Referat Retardasi Mental
Referat Retardasi Mental
Disusun oleh:
Bima Taruna Sakti 11310073
Dokter Pembimbing:
DR. M. Joesoef Simbolon, DSJ, DSJAR
I.
DEFINISI
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah
suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah
intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo =
kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku
adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah
suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna
baik dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam
keterampilan konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah
sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2
II.
ETIOLOGI
a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta
anomali fisik yang beragam.1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun),
resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100
kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down.
Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat.,
hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down
relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates.
Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra
yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang
pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan
lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking
pendek dan melengkung ke dalam.1
tangan dan kaki yang kecil. Anak anak dengan sindrom ini seringkali memiliki
perilaku oposisional yang menyimpang.1
(PKU)
merupakan
gangguan
yang
menghambat
1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang
telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU
adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek
metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah
fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya
atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan
tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi
beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun
gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan
perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit
ditangani.
Mereka
seringkali
memiliki
temper
tantrum
dan
seringkali
menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme
memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau
skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau
tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak
kesulitan perceptual.1
Gambar 3. Phenylketouria
c. Faktor Prenatal
Beberapa
kasus
retardasi
mental
disebabkan
oleh
infeksi
dan
dalam
keluarga
yag
miskin
dan
kekurangan
secara
stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian
menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan
gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami
gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir
menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampialan motorik dan
gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi mental.1
III.
DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan
karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah
besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum
bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap
individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada
penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat
dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area
keterampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana)
pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan
kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang
tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan
dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai
retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan
penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik
yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu
hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan
petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang
keabsahan permasalahan lintas budaya.2
3.
318
Diagnosis
sendiri
tidak
menyebutkan
penyebab
ataupun
riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan
herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional
di rumah, dan fungsi intelektual pasien.1
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah
sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal
pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin
dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan
pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan
pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh
dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai
bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai
pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan
pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses
diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan
pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian
pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti
klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus
diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan
pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien
(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan,
introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan
pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual)
harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan
keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan
kemauan menggali hal yang tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal
kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang
V.
DIAGNOSIS BANDING
Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan
yang berat (retardasi mental ini reversibel bila diberi rangsangan yang baik secara
dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira
menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan cerebral palsy
membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan
emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh.
early infantile dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip
retardasi mental.
VI.
PENATALAKSANAAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan
berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1
A. Pencegahan Primer
Pencegahan
primer
merupakan
tindakan
yang
dilakukan
untuk
dan
endokrin
herediter, seperti
PKU
dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan
terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan
perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang
terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang
dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus
termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif,
latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus
dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi
kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan
retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan
mendapatkan umpan balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas
dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi
mungkin berguna.
medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi
mental:
Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna
dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri.
o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan
perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan
sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri
sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang
juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine
(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien
retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental
menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian
kontinu medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penhambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan
menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat
ditetapkan sebagai manjur.
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dalam referat ini disimpulkan bahwa
retardasi mental merupakan suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social yang dapat didiagnosis
berdasarkan :
1.
Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas
Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003