Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Skenario Kasus
Seorang anak berumur 8 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo Klinik
KGA bersama ibunya, mengeluhkan benjolan di bibir bawah berwarna
serupa warna bibir. Benjolan tersebut baru disadari sekitar 4 hari lalu. Pasien
mengeluhkan benjolan itu semakin mengganggu proses makan dan bicara.
Awalnya, sang ibu mengira itu hanya sariawan saja sehingga hanya
dibiarkan saja selama 3 hari terakhir, namun ternyata benjolan semakin
membesar berukuran sampai kira-kira 1 cm sehingga dibawa ke RSGM.
Dari anamnesis diketahui gigi anak terawat baik namun suka menggigit bibir

dan sang ayah menderita hipertensi.


1.1.1. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mengetahui kondisi awal dari pasien hingga
kondisinya saat ini dan mengetahui gejala apa yang pasien rasakan.
Informasi tentang penyakit terdahulu dan keluhan pasien yang sekarang
dideritanya, serta riwayat pengobatan sebelumnya sangat membantu dokter
untuk menegakkan diagnosis yang pasti (etika kedokteran) (Hanafiah,
2007). Anamnesis didapatkan langsung dengan cara mewawancarai pasien
dan termasuk bagian dari pemeriksaan klinis (Kolar, 2013). Selain dilakukan
wawancara langsung terhadap pasien, anamnesis juga dapat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada orang lain yang dikenal oleh pasien yang
bisa memberi informasi yang sesuai (biasanya dilakukan pada pasien anak
atau pasien dengan disabilitas) (Booth, K., A., 2014).
Komponen anamnesis
-

Anamnesis Personal/ Riwayat Diri Pasien


Saat melakukan anamnesis riwayat diri pasien, kita mengumpulkan
informasi mengenai penyakit yang pernah pasien alami dan
penyakit yang masih berada dalam tahap perawatan. Pada saat ini

juga ditanyakan mengenai injury dan operasi (Kolar, 2013).


Anamnesis Keluarga/Riwayat Keluarga
1

Riwayat keluarga meliputi kondisi kesehatan kerabat dan orangorang yang memiliki hubungan darah dengan pasien
-

(Kolar,

2013).
Riwayat Sosial dan Pekerjaan
Pertama-tama, dilakukan wawancara dimana pasien diminta untuk
mendeskripsikan tuntutan pekerjaan mereka dan kondisi mereka
saat bekerja. Penting untuk mengetahui kebiasaan pasien saat
bekerja, misalnya kebanyakan dari waktu kerjanya ia habiskan
dengan posisi berdiri atau duduk dan gerakan-gerakan apa yang
sering pasien lakukan saat bekerja, seperti mengangkat barang, dan
sebagainya. Ditanyakan juga kondisi lingkungan kerja pasien,
seperti pencahayaan dan suhu area kerja. Bisa juga ditanyakan
apakah mereka puas dengan pekerjaan mereka atau ingin berganti
pekerjaan. Bila ingin berganti, bisa ditanyakan alasannya.
Informasi mengenai hubungan antar anggota keluarga juga penting.
Informasi yang dikumpulkan meliputi hubungan dengan keluarga
dan pasangan, jumlah anak, kondisi keuangan, dan keluarga secara
keseluruhan.Selain itu, bisa juga ditanyakan olah raga apa yang
senang ia lakukan karena selama berolah

raga, sangat

memungkinkan untuk terjadi cedera yang bisa berdampak pada


-

kesehatan pasien (Kolar, 2013).


Riwayat Alergi
Saat mengumpulkan data mengenai informasi alergi, alergi
terhadap obat dan media kontras sangat penting untuk ditanyakan.
Tipe reaksi alergi bisa meliputi reaksi pada kulit, kesulitan

bernafas, syok anafilaksis, dan sebagainya (Kolar, 2013)


Riwayat Farmakologis
Saat memperoleh informasi yang berkaitan dengan farmakologi,
obat-obatan yang sedang digunakan pasien dalam waktu yang lama
adalah yang paling penting untuk diketahui. Informasi yang perlu
diketahui adalah nama obat, dosis, diminum secara rutin atau saat
perlu saja, dan apakah dosisnya pernah diubah oleh dokter yang
meresepkan baru-baru ini (Kolar, 2013).

Anamnesis pada anak

Halo sayang, adik siapa namanya? Cherry dok.


