html
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan
karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat
relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di
negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan
remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan
perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang
hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu
betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral
knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral
behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan
bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan
kebaikan. Bagan di bawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga
kerangka pikir ini.
a. Pendidikan Karakter Menurut Lickona
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai
segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter
siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat
dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan
oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian
pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
b. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
maupun negara.
c. Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau
individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan mesin
yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap,
dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).
d. Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari
titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan
biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo,
1982: p.29).
Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter
Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai
(values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang
mendesak untuk dilakukan. Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan
karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif,
Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta
tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta
Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung
jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam
rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya
untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga
masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan
sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster
optimal character development (usaha kita secara sengaja dari
seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu
pembentukan karakter secara optimal.
Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar
tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran
yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan
metode pujian dan hukuman.
Pendidikan karakter, mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja,
tapi di rumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta
pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi
juga usia dewasa. Di masa kini kita akan menghadapi persaingan
dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan negara di dunia.
Bahkan kita yang masih akan berkarya di tahun tersebut akan
merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya
manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
Karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian
di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku
buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan
interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang
mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di
masyarakat ditentukan oleh Emotional Quotient (EQ).
Dari sudut pandang psikologis, terjadi penurunan kualitas usia
psikologis pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 2001,
dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2013. Maksud usia
psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan
yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia
21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
http://www.buletinsia.com/opini/opini-implikasi-full-day-schoolterhadap-anak-didik
Opini: Implikasi Full Day School Terhadap Anak Didik
Diskursus sistem Full Day School atau dalam bahasa Indonesia
Sekolah Sehari Penuh yang di gagas oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang baru Bapak Muhadjir Effendy dalam pidatonya di
Universitas Muhammadiyah Malang(UMM), Minggu (7/8/2016).
Beliau mengatakan bahwa sistem full day school akan diterapkan di
pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta.
Alasannya agar anak tidak sendiri ketika orang tua mereka masih
bekerja (kompas.com Senin, 8 Agustus 2016). Dari perkataan Pak
Menteri diatas bahwa bisa ditafsirkan Pak Menteri tidak percaya lagi
terhadap pendidikan orang tua atau lebih kita kenal sebagai
pendidikan keluarga karena dianggap anak selalu sendiri dirumah
karena kedua orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing
supaya tidak sendiri kata pak menteri mesti harus diterapkan full
day school saja sehingga ketika orang tua mereka itu masih
bekerja atau bahkan orang tua sibuk dengan pekerjaannya sehingga
waktu dan kesempatan bersama anak berkurang.
Pak Menteri secara tidak langsung mengeneralisir bahwa seluruh
orang tua sibuk dengan pekerjaanya dan ingin menyerahkan
tanggungjawab sepenuhnya kepada pihak sekolah untuk mendidik
anak, sebab ketika seorang siswa bersekolah sehari di sekolah
misalkan bisa diperkirakan mulai dari jam 07.30 sampai jam 17.00
wita, itu menurut perkiraan penulis, maka waktu dan kesempatan
anak- anak didik untuk mendapatkan didikan langsung dari kedua
orang tua akan berkurang sebab kalau untuk malam hari tidaklah
cukup disebabkan malam hari itu hanya waktu untuk istirahat dan
tidur apalagi ada juga di kalangan kedua orang tua yang sangat
sibuk dengan pekerjaannya, tetapi juga tidak semua orang tua