Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1. Skenario Kasus
Seorang anak berumur 9 tahun bernama Sissy dibawa oleh ayah dan
ibunya ke klinik dokter gigi umum. Ayah dan ibunya ingin agar dilakukan
perawatan pada gigi anaknya yang maju dan susunannya tidak rapi. Sang ibu
bercerita bahwa Sissy tidak dapat berbicara dengan jelas dan nafasnya terengahengah saat bicara. Dari pemeriksaan intraoral didapatkan adanya maloklusi Angle
kelas II divisi 1, susunan gigi-gigi rahang atas tidak teratur, dan adanya gigi
mesiodens di palatal interdental gigi 11 dan 21. Pemeriksaan ekstraoral
menunjukkan adanya pertumbuhan wajah abnormal dan inkompetensi bibir. Dari
pemeriksaan cotton butterfly diketahui bahwa anak memiliki kebiasaan bernafas
lewat mulut.

2. Pemeriksaan Subjektif
Terlihat anak masuk ke dalam ruang praktik dokter gigi, secara umum
tampak postur tubuh anak normal, anak terlihat sehat namun sedikit pendiam,
bentuk dan pertumbuhan wajah anak abnormal, serta terdapat inkompetensi bibir.
Kemudian dokter berkenalan dan melakukan anamnesis.
Anamnesis pada Anak
D : Selamat pagi adik, namanya siapa?
P : Siisssyy.. dok (terengah-engah)
D : apanya yang sakit dik? Sini cerita sama bu dokter
P : mmm.... ngomongnya gak jelas dok, giginya berantakan,
D : ooh gitu, memang umurnya sudah berapa? Sekolahnya dimana?
P : sembilan taun dok, di SD Budi Mulia
D : ooh iya tidak apa-apa, nanti dokter bantu ya.. Kamu sudah pernah ke dokter
gigi sebelumnya?
P : Belum dok, soalnya giginya gak sakit
D : Mulutnya suka kering dik?
P : iya dok, kalau tidur apalagi jadi sering haus
Anamnesis pada orang tua
D : Selamat pagi bapak ibu, ada keluhan apa sampai membawa Sissy kesini?
B : Begini dok, Sissy ini giginya maju dan gak beraturan ee, trus kalo ngomong
rada gak jelas dan ngos-ngosan, padahal udah makin gede, perempuan pula, saya
dan ibu jadi khawatir
D : Selain itu, keluhannya apa lagi ya pak, bu?
I : Kurang ngerti dok, tapi mulutnya suka kering, dikit-dikit haus apalagi tengah
malem dok
2

D : Kalau keseharian Sissy sekarang bagaimana bu?


I : Aduh saya gak tau dok, saya dan bapak sibuk. Cuma kata gurunya Sissy ini
gak suka ngomong kalau di sekolah dok
D : Ooh, Bapak dan Ibu kerjanya apa kalau boleh tahu?
B : Saya dosen dok, kalau ibu sendiri kerja di apotek
D : Maaf sebelumnya bapak ibu, pernah punya penyakit tidak?
B : saya menderita hipertensi sejak tahun lalu dok, ibu gak sakit apa-apa, tapi
giginya pernah ditambel
D : Oh seperti itu, baik selanjutnya saya akan melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu ya pak,bu
Dari pencatatan rekam medis dan hasil anamnesis dapat diperoleh data klinis
subjektif sebagai berikut :
Gejala-Gejala Subjektif
Chief
Gigi pada rahang atas anak maju dan tidak rapi sehingga jika
Complaint
Riwayat

berbicara menjadi kurang jelas dan terengah-engah


Keluhan terjadi hingga sekarang
Kebiasaan bernapas lewat mulut
Mulut kering, mudah haus

Riwayat Pasien

Riwayat Sosial

Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan ayah
Pekerjaan ibu
Gangguan sosial
Riwayat

Sissy Prasasya
9 tahun
Jalan Kranggan 12A, Yogyakarta
Dosen
Apoteker
Pendiam karena jika berbicara