Gimana sayang, Cherry ada masalah apa? Anak hanya diam saja, bingung.
Daftar Pertanyaan untuk anak
1
2
3
4
5
6

Cherry umurnya berapa? 8


Sudah sekolah? Sekolah dimana? Kelas berapa? kelas 2
Cherry sudah pernah ke dokter gigi belum? *anak menggeleng
Cherry kenapa? Memperlihatkan benjolan di bawah bibir
Sakit nggak sayang? Nggak dok
Benjolannya sejak kapan? *anak menggigit bibir, menggeleng, melihat

7
8
9

ibunya
Suka makan apa? Kemarin waktu makan sakit ga? *mengangguk
Kalau di rumah main apa aja? Waktu main, sakit ga? Nggak
Kalau sikat gigi berapa kali sehari? *anak menggigit bibir* habis

mandi
10 Kalau sebelum tidur apa saja yang Cherry lakukan? *tidak
menyebutkan sikat gigi
Anamnesis pada orang tua (ibu anak)
Selamat siang ibu, gimana bu? Ada yang bisa saya bantu? Gini dok, anak saya
ngeluh ada benjolan di bibir bawahnya, setelah saya cek, benjolan kecil bening
dok.
1
2
3

Ibu bekerja? Iya, saya dosen di Jurusan Sosiologi UGM


Alamat rumah dimana bu? Di Jakal Km 5
Keluhan apa yang sering dikeluhkan? Itu dok benjolan kecil di bawah

4
5

bibir, mengganggu
Sejak kapan keluhannya muncul? 4 hari yang lalu dok
Sudah pernah diobati dengan apa saja? Belum dok, saya piker hanya

6
7

sariawan
Cherry sudah pernah ke dokter gigi atau belum? Belum dok
Kondisi saat tidur bagaimana? Nyenyak atau terganggu? Nyenyak

sepertinya, tapi jadi susah bicara dan malas makan dok


8 Akhir akhir ini Adi demam tidak? Tidak dok
9 Apakah terbiasa menggosok gigi? Oh iya pasti dok
10 Kapan sajakah Adi menggosok gigi? Sehabis mandi pagi dan sore
11 Apakah Cherry ada kebiasaan, mengingit bibir mungkin? Iya dok,
Cherry punya kebiasaan menggigit bibir bawah.
12 Ibu hanya diam saja? Atau bagaimana? Sudah saya bilangin dok, tapi
anaknya ngeyel dok, udah kebiasaan soalnya

13 Apa Cherry pernah mengeluhkan tentang teman-temannya? Tidak dok,


tapi katanya benjolannya itu mengganggu, malu dok kalo dilihat teman
temannya
14 Adi ada alergi dengan obat tidak, Bu? Tidak ada dok.
15 Ibu atau bapak ada riwayat penyakit? Kebetulan suami saya darah
tinggi dok
Dari skenario, diperoleh hasil anamnesis sebagai berikut:
Chief Complaint

Riwayat Diri Pasien


Riwayat Keluarga

Gejala-Gejala Subjektif
Benjolan yang sulit membuat sulit bicara dan makan, meski
rasa nyeri yang dirasakan belum ada
Riwayat Pasien
Nama
Cherry Berry
Kebiasaan
Menggigit bibir bagian bawah
Pekerjaan ibu
Dosen
Pekerjaan ayah
Pengusaha
Keluhan
Belum ada rasa nyeri yang
Riwayat
Riwayat kesehatan gigi

dirasakan
Gigi dalam keadaan baik
Belum pernah ke dokter gigi

Sikap anak terhadap

sebelumnya
Agak cemas

setiap perawatan
Sikap orang tua terhadap

Cukup kooperatif

Riwayat Gigi

Riwayat Alergi
Riwayat sosial dan
lingkungan tempat

perawatan gigi
Tidak ada riwayat alergi
Air minum belum terfluoridasi

tinggal
1.1.2 Pemeriksaan Klinis/Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Umum
Penilaian gambaran umum harus dimulai sebelum anak duduk di kursi
gigi. Jika dokter gigi secara personal mejemput anak di ruang tunggu
menuju klinik, merupakan kesempatan yang sangat baik untuk
mengobservasi tinggi anak, proporsi, postur, kepala, mulut, pernapasan,
dan gaya berjalan anak. Penilaian ini kengindikasikan ada atau tidaknya

