Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap hari kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi
(karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan selsel yang rusak (protein). Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai
sumber zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral,
dan air.
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna,
kelezatan, aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang
diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu
macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu
mengonsumsi makanan yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh
tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan
mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari.
Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu
menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa
kita perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan
sayur sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula.
Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk
jenis zat aditif makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi
masih banyak bahan-bahan kimia lain.
Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan
makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa,
memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain.
Penggunaan zat aditif sendiri sudah berlangsung sejak lama di masyarakat,
baik yang sintetis maupun alami. Dan saat ini hampir semua orang sangat
bergantung pada penggunaan zat aditif ini dalam kehidupannya. Dalam industri
makanan dan minuman, zat aditif ini merupakan faktor kunci untuk
menghasilkan produk yang baik dan disenangi konsumen. Sedangkan

penggunaannya untuk keperluan rumah tangga bertujuan untuk meningkatkan


citarasa dari suatu makanan.
B. Tujuan
1.
2.
3.
4.

Mengetahui tentang zat adiktif


Mengetahui macam-macam zat adiktif
Dapat membedakan antara zat adiktif yang baik dan yang buruk
Mengetahui dampak yang terjadi akibat pemakaian zat adiktif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Makanan
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang
dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi. Cairan yang
dipakai untuk maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata 'makanan' juga
bisa dipakai. Kecukupan makanan dapat dinilai dengan status gizi secara
antropometri.
Makanan yang dibutuhkan manusia biasanya diperoleh dari hasil bertani
atau berkebun yang meliputi sumber hewan, dan tumbuhan. Beberapa orang
menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur, dan lainlain. Mereka yang tidak suka memakan daging, dan sejenisnya disebut
vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai makanan pokok
mereka.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa
seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain.
Makanan yang biasa dikonsumsi oleh Manusia
Sumber tumbuhan

Sumber Hewan

Buah

Daging

Sayuran

Telur

Biji Padi-padian

Hasil olahan susu

Biji

Tumbuhan Polong (Buncis,kacang ijo, mijumiju, dan lain-lain.)

Tumbuhan-tumbuhan bumbu
Bumbu
Fungsi Makanan

a. Untuk memperoleh energi


b. Untuk pertumbuhan (sel baru)
c. Menggantikan sel-sel yang rusak
d. Penunjang dan pengatur proses dalam tubuh

B. Zat Aditif
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menkes/PER/XII/76,
yang dimaksud dengan aditif makanan adalah bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.
Termasuk ke dalamnya adalah pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap,
antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental.
Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu:
a. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan
lain sebagainya.
b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bila diliat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti
lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia
yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik
susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya - karoten, asam
askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan
yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walalupun demikian
adakelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga
mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat
karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau
manusia.
Fungsi zat adiktif makanan
Memperbaiki tampilan
Meningkatkan cita rasa
Memperkaya kandungan gizi
Mengawetkan (tidak cepat busuk)
1. Zat adiktif berdasarkan fungsinya
a.

Zat Pengikat Logam

Sekuestran atau zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang


digunakna dalam berbagai pengolahan bahan makanan. Sekusetran dapat
mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan
sifat dan pengaruh jelek logam tersebut dalam bahan. Dengan demikian senyawa
ini dapat membantu menstabilkan warna, cita rasa, dan tekstur.
Logam terdapat dalam bahan alami dalam bentuk senyawa kompleks
misalnya Mg dalam klorofil; Fe sebagai feritin, rufin, porfirin, serta hemoglobin;
Co sebagai vitamin B12; Cu, Zn, dan Mn dalam berbagai enzim. Ion-ion logam
ini dapat terlepas dari ikatan kompleksnya karena hidrolisis maupun degradasi.
Ion logam bebas mudah beraksi dan mengakibatkan perubahan warna,
ketengikan, kekeruhan, maupun perubahan rasa. Sekuestran akan mengikat ion
logam sehingga menjaga kestabilan bahan.
Molekul atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat mengkompleks ion
logam. Karena itulah senyawa-senyawa yang mempunyai dua atau lebih
gugusan fungsional seperti -OH, -SH, -COOH,-PO3H2-C=O, -NR2, -S- dan Odapat mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai. Sekuestran yang paling
sering digunakan dalam bahan makanan adalah asam sitrat dan turunannya,
fosfat, dan garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
Proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan
kompleks ion logam dengan sekuestran. Secara umum keseimbangan itu dapat
ditulis sebagai berikut:
L+S
L
S
LS