kurang jelas dan terengah-engah


kesehatan Tidak pernah ke dokter gigi,

gigi

Riwayat Gigi

pertumbuhan gigi rahang atas tidak

teratur dan maju


Sikap anak terhadap Kooperatif
perawatan gigi
Sikap
orang
terhadap

tua Kooperatif

perawatan

gigi
Riwayat Medis

Tidak ada riwayat penyakit sistemik

Riwayat

Umum
Gigi

Keluarga

Ayah menderita hipertensi


Beberapa gigi ibu sudah ditambal

C. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral berupa pemeriksaan bentuk kepala, simetri wajah, tipe
wajah, tipe profil, bibir, fungsi bicara, serta kebiasaan buruk.
a. Bentuk kepala
Bentuk kepala berhubungan dengan bentuk wajah, palatum maupun bentuk
lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3 yaitu : dolisefalik (panjang dan sempit),
mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan pendek). Indeks untuk
kepala yang dolisefalik adalah 0,75 sedangkan yang brakisefalik 0,80,
mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik antara 0,76-0,79. Indeks
kranial merupakan istilah untuk pengukuran indeks tengkorak kering sedangkan
indeks sefalik digunakan untuk pengukuran pada kepala manusia yang masih
hidup.
(Brakely, 1993)
b. Asimetri Wajah
Wajah pasien dapat dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar
mata, hidung dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau simetri dan
proporsi ukuran vertikal. Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka
pasien dari depan bila terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya
asimetri rahang terhadap muka secara keseluruhan.
Pemeriksaan wajah dari arah depan :
1) Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah
yang besar kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang tetapi
kadang-kadang juga tidak, tergantung pada lebar wajah.
2) Perlu juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model
studi. Hal ini perlu untuk menentukan pergeseran median lengkung geligi
terhadap wajah.
c. Tipe Wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, pertumbuhan basis kranium
pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi muka. Kepala
yang dolikosefalik membentuk muka yang sempit, panjang dan protusif yang
disebut muka sempit/leptoprosop.
d. Tipe Profil
Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan keadaan yang
parah dari mereka yang mempunyai muka baik atau cukup baik. Profil wajah

dapat berupa orthognatik, convex, dan concave. Kecembungan atau kecekungan


muka menunjukkan disproporsi rahang.
Tujuan pemeriksaan profil, yaitu :
1. Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
2. Evaluasi bibir dan letak incisivus
3. Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula
(Basavaraj, 2011)
e. Bibir
Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa kontraksi
otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang kompeten.
Bila diperlukan kontrkasi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan bawah pada
saat mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir inkompeten.Pasien
dengan bibir yang potensial untuk dapat berkontak dengan mudah akan tetapi
bibirnya membuka (tidak berkontak) dinamakan biir yang potensial kompeten.
Gigi dapat menjadi protusif bila terdapat dua keadaan di bawah ini :
1. Bibir yang ke anterior ;
2. Bibir tidak berkontak antara 3-4 mm pada saat istirahat yang biasa dinamai
bibir tidak kompeten.
(Basavaraj, 2011)
f. Fungsi Bicara
Pada skenario, dikatakan bahwa anak berbicara tidak jelas dan nafas terengah
engah. Untuk menganalisis kelainan tersebut, dilakukan pemeriksaan dengan
cotton butterfly. Pemeriksaan cotton butterfly digunakan untuk memeriksa apakah
anak bernafas lewat mulut atau hidung.
(Premkumar, 2015)
Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan Intraoral ini meliputi bebrapa bagian dari dalam rongga mulut yaitu
adalah sebagai berikut :
a. Lidah
Pemeriksaan lidah meliputi ukuran, bentuk dan fungsi. Ukuran dan bentuk
diperiksa secara subjektif.

Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar

(makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang merupakan


cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah.
b. Palatum
Palatum merupakan proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan
konfigurasi basis apikal gigi rahang atas ditentukan oleh perimeter palatum.
Bentuk palatum ini dapat mempengaruhi retensi peranti lepasan. Pada palatum
yang relatif tinggi akan memberikan retensi dan penjangkaran yang lebih baik.
5

Perlu diperhatikan kadang-kadang terdapat torus palatinus yang dapat mengurangi


kenyamanan pasien bila pasien memakai peranti lepasan.
(Basavaraj, 2011)
c. Gigi
Jumlah dan tipe erupsi gigi, iregularitas dan asimetri diperhatikan.
(Koch dan Poulsen, 2009)

Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi Panoramik
Radiograf panoramik membantu untuk menilai usia gigi dan pengembangan serta
patologi tulang, seperti resorpsi akar, odontoma, impaksi, fraktur rahang, tumor,
ankilosis, dll. Radiografi intraoral diperlukan untuk pasien dewasa dengan
penyakit periodontal.
2. Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometrik tercantum di bawah ini:
Mengungkapkan rincian hubungan skeletal dan gigi yang tidak dapat
diperoleh dengan cara lain.
Memungkinkan evaluasi yang tepat dari respon terhadap perawatan.
(Basavaraj, 2011)
Dari skenario, didapatkan hasil berikut :
Gambaran Umum :
-

Anak terihat sehat


Postur tubuh tegak
Bentuk dan ukuran tubuh ideal
Ekspresi wajah agak cemas
Pemeriksaan Ekstraoral :

Bentuk kepala : mesosefalik


Profil wajah : convex
Bibir tidak kompeten
Pemeriksaan Cotton Butterfly : anak bernafas lewat mulut
Pemeriksaan Intraoral :

