CT scan : CT scan adalah kriteria modalitas standar untuk menunjang
diagnosa fraktur pada cranium. Potongan slice tipis pada bone windows
hingga ketebalan 1-1,5 mm, dengan rekonstruksi sagital berguna dalam
menilai cedera yang terjadi. CT scan Helical sangat membantu untuk
penilaian fraktur condylar occipital, tetapi biasanya rekonstruksi tiga dimensi
tidak diperlukan.
MRI (Magnetic Resonance Angiography) : bernilai sebagai pemeriksaan
penunjang tambahan terutama untuk kecurigaan adanya cedera ligamentum
dan vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik diperiksa dengan
menggunakan CT scan. MRI memberikan pencitraan jaringan lunak yang
lebih baik dibanding CT scan.
c. Pemeriksaan Penunjang Lain
Perdarahan melalui telinga dan hidung pada kasus-kasus yang dicurigai
adanya kebocoran CSF, bila di dab dengan menggunakan kertas tissu akan
menunjukkan adanya suatu cincin jernih pada tissu yang telah basah diluar
dari noda darah yang kemudian disebut suatu halo atau ring sign. Suatu
kebocoran CSF juga dapat diketahui dengan menganalisa kadar glukosa dan

mengukur tau-transferrin, suatu polipeptida yang berperan dalam transport


ion Fe.

DIAGNOSIS
Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa didapatkan riwayat medis
yang lengkap dan mekanisme trauma. Trauma pada kepala dapat
menyebabkan gangguan neurologis dan mungkin memerlukan tindak lanjut
medis yang lebih jauh. Alasan kecurigaan adanya suatu fraktur cranium atau
cedera penetrasi antara lain :
Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung
Keluar darah atau cairan jernih dari telinga
Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya trauma pada mata
(panda eyes)
Adanya luka memar di belakang telinga (Battles sign)
Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi
Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang tengkorak.

DIAGNOSA BANDING
Echimosis periorbita (racoon eyes) dapat disebabkan oleh trauma langsung

seperti kontusio fasial atau blow-out fracture dimana terjadi fraktur pada
tulang-tulang yang membentuk dasar orbita (arcus os zygomaticus, fraktur Le
Fort tipe II atau III, dan fraktur dinding medial atau sekeliling orbital).
Rhinorrhea dan otorrhea selain akibat fraktur basis cranii juga bisa
diakibatkan oleh :
Kongenital
Ablasi tumor atau hidrosefalus
Penyakit-penyakit kronis atau infeksi
Tindakan bedah

PENATALAKSANAAN
A Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra servikal hingga
diyakini tidak ada cedera
B Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah arteri
C Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah, pengawasan secara
rutin tekanan darah pulsasi nadi, pemasangan IV line
D Dysfunction of CNS Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) secara rutin
E Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala hingga ujung kaki,
dari depan dan belakang.
Setelah menyelesaikan resusitasi cardiovaskuler awal, dilakukan pemeriksaan
fisis menyeluruh pada pasien. Alat monitor tambahan dapat dipasang dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Nasogastric tube dapat dipasang
kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera nasal dan basis cranii, sehingga
lebih aman jika digunakan orogastric tube. Evaluasi untuk cedera cranium
dan otak adalah langkah berikut yang paling penting. Cedera kulit kepala yang
atau trauma kapitis yang sudah jelas memerlukan pemeriksaan dan tindakan
dari bagian bedah saraf. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow

Coma Scale (GCS), fungsi pupil, dan kelemahan ekstremitas.


