Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SARANG SEMUT

(Myrmecodia pedens) TERHADAP DRAJAT NEKROSIS


SELTUMOR KULIT
Studi Eksperimental Pada Mencit BALB/c yang Diinduksi 7,12 Dimethylbenz(a)
Anthracene (DMBA) dan TPA

Usulan Karya Tulis Ilmiah


untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh:
Dafiq Mihal Fina Yusuf
30101206606

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang
Tumor kulit merupakan salah satu dari jenis tumor pada manusia yang dapat

diikuti secara dini perkemabanganya karena dapat dilihat dan diraba sejak awal
tumbuh, pertumbuhan sel-sel kulit yang tak terkendali merupakan tanda dari
tumor ini. Tumor kulit dibagi menjadi 3 jenis yaitu tumor jinak, tumor pra kanker
dan tumor ganas (Djuanda, 2010). Jumlah penderita tumor semakin meningkat
beberapa tahun belakangan ini (Djuanda, 2007). Indonesia termasuk negara tropis
dengan sinar ultraviolet dari matahari sangat kuat dan sebagian besar masyarakat
banyak melakukan aktivitas yang langsung terpajan sinar matahari, sehingga
berpengaruh pada proses terjadinya tumor kulit (Putra IB, 2008). Hingga saat ini
usaha medis untuk mengobati kasus tumor kulit belum memberikan hasil yang
memuaskan. Sarang semut merupakan tumbuhan epifit yang hidupnya menempel
pada pohon-pohon besar. Secara empiris, rebusan sarang semut dapat mengobati
beragam penyakit ringan dan berat, seperti kanker dan tumor, asam urat, jantung
koroner, wasir, tuberkulosis, migren, rematik, dan leukemia (Soeksmanto et al.,
2009)
Penyakit tumor kulit dewasa ini cenderung mengalami peningkatan
jumlahnya terutama di Amerika, Australia dan Inggris. Hal tersebut diprediksikan
sebagai akibat seringnya terkena cahaya matahari (Brunicardi, F.2005). Di
Indonesia keganasan kulit menempati urutan ketiga setelah kanker leher rahim

dan kanker payudara.2 Tumor kulit ganas dijumpai 5,9-7,8% dari semua jenis
tumor ganas per tahun.5 Kasus keganasan kulit yang paling banyak di Indonesia
adalah KSB (65,5%), diikuti oleh KSS (23,0%), MM (7,9%), dan tumor kulit
ganas lainnya (3,6%).3 Kelompok geriatrik (usia lebih dari 60 tahun), kulit putih,
dan laki-laki merupakan kelompok yang memiliki risiko tinggi mendapatkan
tumor kulit ganas.6,7 Jumlah pasien tumor semakin meningkat beberapa tahun
belakangan ini (Nouri K, Patel SS dan Sigh A. 2008)
Banyak penelitian yang membuktikan khasiat dari tumbuhan sarang semut.
Salah satunya adalah penelitain yang dilakukan oleh : Qui Kim Tran dari
University National of Hochiminch City, yasuhiro Tazuka, Yuko Harimarya, dan
Arjun Hari Banskota. Penelitian yang dilakukan secara in vitro menujukan bahwa
ektrak sarang semut mengandung senyawa flavonoid dan tanin yang fungsinya
sebagai penekan proliferasi sel tumor manusia. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Dr. Ir. Ahkam Subroto, Hendro Saputro dalam bukunya "Gempur
Penyakit dengan Sarang Semut" . Penulis membuktikan bahwa sarang semut
berpengaruh terhadap profilerasi dari sel kanker ,Ada beberapa mekanisme kerja
dari kandungan dari sarangsemut contohnya flavonoid dalam melawan
tumor/kanker, misalnya inaktivasi karsinogen, anti-proliferasi, penghambatan
siklus sel, induksi apoptosis dan diferensiasi, inhibisi angiogenesis, dan
pembalikan resistensi multi-obat atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme
tersebut.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian pengaruh ekstrak sarang semut
(Myrmecodia pedens) terhadap drajat nekrosis sel tumor kulit pada mencit strain

BALB/c yang diinduksi 7,12 Dimethylbenz(a) Anthracene (DMBA) sebagai


inisiator dan TPA sebagai promotor tumor kulit.
1.2.

Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:


Adakah pengaruh pemberian ekstrak sarang semut (Myrmecodia pedens)
terhadap drajat nekrosi sel tumor kulit mencit strain BALB/c?
1.3.

Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum


Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak sarang semut (Myrmecodia
pedens) terhadap penurunan drajat nekrosis sel tumor kulit mencit strain BALB/c.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui drajat nekrosis sel tumor kulit mencit strain BALB/c antara
kelompok yang tidak diberi ekstrak sarang semut dengan kelompok yang
diberi ekstrak sarang semut dengan dosis 4 mg/hari, 8 mg/hari, 16
mg/hari.
1.3.2.2 Mengetahui perbedaan drajat nekrosis mitosis sel tumor kulit mencit strain
BALB/c antara kelompok yang tidak diberi ekstrak sarang semut dengan
kelompok yang diberi ekstrak sarang semut dengan dosis 4 mg/hari, 8
mg/hari, 16 mg/hari.
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Memberikan informasi sebagai bahan masukan dan dasar penelitian lebih
lanjut mengenai pengaruh pemberian ekstrak sarang semut (Myrmecodia pedens)

terhadap drajat nekrosis pada mencit strain BALB/c yang diinduksi DMBA dan
TPA
1.4.2. Manfaat praktis
Memberikan informasi pada masyarakat luas

mengenai manfaat dan

kegunaan ekstrak sarang semut (Myrmecodia pedens) sebagai pengobatan


tradisional pada terapi tumor kulit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Drajat nekrosis sel tumor kulit
2.1.1. Nekrosis sel
Nekrosis adalah kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut
atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis). Nekrosis merupakan kolerasi makroskopis dan histologik pada
kematian sel yang terjadi di lingkungan cedera eksogen ireversibel. Dua fenomena

yang secara konsisten menandai keadaan ireversibel, antara lain: yang pertama
adalah ketidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria (kekurangan
fosfolirasi oksidatif dan pembentukan adenosin triphospat atau ATP), bahkan
setelah resolusi

jejas asal (restorasi aliran darah). Kedua adalah terjadinya

ganguan fungsi membran yang besar. Walaupun deplesi ATP sendiri


memungkinkan kejadian ang letal, buktinya masih diperdebatkan, secara
eksperimental memungkinkan untuk perubahan morfologik dan deplesi ATP, dari
kematian sel yang tidak dapat dihindari (Kumar,Cotran, dan Robbins, 2007).
Secara makroskopis jaringan nekrosis akan tampak keruh (opaque), tidak cerah
dan berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis jaringan nekrosis
seluruhnya berwarna kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksilin, sering
pucat (Pringgoutomo, 2002)
Ciri Ciri Nekrosis
a. Pemekatan karioplasma sehingga nukleus menjadi lebih gelap
b. Inti sel mengalami piknosis (pengecilan sel)
c. Degenerasi inti sel(karioreksis). Ada kontraksi kromatin menjadi potonganpotongan kecil, dengan obliterasi dari batas inti sel.
d. Inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis) (Kumar et al., 2007)
2.1.2. Tipe tipe nekrosis
a. Nekrosis koagulatif
Disebabkan oleh denaturasi protein sekular yang menimbulkan massa padar,
menetap berhari hari/berminggu minggu larut dan dikeluarkan lisis enzimatik.
Tipe ini ditemukan setelah kehilangan pasokan darah, contoh pada infark.

