PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah organisasi/perusahaan dalam mewujudkan eksistensinya dalam rangka
mencapai tujuan bisnisnya, memerlukan sejumlah pekerja yang mempu
melaksanakan seluruh volume kerjanya. Pekerja tersebut mungkin sudah berada di
dalam oerganisasi/ perusahaan, disammping mungkin pula masih memerlukan
penembahan atau pengurang sari yang sudah ada. Untuk itu diperlukan
Perencanaan SDM dengan berorientasi pada Hasil Analisis Pekerjaan, agar
pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari segi kuantitatif (jumlahnya)
maupun kualitatif (kualitasnya). Dengan tersedianya sejumlah tenaga yang relevan
dengan tuntutan Diskripsi atau spesifikasi pekerjaan, diharapkan seluruh volume
kerja dapat dilaksanakan secara produktif dan berkualitas.
Pengelolaan SDM kesehatan khususnya perencanaan kebutuhan SDM
kesehatan selama ini masih bersifat administrative kepegawaian dan belum
dikelola secara professional, masih bersifat to down dari pusat, belum bottom up
(dari bawah), belum sesuai kebutuhan organisasi dan kebutuhan nyata di
lapangan, serta belum berorientasi pada jangka panjang.
Untuk itu perencanaan SDM harus dilakukan secara professional, karena akan
menentukan kualifikasi para pekerja yang berpengaruh besar terhadap sukses atau
gagalnya dalam mewujudkan eksistensinya yang bersifat kompetitif sekarang dan
dimasa yang akan datang.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu
memahami langkah langkah perencanaan SDM serta Current Issues dalam
perencanaan ketenagaan.
1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas mengenai perencanaan ketenagaan yang
terdiri dari nilai penting perencanaan SDM keperawatan (kesehatan), langkah
BAB II
penulisan.
Kerencanaan Ketenagaan Keperawatan (kesehatan) yang
terdiri dari nilai penting perencanaan SDM keperawatan
(kesehatan),langkah langkah perencanaan SDM serta
BAB III
BAB II
PERENCANAAN KETENAGAAN
KEPERAWATAN (KESEHATAN)
2.1 Pengertian
1
Penyusunan
perencanaan
ketenagaan
merupakan
fungsi
ketiga
dari
keperawatan.
Menejer
perawat
perlu
menyusun
dukungan
bagian
dari
perencanaan
strategis,
manejer
perawat
akan
simulasi,
modeling,
projeksi
skenario,
analisis
dampak
karyawan
memperbaharui
pengetahuan
dan
tanggung
jawab
etis
dari
manejemen
keperawatan
untuk
kualifikasi dan posisi tanggung jawab yang sebanding dalam komunikasi dan
agensi. Salinan tertulis tentang kebijakan personel, deskripsi pekerjaan, dan
standar pekerjaan akan dibuat tersedia untuk semua personel keperawatan.
Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan menurut Keputus
Menkes No: 81/Menkes/SK/I/2005 dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok
besar yaitu;
3.
kebutuhan
SDM
kesehatan
disesuaikan
dengan
kebutuhan
Isu strategi
1. Penyusunan rencana pegembangan tenaga kesehatan (termasuk penyusunan
kebutuhan tenaga) tidak akan berhasil bila tidak disusun dalam konteks
kebijakan
pengembangan
SDM
Kesehatan
secara
keseluruhan
yang
ditetapkan.
2. Penentuan pendekatan dan cara penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan
sering hanya mendasarkan pada suatu model saja, dan kurang mendasarkan
pada sistesa bermacam model yang ada sehingga dapat dihimpun berbagai
segi positifnya dan dihindari segi-segi kekurangannya.
3. Sistem informasi yang baik dapat mendukung sepenuhnya pengembangan
SDM Kesehatan secara keseluruhan (PNS dan Non PNS).
4. Masih terbatasnya pemahaman tentang pentingnya perencanaan SDM
Kesehatan
dari
berbagai
segi
pendekatan,
metode
dan
prosedur
1.
Faktor Eksternal
a.
b.
ini
sangat
berpengaruh
terutama
untuk
hukum
tentang
yang sangat
Faktor Teknologi
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat, telah diiringi
pula dengan dihasilkannya teknologi baru, baik yang berhubungan dengan
cara kerja dan peralatan untuk peningkatan produktivitas dan kualitasnya,
maupun untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen yang juga
terus menerus meningkat kualitasnya.
d.