Gigi : Maloklusi Angle kelas II divisi I, susunan gigi RA tidak teratur, terdapat
gigi mesiodens dipalatal interdental gigi 11 dan 12.
4. Analisis Skenario
Pasien anak datang dengan keluhan utama gigi yang maju dan susunannya
yang tidak rapi. Dari hasil anamnesis, diketahui bahwa anak memiliki kebiasaan
6

bernafas lewat mulut, dan sang ibu mengatakan bahwa anak tidak dapat berbicara
dengan jelas dan nafasnya terengah-engah saat berbicara.
Dari hasil pemeriksaan klinis, yaitu pemeriksaan intraoral didapatkan adanya
maloklusi angle kelas II divisi I, susunan gigi-gigi rahang atas tidak teratur, dan
adanya gigi mesiodens di palatal interdental gigi 11 dan 21. Keadaan jaringan
periodontal anak baik. Pada pemeriksaan ekstraoral menunjukkan adanya
pertumbuhan wajah abnormal yaitu bentuk kepala mesosefalik dan profil wajah
convex, dan inkompetensi bibir.
Berdasarkan etiologi dan patogenesis penyebab keluhan utama gigi yang maju
dan susuannnya yang tidak rapi adalah gigi mesiodens. Mesiodens merupakan
gigi supernumerary yang tumbuh diantara dua incisivus sentral yang dapat
menyebabkan gangguan erupsi gigi sulung, crowding, maupun rotasi gigi lainnya.
(Iswari, 2013). Pada kasus, gigi mesiodens menyebabkan ketidakteraturan gigi
lain, maka dari itu dapat menjadi indikasi untuk dicabut.

Setelah ekstraksi

mesiodens, pada kunjungan berikutnya untuk merawat maloklusi angle kelas II


divisi 1 dapat dilakukan rencana pembuatan aktivator. Aktivator paling sering atau
spesifik digunakan untuk merawat maloklusi Angle klas II divisi 1 pada periode
pertumbuhan dan perkembangan yaitu masa gigi bercampur atau awal periode
gigi permanen
5. Rencana Perawatan
Rencana perawatan untuk kasus tersebut dimulai dari ekstraksi gigi
mesiodens yang berada di palatal interdental 11 dan 21 yang sebelumnya
dilakukan rontgen terlebih dahulu untuk melihat posisi mesiodens tersebut.
Mesiodens merupakan gigi supernumerary yang tumbuh diantara dua incisivus
sentral yang dapat menyebabkan gangguan erupsi gigi sulung, crowding, maupun
rotasi gigi lainnya. (Iswari, 2013). Pada kasus,gigi mesiodens menyebabkan
ketidakteraturan gigi lain, maka dari itu dapat menjadi indikasi untuk dicabut.
Setelah ekstraksi mesiodens, pada kunjungan berikutnya untuk merawat maloklusi
angle kelas II divisi 1 dapat dilakukan rencana pembuatan aktivator. Aktivator
paling sering atau spesifik digunakan untuk merawat maloklusi Angle klas II
divisi 1 pada periode pertumbuhan dan perkembangan yaitu masa gigi bercampur
7

atau awal periode gigi permanen. Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966),
pemakaian aktivator pada maloklusi klas II divisi 1 adalah 2 2 '/2 tahun,
dipakai terus menerus pada malam hari (minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan
pemakaian retainer aktivator selama 1 tahun. Pengontrolan dilakukan minimal
setiap 2 bulan sekali. Pada waktu pengontrolan dilakukan tindakan penyesuaian
alat terhadap gigi dan jaringan pendukungnya. Untuk masalah pasien yang tidak
dapat berbicara dengan jelas dan nafasnya terengah-engah dapat dilakukan speech
therapy dan membiasakan dan melatih pasien untuk tidak bernapas lewat mulut.
6. Prognosis
Pada scenario ini, pasien mendapatkan 3 perawatan yakni pencabutan pada
gigi mesiodens, pemasangan plat activator, dan speech therapy. Pasca pencabutan
gigi mesiodens ini, apabila tidak terjadi perdarahan dan dapat terbentuk jendalan
darah yang sempurna maka prognosis dari pencabutan gigi mesiodens ini adalah
baik. Penggunaan aktivator efektif untuk perawatan maloklusi kelas II divisi 1
dengan retrognati mandibula dan pada masa geligi sulung atau geligi campuran
(Profit dan Fields, 2000). Prognosis pasien akan baik bila pasien mampu menjaga
kebersihan mulutnya serta kebersihan protesa, sehingga tidak terbentuk
penumpukan plak yang akan menjadi tempat melekatnya bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit gigi dan mulut. Prognosis juga akan
menjadi baik bila anak kooperatif untuk mengikuti terapi bicara (speech therapy)
agar anak dapat berbicara dengan lebih jelas yang akan berdampak pada
peningkatan kepercayaan diri anak.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Etiologi Kasus
Etiologi maloklusi menurut Klasifikasi Moyer:
1.

Hereditas

Neuro muscular system.

Tulang.

Gigi.

Soft parts.

2.

Kerusakan saat perkembangan.

3. Trauma.
-

Prenatal trauma dan luka lahir.

Paskanatal trauma.

4.

Agen fisik.

Premahature extraction dari gigi sulung.

Nature of food.

5.

Kebiasaan.

Menghisap ibu jari dan jari.

Mendorong dorong lidah.