gangguan

pertumbuhan,

kelainan

sistem

saraf

pusat,

kelainan

neuromuskuler, atau masalah ortopedik agar dapat dilakukan pemeriksaan


lebih lanjut. Pemeriksaan warna kulit, lesi pigmentasi, bullae, scarring,
dryness, dan scaling mengindikasikan adanya penyakit sistemik (Koch dan
Poulsen, 2009).
b. Pemeriksaan Leher dan Kepala
Jika riwayat keluarga, riwayat penyakit pasien, atau pemeriksaan klinis
keseluruhan memberikan hasil kecurigaan kelainan kraniofasial bawaan
atau kongenital, pemeriksaan sistemik leher dan kepala harus dilakukan.
termasuk penilaian tiap-tiap struktur anatomis yaitu integritas, fungsi,
perkembangan, dan patologinya (Koch dan Poulsen, 2009).
c. Pemeriksaan Intraoral
Menggunakan teknik tell-show-do. Selama dan sesudah pemeriksaan
oral, dokter gigi harus menjelaskan dan mendiskusikan kondisi gigi anak
kepada orangtuanya. Pemeriksaan intraoral dapat dilakukan pada anak di
kursi gigi atau di pangkuan orangtuanya (Koch dan Poulsen, 2009).
d. Pemeriksaan Mukosa Oral
Selama pemeriksaan mukosa oral, termasuk palpasi dan inspeksi,
ulserasi, perubahan warna pada permukaan, pembengkakan, ataupun
fistula ditandai. Ketika memeriksa prosessus alveolar harus lebih
diperhatikan ada atau tidaknya pembengkakan kecil atau retraksi margin
gingiva, sebagai tanda proses patologis periapikal atau radikuler, terutama
pada anak yang lebih besar dan remaja sebagai tanda penyakit marginal
periodontal. Hasil pemeriksaan ini membutuhkan pemeriksaan radiograf
untuk memastikan lebih lanjut (Koch dan Poulsen, 2009).
e. Pemeriksaan Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal diperiksa untuk mengetahui perubahan inflamasi
(Koch dan Poulsen, 2009).
f. Pemeriksaan Gigi

Jumlah dan tipe erupsi gigi, iregularitas dan asimetri diperhatikan (Koch
dan Poulsen, 2009).
g. Pemeriksaan Penunjang
Kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes alergi
dikarenakan pada proses perawatanya itu frenektomi diperlukan anastesi.
Dikarenakan pasien belum mengetahui apakah ia memiliki alergi terhadap
larutan anastesi tertentu maka sebaiknya dilakukan tes alergi sebelum
dilakukan pembedahan (Koch dan Poulsen, 2009).

Dari skenario, diperoleh hasil pemeriksaan klinis sebagai berikut:

Gambaran Umum

Anak terlihat sehat


Postur tubuh tegak
Bentuk dan ukuran tubuh
ideal

Pemeriksaan Leher dan Kepala

Tidak ada abnormalitas leher


dan kepala
-

Pemeriksaan

Pemeriksaan Mukosa Oral

Massa atau
pembengkakan lunak

Intraoral

yang berfluktuasi
-

berukuran 1 cm
Warna benjolan serupa
warna bibir

Ada perubahan warna


pada saat dilakukan
palpasi pada massa

Pemeriksaan Jaringan

Tidak ada kelainan jaringan

Periodontal

periodontal

Pemeriksaan Gigi

Tidak terdapat kelainan dan


karies gigi
- Tes alergi zat anestesi = nihil
- Biopsi dengan FNAB (Fine
Needle Aspiration Biopsy)=
terdapat cairan seperti
mucin
- Pemeriksaan radiografi =

Pemeriksaan Penunjang

tampak dilatasi duktus


salivarius minor
- Pemeriksaan darah
prabedah= Hb 12,4 g/dL,
temperatur tubuh 370C,
tekanan darah 116/74, dan
denyut jantung 86/menit.

1.2. Analisis Skenario


Pasien datang dengan keluhan utama benjolan pada bibir bawah yang telah
membuat sulit bicara dan makan, meski rasa nyeri yang dirasakan belum ada.
Dari hasil anamnesis, diketahui bahwa anak memiliki kebiasaan menggigit
bibir dan sang ayah menderita hipertensi.

Anak tidak memiliki penyakit

sistemik dan pertumbuhan gigi geliginya pun normal.