Faktor Pesaing
Pesaing yang bergerak dalam bidang bisnis yang sama, bagi suatu
organisasi atau perusahaan akan mempengaruhi pasarnya. Untuk merebut
dan memenangkan pemasaran tersebut, sebuah organisasi/perusahaan
memerlukan SDM yang kompetitif.
2.
Faktor Internal
a. Rencana Strategik dan Rencana Operasional (Taktik)
Dalam kenyataannya rencana strategik dan rencana operasional (taktik)
bisnis suatu organisasi/perusahaan bagaimanapun baiknya, tidak mungkin
terwujud tanpa SDM yang relevan dan kompetitif.
b. Anggaran/Cost SDM
SDM dilingkungan organisasi/perusahaan yang disebut pekerja atau
karyawan, adalah orang yang digaji/diupah dalam melaksanakan tugas
10
memperhatikan
lingkungan/iklim
bisnis
dan
kemampuan
Faktor Ketenagakerjaan
a. Pensiun, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Meninggal Dunia, dan
Tenaga Kerja yang selalu absen, dalam perencanaan SDM harus
diperhitungkan sebagai pengurangan tenaga kerja, yang harus diganti.
11
b.
pendidikan
di
luar
perusahaan/organisasi
sehingga
4.
b.
Prestasi Kerja
Berpengaruh pada pengaturan penempatan dalam perencanaan SDM.
c.
d.
Faktor Demografi
Sebaran penduduk, kualitas pendidikan rata- rata, sikap hidup dan lain
lain ikut berpengaruh dalam perencanaan SDM, karena memiliki kaitan
dengan kemampuan dan etos kerja.
e.
Faktor Supervisi
Memperhitungkan kemampuan dalam memberikan bimbingan dan
pengawasan, bila mana dalam perencanaan SDM terpaksa memasukkan
tenaga kerja yang tidak memenuhi persyaratan.
f.
g.
Faktor Lokasi
12
13
14
Masalah Komunitas
Tekanan Politik
Bencana
Kemajuan Iptek
Pengaruh Musiman
Kondisi Cuaca
Kondisi Ekonomi
Gambar 2-1. Faktor faktor yang mempengaruhi beban kerja keperawatan ( Sumber: Gillies,
1989).
BOR rata-rata
Jenis layanan
Tata ruang
Kebijakan
yang
berhubungan
pasien,dll.
2. Rumus Perhitungan tenaga perawat
15
dengan
penerimaan,
pemulagan
a. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Proyeksi pada tahun target anak umur 0-4 tahun adalah 2,0 juta,
16
17
No
.
1
Jumlah Staf ( N )
16 orang
18
Dayaguna
Staf / Hari ( S)
6.25
21 orang
5,2 - 8,0
30 orang
5,5 7,7
40 orang
5,8 8,3
> 40 orang
6,6
19
dijabat oleh petugas yang minimal berijasah SMEA / SMTA dan telah
mengikuti kursus bendaharawan).
Perkiraan jenis tenaga pada jabatan-jabatan teknis tidak sulit, karena masingmasing jabatan mempersyaratkan tenaga yang memiliki keterampilan tertentu.
Pendidikan tenaga-tenaga teknis kesehatan yang siap pakai mewajibkan
penempatannya pada jabatan teknis yang tepat. Hal ini memudahkan pengelola
kepegawaian untuk menentukan jenis tenaga yang layak untuk ditempatkan pada
jabatan dimaksud.
Contoh, unit peningkatan dan kesehatan keluarga apabila diperinci antara lain
terdiri dari kegiatan KIA, KB, Kesehatan Gigi Keluarga, sehingga dapat
diperkirakan unit bersangkutan membutuhkan tenaga bidan, ahli gizi.
Berikut ini adalah contoh DSP Puskesmas dengan bermacam-macam model :
1. Model Puskesmas yang berada di daerah terpencil dengan penduduk
jarang, dengan kegiatan rendah.
2. Model Puskesmas dengan penduduk 20.000 dengan output Puskesmas
pertahun = 35.000
3. Model Puskesmas di daerah perkotaan dengan penduduk padat, dengan
output Puskesmas per tahun 60.000
4. Model Puskesmas perawatan yang jauh hubungan daratnya dengan RSU
terdekat.