Lip sucking dan menggit bibir.

Posture.

Menggit kuku.

Kebiasaan lain.

6.

Penyakit.

Penyakit disease.

Kelainan endokrin.

Penyakit lokal.

Penyakit nasoparyneal dan terggangu fungsi respiratory.

Penyakit gingiva dan periodontal.

Tumor.

Karies.
9

Etiologi pada kasus dapat berasal dari luar yaitu genetik dan herediter. Selain itu
dapat juga berasal dari faktor lokal yaitu anomali gigi (mesiodens), serta
kebiasaan buruk bernafas melalui mulut
2. Penatalaksanaan Kasus
Odontektomi Mesiodens
Sebelum melakukan odontektomi mesiodens, dilakukan

foto oklusal dengan

teknik SLOB untuk menentukan posisi mesiodens. Foto oklusal dilakukan dua
kali pemotretan. Pemotretan pertama dilakukan sesuai prosedur standar.
Pemotretan kedua dilakukan dengan posisi cone lebih ke arah lateral untuk
mendapatkan gambaran radiografik posisi mahkota mesiodens; lebih ke palatal
atau ke labial. Dari hasil pemotretan, diketahui bahwa mesiodens terletak di
palatal (Indriyanti dkk., 2001).
Selanjutnya pada kunjungan berikutnya, dilakukan tindakan odontektomi.
Profilaksis antibiotika diberikan 1 jam sebelum tindakan. Lalu dilakukan anastesi
lokal pada daerah yang akan diinsisi. Tindakan bedah dimulai dengan insisi di
sebelah labial kemudian dilanjutkan dengan pembukaan flap. Lalu dilakukan
ekstraksi mesiodens. Dilakukan pula penjahitan luka bekas pembedahan (Ariany
dkk., 2000).
*Kalau mau ditambahkan di follow up pencabutan
Setelah dilakukan pencabutan, pasien diberikan medikasi analgesik Ponstan
250mg dan obat kumur Betadine. Pasien diingatkan untuk minum antibiotikan
yang telah diberikan enam jam setelah pembedahan dilanjutkan selama 3 hari
berturut-turut. Satu minggu kemudian, dilakukan kontrol dan pembukaan jahitan.
Dilakukan pula pengecekan kontrol ulang untuk melihat bekas lukanya (Ariany
dkk., 2000).
*Kalau mau ditambahkan di prognosis

10

Diagnosa dini gigi mesiodens disertai dengan pemeriksaan radiografik yang tepat
dan pencabutan melalui tindakan bedah akan memberikan prognosa yang baik
(Indriyanti dkk., 2001).

PROSEDUR PEMBUATAN AKTIVATOR


1. Pencetakan rahang atas dan bawah
2. Pembuatan Gigitan kerja
3. Fiksasi articulator untuk pembuatan Aktivator khusus yaitu Tripoid.
4. Pembuatan Guide Wire
5. Pembuatan model malam
a. Plat dasar Rahang Atas
b. Plat dasar Rahang Bawah
c. Tanam Guide Wire
d. Plat dasar Rahang Atas dan Rahang Bawah disatukan.
6. Try-in
7. Inbed dalam cuvet
8. Pengisian Akrilik
9. Insersi
PENCETAKAN RAHANG
Sebelum pencetakan, pasien diedukasi tentang guna dari pencetakan ini dan
instruksi-instruksi yang diperlaukan saat pencetakan. Kemudian siapkan bahan
cetak, gipsnap, sendok cetak (disesuaikan dengan pasien), dan spatula. Pencetakan
rahang dilakukan dengan mencetak rahang bawah terlebih dahulu agar pasien
dapat beradaptasi dengan bahan cetakan. Disini yang dipakai adalah bahan cetak
alginate. Kemudian dilanjutkan dengan pencetakan rahang atas, hindari pasien
muntah dengan mengedukasi rasa bahan cetak sebelum prosedur pencetakan.
Setelah selesai, cetakan kemudian diisi dengan gipstone.
PEMBUATAN WORKING BITE
Dibuat dari malam model yang dibentuk tapal kuda, tebal + 4 6 mm Pada
waktu mengigit :

