PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi atau anak melalui
perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara menyeluruh
(DepKes RI,2000). Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan
kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan
pendamping ASI yang tidak tepat, ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan
bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung
dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada
anak, khususnya pada anak usia dibawah 5 tahun. (DepKesRI, 2000).
Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi
untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Misalnya,
makan diperlukan untuk memperoleh kebutuhan gizi yang cukup untuk
kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan
dan perkembangan (Santoso, 2004), sementara itu gizi merupakan salah satu
faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi kurang tidak hanya
meningkatkan
angka
kesakitan
dan
kematian,
tetapi
juga
menentukan
Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat terjadi baik pada bayi, anak - anak
maupun orang dewasa, ibu yang sedang mengandung dan sedang menyusui
merupakan golongan yang sangat rawan, usia balita 2 3 tahun merupakan usia
yang sangat rawan karena pada usia ini merupakan masa peralihan dari ASI
ke pengganti ASI atau ke makanan sapihan dan paparan terhadap infeksi mulai
meningkat karena anak mulai aktif sehingga energi yang dibutuhkan relatif tinggi
karena
kecepatan
pertumbuhannya.
Makanan
sapihan
pada
umumnya
yang dalam teori Lawrence Green Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu: faktor predisposisi (predisposing factor) yang mencakup
pengetahuan dan sikap, tradisi dan kepercayaan, system nilai yang dianut, tingkat
pendidikan, tingkat social ekonomi, dan sebagainya. Faktor pemungkin (enabling
factors) mencakup lingkungan dan fasilitas kesehatan dan faktor penguat
(reinforcing
factor)
mencakup
sikap
dan
perilaku
petugas
kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Suprajitno (2004), Tugas keluarga yang ke 3 adalah merawat
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan
yang telah diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau
perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Salah satunya adalah
pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada balita.
1.3
Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan ini, maka dalam penelitian ini hanya akan
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka dapat
diambil rumusan masalah penelitian yaitu bagaimana Tugas Keluarga dalam
Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada balita.
1.5 Tujuan
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui gambaran Tugas keluarga dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) pada balita di Desa Bektiharjo Kecamatan
Semanding.
1.5.2
Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik ibu balita.
2. Mengidentifikasi Tugas keluarga dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) pada balita di Desa Bektiharjo
Kecamatan Semanding.
3. Mengidentifikasi Tugas keluarga dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) pada balita berdasarkan karakteristik
responden (pendidikan) di Desa Bektiharjo Kecamatan Semanding.
4. Mengidentifikasi Tugas keluarga dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) pada balita berdasarkan status gizi balita
di Desa Bektiharjo Kecamatan Semanding.
pendamping ASI (MPASI) pada balita dan dapat digunakan sebagai bahan
informasi untuk pemanfaatan perkembangan balita selanjutnya.
1.6.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan
bagi tenaga kesehatan untuk mengantisipasi terjadinya gizi kurang/gizi buruk
yang disebabkan karena ketidakefektifan Tugas Keluarga dalam pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) pada balita.