b. Nekrosis kolikuatif
Terjadi pelaritan yang cepat dari sel yang telah mati. Terutama terjadi pada
susunan saraf pusat. Pemecahan mielin perlunakan otak dan likuefaksi (Kumar et
al., 2007)
2.1.3. Faktor faktor yang menyebabkan nekrosis
a. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan
untuk suatu jaringan terputus. Iskhemi yang terus menerus terjadi pada suatu
jaringan akan menyebabkan infark, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan
pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terjadi apabila bagian yang terkena
infark tidak mendapat pertolongan dari sirkulasi kolateral. Nekrosis cepat terjadi
pada jaringan - jaringan yang rentan terhadap anoxia. Jaringan yang paling rentan
terhadap anoxia adalah otak
b. Agen biologi
Toksin bakteri yang bersifat endotoxin dan eksotoxin dapat mengakibatkan
kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal
dari bakteri yang virulen. Bila bakteri yang mengahisalkan toxin kurang virulen
maka hanya akan menyebabkan reaksi peradangan. Virus dan parasit dapat
mengeluarkan berbagai enzim dan toksin yang dapat mempengaruhi jaringan
sihingga timbul nekrosis baik secara langsung atau tidak langsung.
c. Agen kimia

Keseimbangan osmotik sel dipengaruhi oleh zat kimia yang biasanya


terdapat dalam tubuh seperti natrium dan glukosa, jika konstrasinya tinggi maka
keseimbangan osmotik akan terganggu yang akan menimbulkan nekrosis suatu
sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi rendah sudah dapat menimbulkan
kerusakan jaringan.
d. Agen fisik
Trauma, suhu ekstrim, tenaga listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat
menimbulkan kerusakan sel. Hal ini terjadi karena protoplasma rusak akibat
ionisasi atau tenaga fisik yang mengakibatkan kerusakan tata kimia protoplasma
dan inti.
e. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat menimbulkan reaksi imunologik. Sebagai contoh
orang yang mepunyai kerentanan terhadap obat yang berasal dari sulfa. Jika orang
tersebut mengkonsumsi obat yang berasal dari sulfa maka akan timbul reaksi
imunologik yang mengakibatkan kerusakan epitel tubulus ginjal dan juga tibul
nekrosis pada pembuluh pembuluh darah. Dalam imunologi dikenal dengan reaksi
Schwartzman dan reaksi Arthus 14 (Pringgoutomo, 2002)
2.1.4. Mekanisme nekrosis tumor
Menurut Kumar, Cortran & Robbin (2007) proses nekrosis diawali dengan
kerusakan membran yakni proses pelepuhan membran sel. Tingkat keparahan
kerusakan membran ini juga merusak lisosom sehingga mebuat organel
pencernaan tersebut mengeluarkan enzimnya ke dalam cairan sel (sitoplasma)
sehingga seluruh organel dan komponen sel dimakan oleh enzim tersebut

2.1.5. Peranan pada pembentukan tumor


Mutasi gen inhibitor siklus sel seperti RB, p53 dan lain-lain dapat
menyebabkan pembelahan sel secara tidak terkontrol dan membentuk tumor.
Siklus sel tumor memiliki durasi sama atau lebih lama dari sel normal, namun
proporsi pembelahan sel yang aktif pada tumor jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jaringan yang normal. Oleh karena itu terdapat peningkatan jaringan
dalam jumlah sel seperti jumlah sel yang mati oleh apoptosis atau penuaan sel
tetap sama dengan sel normal (Robin dan Kumar, 2004).
TP53 (dahulu p53) dikenal sebagai gen penekan tumor. Pada tumor kulit
yang dijumpai pada manusia, gen ini sering mengalami mutasi. Fungsinya antara
lain tidak hanya sebagai antiproliferasi namun juga mengendalikan apoptosis.
Anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai dan kerusakan pada integritas DNA
merupakan berbagai macam stres yang dapat memicu TP53. Waktu paruh dari
gen ini apabila tidak mengalami stres adalah selama 20 menit. Protein MDM2
menyebabkan penghancuran gen TP53 dengan cara mencari dan mengikat gen ini.
Namun gen ini tetap mengupayakan pembebasan dari protein MDM2 guna
meningkatkan waktu paruhnya, selama pembebasan diri tersebut gen ini juga aktif
sebagai faktor transkripsi. Gen TP53 ini memiliki dua kategori yaitu yang pertama
mengakibatkan siklus sel berhenti dan yang kedua mengakibatkan apoptosis.
Dalam kategori pertama TP53 menghentikan siklus sel guna memberikan waktu
untuk perbaikan bagi DNA yang mengalami kerusakan, dan apabila perbaikan ini
tidak berhasil maka kategori kedua dari gen ini akan mengambil alih yaitu dengan
menjalankan proses apoptosis. Dalam sel abnormal dimana TP53 mengalami

mutasi, ketika DNA mengalami kerusakan oleh karena radiasi pengion ataupun
terpapar zat - zat karsinogen lainnya, DNA dari sel tersebut yang rusak akan
mengalami kegagalan dalam proses perbaikan karena tidak adanya penghentian
siklus sel yang merupakan waktu untuk perbaikan DNA, sehingga DNA sel yang
rusak akan terus berkembang menjadi sel mutan dan kemudian berekspansi
menjadi tumor ganas. Lebih dari 70% kanker memperlihatkan kecacatan pada gen
TP53. Secara homozigot hampir semua jenis kanker kehilangan gen ini, termasuk
karsinoma paru, kolon, dan payudara (Kumar et al, 2007).
2.2 Tumor kulit
Tumor berasal dari bahasa latin tumere yang berarti membengkak. Tumor
dapat diartikan pula sebagai pembengkakan, suatu tanda kardinal peradangan;
pembesaran yang morbid atau pertumbuhan baru suatu jaringan dengan
multiplikasi sel- sel yang tidak terkontrol dan progresif; disebut juga neoplasma
(Dorland, W.A.Newman.2002)( Brower, V. 2005). Tumor dapat timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab yang akhirnya menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannnya
(Desen W. 2008 )
Tumor kulit dapat dibagi menjadi tumor jinak, tumor prakanker, dan tumor
ganas (kanker). Tumor jinak ialah tumor yang berdiferensiasi normal (matang),
pertumbuhannya lambat dan ekspansif serta kadang- kadang berkapsul. Prakanker
berarti mempunyai kecenderungan bekembang menjadi kanker (tumor ganas)
sedangkan, tumor ganas (kanker) ialah tumor yang bersifat infiltratif sampai