Dari hasil pemeriksaan klinis, benjolan pada bibir anak merupakan massa
atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi berukuran 1 cm, warna benjolan
serupa warna bibir dan ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada
massa. Keadaan gigi dan jaringan periodontal anak baik. Pada pemeriksaan

penunjang radiografi tampak dilatasi duktus salivarius minor dan dengan


pemeriksaan biopsi FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)= terdapat cairan
seperti mucin.
Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukus yang sering
disebut sebagai mukokel superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau
mekanik, dan mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus
dimana etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa
mulut yang menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan tersumbat
secara tidak langsung. Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi
tiga, yaitu superficial mucocele yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa
dengan diameter 0,1-0,4 cm, classic mucocele yang letaknya tepat di atas
lapisan submukosa dengan diameter lebih kecil dari 1 cm, dan deep mucocele
yang letaknya lebih dalam dari kedua mukokel sebelumnya (Sari, 2010)
Bila digabungkan dengan data dari anamnesis dan pemeriksaan klinis,
benjolan yang mucul pada bibir bawah anak disebabkan karena trauma pada
duktus salivarius minor anak sehingga tersumbat. Klasifikasi mucocele
tersebut adalah mukokel ekstravasi mucus (mukokel superfisial) dengan
kondisi deep mococele, karena fluktuasi berukuran 1 cm. Untuk itu, perawatan
yang disarankan untuk mucocele adalah penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi,
marsupialisasi, dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung
kepada ukuran dan lokasi massa.
Diketahui pemeriksaan darah prabedah pada anak adalah Hb 12,4 g/dL,
temperatur tubuh 370C, tekanan darah 116/74, dan denyut jantung 86/menit.
1.3. Rencana Perawatan
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya
trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi
terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika
kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera

disingkirkan atau dihilangkan, maka mukokel akan dengan mudah muncul


kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan bedah.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi,
dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan
lokasi massa.

1.4. Prognosis
Prognosis untuk perawatan mucocele pada bibir adalah excellent selama
prosedur eksisi bedah dilaksanakan dengan baik atau tidak ada duktusduktus lain yang terpotong, maka pasien tidak perlu khawatir akan terjadi
kekambuhan. Akan tetapi jika mucocele tersebut muncul pada lidah maka
besar kemungkinan terjadi kekambuhan dikarenakan lokasi glandula
salivarius yang letaknya dalam dan berhubungan dengan otot-otot lidah,
sehingga prosedur pembedahan dapat membahayakan struktur-struktur
tersebut. Jika prosedur perawatan yang dilakukan hanyalah insisi mucocele
atau marsupialisasi maka ada kemungkinan mucocele tersebut rekuren
dikarenakan pada saat regenerasi epitelium dapat menghasilkan reakumulasi
sekresi cairan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
Ada dua etiologi krusial dari mucocele, yaitu trauma dan obstruksi glandula
salivarius (Ata-Ali, 2010).
a. Trauma. Seringkali mucocele disebabkan oleh trauma lokal, seperti bibir
yang sering tergigit pada saat sedang makan (www.cs.unsyiah.ac.id).
b. Obstruksi Duktus Glandula Salivarius. Mucocele bisa timbul karena
mekanisme ekstravasasi maupu retensi. Mucocele akibat ekstravasasi
timbul karena adanya kebocoran cairan dari duktus di sekitar jaringan atau
acini. Mucocele tipe ini biasanya terjadi pada glandula salivarius minor.
Trauma juga bisa menyebabkan kebocoran sekresi saliva ke jaringan
submukosa. Mucocele akibat retensi terbentuk akibat dilatasi dari duktus
sekunder dari duktus yang mengalami obstruksi atau akibat sialolith
ataupun mukosa yang padat (Ata-Ali, 2010) atau dengan kata lain akibat
sumbatan pada saluran kelenjar liur (Sudiono, 2001).
Dari kasus yang terjadi pada anak berumur 8 tahun di atas, berarti mucocele yang
timbul kemungkinan merupakan mucocele akibat trauma karena anak tersebut
memiliki kebiasaan untuk menggigit bibirnya.