5. Model Puskesmas perawatan di daerah kepulauan dengan sarana
perhubungan laut yang sulit.
6. Model Puskesmas Perawatan di daerah strategis.
20
nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di
fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah
digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi
5 langkah, yaitu:
1. Menetapkan waktu kerja tersedia ;
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM ;
3. Menyusun standar beban kerja ;
4. Menyusun standar kelonggaran ;
5. perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.
Pada dasarkan metode WISN ini dapat digunakan di rumah sakit, puskesmas,
dan sarana kesehatan lainnya, atau bahkan dapat digunakan untuk kebuhan di
Kantor Dinas Kesehatan. Sebagai contoh di bawah ini disajikan penggunaan
metode WISN di sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Langkah pertama (Menetapkan Waktu Kerja Tersedia )
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja
tersedia masing masing kategori SDM yang bekerja di Rumah Sakit selama
kurun waktu satu tahun.
Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia adalah sebagai
berikut:
1. Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah
setempat, pada umumnya dalam seminggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250
hari kerja (5 hari x 50 minggu). (A)
2. Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja
setiap tahun. (B)
3. Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di RS untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi / profesionalisme setiap
SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatiahn/kursus/seminar/lokakarya
dalam 6 hari kerja. (C)
21
data
tersebut
selanjutnya
dilakukan
perhitungan
untuk
= Hari Kerja
= Cuti Tahunan
= Ketidakhadiran Kerja
= Waktu Kerja
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori
SDM adalah sebagai berikut :
1. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing
masing unit dan sub-unit kerja.
2. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan
fungsional misalnya: Komite Medik, komite Pengendalian Mutu RS.
Bidang/Bagian Informasi.
3. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di
RS.
4. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
5. Peraturan perundang undangan berkaitan dengan jabatan fungsional
SDM kesehatan.
6. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP)
pada tiap kerja RS.
Langkah Ketiga (Menyusun Standar Beban Kerja)
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun pe
kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan (rata rata waktu) dan
waktu yang tersedia pe tahun yang similiki oleh masing masing kategori tenaga.
Pelayanan Kesehatan di RS bersifat individual, spesifik dan unik sesuai
karakteristik pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan berat ringannya penyakit, ada
tidaknya komplikasi. Disamping itu harus mengacu pada standar pelayanan dan
standar operasional prosedur (SOP) serta pengguanaan teknologi kedokteran dan
prasarana yang tersedia secara tepat guna. Oleh karena itu pelayanan kesehatan
RS membutuhkan SDM yang memiliki berbagai jenis kompetensi, jumlah dan
distribusinya tiap unit kerja sesuai beban kerja.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing
masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :
1. Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana hasil
yang telah ditetapkan pada langkah kedua.
23
kompetensi,
kegiatan
pelaksanaan
standar
pelayanan,
24
standar
25
Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit
kerja meliputi:
1. Data yng diperoleh dari langkah langkah sebelumnya yaitu:
2. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan
Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data dan kegiatan
pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun
waktu satu tahun.