merusak jaringan disekitarnya serta bermetastasis melalui pembuluh darah dan


atau pembuluh getah bening (Djuanda A, 2010)
Tumor jinak kulit merupakan manifestasi dari kekacauan pertumbuhan kulit
yang bersifat kongenital atau akuisita, tanpa tendensi invasif dan metastasis, dapat
berasal dari vaskuler dan non vaskuler (Putra IB. 2008). Tumor jinak dapat
mendesak jaringan organ sekitarnya, namun biasanya tidak berinfiltrasi merusak
jaringan disekitarnya, sehingga bahayanya relatif kecil (Desen W. 2008).
Tumor kulit ganas merupakan tumor kulit yang memiliki struktur tidak
teratur dengan diferensiasi sel dalam berbagai tingkatan, bersifat ekspansif,
infiltratif hingga merusak jaringan sekitarnya, serta bermetastasis melalui
pembuluh darah dan atau pembuluh getah bening ( Djuanda A, 2007). Pada
umumnya tumor kulit ganas dapat diikuti sejak dini sehingga pengawasan dan
penemuan tumor kulit dapat dilakukan lebih teliti (Hamzah M.2001). Tumor kulit
ganas secara umum dibagi atas tiga golongan, yaitu melanoma maligna (MM),
nonmelanoma

maligna

(karsinoma

sel

basal/KSB

dan

karsinoma

skuamosa/KSS) (Hamzah M.2001).


2.2.1. Struktur Anatomi Kulit Secara Histopatologik
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
(gambar 1):
1.

Lapisan epidermis atau kurtikel

2.

Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)

3.

Lapisan subkutis (hipodermis)

sel

Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis
ditandai dengan adanya jaringam ikat longgar dan adanya jaringan lemak
1.

Lapisan epidermis terdiri dari : stratum korneum, stratum lusidum, stratum


granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale

2.

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elsatik dan fibrosa padat dengan elemen
elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
yakni : Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan,
bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastik,
dan retikulin.

3.

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak didalamnya (Djuanda A, 2007).

Gambar 1
2.2.2. Etiologi Tumor Kulit

Secara umum, tumor kulit memiliki banyak resiko yang potensial, antara
lain : Terpapar oleh radiasi sinar ultraviolet secara berlebihan (baik Ultraviolet A
maupun Ultraviolet B). Luka yang lama tidak sembuh (chronic non-healing
wounds) , khususnya luka bakar,diantaranya adalah Marjolins ulcer yang bisa
berkembang menjadi Karsinoma Sel Skuamosa. Predisposisi genetik termasuk.
Tahi lalat berukuran lebih besar dari 20 mm beresiko tinggi berekmbang menjadi
tumor/kanker.3 Human papilloma virus (HPV) sering dihubungkan dengan
Karsinoma Sel Skuamosa pada genital, anus, mulut, faring, dan jari tangan.
Toksin arsenik merupakan salah satu resiko peningkatan insiden Karsinoma Sel
Skuamosa.3 Kekurangan beberapa vitamin dan mineral tertentu dan merokok (
Buljan, dkk. 2008 ).
2.2.3. Patofisiologi
Keganasan sel berkembang melalui beberapa tahapan yang disebut
karsinogenesis. Karsinogenesis merupakan sekumpulan perubahan pada gen yang
berperan terhadap terjadinya transformasi dari sel normal menjadi sel kanker
(Kumar, Abbas, & Fausto, 2005). Transformasi sel berlangsung melalui beberapa
tahap yang berasal dari satu sel yang berkembang biak. Prosesini pada dasarnya
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap inisiasi
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas. Perubahan ini disebabkan oleh suatu karsinogen berupa bahan
kimia, virus, radiasi atau sinar matahari yang berperan sebagai organ inisiator dan
bereaksi dengan DNA yang menyebabkan DNA pecah dan mengalami hambatan

perbaikan DNA. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
promotor menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Kerusakan
pada tahap ini masih memungkinkan untuk dipulihkan atau sebaliknya berlanjut
menjadi mutasi genetik. Pada proses berikutnya, mutasi genetik berlanjut secara
perlahan menuju keganasan. Tahap inisiasi yang ireversibel terjadi jika telah
melewati satu siklus pembelahan sel.
b. Tahap promosi
Bahan kimia yang merangsang transformasi neoplastik pada sel yang telah
diinisiasi disebut promotor. Bila promotor ditambahkan pada sel yang telah
terinisiasi dalam kultur jaringan, maka sel ini akan berproliferasi atau dengan kata
lain promotor adalah zat proliferatif. Bekerja dengan mengubah ekspresi
informasi genetik dalam sel. Promotor merangsang proliferasi klonal pada sel
yang telah diinisiasi dan mengubah cara diferensiasi dan maturasi sel.
c. Tahap progresi
Progresi merupakan suatu tahapan ketika sel mendapatkan satu atau lebih
karakteristik neoplasma ganas seiring berkembangnya tumor, sel menjadi lebih
heterogen akibat mutasi tambahan, termasuk lebih infiltratif dan mampu
bermetastasis.
d. Metastasis
Metastasis merupakan kemampuan sel untuk menyebar ke organ lain yang
jauh dari tempat asalnya yang dapat terjadi melalui perluasan sel ke jaringan
sekitarnya, melakukan penetrasi kedalam pembuluh darah, melepaskan sel tumor,

dan melakukan invasi ke jaringan sekitar. Proses metastasis ini terjadi melalui tiga
tahap berikut, yaitu:
a. Tahap pertama
Sel neoplasma melakukan invasi terhadap jaringan disekitarnya dan
menembus pembuluh darah dan limfe. Hal ini dapat terjadi akibat sel neoplsama
kehilangan kehesivitas dan karena bertambahnya ukuran sel neoplasma sehingga
terjadi penekanan secara mekanis
b. Tahap kedua
Penyebaran sel neoplasma secara ekspansi langsung atau melalui sirkulasi
darah dan limfe. Sistem limfe merupakan awal jalan penyebaran dari sel kanker.
Metastasis dapat mencapai organ yang sangat jauh melalui aliran darah. Ekspansi
langsung terjadi dengan pertumbuhan sel baru di atas permukaan serosa sel lain.
c. Tahap ketiga
Terjadi ketika terjadi pertumbuhan sel kanker yang baru di tempat lain atau
tempat sekunder. Sel kanker terus tumbuh dengan kemampuannya sendiri dalam
vaskularisasinya ( Buljan Marija, dkk. 2008 ).
Perjalanan penyakit kanker dapat dibagi berdasarkan stadium penyakitnya.
Kanker dapat diklasifikasikan menurut tempat secara anatomi,tingkat deferensiasi
dan lingkungan biologiknya ( Buljan Marija, dkk. 2008 ).
a. Grading
Grading memperlihatkan tentang derajat keganasan sel kanker yang dibuat
untuk menilai derajat perbedaan sel tumor, banyaknya jumlah sel tumor dan
memperkirakan agresivitas neoplasma, Penilaian grading bertujuan untuk menilai

prognosis dan perencanaan terapi yg tepat. Sistem standar dalam menentukan


grade tumor malignan adalah sebagai berikut:
G0

: grade tidak dapat ditentukan; jaringan normal.