Fraktur basis cranii sering terjadi pada pasien-pasien dengan trauma kapitis.
Fraktur ini menunjukkan adanya benturan yang kuat dan bisa tampak pada
CT scan. Jika tidak bergejala maka tidak diperlukan penanganan. Gejala dari
fraktur basis cranii seperti defisit neurologis (anosmia, paralisis fasialis) dan
kebocoran CSF (rhinorhea, otorrhea). Seringkali kebocoran CSF akan pulih
dengan elevasi kepala terhadap tempat tidur selama beberapa hari walaupun
kadang memerlukan drain lumbal atau tindakan bedah repair langsung.
Belum ada bukti efektifitas antibiotik mencegah meningitis pada pasienpasien dengan kebocoran CSF. Neuropati cranial traumatik umumnya
ditindaki secara konservatif. Steroid dapat membantu pada paralisis nervus
fasialis.
Tindakan bedah tertunda dilakukan pada kasus frakur dengan
inkongruensitas tulang-tulang pendengaran akibat fraktur basis cranii
longitudinal tulang temporal. Mungkin diperlukan ossiculoplasty jika terjadi
hilang pendengaran lebih dari 3 bulan apabila membran timpani tidak dapat
sembuh sendiri. Indikasi lain adalah kebocoran CSF persisten setelah
mengalami fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan deteksi yang tepat
mengenai lokasi kebocoran sebelum dilakukan tindakan operasi.

KOMPLIKASI
Resiko infeksi tidak tinggi, sekalipun tanpa antibiotik rutin, terutama pada
fraktur basis cranii dengan rhinorrhea. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai
tulang-tulang pendengaran dapat menjadi komplikasi dari fraktur basis
cranii. Fraktur condyler tulang occipital adalah suatu cedera serius yang
sangat jarang terjadi. Sebagian besar pasien dengan fraktur condyler occipital
terutama tipe III berada dalam keadaan koma dan disertai dengan cedera
vertebra servikal. Pasien-pasien ini juga mungkin datang dengan gangguan-

gangguan nervus cranialis dan hemiplegi atau quadriplegi.


Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii
yang terkait dengan gangguan nervus IX, X, and XI. Pasien-pasien dengan
keluhan kesulitan phonation dan aspirasi dan paralisis otot-otot pita suara,
pallatum molle (curtain sign), konstriktor faringeal superior,
sternocleidomastoideus, dan trapezius.
Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang juga berdampak
terhadap nervus IX, X, XI, dan XII. Meski demikian, paralisis facialis yang
muncul setelah 2-3 hari adalah gejala sekunder dari neurapraxia n.VII dan
responsif terhadap steroid dengan prognosis baik. Suatu onset paralisis
facialis yang komplit dan terjadi secara tiba-tiba akibat fraktur biasanya
merupakan gejala dari transection dari nervus dengan prognosis buruk.
Fraktur basis cranii juga dapat menimbulkan gangguan terhadap nervusnervus cranialis lain. Fraktur ujung tulang temporal petrosus dapat mengenai
ganglion Gasserian / trigeminal. Isolasi n.VI bukanlah suatu dampak
langsung dari fraktur namun akibat regangan pada nervus tersebut. Fraktur
tulang sphenoid dapat berdampak terhadap nervus III, IV, dan VI juga dapat
mengenai a.caroticus interna, dan berpotensi menyebabkan terjadinya
pseudoaneurisma dan fistel caroticocavernosus (mencapai struktur vena).
Cedera caroticus dicurigai terjadi pada kasus-kasus dimana fraktur melalui
canal carotid, dalam hal ini direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
CT-angiografi.

PROGNOSIS
Walaupan fraktur pada cranium memiliki potensi resiko tinggi untuk cedera
nervus cranialis, pembuluh darah, dan cedera langsung pada otak, sebagian
besar jenis fraktur adalah jenis fraktur linear pada anak-anak dan tidak

disertai dengan hematom epidural. Sebagian besar fraktur, termasuk fraktur


depresi tulang cranium tidak memerlukan tindakan operasi.

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT I
BAGIAN BEDAH SARAF

FRAKTUR BASIS CRANII

PEMBIMBING :
Dr. Saleh, Sp. BS
Disusun Oleh :
Dm. Alvarez O. J. Ticoalu
Dm. Jonathan Albert

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2012

Anda mungkin juga menyukai