Untuk menyusun kuantitas kegiatan pokok instalasi rawat inap dibutuhkan
data dasar sebagai berikut:
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun
3. Rata rata sensus harian
4. Rata rata lama pasien di rawat (LOS)
Kunatitas Kegiatan Pokok
Kebutuhan SDM =
+ Satndar Kelonggaran
Standar Beban Kerja
c. Menurut hanson
Hanson menyusus katagori pasien dan jam perawatan sebagai berikut:
Penyakit dalam
: 3,4 jam
Penyakit bedah
: 3,5 jam
: 3,4 jam
Post partum
: 3 jam
Bayi / neonatus
: 2,5 jam
Anak
: 4 jam
Rawat Jalan :
Jumlah jam perawatan pe pasien : 0,5 jam
Kamar operasi:
Kelas A dan B : 5 8 Jam /24 jam
Kelas C dan D : 3 jam / 24 jam
Kamar bersalin
Jumlah jam perawatan : 5 8 jam / 24 jam
2. Hari kerja efektif perawat dalam 1 tahun
: 365 hari
27
: 289 hari
: 41 minggu
hanya 75 %
3. Jumlah jam kerja efektif dalam 1 tahun
41 minggu x 40 jam = 1640 jam pertahun
4. Cara perhitungan tenaga perawat :
Rawat Nginap:
Jumlah jam perawat x 52 minggu x 7 hari x jumlah TT x BOR + koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
Rawat Jalan :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x 6 hari x jumlah kunjungan + koreksi 10%
41 minggu x 40 jam
Kamar Bedah :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x7 hari x jumlah anggota tim x jumlah kamar op + koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
Kamar bersalin :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x7 hari x jumlah TT x BOR + koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
e. Menurut Gillies
WORK VOLUME
WORK CAPACITY
Jumlah perawat =
A + B X 365
(365 C ) X Jam Kerja
Keterangan :
A : Jam perawatan selama 24 jam
B : BOR X TT/ sensus harian
C : Jumlah hari libur ( hari libur nasional + cuti 12 hari kerja)
f. Metoda Douglas
28
Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada satu ruang rawat berdasarkan
kualifikasi pasien sebagai berikut :
Jml
Pasie
n
1
2
3
Dst
Pagi
0.17
0.34
0.52
Minimal
Siang
Malam
0.15
0.07
0.30
0.14
0.45
0.21
Klasifikasi pasien
Partial
Pagi
Siang
Malam
0.27
0.15
0.10
0.54
0.30
0.20
0.81
0.45
0.30
Pagi
0.36
0.72
1.08
Total
Siang
0.30
0.60
0.90
Malam
0.20
0.40
0.60
Klasifikasi Pasien
Minimal
2.
Partial
3.
Total
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kriteria
Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
Makan minum dilakukan sendiri
Ambulasi dengan pengawasan
Observasi tanda tanda vital dilakukan tiap shift 1 kali
Pengobatan minimal
Ststus psikologis stabil
Persiapan prosedur tidak memerlukan pengobatan
Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
Makan minum dilakukan sendiri
Ambulasi dengan pengawasan
Observasi tanda tanda vital dilakukan tiap shift 1 kali
Pengobatan minimal
Ststus psikologis stabil
Persiapan prosedur memerlukan pengobatan
Segala dibantu/diberi
Posisi diatur
Observasi tanda tanda vital tiap 2 jam
Makan melalui NGT
Terapi intra vena
Pemakaian suction
Gelisah / disorientasi
29
tingkatan keterampilan.
5. Laksanakan penjadwalan yang kreatif dan fleksibel berdasarkan kebutuhan
pasien, kebutuhan tenaga kerja, dan kepentingan
organisasi yang
2.
30
4.
Studi staffing
Penguasaaan rencana staffing
Sistem informasi manajemen keperawatan
Rencana penjadwalan
Rencana pendanaan
Rencana kontrol posisis
31
Kegiatan seleksi
Seleksi adalah proses penetapan keputusan dalam menerima (mengupah),
setelah
mempertimbagkan
setiap
pelamar
(calon)
untuk
suatu
Kegiatan Penempatan
Penempatan adalah penugasan seorang pekerja pada suatu jabatan atau unit
kerja di lingkungan suatu organisas/perusahaan. Penempatan merupakan
pengisian jabatan yang kosong, agar tugas pokok pada jabatan tersebut dapat
dilaksanakan. Untuk itu melalui kegiatan sebelumnya harus diperoleh pekerja
yang memiliki kemampuan sesuai dengan jabatan yang akan menjadi
tanggung jawabnya. Dengan kata lain calon yang ditempatkan harus memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dalam suatu
jabatan secara efektif dan efisien (Nawawi, 2005) .
3)
Program orientasi
Orientasi adalah usaha untuk membantu para pekerja agar mengenali secara
baik dan mampu beradaptasi dengan situasi atau dengan lingkungan/iklim
bisnis suatu organisasi/perusahaan (Nawawi, 2005). Tujuan utama orientasi ini
32
Jenjang Karir
Jenjang karir merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kinerja dan
profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi
(Depkes RI, 2006). Pengembangan karier sebagai kegiatan manajemen SDM pada
dasarnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan
pekerjaan oleh para pekerja, agar semakin mampu memberikan kontribusi terbaik
dalam mewujudkan tujuan bisnis organisasi/perusahaan (Nawawi, 2005).