11

Median line RA dan RB segaris kecuali telah terjadi pergeseran median line
karena pergeseran atau migrasi dari gigi giginya.
Relasi antero posterior RA dan RB, idealnya dibuat normal (klas I Angle), over
jet 2 mm.
Pada kasus klas II yang berat misal over jet 13 mm, tidak langsung dijadikan
Maloklusi Angle Klas I tapi dimajukan secara bertahap yaitu dibuat maksimal
optimum missal overjet 6 mm dahulu. Setelah terjadi perubahan pada overjet
baru, dilakukan pembuatan Aktivator baru dengan pembuatan gigitan kerja
terlebih dahulu sampai terjadi Maloklusi Angle Klas I atau normal oklusi. Bila
langsung dimajukan 11 mm dikhawatirkan cepat capai atau sakit pada TMJ.
Pembuatan model malam, fiksasi pada artikulator, try in, inbed dalam kuvet
PENANAMAN MODEL KERJA PADA OKLUDATOR
Model kerja bersama dengan gigitan kerja ditanam dalam Okludator dengan posisi
45, 90 (Ascher, 1968) atau 180. Penanaman dalam Okludator dengan posisi
45, 90, dan posisi terbalik 180. Penanaman model kerja pada okludator dibalik,
karena daerah posterior model kerja menghadap operator. Biasanya pada
pembuatan gigi tiruan, daerah anterior yang menghadap operator. Beberapa cara
penanaman yang dikemukakan bertujuan untuk memberikan kemudahan pada
pembuatan lengkung labial dan pengisian akrilik apabila menggunakan self curing
atylic. karena dapat memberikan orientasi yang baik. Pin atau sekrup penahan
pada okludator yang disesuaikan dengan tinggi gigitan kerja jangan sampai
berubah atau di fixasi.

PEMBUATAN KAWAT

12

Setelah penanaman dalam okludator, pembuatan kawat dapat dimulai. Kawat atau
klamer yang dimaksud adalah lengkung labial dan elemen-elemen tambahan lain
bila di perlukan.
Pembuatan lengkung labial atau Guide Wire
Untuk memudahkan pembuatannya pada waktu membuat lengkung labial, model
kerja dilepaskan dari okludator terlebih dahulu tanpa mengubah posisi penahan
tinggi gigitan kerja yang sudah ditentukan.
Lengkung labial tipe Hawley dibuat dengan penampang 0,7 mm. Ascher (1968)
menggunakan penampang lengkung labial 0,8 mm. Tulley dan Campbell (1970)
menyebutkan bahwa penampang 0,9 milimeter yang tidak diaktifkan digunakan
pada insisivus atas dengan posisi ke labial. Lengkung labial tersebut hanya
menyentuh sisi labial insisivus atas pada sepertiga jarak insisal-servikal, dan
daerah palatalnya dibebaskan dari akrilik. Dickson dan Wheatly (1978)
menggunakan lengkung labial untuk aktivator 0,8 mm. Dengan demikian
penampang lengkunglabial pada aktivator bervariasi diantara 0,7 0,9 mm.
Lengkung labial terdiri dari bagian horisontal yang menghubungkan dua buah lup
vertikal. Posisi bagian horisontal lengkung labial pada kasus Klas II divisi 1
terletak di regio anterior atas, menyinggung sepertiga insisal gigi-gigi anterior
atas.Lengkung labial pada sepertiga insisal digunakan untuk intrusi dan sepertiga
servikal untuk ekstrusi. Lengkung "U" (lup vertikal) pada lengkung labial, berada
pada regio kaninus atas, di sisi kanan dan kiri. Bagian horisontal lengkung labial
rahang atas membelok vertikal ke atas mulai dari sisi distal insisivus lateral atas
atau pada sepertiga sisi mesial kaninus.
Pada Klas II divisi 1 dengan overjet yang nyata sebaiknya dibuat lengkung labial
Hawley dengan jarak lup vertikal secukupnya. Dengan demikian lengkung labial
tidak perlu cepat diganti. Lengan posterior lup vertikal masuk ke dalam pelat
akrilik intermaksiler di antara kaninus dan molar pertama sulung.
Lengan lengkung labial masuk ke palatal melewati interdental-oklusal, kemudian
lengkung labial aktivator dibelokkan ke palatal, membentuk retensi dalam pelat
akrilik pada dua ujungnya. Jika retensi lengkung labial dalam pelat akrilik dibuat
ke anterior, perlu diperhatikan jangan sampai mengganggu pergerakkan gigi-gigi
anterior atas ke palatal.
13

PEMBUATAN MODEL MALAM


Dibuat model malam pelat dasar Rahang Atas, pelat dasar Rahang Bawah Rahang
bawah, Guide wire atau elemen tambahan dipsang, kemudian model malam pelat
dasar Rahang atas dan Rahan Bawah disatukan dengan membuat pelat oklusal.
TRAY-IN
Model malam Aktivator di cobakan pada pasien, dengan tujuan mudah diperbaiki
apabila terdapat kesalahan-kesalahan yang dilakukan sebelumnya. Setelah model
malam Aktivator pas/ tepat pada mulut pasien ditanam dalam Articulator Tripoid
atau Okludator.
INBED DALAM CUVET
Penanaman pada cuvet bagian lingual menghadap keatas. Dilanjutkan dengan
pembuatan kontra kuvet. Pada tahap ini sampai pembuatan activator dikerjakan di
lab.
PENGISIAN AKRILIK
Biasanya tidak dilakukan langsung di klinik, tetapi dimasukkan ke lab
INSERSI
Insersi dilakukan saat kunjungan berikutnya dengan menyesuaikan pengepasan
activator pada pasien.