G1

: sel tumor berdiferensiasi dengan baik; hanya sedikit penyimpangan dari sel

induk/ sel normal. Grade ini dianggap perubahan malignan derajat rendah.
G2

: sel tumor berdiferensiasi sedang; nampak perubahan struktur tetapi masih

memiliki beberapa karakteristik sel normal. Sel tumor ini bersifat lebih ganas
dibandingkan G1.
G3

: sel tumor berdiferensiasi buruk; perubahan struktur sangat menyolok

dibandingkan dengan jaringan induknya, tetapi jaringan induk masih dapat


dibedakan.
G4

: sel tumor berdiferensiasi buruk dan sangat anaplastik; sama sekali tidak

ada kesamaan dengan jaringan induknya, sehingga penentuan jaringan induk sulit
dilakukan.
b. Staging
Staging menggambarkan stadium atau tingkatan kanker yang dinilai dari
ukuran lesi primer, penyebaran ke kelenjar limfe dan ada atau tidaknya metastase
melintasi jalur darah. Staging menentukan ketepatan lokasi kanker dan seberapa
jauh metastasisnya saat didiagnosa (Kumar, Abbas, & Fausto, 2005).
Cara yang paling banyak digunakan dalam menentukan stadium kanker
adalah berdasarkan klasifikasi sistim TNM. Pada sistem TNM dinilai tiga faktor
utama yaitu Tumor size (T) atau ukuran tumor, Node (N) atau kelenjar getah
bening regional dan Metastase (M)

Tabel 2.1 Klasifikasi TNM (Tumor Nodus Metastasis)


Klasifikasi

Definisi

T
Tx
To
Tis
Tis (DCIS)
Tis (LCIS)
Tis (Paget)
T1
T2 mic
Tia
Tib
Tic
T2
T3
T4
T4a
T4b
T4c
T4d

N
Nx
N0
N1
N2
N3

M
Mx
M0
M1

2.3 Sarang semut

Tumor primer
Tumor primer tidak didapatkan
Tidak ada bukti adanya tumor primer.
Karsinoma in situ
Duktal karsinoma in situ
Lobular karsinoma in situ
Pagets desease tanpa adanya tumor.
Ukuran tumor < 2 cm
Mikroinvasif > 0,1 cm
Tumor > 0,1cm - < 0,5 cm
Tumor > 0,5 cm - < 1 cm
Tumor > 1 cm - < 2 cm
Tumor > 2 cm - < 5 cm
Tumor > 5 cm
Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya
perlekatan pada dinding thoraks atau kulit.
Melekat pada dinding dada tidak termasuk M.
Pectoralis major.
Edema (termasuk peau dorange) atau ulserasi pada kulit, atau
adanya nodul satelit pada payudara.
Gabungan antara T4a dan T4b.
Inflammatory carcinoma

Kelenjar limfe regional


Kelenjar limfe regional tidak didapatkan.
Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe.
Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, bersifat
mobile.
Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral tidak bisa
digerakkan.
Metastasis pada kelenjar limfe infraclavicular, atau
mengenai kelenjar mammae interna, atau kelenjar
limfe supraclavicular.
Metastasis
Metastasis jauh tidak didapatkan.
Tidak ada bukti adanya metastasis.
Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ.

2.3.1 Definisi
Sarang semut merupakan tumbuhan dari hydnophytinae (rubiaceae) yang
berasosiasi dengan semut. Tumbuhan ini bersifat epifit yang artinya menempel
pada tumbuhan lain, tidak hidup secara parasit pada inangnya tetapi hanya
memanfaatkannya untuk menempel. Secara ekologi, tumbuhan sarang semut
tersebar dari hutan bakau dan pohon pohon di pinggir pantai hingga ketinggian
2.400 m diatas permukaan laut. M. Ahkam Subroto pada tahun 2006, melakukan
obserfasi terhadap tumbuhan sarang semut Myrmecodia pedens,dan hasilnya
menunjukkan bahwa tumbuhan ini dihuni oleh koloni semut dari jenis Ochetellus
sp (Subroto dan Saputro, 2006).

Gambar 2.1. Sarang semut (Subroto dan Saputro, 2006)

2.3.2. Taksonomi

Menurut Subroto dan Saputro, 2006 tanaman sarang semut diklasifikasikan


sebagai berikut:
Divisi

tracheophyta

Kelas

magnoliopsida

Subkelas :

lamiidae

Ordo

Rubiales

Famili

Rubiaceae

Genus

Myrmecodia

Spesises :

Myrmecodia pedens Merr. & Perry

2.3.3. Morfologi
2.3.3.1. Habitat
Myrmecodia pedens ukuran rata-rata diameternya 25 cm dan tinggi 45 cm.
biasa di temukan di Sumatra, Kalimantan, hingga papua. Saat ini papua menjadi
daerah yang paling banyak di temukan sarang semut terbanyak. Terdapat di tepi
pantai dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 2.400 m diatas permukaan
laut (Subroto dan Saputro, 2006).
2.3.3.2. Batang
Tidak bercabang, tebal, dipenuhi daun-daun kecil, berkayu, silindris,
berwarna coklat muda sampai abu-abu (Subroto dan Saputro, 2006).
2.3.3.3. Daun
Bentuknya jorong, panjang 20-40 cm, lebar 5-7 cm. Bertangkai, tunggal,
susunannya menyebar namun lebih banyak diujung batang terkumpulnya. Bagian

tepi rata, permukaan halus, dan tulang daun berwarna putih (Subroto dan Saputro,
2006).
2.3.3.4. Bunga dan Buah
Bunga berwana putih sedangkan buah bentuknya beri, bulat,dan warna
orange Berat buah 2-3 kg.Bila dikeringkan dan diiris hanya menhasilkan 1-2 ons
sarang semut (Subroto dan Saputro, 2006).
2.3.3.5. Umbi
Umbi memiliki rongga dalam struktur acak. Di manfaatkan sebagai sarang
semut yang biasa dimanfaatkan sebagai obat anti kanker (Subroto dan Saputro,
2006).
2.3.4. Kandungan Kimia
Ekstrak sarang semut diketahui mempunyai banyak kandungan yang
fungsinya berkaitan dengan pengobatan. Sarang semut mengandung senyawa aktif
seperti flavonoid, tanin, polifenol, tokoferol yang mempunyai sifat antikanker dan
antioksidan dengan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas,
sehingga mencegah proses inflamasi pada sel tubuh (Muhammad, 2011).
2.3.4.1. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik
yang banyak terdapat pada pigmen tumbuhan. Saat ini lebih 6.000 senyawa yang
berbeda masuk ke dalam golongan flavonoid. Flavonoid merupakan bagian
penting dari diet kita karena banyak manfaatnya bagi kesehatan. Fungsi flavonoid
dalam tumbuhan sebagai antioksidan. Flavonoid juga melindungi struktur sel,
peningkatan efektivitas vitamin C, mencegah peradangan (anti-inflamasi),
mencegah pengeroposan tulang,dan sebagai antibiotic. Flavonoid juga mampu

sebagai anti virus HIV (AIDS) dan virus herpes. Penelitian-penelitian juga
berhasil membuktikan fungsi-fungsi lain dari flavonoid tidak hanya untuk
pencegahan tetapi juga untuk pengobatan kanker. Mekanisme kerja flavonoid
yang sudah terungkap seperti inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, penghambatan
siklus sel, induksi apoptosis, difrensiasi, inhibisi angiogenesis, dan pembalikan
resistensi multi-obat atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme tersebut
(Subroto dan Saputro, 2006).
2.3.4.2. Tannin
Tannin merupakan polifenol tanaman rasa pahit yang dapat mengikat dan
mengendapkan protein. Umumnya tanin digunakan untuk penyamakan kulit dan
aplikasinya di bidang pengobatan seperti pengobatan diare, hemostatik
(menghentikan perdarahan), dan wasir (Subroto dan Saputro, 2006).
2.4. Hewan Coba
Taksonomi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
strain C3H, taksonominya menurut Sharp dan Marie (1998) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum

Chordata

Class

Mammalia

Ordo

Rodentia

Subordo :

Myomorpha

Family

Muridae

Genus

Mus

Species

Mus musculus

Strain : Mus musculus strain C3H


Mencit strain C3H adalah hasil perkawinan silang antara mencit strain
Bagg albino dan DBA jantan dengan angka insidensi tinggi tumor payudara.
Mencit C3H dipilih karena mencit C3H mempunyai homozigot Mammary Tumor
Virus (MTV) yang ditularkan lewat air susu induk mencit, oleh karena itu pada
percobaan ini akan dipilih mencit yang tidak disapih. Pemilihan mencit ini juga
didasarkan karena mencit jenis ini dijadikan model skrining obat anti kanker
potensial

Gambar 2.2. Mencit Balb/c (Haryono, 2003)

Data biologis mencit (Mus musculus) sebagai berikut :


Tabel 2.1 Data biologis mencit (Mus musculus) (Haryono, 2003)
Lama hidup
: 1-2 tahun
Umur dewasa
: 35 hari
Berat dewasa
: 20 40 g jantan ; 18 35 g betina
Volume darah
: 75 80 ml/kg
Sel darah merah (eritosit)
: 75 - 12,5 . 106 / mm3
Sel darah putih (leukosit)
: 60 - 12,6 . 106 / mm3
Hemoglobin (Hb)
: 13 16 g / 100 ml
2.4.

Pengaruh induksi DMBA dan TPA; terhadap sel tumor kulit mencit
BALB/c
Induksi karsinogenesis kulit pada mencit dapat dilakukan dengan pemberian

bahan kimia secara topikal yang dapat mempengaruhi kerentanan, pertumbuhan


dan perkembangan tumor. Bahan kimia tersebut adalah 7,12-dimetilbenz [a]
antrasena (DMBA) dan TPA. DMBA berperan sebagai immunosupressor dan
salah satu karsinogen kuat, sehingga DMBA berfungsi sebagai inisiator tumor.
Sedangkan promotornya diperankan oleh TPA (Tetradeconyl Pharbol Acetat) yang
terdapat dalam minyak kroton.sifat-sifat promotor adalah mengikuti kerja
inisiator,perlu paparan berkali kali, keadaan dapat reversibel, dapat mengubah
ekspresi gen seperti hiperplasi, induksi enzym, induksi differensiasi (Miyata,
2001).
2.5.

Pengaruh pemberian ekstrak sarang semut terhadap

penurunan drajat nekrosis tumor kulit mencit BALB/c

Proses

terbentuknya

sel

tumor

umumnya

disebabkan

oleh

tidak

terkendalinya proliferasi sel. Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam


manusia diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi.

Akibat dari peningkatan proliferasi sel adalah terjadi peningkatan jumlah sel.
Penurunan dari apoptosis juga berperan dalam meningkatkan jumlah sel.
Proliferasi sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian,
kerusakan sel mediator biokimiawi dan lingkungan (Sudiana, 2008, Kumar,
2007).
Tumbuhan Sarang semut (Myrmecodia pendans) merupakan tumbuhan
epifit yang menggantung atau menempel pada tumbuhan lain yang lebih besar,
batangnya menggelembung dan di dalamnya banyak terdapat ruang atau rongga
kecil yang dihuni semut. Tumbuhan sarang semut banyak dijumpai di Kalimantan,
Sumatra, Papua Nugini, Filipina, Kamboja, Malaysia, Cape York, Kepulauan
Solomon dan Papua. Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans)
mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tanin yang
diketahui mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit (Cawson eta ll ,2008)
Flavonoid juga telah banyak diuji aktivitasnya sebagai penghambat pertumbuhan
sel kanker dan meningkatkan faktor nekrosis pada sel kanker (Yunus, 2014)
Flavonoid dalam menginhibisi protein kinase yaitu dengan mengikat sisi
dari protein kinase yang seharusnya diikat oleh ATP sehingga mencegah ikatan
ATP dengan protein kinase (flavonoid sebagai kompetitif inhibitor) sehingga
mampu menghambat protein kinase yang digunakan untuk proses mutasi sel.
Selain itu, jika protein kinase dihambat proses fisologis sel pun terhambat
sehingga sel melakukan apoptosis atau membuat program bunuh diri (Hoffman
dan Herber, 2012; Subroto dan Saputro, 2006; Kumar, 2008).

Flavonoid dalam pengobatan herbal juga dilaporkan memiliki kemampuan


untuk menghambat aktivasi nuclear Factor Kappa B (NF-kB). Suatu
transcription factor yang berperan penting dalam regulasi molekul pembentukan
sitokin. Pada penelitian yang dilakukan Tazulakhova dari Moscow, dilaporkan
bahwa flavonoid alamiah dapat menstimulasi produksi Interferon- (IFN- )
dalam suatu populasi immunosit (Sumarno, 2010).
Di Gamaleya Institute of Microbiology and Epidemiology, Moscow, Russia
dan Chittaranjan National Cancer Institute, Kolkata, India beberapa peneliti
yang meneliti efek kandungan polifenol pada herbal medicine mengemukakan
bahwa poliphenol alamiah dapat menstimulasi produksi Interferon- (IFN- )
dalam suatu populasi immunosit, yang sangat penting dalam memacu aktivasi
CTLs dan sel NK pada sistem perondaan imun terhadap sel-sel kanker. Sel imun
yang berperan besar dalam perondaan imun terhadap kanker adalah CTL, Sel-NK
(Natural Killer). Setelah sel kanker dikenal sebagai sel asing, sel imun tersebut
akan menghancurkan sel kanker. Sel CTL dan sel NK melakukan cara
sitotoksisitas yang sama yaitu dengan mengeluarkan perforin dan granzyme, di
mana perforin ini sebagai pore forming untuk memasukkan granzyme ke dalam
sitosol. Akibat aktifitas sel-sel efektor immune tersebut maka sel-sel target akan
mengalami nekrosis (Trere D et al., 2004).
Flavonoid menunjukan aksi sinergis dalam mengurangi pembentukan sel
kanker melalui sifat imunomodulatornya. Imunomodulator merupakan senyawa
yang mampu mempengaruhi secara positif reaksi biologis dari tubuh terhadap