Adapun tujuan dari jenjang karir berdasarkan rancangan pedoman
pengembangan karir profesional perawat yang disusun oleh Pengurus Pusat PPNI
dan Direktorat Bina Pelayanan Medik Depkes RI tahun 2006 adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
7.
8.
Merumuskan
model
pelatihan
pengembangan
karir
34
Aktivitas sentral
Hubungan primer
Tahap I
Pemula, bawahan
Tergantung
Tahap II
Kolega
Mandiri
Tahap III
Mempengaruhi,
membimbing,
mengarahkan dan membantu orang
lain untuk berkembang
Mentor informal.
Model peran
Mengemban tanggung
jawab unutk orang lain
Tahap IV
Penanggung jawab
Menjalankan
kekuasaan
35
Klinis
Ahli
(PKA)
atau
Staf
Perawat
(http://karirperawat.blogspot.com/2008/01)
Adapun jenjang karirprofesional perawat berdasarkan rancangan pedoman
pengembangan karir profesional perawat yang disusun oleh Pengurus Pusat PPNI
dan Direktorat Bina Pelayanan Medik Depkes RI tahun 2006 adalah sebagai
berikut:
36
PK V
PM V
PP V
PR
PK IV
PM IV
PP IV
PR
PK III
PM III
PP III
PR
PK II
PM II
PP II
PR
PK I
PM I
PP I
PR
37
a.
o) Penaggulangan infeksi
3. Memberikan askep dengan bimbingan dari perawat klinik lebih tinggi
4. Melakukan
pendidikan
kesehatan
pada
klien
dan
melakukan
dokumentasi askep
5. Melakukan pendidikan pada keluarga klien
6. kolaborasi dengan profesi lain
Perawat Klinik (PK II)
Pendidikan dan pengalaman kerja:
1. DIII Keperawatan : pengalamam kerja 5 tahun
2. S-I Keperawatan/Ners : pengalaman kerja 3 tahun
b. Kompetensi
1. Memberikan keperawatan dasar dalam lingkup keperawatan : Medikal
bedah/ Maternitas/ Pediatrik / Jiwa/ Komunitas/ Gadar, tanpa komplikasi
/ tidak komplek dengan bimbingan terbatas dari perawat klinik yang
lebih tinggi.
2. Menganalisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan. Menyusun
rencana asuhan keperawatan yang menggabarkan intervensi pada klien
medical bedah/ Maternitas/ Pediatrik / Jiwa/ Komunitas/ Gadar, tanpa
komplikasi.
3. Melakukan kolaborasi dengan profesi lain
4. Melakukan dokumentasi askep
39
b. Kompetensi
1. Memberikan keperawatan dasar dalam lingkup keperawatan : Medikal
bedah/ Maternitas/ Pediatrik / Jiwa/ Komunitas/ Gadar dengan
komplikasi / komplek
2. Melakukan tindakan keperawatan khusus dengan resiko
3. Melakukan konseling pada klien
4. Melakukan rujukan keperawatan
5. Melakukan askep dengan keputusan secara mandiri (tanpa bimbingan)
6. Melakukan kolaborasi dengan profesi lain
7. Melakukan dokumentasi askep
40
41
42
43
44
45
yang ada di kartu komputer personel mereka, akan membutuhkan revisi hanya jika
ada kejadian baru dan informasi ditambahkan kecatatan komputer.
Karena lama rawat pasien di rumah sakit menjadi lebih singkat, perawatan
yang diberikan mengatasi fase episode penyakit yang sangat akut dan diarahkan
ke penatalaksanaan nyeri, fasilitas respirasi, dukungan jantung, dan pemantaun
neurologi.
Salah satu kemungkinan yang paling menyenangkan dari apa yang dapat
terjadi di Amerika Serikat digambarkan oleh Jeffrey Bauer, yang mengajukan
bahwa sistem perawatan kesehatan diubah dengan menghancurkan monopoli yang
dipegang oleh dokter dalam pemberian perawatan kesehatan kepada warga
Amerika. Bauer mengajukan bahwa biaya perawatan kesehatan tidak akan turun
hingga warga diperkenankan untuk memilih pemberi perawatan yang mereka
inginkan. Dia mengajukan bahwa perawatan kesehatan ditempatkan dipasar bebas
sehingga pilihan maksimum dan kompetisi kualitas tersedia. Dia menyakini kita
harus melepaskan belenggu banyak pemberi perawatan non-dokter yang
kompeten di Amerika dan membiarkan konsumen Amerika bebas mengakses
layanan mereka.