2.2 Perawatan
Perawatan mucocele dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan
gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan
massa. Perawatan mucocele dapat dilaksanakan dengan tindakan bedah ataupun
sekedar aspirasi. Aspirasi mucus pada mucocele tidak memiliki efek
menguntungkan yang lama karena mucoocele akan segera terisi kembali. Dapat
pula dilakukan cryotherapy, tetapi memiliki risiko rekurensi yang besar. Mucocele
tertentu dapat hilang dengan sendirinya tetapi jika didiamkan tanpa perawatan

10

dapat menimbulkan luka jaringan parut. (Jordan, 2013). Pada kasus yang dibahas
dalam makalah ini, perawatan yang dilaksanakan adalah pembedahan eksisi.
Sebelum memulai bedah, dilakukan anestesi terlebih dahulu. Anestesi
lokal biasanya dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dengan mucocele kecil
pada rongga mulut. Setelah informed consent disetujui, anestesi dilakukan dengan
1% lidokain dengan epinefrin untuk menginfiltrasi daerah di sekitar mucocele.
Dianjurkan untuk menggambarkan batas-batas dari mucocele karena hidrodiseksi
dari infiltrasi local dapat merusak anatomisnya (Myers, 2007).
Setelah dilakukan anastesi lokal, dibuat insisi berbentuk elips di mukosa
sekitar untuk memfasilitasi diseksi pada lesi. Dinding superior kista digenggam
bersama dengan mukosa di atasnya dan dipisahkan dari jaringan sekitarnya
menggunakan gunting.. Selama pembedahan kista harus diambil dengan hati-hati,
karena kista bisa dengan mudah pecah dan mengerut, yang akan mepersulit
pengangkatan lesi. Pengambilan glandula saliva asesoris yang berada di dekat
dasae

eksisi

dapat

mengurangu

kemungkinan

kekammbuhan.

Setelah

pengangkatan lesi, mukosa pada jaringan yang diinsisi dijahit dengan jahitan
terputus (hanya pada mukosa), untuk menghindari cedera pada kelenjar ludah
(Pedersen, 1996). Hemostasis saat pembedahan dilakukan dengan alat
electrocautery dan luka ditutup dengan benang yang dapat diserap (absorbable),
(Myers, 2007).

Infiltrasi pada jaringan sehat di sekitar lesi

11

Insisi berbentuk elips sekitar kista menggunakan scalpel

Penjepitan dan pemotongan lesi menggunakan gunting jaringan

Pengangkatan mukokel

12

Daerah operasi setelah pengangkatan lesi

Undermining Margin Mukosa dengan Menggunakan Gunting

Penjahitan pada daerah post operasi


Penanggulangan Faktor Penyebab
Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan
pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya

13

trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi
terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika
kebiasaan buruk atau hal yang menyebabkan terjadinya trauma tidak segera
disingkirkan atau dihilangkan, maka mukokel akan dengan mudah muncul
kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan perawatan bedah (Sari, 2010)
Untuk menghentikan kebiasaan buruk anak menggigit jari, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan kepada anak untuk menggigit yang cukup pada
masa

bayi.

Berikan

alternatif

dot

untuk

memenuhi

kebutuhan

menggigitnya
2. Untuk anak di atas dua tahun, diperbanyak aktivitas yang menggunakan
tangannya, seperti motorik halus dalam menggunting, mewarnai, melipat,
bermain puzzle, kreasi lazzy, atau lego sehingga anak tidak akan sering
melarikan jarinya ke mulut
3. Menciptakan perasaan aman dalam diri anak, yaitu rasa bahwa dicintai,
dipahami, dan diterima apa adanya sehingga anak merasa bahagia dengan
keadaannya
4. Membantu anak mengatasi masalahnya. Jika anak terlihat stres, telusuri
apa yang menyebabkannya, keadaan apa yang membuat anak tertekan,
atau siapa yang membuat ia tertekan dan membantu untuk mengatasi
konflik ini
5. Menjaga suasana yang menyenangkan di dalam keluarga sangat mutlak
dilakukan
6. Untuk menangani semua masalah, tingkatkan terus keharmonisan keluarga
dengan menjalin komunikasi dua arah yang menyenangkan dan
melibatkan semua anggota keluarga. Dari hal ini anak merasa tidak
tertekan karena pendapat-pendapatnya juga didengarkan oleh orang tuanya
(Aziz, 2006)

2.3. Perawatan Pasca Bedah


Setelah dilakukan perawatan, daerah operasi ditutup dengan pembalut
yang dilaoso salep antibiotik atau petrolatum(kasa ukuran 3/8 inch). Pembalut
dilepas setelah 48 hingga 72 jam (Padersen, 1996). Untuk meredakan rasa