tumor. Imunomodulator dapat menstimulasi berbagai sel-sel yang berperan dalam


respon imun, antara lain limfosit T, sel NK, dan makrofag
Imunomodulator berperan dalam menghambat mitogen dan menstimulasi
proliferasi peripheral blood mononuclear cell (PBMC), produksi Ig, IL-2 dan
interferon gama (IFN-). IFN- adalah sitokin utama yang mengaktivasi
fagositosis sel mononuklear terhadap tumor. IFN- juga sangat penting untuk
menstimulasi komponen immunosurveillance yaitu sel NK, sel T sitotoksik ( CD
8+), dan makrofag yang berperan terhadap proses killing dan nekrosis pada sel-sel
kanker (Abbas,2005).
Makrofag berperan dalam pertahanan melawan sel tumor baik bertindak
sebagai APC dalam mengolah dan mempresentasikan antigen tumor keapada sel T
helper, maupun bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan sel tumor.
Seperti juga NK, mekanisme pengenalan sel tumor sasaran oleh makrofag juga
belum jelas. Sedangkan kemampuan untuk berikatan dengan sel tumor terjadi
karena sel makrofag juga memiliki reseptor Fc dari IgG, sehingga dapat
bekerjasama dengan IgG dalam melisiskan sel tumor. Penyebab terjadinya lisisnya
tumor disebabkan pengaruh enzim lisosomal, metabolit yang reaktif terhadap
oksigen dan NO. Makrofag aktif juga mensekresi sitokin antara lain IL-2 dan
Tumor Necrosis Factor (TNF). IL-2 berperan memacu proliferasi dan aktivasi sel
CD4+, sel T CD8+ serta sel NK. TNF-a sesuai dengan namanya mampu
membunuh sel tumor melalu cara 1) TNF-a berkaitan dengan reseptor FAS
permukaan dari sel tumor dan memicu apoptosis, 2) TNF-a dapat menyebabkan
nekrosis dari sel tumor dengan cara memobilisasi berbagai repon imun tubuh.

Tumor nekrosis faktor (TNF, cachectin dan TNF-a) adalah sitokin proinflamasi
kuat terlibat dalam berbagai kondisi peradangan, termasuk autoimunitas
(Sumarno. 2010).
Polifenol dalam tanaman obat dilaporkan mempunyai kemampuan untuk
menghambat aktivasi Nuclear Faktor Kappa B (NF-B), suatu transcription
faktor yang berperan penting dalam regulasi molekul pembentukan protein anti
apoptosis. Polyphenol juga akan mempunyai efek menginduksi terjadinya
apoptosis melalui jalur TNF-, di mana apoptosis sel akan dimulai dari Fas /
TNF-RI receptor (Hiroko D et al., 2002; Ahmad N et al., 1999)

2.6.

Kerangka teori

Ekstrak sarang
semut
flavonoid

Pholiphe
nol

immunesurveillan

NF-B

ce
Aktivasi limfosit & drajat
proliferasi

Kadar IFN

Kadar IL-2

Jumlah CTL
teraktifasi

Perforin,
granzyme

Jumlah sel
NK
teraktifasi

Jumlah
makrofag
teraktifasi
IL-1, IL-12,
TNF

Drajat nekrosis sel


tumor kulit
Gambar 2.3. Kerangka TeorI

2.7.

Kerangka konsep
Ekstrak sarang semut
(Myrmecodia pedens)

Derajat nekrosis sel tumor


kulit

Gambar 2.4. Kerangka Konsep

2.8.

Hipotesis
Ada pengaruh pemberian ekstrak sarang semut (Mymecodia pedens)

terhadap drajat nekrosis sel tumor kulit

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Jenis penelitian dan rancangan penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental
laboratorium dengan rancangan randomized post test only control group design.

3.2.

Variabel dan definisi operasional

3.2.1. Variabel
3.2.1.1. Variabel bebas
Ekstrak sarang semut (Myrmecodia pedens).
3.2.1.2. Variabel tergantung
Drajat nekrosis sel tumor kulit
3.2.2. Definisi operasional
3.2.2.1. Ekstrak sarang semut
Ekstrak sarang semut adalah ekstrak yang didapat dari tanaman sarang
semut yang dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi. Pelarut yang digunakan
untuk membuat ekstrak sarang semut adalah etanol 96%. Setiap 149 gram serbuk
kering sarang semut akan menghasilkan sebanyak 6,9 gram ekstrak sarang semut.
Dosis yang diberikan adalah dosis yang dikonversikan terhadap dosis mencit
BALB/c yaitu 4 mg/hari, 8 mg/hari, 16 mg/hari diberikan dalam 0,2 ml aquadest
secara peroral dengan sonde setiap hari selama 4 minggu pada mencit jantan strain
BALB/c.
Skala : rasio
3.2.2.2. Derajat nekrosis sel tumor kulit

Nekrosis adalah kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut
atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis). Nekrosis merupakan kolerasi makroskopis dan histologik pada
kematian sel yang terjadi di lingkungan cedera eksogen ireversibel. Dua fenomena
yang secara konsisten menandai keadaan ireversibel, antara lain: yang pertama
adalah ketidakmampuan memperbaiki disfungsi mitokondria (kekurangan
fosfolirasi oksidatif dan pembentukan adenosin triphospat atau ATP), bahkan
setelah resolusi

jejas asal (restorasi aliran darah). Kedua adalah terjadinya

ganguan fungsi membran yang besar. Walaupun deplesi ATP sendiri


memungkinkan kejadian ang letal, buktinya masih diperdebatkan, secara
eksperimental memungkinkan untuk perubahan morfologik dan deplesi ATP, dari
kematian sel yang tidak dapat dihindari.
Skala : ordinal
3.3.

Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi
3.3.1.1.

Populasi target
Semua mencit strain BALB/c jenis kelamin jantan.

3.3.1.2.

Populasi terjangkau

Semua mencit strain BALB/c yang dikembangkan di Laboratorium


Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada.
3.3.2. Sampel
3.3.2.1.
Besar sampel
Besar sampel ideal menurut kriteria WHO (2001) minimal 5 ekor atau lebih
sebagai cadangan jika mati atau drop out saat pemberian perlakuan dalam tiap

kelompok. Dalam penelitian ini besar sampel tiap kelompok adalah 5 ekor.
Jumlah mencit strain BALB/c semua kelompok uji secara keseluruhan adalah 28
ekor.
3.3.2.2.

Kriteria inklusi

1. Mencit strain jantan BALB/c.


2. Mencit strain BALB/c yang telah diaklimatisasi.
3. Sehat : sehat dari pengamatan luar meliputi aktif bergerak, tidak cacat, nafsu
makan normal dan tidak terdapat luka luar.
4. Umur 3 bulan.
5. Berat 15-25 gram.
3.3.2.3.

