Anda di halaman 1dari 16

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.

03
RUMAH SAKIT TK IV 02.07.04

PANDUAN
TRANSFER PASIEN

RUMAH SAKIT TK IV 02.07.04


BANDAR LAMPUNG

BAB I
DEFENISI

Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruang perawatan/
ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan
pasien dari saru rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di transfer.
Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan
keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat
dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra
transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan
peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama transfer.
Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang
kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah terlatih.

Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
-

Agar pelayanan trnsfer pasien dilaksanakan secara profesional dan

berdedikasi tinggi
Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan
lancar serta pelaksanaanya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Transfer pasien di dalam Rumah Sakit


1. Transfer pasien dari IGD ke ruang rawat inap, ICU, kamar operasi
2. Transfer pasien dari rawat jalan ke ruang rawat inap, ICU, Kamar
3.
4.
5.
6.

operasi
Transfer pasien dari Ruang rawat inap ke ICU, kamar operasi
Transfer pasien dari ICU ke ruang rawat inap, kamar operasi
Transfer pasien dari kamar operasi ke ruang rawat inap, ICU
Transfer pasien dari IGD, rawat inap, ICU ke ruang Radiologi

B. Transfer Pasien Antar Rumah Sakit


1. Transfer pasien dari Rumah Sakit ke Rumah sakit lain atau sebaliknya
2. Transfer pasien dari Rumah Sakit ke Rumah pasien atau sebaliknya

BAB III
TATALAKSANA

A. Pengaturan Transfer
1. Rumah sakit harus membentuk suatu tim transfer yang mencakup perawat
yang kompeten dalam merawat pasien kritis, petugas medis, dan petugas
ambulans. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan metode transfer mana
yang akan dipilih.
2. Berikut adalah tiga pilihan metode transfer yang ada.
a. Layanan Antar-Jemput Pasien (Retrieval Service): merupakan layanan /
jasa umum dengan tim transfer sentral yang berlokasi di suatu tempat, di
mana tim tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari rumah sakit
jejaring dan membawa / mentransfernya ke rumah sakit lain yang paling
sesuai untuk pasien.
b. Tim transfer lokal: setiap rumah sakit memiliki tim transfernya sendiri dan
mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain.
3. Semua rumah sakit dengan layanan akut harus mempunyai sistem resusitasi,
stabilisasi, dan transfer untuk pasien-pasien dengan sakit berat / kritis; tanpa
terkecuali.
4. Dokter senior / spesialis (DPJP/ dr ICU) yang bertanggungjawab dalam tim
transfer pasien harus siap sedia 24jam untuk mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan transfer pasien sakit berat / kritis antar rumah sakit.
B. Keputusan Melakukan Transfer
1. melakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
2. mengawali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer,
kemudian lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.
3. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman:
edukasi dan persiapan.
4. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel
rumah sakit akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan
keluarga dan kerabat pasien.
5. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya
lebih besar,sebaiknya jangan melakukan transfer.
6. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,
peralatan dan kendaraan khusus.
7. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/dokter senior (biasanya
seorang konsultan) dan dokter ruangan.
8. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter
yang mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan
waktu diambilnya keputusan,serta alasan yang mendasari.

9. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien, yaitu:


a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
b. Transfer untuk alasan non-medis (misalnya karena ruangan penuh, fasilitas
kurang mendukung, jumlah petugas rumah sakit tidak adekuat)
c. Repatriasi / Pemulangan Kembali
10. Saat keputusan telah diambil, dokter yang bersangkutan akan menghubungi
unit / rumah sakit yang dituju.
11. Dalam mentransfer pasien, tim rumah sakit akan menghubungi rumah sakit
yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang dituju. Jika unit
tersebut setuju untuk menerima pasien rujukan, tim transfer rumah sakit
pengirim harus memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di
rumah sakit yang dituju.
12. Keputusan final untuk melakukan transfer dipegang oleh dokter senior /
konsultan rumah sakit yang dituju.
13. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer dan mintalah persetujuan tindakan
transfer.
14. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat, meliputi: nama, jabatan, dan
detail kontak personel yang membuat kesepakatan baik di rumah sakit yang
merujuk dan rumah sakit penerima; tanggal dan waktu dilakukannya
komunikasi antar-rumah sakit; serta saran-saran / hasil negosiasi kedua belah
pihak.
C. Stabilisasi sebelum transfer
1. Pada umumnya, transfer sebaiknya tidak dilakukan sampai kondisi pasien
stabil.
2. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia
harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
3. Rumah sakit yang terlibat harus memastikan bahwa terdapat prosedur /
pengaturan transfer pasien yang memadai.
4. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas. Beberapa pasien mungkin membutuhkan
intubasi atau trakeostomi dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang
adekuat.
b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator
portabel selama minimal 15 menit.
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)

d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus merupakan


teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses transfer
berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed DrainageWSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.
f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
g. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat

menunggu

pelaksanaan transfer
5. Rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
6. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
7. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan
bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang
terlewat.