LAMA PEMAKAIAN AKTIVATOR


Menurut Schwartz dan Groutzinger (1966), pemakaian aktivator pada maloklusi
klas II divisi 1 adalah 2 2 '/2 tahun, dipakai terus menerus pada malam hari
(minimal 7 jam/hari) dan dilanjutkan pemakaian retainer aktivator selama 1 tahun.
JARAK WAKTU PENGONTROLAN
Menurut Salzmann (1966) sesudah alat tepat dipakai maka waktu pengontrolan
minimal setiap 2 bulan sekali. Pada waktu pengontrolan dilakukan tindakan
penyesuaian alat terhadap gigi dan jaringan pendukungnya. Hal-hal yang perlu
dilakukan pada waktu kontrol atau penyesuaian alat :

14

1. Pengurangan pelat oklusal dan distal gigi-gigi posterior maksila sehingga


memungkinkan gigi-gigi posterior maksila bergerak ke arah oklusal, distal dan
buccal.
2. Pengurangan pelat sebelah oklusal dan mesial gigi-gigi posterior mandibula
sehingga memungkinkan gigi-gigi posterior mandibula bergerak ke arah oklusal,
mesial dan buccal.
3. Pengurangan pelat dasar di sebelah palatinal gigi-gigi incisivus maksila, tetapi
tidak boleh lepas dari tepi incisal gigi incisivus mandibula. Bila diperlukan, guide
wire maksila dapat diaktifkan untuk meretraksi gigi-gigi anterior RA.
PENYESUAIAN ATAU PENGURANGAN PELAT AKRILIK AKTIVATOR
PADA WAKTU KONTROL
Tujuan dari penyesuaian atau pengurangan plat Aktivator adalah untuk
membentuk dataran penuntun/Guading plane/dataran penunjuk. Dataran penunjuk
adalah dataran yang terdapat pada Aktivator, berfungsi menuntun kearah mana
gigi-gigig akan digerakkan, sesuai dengan tujuan perawatan. Aktivator dapat
menggerakkan gigi secara serentak dalam 3 dimensi, vertikal, transversal dan
sagital.
PENGURANGAN UNTUK MALOKLUSI ANKLE KLAS II DEVISI 1
1. VERTIKAL
Tujuan:
Koreksi kias II divisi 1 dengan gigitan dalam ( deep over bite), karena supraoklusi
gigi-gigi anterior bawah atau infraoklusi gigi-gigi posterior atau kombinasi
keduanya.
Cara kerja:
a. Infra oklusi gigi posterior : permukaan oklusal posterior Rahang atas dan Rahang
bawah dikurangi sehingga gigi-gigi posterior berelevasi.

15

b. Supraoklusi gigi-gigi anterior: permukaan incisal gigi-gigi anterior ditahan oleh


akrilik sehingga terjadi intrusi dari gigi-gigi anterior.

c. Kombinasi dari keduanya

2. TRANSVERSAL
Tujuan:
Tujuan berbeda-beda sehingga dapat dilakukan secara selektif
CONTOH:
a. 1. Molar atas dan bawah ektrusi Pengurangan pada dataran oklusal baik rahang
atas maupun rahang bawah.
a.2. Molar atas ekstrusi dan ekspansi Pengurangan pada daerah oklusal rahang
atas dengan dataran miring ke bukal
16

b. Perawatan gigitan terbalik posterior pada satu sisi rahang

c. Penjangkaran Pesawat satu sisi dan menggerakkan gigi-gigi pada sisi berlawanan
dengan pegas atau penambahan akrilik

3. SAGITAL
Pengurangan arah sagital pada Klas Il divisi 1 agar didapatkan hubungan Klas I
adalah sebagai berikut: gigi-gigi posterior rahang bawah digerakkan ke
mesial/anterior

secara

bersamaan,

maka

permukaan

mesiolingual

harus

dibebaskan dari akrilik atau akrilik dikurangi pada daerah tersebut. Sebaliknya
gigi-gigi posterior rahang atas harus ke distal, maka akrilik pada daeah disto
lingual gigi-gigi posterior rahang atas perlu dikurangi. Sehingga didapatkan
pergerakan gigi-gigi secara masal sesuai dengan tujuan perawatan.
17

Speech Therapy
Kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari :
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu

Berikut merupakan prosedur merujuk pasien secara umum, yaitu :


a. prosedur klinis
(1). Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik
untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
(2). Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
(3). Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
(4) untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis
yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien
(5) apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans,
agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai

18

ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat


inap atau rawat jalan.
b.Prosedur Administratif
(1) dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
(2) membuat catatan rekam medis pasien
(3) memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan)
(4) membuat surat rujukan pasien rangkap 2 lembar pertama dikirim ke tempat
rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai
arsip.Mencatat identitas
pasien pada buku regist rujukan pasien.
(5) menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi
dengan tempat rujukan.
(6)pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi
yang bersangkutan