Kriteria eklusi

1. Tidak tumbuh tumor setelah dilakukan induksi.


2. Selama induksi dan perlakuan mencit tampak sakit (gerak tidak aktif).
3.4.

Instrument dan Bahan Penelitian


3.4.1. Alat untuk pembuatan ekstrak sarang semut
1. Maserator
2. Corong Buchner
3. Kertas saring
4. Tabung reaksi
5. Rotary evaporator
6. Lemari es
7. Freeze drying
3.4.2. Bahan untuk pembuatan ekstrak sarang semut

1. Sarang Semut
2. Aquadest
3. Etanol 96%
3.4.3. Alat untuk induksi DMBA dan TPA
1. Alat pengukur kaliper
2. Alat pemangkas rambut listrik
3. Pinset anatomi 10 cm
4. Alas fiksasi (Girardi et al., 2001).
3.4.5 Alat untuk pembuatan sediaan penelitian dengan pewarnaan H&E
1. Digital Tissue Processor LeicaR
2. Tissue Blocking Leica EG-1160
3. Inkubator suhu56 C MemmertR
4. Mikrotom Leica XM-2135
5. Auto Stainer Leica XLR
6. Kaca objek dan kaca penutup
3.4.6. Alat untuk pengamatan dan dokumentasi sediaan
1. Unit Multi Head Microscope OlympusR
2. Nikon R Digital Net Camera DN 100 + SD Card
3. 1 Unit Personal Computer Intel Pentium R Processor
3.4.7. Bahan untuk induksi DMBA
1. 7,12 - dimetilbenz [a ] antrasena ( DMBA )
2. Aseton
3.4.8. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi rutin

1. Formalin buffer 10%


2. Alkohol 50%, 70%, 80%, 96%, absolute, xylol
3. Parafin cair (Histoplast)
4. Albumin dan Poly-L-Lysine
5. Bahan pengecatan hematoksilin-eosin (HE)
6. Canada balsam dan Entelan
3.5. Cara penelitian
3.5.1. Cara pembuatan ekstrak sarang semut
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
maserasi. Metode maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk kering bahan
dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan pada ekstrak ini adalah
etanol 96%. Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, kuman
sulit tumbuh dalam etanol dengan konsentrasi lebih dari 20%, tidak beracun,
netral, absorbsinya baik. Sarang semut kering dengan berat 500 gram dipotong
kecil-kecil lalu dihaluskan dengan blender dan dihasilkan 486 gram serbuk kering.
Sebanyak 486 gram serbuk kering dimasukkan ke dalam maserator tertutup dan
dibiarkan selama 3 hari. Setelah itu maserat disaring dengan corong Buchner dan
kertas saring dan dipindahkan dari endapan dengan hati-hati. Maserat diuapkan
dengan rotavapor dengan suhu 50oC sehingga diperoleh ekstrak kental (dalam
bentuk pasta). Ekstrak kental yang disimpan dalam lemari es dengan suhu -4 oC
selama 3 hari (Ningsih et al, 2009). Setelah itu, cairan kental tersebut dimasukkan
ke dalam freeze drying sampai mengering
3.5.2. Perhitungan dosis ekstrak sarang semut

Dosis ekstrak sarang semut yang digunakan adalah dosis dengan konversi
dosis lazim ekstrak sarang semut untuk manusia dewasa pada obat ekstak sarang
semut dalam bentuk kapsul terhadap dosis mencit dengan bobot 20 gram. Dosis
lazim untuk manusia dewasa tersebut adalah 3 kali 1-2 kapsul perhari dimana tiap
kapsul mengandung ekstrak sarang semut sebesar 500mg. Sehingga dosis eksrak
sarang semut tersebut perhari adalah sebesar 1500 -3000 mg. Faktor konversi
manusia terhadap mencit 20 gram adalah 0,0026 (Laurence & Bacharach, 2002).
Perhitungan :
Ekstrak sarang semut 1500-3000 mg
Dosis ekstrak sarang semut untuk mencit 20 gram adalah
= 3000 0,0026
= 7,8 mg/hari dibulatkan menjadi 8 mg/hari
Untuk penetapan dosis ekstrak sarang semut selanjutnya menggunakan
setengahnya dan kelipatan dua, maka didapatkan dosis berturut-turut ialah 4
mg/hari, 8 mg/hari, 16 mg/hari
3.5.3. Prosedur induksi DMBA dan TPA
1. Potong rambut pada punggung mencit dengan gunting rambut listrik.
2. Induksi secara topikal 100 L DMBA ke daerah yang telah dipotong rambutnya.
3. Induksi DMBA dilakukan 2 kali seminggu yaitu setiap hari Senin dan Kamis.
4. Setelah dua minggu, induksi secara topikal 100 L TPA ditempat induksi DMBA
sebelumnya. TPA diinduksi setiap hari selama 2 minggu. Induksi TPA
dilakukan bersamaan dengan pemberian ekstrak sarang semut.
5. Pemantauan klinis tumor harus dievaluasi oleh pengamat dengan inspeksi visual.

6. Evaluasi mencit setiap minggunya. Hitung tumor yang teraba sampai diameter 1
mm atau lebih besar dan yang tampak selama dua minggu atau lebih.
7. Untuk mengikuti perkembangan papiloma untuk karsinoma, buatlah bagan daerah
yang

terkena,

lakukan

pemetaan

tumor,

dan

perhatikan

perubahan. Menghitung, mengukur, dan skor tumor sebagai:


a.

papiloma (biasanya exophytic, yaitu tumbuh ke luar, proliferasi yang meluas


ke luar dari permukaan kulit, berbatas tegas, simetris, bertangkai, atau papula
berbentuk kubah, tanpa erosi atau ulserasi), atau

b.

karsinoma (biasanya endophytic, yaitu tumbuh ke bawah, berbatas tidak


tegas, asimetris, tidak bertangkai, atau papula berbentuk donat atau nodul
dengan erosi atau ulserasi) (Girardi et al., 2001).

3.5.4. Pemberian perlakuan


1 Dua puluh empat ekor mencit strain BALB/c jantan berusia 3 bulan dengan berat
badan 15-25 gram dikelompokan dalam 4 kelompok masing masing 6 ekor.
2 Sebelum penelitian, mencit diadaptasikan dengan kondisi laboratorium selama 7
hari untuk penyesuaian dengan lingkungannya.
3 Kemudian perlakuan diberikan selama 2 minggu pada masing-masing kelompok
sebagai berikut :
Kelompok I (K+)
Terdiri dari 6 ekor mencit bertumor yang diberi pakan standar dan aquadest
selama 2 minggu sebagai kontrol.
Kelompok II (PI)