A. PENDAMPINGAN PASIEN SELAMA TRANSFER

1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang
tenaga medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat
beratnya penyakit / kondisi pasien).
3. Dokter senior (dr ICU/ dr. Anestesi), biasanya seorang konsultan, bertugas
untuk membuat keputusan dalam menentukan siapa saja yang harus
mendampingi pasien selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan
dengan proses transfer. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak
memerlukan dampingan anestesiologis selama proses transfer antar-rumah
sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan
tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi
b. Pasien dengan perintah Do Not Resuscitate (DNR)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di mana
intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.

5. Berikut

adalah

panduan

perlu

atau

tidaknya

dilakukan

transfer

berdasarkan tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis.


(keputusan harus dibuat oleh dokter ICU/ DPJP)
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di
rumah sakit tujuan; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat, atau
paramedis (selama transfer).
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari
tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh paramedis, ambulans, perawat,
dan atau dokter (selama transfer).
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas
yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan perawat /
paramedis lainnya).
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan
dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien yang
membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi oleh
petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi
dan perawat ruang intensif / IGD atau paramedis lainnya).
6. Saat departemen anestesi di rumah sakit pengirim tidak dapat menjamin
terlaksananya bantuan / dukungan anestesiologi yang aman selama proses
transfer; pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan
risiko terkait transfer.
a. Pasien yang menjalani transfer akan diuntungkan jika terdapat menajemen
anestesi yang baik.
b. Permasalahannya:

i.

Apakah sebaiknya dilakukan penundaan transfer pasien sampai

ii.

terdapat dukungan / bantuan anestesi yang memadai?


Apakah sebaiknya tetap mentransfer pasien tanpa didampingi oleh

anestesiologis, tetapi didampingi oleh dokter lainnya?


c. Dalam protokol transfer pasien, sebaiknya terdapat dokter yang terlatih dan
berpengalaman di bawah pengawasan langsung oleh tim transfer rumah sakit
yang sudah berpengalaman.
7. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit
berat / kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.1
8. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama
transfer berlangsung yang berisi nomor rumah sakit asal dan tujuan.
9. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.
10. Selalu ada kemungkinan (meskipun jarang) akan terjadinya kecelakaan pada
ambulans yang berakibat cedera yang serius pada petugas, bahkan
kematian.
a. Penting untuk diingat bahwa seluruh petugas yang terlibat dalam transfer
pasien dan atasan mereka telah membuat pengaturan keuangan /
asuransi yang adekuat (baik untuk diri sendiri maupun keluarga) jika
seandainya terjadi kecelakaan pada diri mereka saat melakukan transfer,
serta paham akan syarat dan keterbatasan asuransi ini.
E. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralaatn yang harus dibawa
selama Transfer
1. TRANSFER INTRA-RUMAH SAKIT
a. Standar: pemantauan minimal, pelatihan, dan petugas yang berpengalaman;
diaplikasikan pada transfer intra- dan antar-rumah sakit
b. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai risiko dan keuntungannya.
c. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk
mengantisipasi kejadian emergensi.
d. Peralatan listrik harus tepasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen
sentral digunakan selama perawatan di unit tujuan.
e. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaaan MRI harus paham
akan bahaya potensial yang ada.
f. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level
pasien

Kompetensi SDM untuk transfer intra Rumah sakit


Pasien

Petugas

Derajat 0

Pendamping
(minimal)
TPK / Petugas Bantuan Hidup Dasar

Derajat 0,5
(orang

Keterampilan yang dibutuhkan

Peralatan Utama

keamanan
TPK/
Petugas Bantuan Hidup Dasar
Keamanan

tua/deliriu
m)
Derajat 1

Perawat/Petugas
yang
berpengalaman
(sesuai

dengan

Perawat

dan

Semua

ditambah
Dua tahun pengalaman dalam

petugas keamanan
/ TPK

Oksigen
Suction
Tiang
infus

portabel
Pompa infus

dengan baterai
Oksimetri

denyut
Semua

suction

kebutuhan pasien)

Derajat 2

Bantuan hidup dasar


Pelatihan tabung gas
Pemberian obat-obatan
Kenal akan tanda deteriorasi
Keterampilan trakkeostomi dan

keterampilan

perawatan

diatas,

peralatan
diatas,

intensif

(oksigenasi,Sungkup pernafasan,

defribrilator, monitor

Derajat 3

dan

Standar kompetensi dokter harus diatas


standar minimal
Dokter :
- Minimal 6
mengenai

ditambah
Monitor EKG

tekanan

darah
Defibrilator
Monitor
ICU
portabel yang

bulan

pengalaman

perawatan

pasien

intensif dan bekerja di ICU


Keterampilan
bantuan
hidup

dasar dan lanjut


Keterampilan

lengkap
Ventilator dan
peralatan
transfer

memenuhi
menangani

standar

permasalahan jalan napas dan

minimal

pernafasan, minimal level ST 3


atau sederajat

yang

Harus mengikuti pelatihan untuk


transfer

pasien

dengan

sakit

berat/kritis
Perawat:
Minimal 2 tahun bekerja di ICU
Keterampilan
bantuan
hidup

dasar dan lanjut


Harus mengikuti pelatihan untuk
transfer

pasien

berat/kritis

dengan

sakit

(lengkapnya

lihat

lampiran 1)
2. Kompetensi SDM untuk transfer antar rumah sakit

Pasien

Petugas

Keterampilan yang dibutuhkan

Derajat 0

Pendamping
(minimal)
Petugas ambulan

Peralatan Utama dan


Jenis kendaraan

Bantuan hidup dasar (BHD)

Kendaraan

High

Dependency Service
Derajat 0,5
(orang

Petugas ambulan Bantuan Hidup Dasar

(HDS)/ ambulan
Kendaraan
HDS/

dan paramedis

Ambulan

tua/deliriu
m)
Derajat 1

Petugas ambulan
dan perawat

Bantuan hidup dasar


Pemberian oksigen
Pemberian obat-obatan
Kenal akan tanda deteriorasi
Keterampilan
perawatan

Kendaraan

HDS/ ambulan
Oksigen
Suction
Tiang
infus

portabel
Infus
pump

dengan baterai
Oksimetri
Ambulan
Semua

trakeostomi dan suction

Derajat 2

Dokter, perawat,
dan
ambulan

Semua

ditambah;
Penggunaan alat pernapasan
Bantuan hidup lanjut
Penggunaan kantong pernafasan

Petugas

keterampilan

(bag-valve- mask)

diatas,

peralatan
atas
-

di
,

ditambah;
Monitor EKG

Derajat 3

Penggunaan defibrilator
Penggunaan monitor intensif

Dokter, perawat, Dokter:


- Minimal 6 bulan pengalaman
dan
Petugas
mengenai
perawatan
pasien
ambulan
intensif dan bekerja di ICU
- Keterampilan bantuan hidup dasar
-

dan lanut
Keterampilan

menangani

dan
-

darah
Defibrilator bila

diperlukan
Ambulans
lengkap/ AGD

pernapasan, minimal level ST 3


atau sederajat
Harus mengikuti pelatihan untuk
transfer pasien dengan sakit berat/

kritis
Perawat:
Minimal 2 tahun bekerja di ICU
Ketermapilan bantuan hidup dasar

dan lanjut
Harus mengikuti pelatihan untuk

118
Monitor

lengkap
Ventilator dan
peralatan
transfer
standar
minimal

kritis ( lengkapnya lihat dilampiran


1)
F. Pemantauan, Oabt-obatan, dan peralatan selama transfer pasien kritis
1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis derajat 1, 2, atau 3 memerlukan
pemantauan selama proses transfer.
2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus
sebaik pelayanan di rumah sakit asal / tujuan.
3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
transfer dilakukan.Standar minimal untuk transfer pasien derajat 2 dan 3
antara lain:
Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
EKG kontinu
Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
Terpasangnya jalur intravena
Terkadang memerlukan akses ke vena sentral

yang

memenuhi

transfer pasien dengan sakit berat/

a.
b.
c.
d.
e.
f.

ICU

pertabel yang

permasalahan jalan napas dan

tekanan

g.
h.
i.
j.

Peralatan untuk memantau cardiac output


Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk mencegah

terjadinya hipotermia atau hipertermia)


4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten sensitif terhadap gerakan
dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup
menghabiskan baterai monitor.
5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)
disarankan.
6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut;
pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak stabil;
atau pada pasien dengan inotropik).
7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling status
(status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses vena sentral
diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien
tertentu.
9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai
oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator.2
10. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di dalam
jarum suntik)
a. Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia3
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans otot
e. Obat inotropik
11. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar
akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan
baik.
12. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan
baik.
13. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di
ambulans.
14. Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama
transfer.
15. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
16. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat
tidak disambungkan dengan stop kontak/listrik).

17. Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik)
18. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan
dapat

memperlihatkan

elektrokardiogram

(EKG),

saturasi

oksigen

arteri,pengukuran tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan temperatur.


19. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan
cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan
ekternal / vibrasi (getaran).
20. Alarm harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras.
21. Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal):
a. alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari
tubuh pasien
b. mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive end expiratory
pressure)dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi
c. pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi pernapasan per-menit, dan
volume tidal.
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled
ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous positive
airway pressure)
22. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses
transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi /
obat-obatan.
23. pencatatan status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana
yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus
dilengkapi selama transfer.
24. Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat di
lembar pemantauan.
25. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas
dan harus dalam posisi aman di bawah level pasien.
G. Pemilihan METODE TRANSFER antar rumah sakit untuk pasien kritis

1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

penting seperti di bawah ini.


Derajat urgensi untuk melakukan transfer
Kondisi pasien
Faktor geografik
Kondisi cuaca
Arus lalu lintas
Ketersediaan / availabilitas
Area untuk mendarat di tempat tujuan

h. Jarak tempuh
2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain:
a. Jasa ambulans gawat darurat
i. siap sedia dalam 24 jam
ii. perjalanan darat
iii. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan
iv.

dan lamanya waktu yang diperlukan.


Kontak pusat ambulans setempat

H. Alat TRANSPORTASI (KENDARAAN) untuk transfer pasien antar rumah


sakit
1. Umumnya, digunakan mobil ambulans dari rumah sakit yang merujuk. Mobil
yang digunakan biasanya tipe B yang mempunyai soket listrik 12 V, suplai
oksigen, monitor, dan peralatan lainnya).
2. Sebelum melakukan transfer, pastikan
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

kebutuhan-kebutuhan

untuk

mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen dan baterai cadangan).


Standar peralatan di ambulans:
Suplai oksigen
Ventilator
Jarum suntik
Suction
Baterai cadangan
Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi pasien
Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan temperatur

pasien)
h. Alat kejut jantung (defibrillator)
4. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir ambulans.
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera
dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal.
5. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat
padat penduduknya, tetapi tidak semua kantor kepolisian menyediakan jasa
ini.
6. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk
pengaman.
7. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi
segera, berhentikan ambulans di tempat yang aman dan lakukan tindakan
yang diperlukan.
I. DOKUMENTASI DAN PENYERAHAN PASIEN TRANSFER ANTAR RUMAH
SAKIT

1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer,
a.
b.
c.
d.
e.

dan harus mencakup:


detail kondisi pasien
alasan melakukan transfer
nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
status klinis pre-transfer
detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama transfer

berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan
untuk transfer intradan antar-rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung:
a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi
yang diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama
proses transfer, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah
sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara
tim transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan
perawat)

yang

akan

bertanggungjawab

terhadap

perawatan

pasien

selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik
secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital,
hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi
klinis selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium,

radiologi,

dan

yang

lainnya

harus

dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.


9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban
merawat pasien.
J. Komunikasi dalam transfer pasien antar rumah sakit
1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai
alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon
rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien
sebelum dilakukan transfer.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan di kedua rumah sakit, untuk
mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien.

4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat


senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai
dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan
penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan penyerahan
tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pusat ambulans setempat jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi
selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien
kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya.
BAB V
DOKUMENTASI
-

Proses transfer didokumentasikan dalam :


Lembar pemberian informasi transfer/ rujuk
Lembar transfer / rujuk ke rumah sakit lain
Rujukan

Anda mungkin juga menyukai