3. Perawatan Pasca Bedah

Setelah cabut gigi (ekstraksi gigi) ada beberapa hal yang harus dilakukan pasien
dirumah, diantaranya adalah :
- Gigit kapas kuat-kuat selama 1 jam . Bila masih terasa berdarah, beri kompres es
pada pipi di daerah gigi yang dicabut selama 10 menit , kalau perlu diulangi
beberapa kali.
- Setelah kapas dibuang, kumurlah dengan air dingin (ada yang menganjurkan
dengan air teh pahit, yang sangat pekat dan dingin). Berkumur pelan-pelan,
dengan air ditahan di dalam mulut selama 2-3 menit. Bila gerakan kumur terlalu
kuat, maka akan mengganggu proses pembekuan darah pada luka bekas cabut.
- Jangan makan dan minum yang hangat atau panas, hindari pula makanan dan
minuman beralkohol selama 24 jam setelah pencabutan
- Jangan sering meludah
- Jangan menghisap lubang bekas pencabutan, dan jangan minum dengan sedotan.
Setelah 24 jam bila luka sudah benar-benar tidak berdarah lagi (sudah kering),
maka kumurlah dengan air garam yang hangat. Ini untuk mempercepat

19

penyembuhan luka. Lakukan secara teratur 2-3 kalisehari, misalkan setelah


menggosok gigi atau setelah makan. Jaga kebersihan lubang bekas pencabutan.
- Bila selama 2 jam sesudah pencabutan tidak ada tanda-tanda berkurangnya
perrdarahan maka kembalilah ke dokter gigi
Hal yang perlu diperhatikan setelah pencabutan untuk mempercepat proses penyembuhan:
Usahakan beristirahat sepanjang hari dan tidak mengerjakan pekerjaan berat.
Hindari berkumur atau menggosok gigi selama 24 jam setelah operasi
Setelah 24 jam, kebersihan daerah operasi dapat dijaga dengan berkumur air
hangat bergaram
(1 sendok teh garam untuk 1 gelas air) minimal 4 kali sehari. Berkumurlah dengan hatihatikarena tekanan dapat menyebabkan lubang bekas operasi terbuka lagi dan terjadi
pendarahan.
Setelah 24 jam, meggosok gigi dapat dilakukan dengan hati-hati, terutama di daerah
operasi.
Bila diberi obat penahan sakit dan antibiotik, minumlah sesuai petunjuk dokter.
Antibiotik harus dihabiskan walaupun gigi sudah tidak terasa sakit. Sebaliknya, obat penahan
sakit dapat dihentikan bila sakit mereda.
Makan dan minumlah seperti biasanya. Hindari berdiet, karena makan dan
minum yang cukupsangat penting untuk proses penyembuhan

4. Dental Health Education


Salah satu cara untuk mencegah maloklusi akibat mouth breathing adalah
dengan edukasi yaitu dengan memberikan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi
dan mulut tentang penyebab-penyebab maloklusi,. Penyuluhan pada anak harus
dibuat semenarik mungkin, mudah dipahami, atraktif, tanpa mengurangi isinya
dan dilakukan berulang-ulang (Riyanti dan Saptarini, 2009). Orang tua perlu
melatih anak untuk menyikat giginya sedini mungkin. Usahakan agar menggosok
gigi seperti sedang bermain, dengan tujuan agar anak terbiasa memasukkan sikat
gigi ke mulutnya. Jika anak tidak mau digosok giginya oleh orang tua, mintalah
anak untuk menggosok giginya sendiri dan pujilah usaha tersebut. Orang tua juga
boleh memberi sedikit pasta gigi (Kenneth, 2003).
20

Selain itu peran orang tua sebagai primary social force untuk
perkembangan anak-anak sejak dari usia dini juga tidak dapat ditinggalkan. Peran
orang tua sangat berpengaruh terutama sebagai role model untuk melakukan
kebiasaan yang baik untuk kesehatan tubuh, khususnya kesehatan rongga mulut,
sehingga dapat mencegah masalah-masalah pada rongga mulut akibat kebiasaan
buruk (bernafas lewat mulut), seperti terjadinya maloklusi (Bozorgmehr, dkk.,
2013).
Menurut Gocke (2012), edukasi yang perlu diberikan kepada orang tua pasien
dan anak pasca bedah supernumerary teeth adalah sebagai berikut:
1. Adanya sedikit bau mulut, memar atau bengkak, dan rasa nyeri pada anak adalah
suatu kondisi normal pasca bedah.
2. Anak boleh makan dan minum seperti biasa, namun hindari area bekas operasi.
3. Upayakan anak tidak menggunakan sedotan untuk minum. Gerakan menghisap
dapat menyebabkan pendarahan.
4. Hindari makanan yang pedas dan asam.
5. Anak boleh melanjutkan aktifitas fisik hariannya setelah tindakan bedah.
6. Jangan berkumur-kumur selama 24 jam dengan apapun, tapi tetap gosok gigi
dengan hati-hati dan perlahan untuk menjaga kesehatan gigi. Setelah 24 jam,
pasien dianjurkan untuk berkumur dengan larutan air garam hangat 3-4 kali sehari
selama 4-5 hari berturut-turut setelah dilakukan operasi.
7. Pembengkakan dapat diatasi dengan aplikasi es/kompres dingin di bagian luar
bibir pada 24 jam pertama selama 20 menit.
8. Minum obat yang telah diresepkan dokter.
9. Apabila rasa nyeri terjadi terus-menerus, pembengkakan bertambah dan mengarah
ke luka infeksi, serta anak mengalami demam hingga 38C segera hubungi dokter.
Cara membersihan aktivator:
Pentingnya membersihkan gigi tiruan tidak dapat diabaikan. Plat
orthodontik