Apabila rencana Bauer terwujud dan terdapat alasan yang baik untuk meyakini
bahwa memang hal tersebut benar-benar akan terjadi perawat praktisi lanjutan,
perawat-bidan bersertifikasi, dokter gigi, apoteker, perawat anestesi bersertifikasi,
ahli terapi fisik, ahli terapi okupasi, dan ahli terapi respirasi, hanya beberapa yang
disebutkan, akan mampu berespons secara langsung terhadap kebutuhan publik.
Konsumen akan bebas memilih dari menu yang meluas pemberi perawatan yang
berkualifikasi, suatu perkembangan yang akan menyebabkan biaya perawatan
turun ketika memberikan perawatan yang berkualitas untuk semua. Perawat akan
diperlukan di pusat pembedahan rawat jalan yang makin banyak, pusat diagnostik,
perawatan di rumah, nursing home, dan fasilitas keperawatan terampil ketika
rumah sakit menjadi semakin kecil dan perawatan kesehatan beralih ke komunitas.
Perawat dengan gelar sarjana dan master tersebut akan menjadi pilihan pertama
sebagai pemberi perawatan non dokter karena mereka dipersiapkan dengan baik
untuk peran perawat yang diperlukan di komunitas. Peran perawat akan mencakup
46
perawatan langsung dan tidak langsung; perawat akan merawat dan menangani
petugas lain yang memberikan perawatan. Di area pedesaan, perawat praktisi
lanjutan akan bertindak sebagai pemberi perawatan primer saat mereka mengkaji,
memberikan terapi, dan menindak lanjuti masalah perawatan kesehatan yang
umum dan biasa. Masalah yang membutuhkan pembedahan atau konsultasi
spesialis akan di rujuk ke dokter dan pemberi perawatan nondokter lain. Dokter,
perawat, dan pemberi perawatan kesehatan lain bekerja bersama-sama sebagai tim
antar disiplin yang memberikan keahlian dari banyak pemberi perawatan kepada
konsumen. Upaya kolaboratif akan diperlukan ketika dunia perawatan kesehatan
menjadi lebih kompleks dan tekhnologi terus mengalami perbaikan dan
perubahan. Dugaan perubahan dalam sistem pemberian perawatan kesehatan di
masa mendatang menuntut setiap orang, profesional keperawatan dan konsumen
serupa, harus mengubah harapan dan perilaku mereka. Sistem perawatan
kesehatan yang mengalami perubahan membutuhkan tanggung jawab kesehatan
personel yang lebih banyak di pihak konsumen dan pihak pemberi perawatan
kesehatan perlu lebih responsif.
2.4.4 Perubahan Regulasi
Di masa mendatang, mungkin akan terjadi beberapa besar dalam regulasi
pemberi perawatan kesehatan dokter dan nondokter. National council of state
boards of nursing (yang berisi perwakilan dari tiap-tiap dewan negara bagian)
mengajukan bahwa akan ada standar nasional untuk melisensi perawat tingkatentri dan mengukur kompetensi perawat sepanjang waktu. PEW Health
Professions Commission (1995) bahkan bergerak lebih jauh, yang mengajukan
bahwa regulasi untuk semua pemberi perawatan kesehatan dokter dan nondokter
diberlakukan di tingkat nasional dan bahwa pendekatan yang digunakan menjadi
pendekatan antardisiplin.
Apa makna dari hal ini? Hal ini dapat berarti bahwa regulasi akan berbasis
kompetensi, cukup luas untuk memungkinkan terjadinya perubahan, dan belum
cukup definitif untuk meyakinkan publik bahwa pemberi perawatan, tanpa
memandang gelar, memenuhi syarat,untuk memberikan layanan. Hal tersebut
47
dapat berarti bahwa pengendalian kualitas akan menjadi kunci dalam menentukan
standar universal bagi semua pemberi perawatan kesehatan, dimanapun mereka
berpraktik atau apapun gelar mereka. Negara bagian dapat memberikan ujian
masuk, dan profesi secra legal dan secara finansial bertanggung jawab terhadap
perilaku anggota mereka yang di bawah pedoman negara bagian dan federal yang
berlandaskan pada norma umum yang ditetapkan pada semua disiplin perawatan
kesehatan.