Terdiri dari 6 ekor mencit bertumor yang mendapatkan perlakuan pemberian


ekstrak sarang semut 4 mg/hari selama 2 minggu.
Kelompok III (PII)
Terdiri dari 6 ekor mencit bertumor yang mendapatkan perlakuan pemberian
ekstrak sarang semut 8 mg/hari selama 2 minggu.
Kelompok III (PIII)
Terdiri dari 6 ekor mencit bertumor yang mendapatkan perlakuan pemberian
ekstrak sarang semut 16 mg/hari selama 2 minggu.
3.5.5. Prosedur pembuatan preparat histopatologi
1. Fiksatif berupa larutan formalin 10 % buffer fosfat.
2. Volume fiksatif minimal 5X volume specimen.
3. Dibuat sayatan sejajar dengan pisau tajam berjarak 0,5 2 cm agar fiksatif
merata pada seluruh bagian jaringan luar dan dalam.
4. Kemudian hangatkan parafin cair, pinset dan penutup cetakan.
5. Parafin cair dituangkan kedalam cetakan.
6. Jaringan dari prosessing dimasukan kedalam cetakan yang telah diisi parafin
cair, tekan jaringan agar semakin menempel didasar cetakan.
7. Tutup cetakan diambil, letakkan diatas cetakan dan ditekan dan pasang etiket
dipinggir.
8. Biarkan membeku, setelah beku keluarkan dari cetakan.
9. Rapikan sisi blog. Ganti etiket dengan yang permanen.
10. Pemotongan dengan mikrotom.
11. sebelum pemotongan masukan kedalam plastik yang disi air letekan di freezer
15 menit atau diberi es batu.
12. Blok dijepit pada mikrotom kemudian dengan pisau mikrotom. Kemiringan
30, tebal blok parafin 2-5 mikron.
13. Hasil pemotongan (berupa pita / irisan tipis yang saling bersambung)
dimasukan kedalam waterbath yang diisi air yang sudah dihangatkan 50 C,
kemudian diambil dengan kaca objek (meletakan potongan di waterbath tidak
boleh terbalik).

14. Proses pengecatan, Deparafinisasi : preparat masuk ke Xylol I, II, dan III
masing-masing 3 menit. Setelah itu dilap pinggir jaringan dengan kain kasa.
15. Rehidrasi : preparat masuk ke alcohol 100%, 95%, 80%, 70% masing
masing 2 menit.
16. Preparat masuk ke air mengalir 3 menit (air mengalir ditampung dalam
wadah) sebelumnya celup kedalam dua mangkok air 3 celup.
17. Pengecatan inti 7 menit. Preparat masuk ke dalam Meyer hematoksilin.
18. Preparat masuk ke air mengalir 3 menit (air mengalir ditampung dalam
wadah).
19. Sebelumnya celup ke dalam dua mangkok air 3 celup.
20. Counter stain.
21. Preparat masuk ke larutan eosin 7 celup.
22. Preparat masuk ke air wadah I, II, dan III, 3 celup.
23. Dehidrasi : preparat masuk ke dalam alcohol 70 %, 80 %, 95 %, 100 % 3
celup setelah itu dilap dengan kain kasa sekitar jaringan dan tunggu sampai
kering.
24. Clearing : preparat masuk ke xylol I dan II masing masing 2 menit.
25. Mounting.
26. Preparat diberi 1 tetes entelan dan ditutup dengan objek glass
(Sumarno et al., 2010).
3.5.5. Prosedur

Pembuatan

Preparat

Jaringan

dengan

Pewarnaan

Hematoksilin Eosin (HE)


Adapun cara pembuatan preparat jaringan dengan pewarnaan HE menurut
Sumarno dkk (2012) adalah sebagai berikut:
1. Sediaan jaringan yang didapat kemudian diukur secara makroskopik lalu
dipotong basah yakni pemotongan jaringan tersebut dengan pemotongan
langsung.
2. Setelah pemotongan basah dari jaringan tersebut, jaringan difiksasi dengan
larutan formalin buffer 10%.

3. Dibuat sayatan sejajar dengan pisau tajam berjarak 0,5 2 cm agar fiksatif
merata pada seluruh bagian jaringan luar dan dalam.
4. Kemudian hangatkan parafin cair, pinset dan penutup cetakan
5. Parafin cair dituangkan kedalam cetakan
6. Jaringan dari prosessing dimasukan kedalam cetakan yang telah diisi parafin
cair, tekan jaringan agar semakin menempel didasar cetakan.
7. Tutup cetakan diambil, diletakkan diatas cetakan dan ditekan dan pasang etiket
dipinggir.
8. Biarkan membeku. Setelah beku keluarkan dari cetakan. Rapikan sisi blog.
Ganti etiket dengan yang permanen.
9. Sebelum pemotongan dengan mikrotom masukan kedalam plastik yang disi
air letekan di freezer + 15 menit atau diberi es batu. Blok dijepit pada
mikrotom kemudian dengan

pisau mikrotom. Kemiringan + 30, tebal blok

parafin + 2-5 mikron.


10. Hasil pemotongan (berupa pita/irisan tipis yang saling bersambung)
dimasukan kedalam waerbath yang diisi air yang sudah dihangatkan 50 C,
kemudian diambil dengan kaca objek (meletakan potongan di waterbath tidak
boleh terbalik).
11. Proses pengecatan
12. Deparafinisasi : preparat masuk ke Xylol I, II, dan III masing masing 3
menit. Setelah itu dilap pinggir jaringan dengan kain kasa.
13. Rehidrasi : preparat masuk ke alcohol 100%, 95%, 80%, 70% masing
masing 2 menit

14. Preparat masuk keair mengalir 3 menit (air mengalir ditampung dalam wadah
sebelumnya celup kedalam dua mangkok air 3 celup).
15. Pengecatan inti 7 menit. Preparat masuk ke dalam Meyer hematoksilin
16. Preparat masuk ke air mengalir 3 menit (air mengalir ditampung dalam
wadah)
17. Sebelumnya celup kedalam dua mangkok air 3 celup
18. Counter stain.
19. Preparat masuk ke larutan eosin 7 celup.
20. Preparat masuk ke air wadah I, II, dan III 3 celup.
21. Dehidrasi : preparat masuk ke dalam alcohol 70 %, 80 %, 95 %, 100 % 3
celup setelah itu dilap dengan kain kasa sekitar jaringan dan tunggu sampai
kering.
22. Clearing : preparat masuk ke xylol I dan II masing masing 2 menit
23. Mounting.
24. Preparat diberi 1 tetes entelan dan ditutup dengan objek glass
3.6. Tempat dan waktu
3.6.1. Tempat
Tempat pembuatan ekstrak sarang semut dilakukan di Laboratorium Kimia
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung. Tempat penelitian dan
perlakuan pada hewan coba di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
(LPPT) Universitas Gadjah Mada selama 2 minggu dan dilanjutkan di
Laboratorium Biologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran UNISSULA. Tempat

pembuatan preparat dan analisa jumlah mitosis pada sel tumor kulit bertempat di
Laboratorium Patologi Anatomi UNISSULA.
3.6.2. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2016.
3.7.

Analisis Data
Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk dan uji

homogenitas dengan Levene Statistic dimana didapatkan p < 0,05 pada uji
normalitas sehingga data tidak berdistribusi normal. Karena data tidak
berdistribusi normal, syarat uji Anova tidak terpenuhi, maka dilakukan uji non
parametrik yaitu uji Kruskall-Wallis yang didapatkan nilai p < 0,05, sehingga
paling tidak terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan bermakna.
Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok
mana yang memiliki perbedaan bermakna.

3.8.

Alur Kerja Peneiitian

Minum aquades
+
pakan standar
+
Paparan sinar UV selama 2 minggu

99

Paparan sinar UV dan ekstrak

Anda mungkin juga menyukai