14

nyeri sakit dapat diresepkan obat analgetika seperti aspirin 5-10 mg atau
acetaminophen (Tylenol) 300 mg diminum tiap 4 jam bile diperlukan. . Bagi
pasien dengan komplikasi sistemik berupa demam diberi antibiotic. Antibiotic
untuk kasus tersebut adalah penisilin. Bagi pasien yang alergi terhdap penisilin
dapat diberikan antibiotic lainnya seperti ampisilin dan eritromisin 250 mg
pada awal mula kemudian 125 mg tiap 6 jam untuk 3-4 hari (Grossman,
1995).
Intruksikan kepada pasien untuk kontrol kunjungan pertama setelah
dilakukan perawatan eksisi setelah 24 jam, dressing diganti dan bagian yang
didrainase diperiksa. Akan lebih baik kalau dilakukan kultur ulang terhadap
bahan drainase, karena flora sangat cepat berubah, khususnya dengan adanya
perubahan lingkungan jaringan lokal (dari anaerob menjadi aerob). Evaluasi
klinis pasca bedah meliputi adanya pemeriksaan subjekif dan objektif.
pemeriksaan objektif dilakukan untuk memperoleh data tentang komplikasi
pasca bedah yang memerlukan pemeriksaan fisik antara lain : kontrol
pendarahan, kontrol rasa sakit, evaluasi keadan ekstraoral dan intraoral.
Keadaan ekstraoral dilihat apakah terjadi pembengkakan. (Padersen, 1996).
2.4. Dental Health Education
Edukasi pencegahan mucocele
Salah satu cara untuk mencegah mucocele adalah dengan edukasi yaitu
dengan memberikan penyuluhan pendidikan kesehatan gigi dan mulut tentang
penyebab-penyebab mucocele, yang umumnya berkaitan dengan kebiasaan
buruk menggigit bibir. Penyuluhan pada anak harus dibuat semenarik
mungkin, atraktif, tanpa mengurangi isinya dan dilakukan berulang-ulang
(Riyanti dan Saptarini, 2009).
Cara lain yang dapat dilakukan oleh dokter gigi anak untuk mencegah
timbulnya mucocele antara lain merekondisi pasien untuk menghindari
kebiasaan yang buruk dengan konseling, teknik relaksasi, dan pemberian
sedatif, serta aplikasi alat perlindungan yang removable agar kebiasaan buruk
menggigit bibir tersebut tidak menimbulkan mucocele pada mukosa bibir
(Bhatia, dkk., 2013).
Selain itu peran orang tua sebagai primary social force untuk
perkembangan anak-anak sejak dari usia dini juga tidak dapat ditinggalkan.
Peran orang tua sangat berpengaruh terutama sebagai role model untuk
15

melakukan kebiasaan yang baik untuk kesehatan tubuh, khususnya kesehatan


rongga mulut, sehingga dapat mencegah masalah-masalah kesehatan rongga
mulut akibat kebiasaan buruk (menggigit bibir), seperti timbulnya mucocele
(Bozorgmehr, dkk., 2013).
Edukasi perawatan pasca bedah minor mucocele
Menurut Gocke (2012), edukasi yang perlu diberikan kepada pasien anak
pasca operasi mucocele adalah sebagai berikut:
1. Anak boleh makan dan minum seperti biasa, namun hindari area bekas
operasi.
2. Jangan menggunakan sedotan untuk minum, minum dari gelas. Gerakan
menghisap dapat menyebabkan pendarahan.
3. Hindari makanan yang pedas dan asam.
4. Anak boleh melanjutkan aktifitas fisik hariannya setelah operasi.
5. Jangan berkumur-kumur selama 24 jam dengan apapun, tapi tetap gosok
gigi dengan hati-hati dan perlahan untuk menjaga kesehatan gigi. Setelah
24 jam, berkumurlah dengan larutan air garam hangat 3-4 kali sehari
selama 4-5 hari berturut-turut setelah dilakukan operasi.
6. Anak akan mengalami pembengkakan pada daerah operasi, hal ini adalah
respon normal dari tubuh. Aplikasikan es/kompres dingin di bagian luar
bibir pada 24 jam pertama selama 20 menit
7. Minum obat yang telah diresepkan dokter
8. Apabila rasa nyeri terjadi terus-menerus dan pembengkakan bertambah
dan mengarah ke luka infeksi, segera hubungi dokter.

1.5.

Follow Up
Pasien diperiksa kembali setelah satu minggu pembedahan untuk
menghilangkan jahitan dan diperiksa kembali setelah satu bulan, jika tidak
kambuh atau muncul kembali, selanjutnya pasien hanya melakukan
pemeriksaan rutin saja. (Marathe, 2014)
Gambar pada pemeriksaan satu minggu setelah operasi:

16

(Marathe, 2014)

BAB III
KESIMPULAN

Anamnesis pada pasien anak merupakan wawancara professional untuk


mendapatkan gejala-gejala subjektif, data beserta riwayat penyakit yang

dikeluhkan pasien sebagai dasar dari rencana perawatan


Pemeriksaan klinis pada kasus mucocle meliputi gambaran umum,
pemeriksaan leher dan kepala, pemeriksaan intraoral, pemeriksaan mukosa
oral, pemeriksaan jaringan periodontal, pemeriksaan gigi, pemeriksaaan

penunjang berupa tes alergi, biopsy, radiografi dan pemeriksaan darah


Hasil diagnosis pada kasus yang telah dipaparkan adalah mucocele akibat
trauma
17

Mucocele terjadi akibat trauma dan obstruksi glandula salivarius


Rencana perawatan pada kasus yang telah dipaparkan adalah pembedahan
Prognosis dari perawatan kasus tersebut adalah excellent prognosis

DAFTAR PUSTAKA
Ata-Ali J, Carrillo C, Bonet C, Balaguer J, Penarrocha M, dan Penarrocha, M.,
2010, Oral Mucocele: Review of the Literature, J Clin Exp Dent, 2(1);e10-13.
Aziz, R.,U., 2006, Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh Dengan Kebiasaan Buruk,
Tiga Serangkai, Solo
Bhatia, S. K., Goyal, A., Kapur, A., 2013, Habitual Biting of Oral Mucosa:
A

Conservation

Treatment

Approach,

Contemporary

Clinical

Dentistry, 4(3):386-389.

Bozorgmehr, E., Hajizamani, A., Mohammadi, T. M., 2013, Oral Health Behavior
of Parents as a Predictor of Oral Health Status of Their Children, ISRN
Dentistry.
Gocke, M.T., 2012, Virginia oral, facial and implant surgery
www.virginiaoralimplantsurgery.com/procedures/pediatric-oral-surgery/newpage-3/
Grossman, L.I., Oliet, S., dan Rio, C.E.D., 1995 , Ilmu Endodontik dalam Praktek,
ed 11, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

18

Hanafiah, J. 2007. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Jordan, R.C.K & Lewis M.A.O, 2013, Oral Medicine, Manson Publishing, Boca
Raton
Koch, Goran dan Sven Poulsen, 2009, Pediatric Dentistry A Clinical Approach
2nd ed., UK, Blackwell Publishing
Ligtenberg, Anton dkk., 2014, Saliva Secretion and Function, Basel : Karger
Marathe,S., Heballe, M., Nisa, S.U.,Harchaman, N. 2014, Oral Mucocele:
Presentation at a Rare Dite with Review, International Journal of Advanced
Health Sciens
Mucocele , diakses dari
http://www.cs.unsyiah.ac.id/~frdaus/PenelusuranInformasi/FilePdf/mucocele.pdf pada 16 November 2015 pukul 22.57.
Myers,

E.N. & Ferris, R.L., 2007, Salivary Gland Disorders, Springer,

Heidelberg
Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta
Riyanti, E., Saptarini, R., 2009, Upaya Peningkatan Kesehatan Gigi dan Mulut
Melalui Perubahan Perilaku Anak, Majalah Ilmu Kedokteran Gigi, XI(1).
Sari, E., 2010, Mukokel dan Ranula pada Anak (Laporan Kasus), Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan
Sari, E,, 2010, Oral Mucocele,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20503/3/Chapter%20II.pdf,
diunduh pada tanggal 18 November 2015 pukul 14.56
Sudiono, J., Kurniadhi, B., Hendrawan, A., dan Djimantoro, B., 2001, Penuntun
Praktikum Patologi Anatomi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Warnakulasuriya, saman dkk., 2014, Oral Medicine and Pathology : a Guide to
Diagnosis and Management, New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher

19

20

Anda mungkin juga menyukai