Manfaat pendekatan semacam ini terhadap regulasi adalah bahwa standar
kompetensi, bukan gelar, akan mengarahkan keputusan; akibatnya pembeeri
perawatan nondokter akan dianggap sebagai mitra yang sejajar dalam pemberian
perawatan kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN
perencanaan SDM kesehatan adalah proses untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja yang berkualitas di bidang kesehatan untuk saat ini dan di masa mendatang
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien. Perencanaan SDM keperawatan
merupakan bagian yang
berdasarkan
kebutuhan
48
ditingkat
wilayah
pengungsi.
dengan
kebutuhan
masyarakat.
Pendayagunaan
SDM
2.
Faktor Teknologi
Faktor Pesaing
Faktor Internal
Anggaran/Cost SDM
Peramalan (Prediksi)
49
3. Faktor Ketenagakerjaan
a. Pensiun, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Meninggal Dunia, dan
Tenaga Kerja yang selalu absen, dalam perencanaan SDM harus
diperhitungkan sebagai pengurangan tenaga kerja, yang harus diganti.
b.
pendidikan
di
luar
perusahaan/organisasi
sehingga
4.
Prestasi Kerja
Faktor Demografi
Faktor Supervisi
Faktor Lokasi
BOR rata-rata
Jenis layanan
Tata ruang
Kebijakan
yang
berhubungan
dengan
penerimaan,
pemulagan
pasien,dll.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 81/Menkes/SK/I/2004
tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di tingkat
Propinsi, Kab/Kota serta Rumah Sakit.
Metode metode dasar :
1) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan
(Health Need Method).
2) Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan permintaa kebutuhan
kesehatan (Health Services Demand Method).
3) Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan sasaran upaya
kesehatan yang ditetapkan (Health Service Targets Method).
4) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu
nilai (Ratio Method)
Perencanaan Kebutuhan Sdm Kesehatan Di Tingkat Institusi
1) Prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan
metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (Authorized Staffing List)
2) Prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan
metode WISN ( Work Load Indikator Staff Need / Kebutuhan SDM
kesehatan berdasarkan indikator beban kerja)
Pengelolaan Staf
Marquis dan Huston menggambarkan tahapan tahapan dalam penyusunan
staff sebagai berikut:
51
1. Tentukan jumlah dan jenis dari staff yang dibutuhkan berdasarkan pada
tujuan dan anggaran yang ditentukan.
2. Rekrut, wawancara, pilih dan tugaskan personil berdasarkan uraian tugas
dan standar penampilan yang telah ditentukan.
3. Peroleh tenaga kerja baru dengan awal yang baik menggunakan sumber
pengembangan staff untuk orientasi, pelatihan , sosialisasi dan
pengembangan staff lainnya.
4. Laksanakan program pengembangan staff berkelanjutan pada semua
tingkatan tenaga kerja yang mempunyai kesempatan untuk pengembangan
kepribadian dan profesional
tingkatan keterampilan.
5. Laksanakan penjadwalan yang kreatif dan fleksibel berdasarkan kebutuhan
pasien, kebutuhan tenaga kerja, dan kepentingan organisasi yang produktif
(Cherry & Jacob, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Blains Kathleen.K, Hayes Janice S, Kozier Barbara, Erb Glenora (2006) Praktik
Keperawata Profesional : Konsep dan Prespektif EGC. Jakarta
Swanburg. C. Russell. (1995) Pengembangan Staf Keperawatan: suatu komponen
pengembangan SDM. EGC. Jakarta
Silalahi Ulber (2002) Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen, Mandar Maju
Bandung
Nawawi H.Hadani (2005) manajemen SDM untuk bisnis yang kompetisi
Gajahmada University
..(2006)
Profesional Perawat Pengurus Pusat PPNI dan Direktorat Bina Pelayanan Medik
Depke RI
52
Dec Ann Gillies (1989) Manajemen Keperawatan (suatu pendekatan sistem) edisi
ke 2 alih bahasa Drs.Dika Sukmana,Rika Widya Sukmana
Yoder-wise, Patricia S, (2003) Leading Managing in Nursing Third Edition,
Mosby Philadelpia.
53