LS

= ion logam
= sekuestran (ligan)
= kompleks logam-sekuestran

Ligan atau sekuestran dapat berupa senyawa organik seperti asam sitrat,
EDTA maupun senyawa anorganik seperti polifosfat.
Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan ligan yang mampu
membentuk cincin 5-6 sudut dengan sebuah logam, misalnya ikatan antara
EDTA dengan Ca. Ion logan terkoordinasi dengan pasangan elektron dari atomatom nitrogen EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yang terdapat
pada molekul EDTA.

Selain susunan ruang dan konfigurasi lian yang sesuai dengan ion logam,
pH juga mempengaruhi pembentukan ikatan. Gugus asam karboksilat yang tak
terionisasi bukanlah donor elektron yang baik, sebaliknya ion karboksil
merupakan donor yang baik. Kenaikan pH menyebabkan terdisosiasinya gugus
karboksil sehingga meningkatkan efisiensi pengikatan logam.
Dalam keadaan tertentu, ion hidroksil berikatan dengan ion logam dalam
ikatan tersendiri sehingga menyaingi dan menurunkan efektivitas ligan. Ion
logam tersebut akan terdapat sebagai kompleks hidrat. Kecepatan pembentukan
kelat terganggu karena harus memecahkan kompleks hidrat terlebih dahulu.
Sekuestran atau ligan dapat menghambat proses oksidasi. Senyawa ini
merupakan sinergik antioksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam
yang mengkatalisis proses oksidasi. Dalam penggunaan sekuestran sebagai
sinergik antioksidan harus diperhatikan kelarutannya. Asam dan ester- ester sitrat
(20-30 ppm) dengan propilen glikol larut dalam lemak, sehingga efektif sebagai
sinergik pada semua lemak. Sebaliknya Na2EDTA dan NA2Ca-EDTA hanya
sedikit larut dalam lemak, dan karena itu kurang efektif dalam lemak murni;
tetapi garam- garam EDTA (500 ppm) sangat efektif sebagai antioksidan dalam
sistem emulsi karena adanya fase air yang kontinyu, misalnya untuk
mayonnaise, margarin, dan lain-lain.
Polifosfat dan EDTA digunakan dalam pengolahan ikan kalengan untuk
mencegah pembentukan kristal MgNH4PO4.6H2O yang menyerupai kristla gelas
yang terbentuk selama penyimpanan. Selain itu pengkelat ini dapat membentuk
kompleks dengan Fe, Co, dan Zn; logam- logam ini bila bereaksi dengan sulfida
akan mengakibatkan perubahan warna.
Penambahan sekuestran pada sayuran sebelum diblansir dapat menceah
perubahan warna yang disebabkan oleh logam. Demikian juga sekuestran dapat
melepaskan ion Ca dari pektin dinding sel sehingga menyebabkan sayuran
menjadi lunak.
Asam sitrat dan fosfat yang digunakan dalam minuman selain berfungsi
sebagai asidulan (pengasam) juga berguna untuk mengikat logam yang dapat
mengkatalisis oksidasi komponen cita rasa (terpena) dan warna. Dalam
minuman hasil fermentasi malt, pengkelat akan mengkompleks Cu. Cu bebas

akan mengakibatkan oksidasi senyawa polifenol yang kemudian dengan protein


menyebabkan kekeruhan.
Penggunaan EDTA yang berlebihan dalam bahan makanan akan
menyebabkan tubuh kekurangan Ca dan mineral lain. Hal ini disebabkan EDTA
sangan efektif mengkelat ion logam. Karena itu dalam garam EDTA
ditambahkan juga Ca dalam bentuk garam EDTA dari Na dan Ca.
b. Zat Antikerak
Zat antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbetuk tepung atau
yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya. Zat antikerak
akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan atau
membentuk campuran senyawa yang tak dapat larut.
Zat antikerak yang umum digunakan dalam pengolahan pangan adalah
kalsium silikat, CaSiO3. XH2. Kalsium silikat digunakan untuk mencegah
pergeraka kue soda dengan konsentrasi 5% atau mencegah pergerakan garam
meja dengan konsentrasi 2%.
Selain itu Ca- silikat juga efektif menyerap minyak dan senyawa organik
nonpolar lainnya. Karena itulah Ca-silikat sering dipakai dalam campuran
tepung maupun rempah-rempah yang mengandung minyak atsiri.
Ca-stearat sering kali ditambahkan pada bahan tepung untuk mencegah
penggumpalan selama proses pengolahan dan agar tidak larut dalam air. Castearat ini dapat melekat dan melapisi partikel bahan sehingga tidak akan larut
dalam air. Tepung stearat mempunyai volume kecil dengan permukaan yang luas
sehingga dangat ekonomis digunakan sebagai bahan antikerak (0,5%-2,5%).
Zat antikerak lainnya yang digunakan dalam industri pangan adalah Nasilikoaluminat, Ca3(PO4)2, Mg-silikat, dan MgCO3. Senyawa- senyawa ini tidak
larut dalam air, tetapi mempunyai daya serap air yang berbeda. Nahan antikerak
ini tidak bersifat toksik dan ikut termetabolisasi oleh tubuh sejauh batas jumlah
yang diperbolehkan dalam makanan.
c.

Zat Pemantap
Jaringan sel tanaman keras terutama disebabkan adanya ikatan molekuler

antargugus karboksil bebas pada komponen penyusun dinding sel, yaitu pektin.
7

Proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat melunakkan jaringan sel


tanaman tersebut sehingga produk yang diperoleh mempunyai tekstur yang
lunak.
Untuk memperoleh tekstur yang keras, dapat ditambahkan garam Ca (0,1%0,25% sebagai ion Ca). Ion kalsium akan berikatan dengan pektin membentuk
Ca-pektinat atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya, untuk maksud
tersebut digunakan garam- garam Ca seperti CaCl2, Ca-sitrat, CaSO4, Calaktat,
dan Ca-monofosfat. Hanya sayangnya, garam- garam kalsium ini kelarutannya
rendah dan rasanya pahit.
Ion trivalen seperti Al3+ dalam bentuk NaAl(SO4)2.12H2O, KalSO4,
Al2(SO4).18H2O, biasa digunakan pada pembuatan pikel ketimun dengan
melarutkan garam tersebut dalam larutan garam sebelum fermentasi. Tujuannya
adalah agar tekstur pikel yang diperoleh tetap keras dan renyah. Ion trivalen
diduga membentuk kompleks dengan senyawa-senyawa pektin menghasilkan
jaringan yang keras. Tetapi Al2(SO4)3 ternyata memperlunak pikel segar dan
mencegah pengerasan jaringan sel pada larutan pH rendah.
d. Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan
minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti
kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari
buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi.
Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami
risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya
menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu
tinggi.
2) Zat pemanis sintetik merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis
atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut,
sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. Umumnya
zat pemanis sintetik mempunyai struktur kimia yang berbeda dengan struktur
polihidrat gula alam.

Di Indonesia penggunaan siklamat masih diijinkan, tetapi sebenarnya hasil


metabolisme siklimat yaitu sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik;
pembuangan sikoheksamina melalui urin dapat merangsang tumbuhnya tumor
kandung kemih pada tikus.
Walaupun demikian, uji ulang siklamat yang dilakukan terhadap beberapa
galur tikus dan hamster ternyata menunjukkan hasil negatif terhadap sifat
merangsang terjadinya tumor kandung kemih.
Zat pemanis sintetik yang kini banyak digunakan dalam makanan dan
minuman adalah garam Ca- atau Na-sakarin. Penggunaan sakarin tergantung dari
intensitas kemanisan yang dikehendaki. Pada konsentrasi tinggi, sakarin akan
menimbulkan rasa pahit getir. Kemanisan sakarin empat ratus kali lebih besar
dari kemanisan larutan sukrosa 10%.
Dari hasil penelitian di Kanada, didapat bahwa penggunaan 5% sekarin
dalan ransum tikus dapat merangsang terjadinya tumor di kandung kemih.
Dengan alasan tersebut telah diusahakan larangan pengunaan sakarin dalam diet
food and beverages. Pelarangan ini ditunda untuk mendapatkan data lebih lanjut.
Pemanis Sintetis

e.

Aspartam
Sakarin
Sukralosa

Tingkat Kemanisan Relatif


terhadap glukosa
160
500
600

P-4000

4000

Neotam

13.000

Zat Penjernih Larutan


Masalah yang utama dalam pembuatan bir, anggur dan sari buah adalah

timbulnya kekeruhan, pengendapan, dan okidasi yang menyebabkan perubahan


warna. Senyawa kimia yang bertanggung jawab atas terjadinya perubahan
tersebut

terutama

golongan

fenol

seperti

antosianin,

flavonoid,

leukoantosianogen, dan tanin. Protein atau pektin bereaksi dengan polifenol


membentuk koloid yang menimbulkan kekeruhan. Untuk menghilangkan
kekeruhan itu dapat dipakai enzim yang menghdirolisis protein atau pektin,
tetapi kadang- kadang terbentuk busa bila kadar enzim terlalu banyak. Karena

itu lebih sering dipakai bahan penjernih dan adsorben yang dapat menyerap
polifenol atau protein.
Daya larut zat penjernih sangat menentukan efektivitas bahan. Makin kecil
daya larutnya, makin besar daya serap absorben terhadap partikel- partikel
tersuspensi seperti kompleks tanin-protein.
Bentonit adalah zat penjernih yang digunakan dalam anggur untuk
mencegah pengendapan protein. Bentonit menyerap protein karena adanya tarikmenarik antara muatan negatif dari silikat yang dikandung bentonit dengan
muatan positif protein. Partikel bentonit yang telah menyerap protein dapat juga
menyerap tanin dan fenol lainnya. Kemudian dengan penyaringan dapat
dipisahkan koloid- koloid yang telah terendapkan ini.
Untuk menjernihkan minuman sering kali digunakan senyawa golongan
protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin pada sari buah akan membentuk
kompleks gelatin-tanin yang dapat diendapkan kemudian dipisahkan. Pada sari
buah dengan kandungan polifenol rendah, ditambahkan asam tanat atau tanin
untuk mempermudah pengendapan gelatin tersebut.
Pada konsentrasi rendah, gelatin dan bahan penjernih yang bersifat larut
lainnya bertindak sebagai koloid pelindung. Sedangkan pada konsentrasi tinggi
bahan-bahan tersebut akan menyebabkan pengendapan, tetapi bila konsentrasi
terlalu tinggi bahan tersebut tidak apat menyebabkan pengendapan lagi.
Bahan penjernih lainnya yang sering digunakan adalah arang aktif. Tetapi
arang aktif selain menyerap molekul-molekul yang besar, juga dapat menyerap
molekul- molekul kecil seperti pigmen dan senyawa lain yang penting artinya
dalam cita rasa. Tanin dapat juga digunakan untuk mengendapkan protein, tetapi
penggunaan tanin kadang-kadang menimbulkan akibat yang kurang baik, yaitu
dapat mengendapkan berbagai senyawa yang diperlukan dalam bahan.
f.

Zat Pemucat
Tepung terigu yang berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastik. Bila

dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik. Untuk memperoleh
terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih kurang enam minggu.
Selama masa pemeraman tersebut, bahan-bahan yang menyebabkan sifat lekat

10

dan juga pigmen karotenoid akan teroksidasi sehingga akan diperoleh tepung
terigu yang berwarna putih dan dengan daya kembang yang baik.
Tentu saja proses ini sangat tidak praktis. Untuk mempercepat proses
tersebut biasanya ditambahkan zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat oksidator.
Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi
pigmen karotenoid kan menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus silfihidril dalam gluten
menjadi ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer
protein yang panjang, lurus, dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang saling
melekat. Lapisan-lapisan tersebut dapat menahan gelembung udara, karena
itulah roti akan mengembang.
Di samping zat pemucat yang berfungsi sebagai pemucat saja, ada juga yang
berfungsi meningkatkan daya mengembang terigu, dan ada yang berfungsi
keduanya. Misalnya benzoil peroksida (C6H5CO2) bersifat memucatkan terigu
saja. KbrO3, Ca(IO3)2, dan CaO2 bersifat hanya meningkatkan daya mengembang
terigu. Sedangkan gas Cl2, ClO2, nitrosil klorida (NOCl), dan nitrogen oksida
berfungsi ganda. Yang terakhir ini berwujud gas dan segera aktif begitu
berhubungan dengan terigu.
Dalam penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus
diperhatikan jumlahnya. Pemakaian yang berlebihan akan menghasilkan adonan
roti yang pecah-pecah dan butirannya tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan
volumenya menyusut.
g.

Asidulan, Zat Pengasam


Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan

pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat


bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang
tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan
bertindak sebagai bahan pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang
dihasilkannya mempermudah proses pengolahan. Bahan ini bersifat sinergis
terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan browning.

11

Asam kadang-kadang ditambahkan pada buah-buahan dan sayuran yang pH


nya sedang dengan tujuan menurunkan pH sampai dibawah 4,5. Dengan
penurunan pH ini maka suhu sterilisasi yang dibutuhkan juga akan lebih rendah
dan kemungkinan tumbuhnya mikroba berbahaya akan lebih kecil.
Garam asam kalium tartrat digunakan dalam pembuatan kembang gula dan
coklat untuk mengurangi hidrolisis atau inversi sukrosa. Dengan adanya gula
pereduksi yang rasanya lebih manis tersebut pembentukan kristal sukrosa akan
terhambat.
Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah untuk
memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasa- rasa
lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H + atau ion hidrogenium
H3O+.
Asam yang banyak digunakan pada bahan makanan adalah asam organik
seperti asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam
suksinat, dan asam tartrat. Sedangkan satu-satunya asam organik yang
digunakan sebagai pengasam makanan adalag asam fosfat. Asam anorganik lain
seperti HCl dan H2O4 mempunyai derajat disosiasi yang tinggi sehingga
berakibat kurang baik bagi mutu produk akhir.
Selain untuk tujuan di atas, ada beberapa macam asam dan senyawa bersifat
asam yang berfungsi sebagai bahan pengawet, bahan pengembang adonan,
pengkelat, dan lain-lain.
h. Pengembang Adonan
Beberapa senyawa kimia akan terurai dengan meghasilkan gas dalam
adonan roti. Selama pembakaran, volume gas bersama dengan udara dan uap air
yang ikut terperangkap dalam adonan akan mengembang, sehingga diperoleh
roti dengan struktur berpori- pori. Senyawa kimia tersebut terdapat dalam tepung
terigu yang sudah diperam, tepung adonan, dan tepung soda kue.
Bahan pengembang adonan yang sekarang dipakai menggunakan bahanbahan kimia yang dapat menghasilkan gas CO2. Gas ini diperoleh dari garam
karbonat atau garam bikarbonat. Bahan pengembang yang umum digunakan
adalag natrium bikarbonat (NaHCO3). Kadang- kadang garam amonium
karbonat atau amonium bikarbonat juga digunakan, tetapi garam- garam ini
12

terurai pada suhu tinggi. Garam KHCO3 jarang digunakan karena bersifat
higroskopik dan sedikit menimbulkan rasa pahit.
Bahan asam pengembang mempunyai kelarutan dalam air yang berbedabeda. Pada suhu bias larutannya dalam air akan menentukan kecepatannya dalam
melepaskan gas CO2. Berdasar kecepatannya, bahan pengembng adonan dapat
dibagi atas bermacam- macam kelas dengan aktivitas cepat atau lambat.
Misalnya senyawa yang mudah larut akan melepaskan CO2 dengan cepat,
sebaliknya yang sulit larut akan lambat melepaskan CO2.
Kecepatan pelepasan CO2 oleh bahan pengmbang akan mempengaruhi
tekstur produk. Kecepatan ini meningkat bila suhu bertambah tinggi. Bahan
pengembang asonan yang sekarang banyak digunakan adalah garam asam Ktartrat, Na-aluminiumsulfat, glukano--lakton, serta garam-garam fosfat.
Tepung soda kue merupakan bahan pengembang adonan yang umu
digunakan dalam pembuatan roti. Bahan ini terdiri dari NaHCO3, dan tepung.
Ada dua macam soda kue, yaitu soda kue dengan aktivitas cepat yang disebut
juga aktivitas tinggi dan soda kue dengan aktivitas lambat atau disebut juga
aktivitas ganda. Perbedaan antara keduanya adalah pada mudah tidaknya
komponen asam atau pembentuk asam larut dalam air dingin.
Pemilihan jenis soda kue akan mempengaruhi elastisitas dan plastisitas
adonan. Soda kue aktivitas lambat yang melepaskan CO2 setelah adonan
terbentuk akan menghasilkan retak- retak pada tepi biskuit. Bila dipergunakan
suhu awal pembakaran roti rendah, maka akan diperoleh volume produk yang
lebih besar. Tetapi bila kenaikan suhu kurang cepat, volume yang diperoleh akan
lebih kecil. Untuk menghindari hal yang merugikan tersebut sebaiknya
digunakan suhu pembakarang yang merata.
i.

Zat Pengawet
Zat pengawet berfungsi

untuk menghalang pembiakan mikroorganisma

supaya makanan tahan lebih lama tanpa rusak. Zat pengawet terdiri dari senyawa
organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas
bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri,
khamir, ataupun kapang.
1) Zat Pengawet Organik
13

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentyk asam
maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan
pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan
epoksida.
Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan
mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya garam Nadan K-sorbat. Sorbat terutama digunakan untyk mencegah pertumbuhan kapang
dan bakteri. Sorbak aktif pada pH di atas 6,5 dan kekatifannya menurun dengan
meningkatnya pH.
Mekanisme asam sorbat dalam mencegah pertumbuhan mikroba adalah
dengan mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur diena pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim
tersebut. Sebaliknya hean tingkat tinggi dapat memetabolisasi asam sorbat
seperti asam lemak biasa.
Asam propionat (CH3CH2COOH) yang mempunyai struktur yang terdiri
dari tiga atom karbon tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba. Hewan tingkat
tinggi dan manusia dapat memetabolisasi asam propionat ini seperti asam lemak
biasa. Propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam Na dan Ca nya, dan
bentuk efektifnya adalah bentuk molekul tak terdisosiasi. Propionat efektif
terhadap kapang dan beberapa khamir pada pH di atas 5.
Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas
penggunaanya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini
digunakan untuk mencegh pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif
pada pH 2,5- 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan
dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai
menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi.
Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat,
sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan beraksi
dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam
benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu
manis.

14

Cuka adalah larutan 4% asam asetat dalam air dan sering digunakan sebagai
bahan pengawet dalam roti untuk mencegah pertumbuhan kapang. Sebaliknya,
asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhn khamir. Cuka aktivitasny alebih
besar pada pH rendah.
2) Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan
nitrit.
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit,
dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang
tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih
mudah menembus dinding sel mikroba, beraksi dengan asetaldehida membentuk
senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfinat yang
dapat menghambat mekanisme pernafasan.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan dalam proses curing daging untuk
memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan
natrium nitrit sebagai pengawet dan untuk mempertahankan warna daging atau
ikan, ternyata menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Nitrit dapat
berikatan dengan amino ata amida dan membentuk turunan nitrosiamin yang
bersifat toksik.
Bahaya pengawet
Pemakaian Natrium benzoat secara berlebihan dapat mengakibatkan
gangguan syaraf dan alergi
pemakaian natrium nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan kanker.
Boraks dan formalin dapat mengakibatkan keracunan, gatal-gatal, iritasi
paru-paru, gangguan sistem pencernaan dan kematian.

j.

Zat Pewarna
Zat pewarana makanan adalah zat yang sering digunakan untuk memberikan

efek warna pada makanan sehingga makanan terlihat lebih menarik sehingga

15

menimbulkan selera orang untuk mencicipinya. Menurut Winarno (1995), yang


dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
kelihatan

lebih

menarik.

Menurut

PERMENKES

RI

No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan


yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan. Warna pada
makanan merupakan indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna
makanan dapat diperoleh dari bahan alam atau dari bahan buatan.
Ada 2 jenis yang digunakan, yaitu :
1) Alami, pewarna alami biasanya berasal dari tanaman dan tidak mengandung

senyawa sintesis.
Kuning Kunyit
Hijau Daun suji
Coklat Buah coklat
Merah coklat daun jati
Kuning-merah wortel
Kelebihan dari pewarna alami : aman dikonsumsi, menghasilkan aroma

yang enak dan khas selain warnanya.


Kekurangan : pilihan warnanya terbatas dan warnanya tidak tajam seperti
pewarna Sintetis, tidak praktis.
2) Sintetis,
Tartrazin (kuning),
Amaranth merah,
Sunset yellow orange,
Briliant blue FCF biru
Kelebihan dari penggunaan pewarna sintesis : Pilihan warna banyak, praktis
Kekurangan : Tidak menghasilkan aroma, Ada pewarna yang tidak cocok
untuk makanan dan beresiko menimbulkan penyakit.
Beberapa pewarna sintetis sudah dilarang digunakan untuk

makanan,

misalnya :
Rodhamin B, Karena menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker
hati.

16

Metanil yellow, Menyebabkan : iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada


kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih.
2. Dampak yang timbul akibat penggunaan zat aditif
a. Dampak Positif penggunaan zat aditif.
Penggunaan zat aditif memiliki keuntungan meningkatkan mutu makanan
dan pengaruh negatif bahan tambahan pangan terhadap kesehatan. Agar
makanan dapat tersedia dalam bentuk yang lebih menarik dengan rasa yang
enak, rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan
makanan atau dikenal dengan nama lain food additive. Zat aditif juga
menambah rasa dan membuat makanan terlihat lebih menarik secara visual,
mencegah makanan dari rak menjadi basi dan meningkatkan kehidupan,
mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur yang menyebabkan keracunan
makanan.
b.

Dampak Negatif penggunaan zat aditif.


Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis,

apalagi bahan aditif buatan atau sintetis. Penyakit yang biasa timbul dalam
jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker,
kerusakan ginjal, dan lain-lain. Zat aditif juga dapat menyebabkan reaksi alergi
terhadap orang-orang seperti diare, ruam kulit, gangguan perut, nyeri dada,
asma, sensasi kesemutan, mual atau meningkatnya panas tubuh.
Efek samping bahan kimia makanan
Pemanis: Sakarin dan siklamat dapat menyebabkan kanker. Sorbitol (tidak
terurai dalam mulut) sehingga tidak merusak gigi, tetapi pemakaian yang

berlebihan dapat mengakibatkan diare.


Pewarna: Rhodamine B (warna merah) dan metanil yellow (warna kuning)

memicu timbulnya kanker.


Penyedap: MSG yang berlebihan dapat menyebabkan sesak nafas, sakit
dada, pusing, dan mudah letih. Gejala penyakit ini disebut Chinese
Restaurant Syndrome.

3. Upaya Mengurangi Dampak Negatif Pada Makanan


Memeriksa kemasan makanan untuk melihat kebocoran, karat, adanya jamur
atau cacat lainnya.

17

Memeriksa nomor registrasi dari Badan POM. Adanya nomor registrasi dari
Badan POM menunjukkan bahwa makanan tersebut telah lolos uji dan aman
untuk dikonsumsi.
Memeriksa tanggal kadaluwarsa yang tertera pada kemasan makanan.
Tanggal ini menunjukkan bahwa makanan masih aman dikonsumsi sebelum
tanggal tersebut.
Memeriksa kandungan bahan kima yang ada dalam makanan.
Memeriksa label halal pada kemasan makanan. Hal ini terutama untuk orangorang yang menghindari mengkonsumsi bahan makanan yang dilarang oleh
agamanya.

BAB III
KESIMPULAN
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna,
kelezatan, aroma, atau kesegarannya. Tetapi, tergantung pada kandungan zat
yang diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila
mengandung satu macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Dan untuk
menambah selera makan / kelezatan makanan biasanya kita menambahkan zat
tambahan kedalamm akanan, misalnya garam dan gula. Keduanya termasuk
kedalam zat aditif, tetapi zat aditif bukan hanya garam dan gula saja tetapi masih
banyak zat aditif yang lain.
Zat aditif adalah bahan tambahan yang ditambahkan dan dicampurkan
sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu makanan. Zat aditif
dibagi menjadi dua bagian, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja, dan
berdasarkan asal didapatnya, aditif dibedakan atas aditif alamiah dan aditif

18

sintetis. Kedua aditif ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus tetap
diwaspadai karena sebagaimana awalnya bahan tambahan dipakai hanya untuk
meningkatkan mutu dan bukan bahan dasar dalam pembuatan makanan.
Zat aditif berdasarkan fungsinya yaitu zat pengikat logam, zat antikerak, zat
pemantap, zat pemanis sintetik, zat penjernih larutan, zat pemucat, zat
pengasam, pengembang adonan, zat pengawet, zat pewarna

DAFTAR PUSTAKA

Alimi, M., 1986.Pengaruh Bahan Pengawet Makanan Natrium Benzoat


Terhadap Organ Tubuh Parasitomatosa Pada Mencit (Musculus), Laporan
Hasil Penelitian, IPB, Bogor
Anonimus, 1988. Peraturan Menteri Kesehatan, RI No 722/MenKes/1988,
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta
Apriyantono, A,.Fardiaz D., Puspitasari N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto S.,
1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Panga dan Gizi IPB, Bogor
Branen, A. L., Davidson P.M., and Salminen S., 1990, Food Additives, Marcel
Dekker Inc., New York

19

Winarno, F. G. dan Titi S.R, 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Minuman, Penerbit PT Pustaka Harapan, Jakarta
Adnan M, 1997, Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan Edisi I,
PenerbitAndi, Yogyakarta, 10-111
Afrianti, L. H., 2008, Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Alfabeta,
Bandung, 122-123; 138-139; 141.
Aantarwulan, N., Kusnandar, F., danHerawati, D., 2011, Analisis Pangan,
Penerbit Dian rakyat, Jakarta
Cahyadi, W., 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai