Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan mulai berlaku mulai
akhir 2015 adalah sebuah kenyataan. Dengan diberlakukannya MEA maka
negara-negara yang bergabung di dalamnya dimungkinkan untuk menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara anggotanya lainnya sehingga kompetisi akan semakin ketat. MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Selain dampak aliran barang dan jasa, MEA juga diharapkan memperbesar arus investasi dan modal. Ini yang diharapkan oleh Indonesia yang sekarang sedang giat membangun. Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan, sebelum secara resmi MEA diterapkan pun banyak dokter dan tenaga kesehatan asing sudah mulai membuka praktek di Indonesia. Demikian juga rumah sakit modal asing pun sudah mulai umum ditemui di kota-kota besar di Indonesia. Dengan situasi tersebut, bagaimanakah kesiapan dokter-dokter di Indonesia menghadapi kenyaan ini? Dari sudut pandang optimistis, MEA adalah kesempatan bagi kalangan medis Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan daya saingnya sehingga tetap diperhitungkan oleh konsumen kesehatan Indonesia. Meski pandangan pesimistis juga ada: tersingkirnya dokter dan tenaga kesehatan Indonesia dari arena pelayanan kesehatan. Pesimisme ini selayaknya menjadi motivasi bagi kita semua yang bekerja di sektor kesehatan untuk terus maju dan memperbaiki diri. Apapun kenyataannya, yang harus ditekankan adalah kepentingan pasien harus didahulukan di atas segalanya. Sebagai manusia, semua pasien tanpa kecuali berhak untuk memperoleh pelayanan dan perawatan paripurna dari dokter. Untuk menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
paripurna
tersebut
dibutuhkan
kompetensi tertentu, yakni kompetensi integratif dan kompetensi klinik.
Kompetensi integratif adalah disiplin ilmu yang perlu dikuasai oleh setiap dokter agar dapat menerapkan pengetahuannya sebaik mungkin untuk memecahkan masalah pasien secara efektif. Kompetensi integratif ada 3 jenis. Pertama, kompetensi integratif yang berisi nilai luhur, nilai-nilai fundamental yang diperlukan oleh setiap dokter, yaitu kemampuan untuk memadukan pendekatan humanistik terhadap pasien yang
disertai dengan profesionalisme tinggi dan pertimbangan etika. Manusia bukan
hanya merupakan kumpulan organ, dan karena itu pasien bukan hanya organ yang sakit atau kumpulan organ yang sakit. Di luar faktor fisiknya pasien, seperti halnya juga dokter, adalah makhluk yang dikaruniai kecerdasan, akal budi, dan spiritualitas.
Pengalaman
dan
persepsi
pasien
mengenai
situasi
yang
melingkupinya perlu mendapatkan apresiasi yang wajar dari dokter yang
merawatnya. Hanya dengan kepekaan tinggi seorang dokter dapat membangun empati terhadap pasien. Ada tidaknya empati, akan sangat berpengaruh dalam persepsi pasien mengenai kualitas pengobatan yang diterimanya. Kompetensi integratif kedua adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter sebagai seorang profesional, yaitu antara lain kemampuan untuk selalu belajar terus-menerus, memahami epidemiologi klinik, cara berpikir kritis dan kemampuan manajerial yang berkualitas. Kompetensi integratif ketiga diperlukan dokter dalam praktek sehari-hari. Hal ini termasuk asuhan pengobatan di rumah, serta manajemen informasi. Evidence-based Medicine (EBM) yang menjadi kecenderungan baru dalam bidang pengobatan sangat didukung oleh teknologi komputer dan informatika. Karena itu hampir tidak ada alasan bagi dokter-dokter baru untuk ketinggalan di bidang ini. Kompetensi klinik, di sisi lain, adalah kompetensi mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai topik klinik. Untuk Penyakit Dalam, misalnya, topik klinik yang dimaksud antara lain kardiologi, pulmonologi, hematologionkologi medik, metabolik endokrin, hepatologi, gastroenterologi, geriatri, ginjal hipertensi dan lain lain. Kompetensi seorang dokter yang baik, dengan demikian, tidak hanya melibatkan kemampuan untuk menegakkan diagnosis dan menetapkan prosedur pengobatan yang tepat guna dan berhasil guna. Kompetensi seorang dokter juga mensyaratkan kemampuan untuk bekerja sama dengan dokter lain. Segenap kemampuan tersebut diarahkan tidak hanya menyembuhkan pasien, tapi juga menghilangkan penderitaan dan tekanan yang dialami pasien karena kondisinya.