berupa aktivator terbuat dari resin akrilik. Aktivator yang tidak

dibersihkan dapat mengandung debris dan stain yang dapat menyebabkan iritasi
dan berbagai respons jaringan (Gornitsky, dkk., 2002). Cara membersihkan plat
ini adalah dengan penyikatan bersamaan dengan air, sabun, pasta gigi, atau bahan
abrasif dan dengan menggunakan alat ultrasonik pada permukaan fitting surface
dan basis plat serta guide wire yang berada pada. Selain itu, dapat digunakan
cairan denture cleanser untuk membersihkan aktivator. ( Shay, 2000).
21

5. Follow Up
Anak dan orang tua nya akan kembali ke klinik untuk pemeriksaan ulang dan
review. Perawatan biasanya tidak signifikan dalam pertemuan pertama dan
therapist akan merekomendasikan follow-up untuk mengevaluasi progres dari
perawatam. Treatment reguler biasanya sebulan sekali atau sebulan sekali hal
yang dilakukan adalah memonitor progress dan melihat peningkatan yang telah
dicapai.

22

BAB III
KESIMPULAN
1.

23

DAFTAR PUSTAKA
Ariany, S., Hayati., Suharsini, M., dan Johan. C., 2000, Penatalaksanaan
Mesiodens pada Anak dengan Kelainan Jantung Kongenital Defek Septum
Ventrikel, JKGUI Vol. 7 (Edisi Khusus):180-188.
Basavaraj S.P. 2011. Orthodontic Principles and Practice. Jaypee Brother
Medical Publishers Ltd. Hal. 4, 79, 98, 114, 125, 182.
Bhalajhi, Sundaresa Iyyer, 2006, Orthodontics the Art and Science. 3rd Ed.
New Delhi : Arya (MEDI) Publishing House.
Bozorgmehr, E., Hajizamani, A., Mohammadi, T. M., 2013, Oral Health
Behavior of Parents as a Predictor of Oral Health Status of Their Children, ISRN
Dentistry.
Brakely, J.A., J. Kenneth Eakins, Lawrence E Toombs, 1993, The Joint
Archaeological Expedition to Tell El-Hesi, Indiana, Eisenbrauns.
elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/50589/d726ed68bfbefaa51b2fb3ac87
821cfb, diakses tanggal 8 Desember 2015
eprints.undip.ac.id/44813/3/BAB_II.pdf., diakses tgl 9/12/2015
Gocke, M.T., 2012, Oral, Facial And Implant Surgery, Virginia
Indriyanti, R., Sutadi, H., dan Soenawan, H., 2001, Mesiodens Penyebab
Malposisi Gigi Insisif Sentral pada Periode Geligi Bercampur, JKGUI Vol. 8(2):
4-7.
Iswari, H., 2013, Gigi Supernumerary dan Perawatan Orthodonsi, E-Journal
WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, Vol. 1(1): 38-45
Kenneth Lyen, Tan Hock Lim, Louisa Zhang, 2003, Apa Yang Ingin Anda
Ketahui Tentang Merawat Balita: Satu Sampai Lima Tahun, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 137.
Koch, G., dan Poulsen S., 2009, Pediatric Dentistry: A Clinical Approach,
Ed. 2, United Kingdom; Blackwell Publishing Ltd.
Nya,

Zeva,

Perawatan

Pasca

Bedah,

http://www.scribd.com/doc/63910938/Perawatan-Pasca-Cabut-Gigi#scribd,
diakses pada 9 Desember 2015, 08.35 WIB.
Premkumar, Sridhar, 2015, Textbook of Orthodontics, India; Elsevier.
24

Proffit, W.R. & Fields, H.W. 2000. Contemporary Orthodontics. 4th


Edition. Mosby Inc., St. Louis. h. 397 400, 506.
Riyanti, E., Saptarini, R., 2009, Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan
Mulut Melalui Perubahan Perilaku Anak, Majalah Ilmu Kedokteran Gigi, XI(1).
Shay K., 2000, Denture hygiene: a review and update. Journal of
Contemporary Dental Practice. Feb 15; Vol. 1 (2): 28-41.
Warner, J.A.W., Brown, B.B., McCartney, E., 1984, Speech Therapy: A
Clinical Companion, Manchester University Press, Manchester
www.virginiaoralimplantsurgery.com/procedures/pediatric-oralsurgery/new-page-3/ diakses 9 Desmeber 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai