Anda di halaman 1dari 12

TUGAS REPARAT PEMINATAN GADAR

CEDERA MEDULLA SPINALIS

A. PENDAHULUAN
Cedera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi
150.000 sampai 500.000 orang di Amerika Serikat dengan perkiraan 10.000 cedera
bahu yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada usia muda sekitar lebih
dari 75% dari seluruh cedera. Dua pertiga kejadian adalah usia 30 tahun atau lebih
muda.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada
daerah servikal (leher) ke 5, 6 dan 7, thorakal ke 12 serta lumbal pertama. Vertabra ini
adalah yang paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam
kolumna vertebral dalam area ini.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer,
seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari. Medulla
spinalis memanjang dari foramen magnum di dasar tengkorak sampai bagian atas
lumbal kedua tulang belakang, yang berakhir di dalam berkas serabut yang disebut
konus medullaris. Seterusnya dibawah ruang lumbal kedua adalah akar saraf yang
memanjang melebihi konus yang disebut kauda equina, akar saraf ini menyerupai ekor
kuda.

1. Saraf-saraf Spinal
Medulla spinalis tersusun dari 31 pasang saraf spinal yang masing-masing
segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh yaitu 8 servikal, 12 thorakal, 5
lumbal, 5 sakral dan 1 koksigius. Seperti juga otak, medulla spinalis terdiri dari
substansi grisea dan alba. Substansi grisea di dalam otak ada di daerah eksternal
dan substansi alba pada bagian eksternal. Sedangkan pada medulla spinalis,
substansi grisea ada di bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh
substansia alba.
2. Kolumna Vertebral
Kolumna vertebral melindungi medulla spinalis, memungkinkan gerakan
kepala dan tungkai serta menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra
terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan
koksigius. Masing-masing tulang belakang mempunyai hubungan dengan ventral
tubuh dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada di bagian posterior
tubuh. Seterusnya lengkung saraf terbagi dua yaitu pedikel dan lamina. Badan
vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina berada di kanalis vertebralis.
3. Struktur Medulla Spinalis
Medulla spinalis dikelilingi oleh meningen, dura, arakhnoid dan pia meter.
Diantara dura meter dan kanalis vertebralis terdapat rung epidural. Medulla spinalis
berbentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansia grisea) dikelilingi traktus
asenden dan desenden (substansia alba). Bagian bawah yang berbentuk H meluas

dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior (anterior horns).
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut yang
membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsi sebagai aktivitas yang
disadari dan aktivitas refleks dari otot-otot yang berhubungan dengan medulla
spinalis. Bagian posterior yang tipis (upper horns) mengandung sel-sel yang berupa
serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik) dan kemudian
bertindak sebagai relay station dalam jaras refleks/sensorik.
Pada bagian thorakal medulla spinalis adalah projeksi dari masing-masing sisi
di bagian crossbar H substansi grisea yang disebut tanduk lateral (lateral horns).
Tanduk lateral mengandung sel-sel yang memberikan reaksi serabut autonom
bagian simpatis. Serabut-serabut ini meninggalkan medulla spinalis melalui akar
anterior di dalam segmen thorakal dan segmen lumbal bagian atas.
4. Traktus Spinalis
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat
terbagi menjadi 3 kelompok serabut yang disebut traktus atau jaras.
a. Traktus posterior ; menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan,
getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum menjangkau
daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah yang
berlawanan pada medulla oblongata.
b. Traktus Spinothalamus ; merupakan serabut-serabut yang menyilang ke sisi
yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan naik ke atas. Bagian ini
bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke thalamus dan korteks
serebri.

c. Traktus Lateral (Piramidal, Kortikospinal) ; menyalurkan impuls motorik ke


sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak. Serabut-serabut
desenden merupakan sel-sel saraf yang di dapat pada daerah sebelum pusat
korteks. Bagian ini menyilang di medulla oblongata yang disebut piramida.

C. ETIOLOGI
Dalam keadaan normal, medula spinalis dilindungi oleh kolumna vertebral
yang memiliki struktur seperti tulang, tetapi kondisi tertentu dapat menekan medula
spinalis dan mengganggu fungsi normalnya. Jika penekannya sangat hebat, maka sinyal
saraf ke atas dan ke bawah medula spinalis akan terhambat total. Penekanan yang tidak
terlalu hebat hanya akan mengganggu beberapa sinyal. Jika penekanan telah ditemukan
dan diobati sebelum terjadinya kerusakan saraf, maka biasanya fungsi medula spinalis
akan kembali seperti semula.
Tekanan pada medula spinalis bisa berasal dari tulang belakang yang patah atau
tulang lainnya di dalam kolumna vertebralis dan ruptur pada satu atau beberapa diskus
yang terletak diantara tulang belakang. Tekanan yang tiba-tiba biasanya berasal dari
cedera atau perdarahan.
Setengah dari kasus cedera medula spinalis disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Selain itu bisa disebabkan oleh terjatuh, olah raga yang terlalu
berat kejadian industri dan luka tembak.

D. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla (baik
salah satu atau dalam kombinasi) sampai trasnseksi lengkap medulla (yang membuat
pasien paralisis di bawah tingkat cedera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke substansia grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak
hanya ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla spinalis akut. Suatu
rantai sekunder dapat menyebabkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi,
yang pada gilirannya mengakibatkan kerusakan myelin dan akson.
Reaksi sekunder ini diyakini menjadi penyebab degenerasi medulla spinalis
pada tingkat cedera. Sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera.
Untuk itu, jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki maka biasanya diberikan
pengobatan awal dengan menggunakan kortikosteroid atau obat-obat antiinflamasi
lainnya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut bagian yang lain dari medulla spinalis.

E. MANIFESTASI KLINIK
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut di belakang
leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Cedera saraf spinal dapat
menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia.

1. Paraplegia ; diakibatkan oleh lesi yang mengenai lumbal thorakal atau bagian sakral
medulla spinalis dengan disfungsi ekstremitas bawah, disfungsi berkemih dan
defekasi.
2. Quadriplegia (paraplegia) ; diakibatkan oleh lesi yang melibatkan salah satu
segmen servikal medulla spinalis dengan disfungsi kedua lengan, kedua kaki,
defekasi dan berkemih.
3. Lesi komplit (misalnya quadriplegia komplit atau paraplegia komplit) ; merupakan
kehilangan sensasi dan control otot volunteer di bawah cedera total.
4. Lesi tidak komplit ; pemeliharaan serat-serat sensorik atau motorik, atau keduanya
di bawah lesi. Lesi tidak komplit diklasifikasikan sesuai area medulla spinalis yang
terkena/rusak, yaitu sentral, lateral, anterior atau perifer.
Akibat/efek dari cedera medulla spinalis dapat dilihat dari tingkat cedera dan
tipe cedera pada medulla yaitu :
1. Sindrom Medulla Sentral (Pusat)
Karakteristik : Defisit motorik (pada ekstremitas atas bila dibandingkan dengan
ekstremitas bawah, kehilangan sensori yang bervariasi tapi lebih berat pada
ekstremitas atas), adanya disfungsi defekasi dan berkemih yang bervariasi atau
fungsi yang benar-benar dapat dipertahankan.
Penyebab : Cedera atau edema medulla pusat, biasanya area servikal.
2. Sindrom Medulla Anterior (Perifer)
Karakteristik : Kehilangan sensasi nyeri dan fungsi motorik. Sedangkan
sentuhan ringan, posisi dan sensasi vibrasi tetap utuh.

Penyebab : Sindrom dapat disebabkan oleh herniasi diskus akut atau cedera
hiperfleksi dikaitkan dengan dislokasi atau fraktur vertebra. Kondisi ini dapat
terjadi sebagai akibat cedera apda arteri spinalis anterior yang menyuplai dua
per tiga anterior medulla spinalis.
3. Sindrom Brown-Sequard (Sindrom Medulla Lateral)
Karakteristik : Paralisis ipsilateral atau parese, bersamaan dengan kehilangan
sensasi sentuhan, tekanan dan getaran ipsilateral dan kehilangan sensasi nyeri
dan suhu kontralateral.
Penyebab : Lesi yang disebabkan oleh herniseksi transversal medulla (setengah
medulla dari utara ke selatan), biasanya sebagai akibat cedera pisau atau
tembakan, fraktur/dislokasi prosessus artikular unilateral, atau kemungkinan
ruptur diskus akut.
Selain itu masalah pernafasan juga dapat timbul dengan penurunan fungsi
pernafasan, beratnya tergantung pada tingkat cedera. Otot yang berperan pada
pernafasan adalah abdominal, intercostal dan diafragma. Pada cedera medulla servikal
tinggi, kegagalan pernafasan akut merupakan penyebab utama kematian.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Kerusakan pada dada bagian tengah bisa menyebabkan kelemahan dan mati rasa pada
tungkai dan gangguan fungsi pencernaan serta kandung kemih.

Diagnostik dengan X-Ray dilakukan pada spinal servikal lateral. CT scan atau
MRI bisa menunjukkan lokasi penekanan dan menentukan penyebabnya. Mielogram
dilakukan untuk membantu menentukan lokasi penekanan.
Biasanya cedera medulla spinalis sering bersamaan dengan cedera lain seperti
kepala dan dada sehingga bisa dilakukan pemantauan EKG kontinu untuk mengetahui
adanya bradikardi yang umum terjadi pada cedera servikal akut.
G. PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULLA SPINALIS (FASE AKUT)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lanjut
dan mengobservasi gejala penurunan neurologik. Pasien diresusitasi bila perlu dan
stabilitas oksigenasi dan kardiovaskular dipertahankan. Beberapa penatalaksanaan
kedaruratan cedera medulla spinalis yang bisa diberikan adalah :
1. Farmakoterapi
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon, berguna untuk
memperbaiki prognosis dan mengurangi kecacatan bila diberikan dalam 8 jam
cedera. Dosis pembebanan diikuti dengan infus kontinu telah dikaitkan dengan
perbaikan klinis bermakna untuk pasien dengan cedera medulla spinalis akut.
Selain itu dapat diberikan pengobatan dengan steroid dosis tinggi, mannitol
(diberikan untuk menurunkan edema) dan dekstran (diberikan untuk mencegah
tekanan darah turun cepat dan untuk memperbaiki aliran darah kapiler) yang bisa
diberikan dalam kombinasi. Selain itu dapat pula diberikan nalokson yang
mempunyai efek samping minimal dan dapat meningkatkan perbaikan neurologik
pada pasien.

2. Teknik Hipotermia
Dengan melakukan teknik pendinginan atau penyebaran hipotermia ke daerah
cedera dari medulla spinalis, untuk mengatasi kekuatan autodestruktif yang
mengikuti tipe cedera ini. Tapi keefektifan teknik ini masih dalam tahap
pengembangan percobaan lanjut.

3. Tindakan Pernafasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2

arteri tetap tinggi, karena

anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik medulla


spinalis. Intubasi endotrakea diberikan bila perlu, perawatan ekstrim dilakukan
untuk menghindari fleksi atau ekstensi leher, yang dapat menimbulkan tekanan
pada cedera servikal. Diafragma pacing (stimulasi listrik terhadap saraf frenik)
dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan lesi servikal tinggi tetapi biasanya
dilakukan setelah fase akut.
4. Traksi dan Reduksi Skelet
Penatalaksanaan cedera medulla spinalis memerlukan immobilisasi dan reduksi
dislokasi (memperbaiki posisi normal) dan stabilisasi kolum vertebra.
5. Mengatasi Fraktur Servikal
Fraktur servikal dapat dikurangi dengan spinal servikal disejajarkan dengan
beberapa bentuk traksi skelet seperti tong skelet atau calipers, atau dengan
menggunakan alat rompi halo

Beberapa jenis tong skelet yang biasa digunakan antaranya tong Gardner-Wells
yang tidak memerlukan lubang predrilled dalam tengkorak. Tong Crutchfield dan
Vinke dipasang melalui lubang yang dibuat dengan bor khusus dengan
menggunakan ansthesi lokal.
Traksi dipasang pada tong sesuai dengan beban berat, jumlahnya tergantung ukuran
pasien dan derajat fraktur. Kekuatan traksi yang diberikan sepanjang sumbu
longitudinal badan vertebra, dengan leher pasien dalam posisi netral. Kemudian
traksi ditingkatkan secara bertahap dengan penambahan beban. Jumlah traksi
ditingkatkan, ruang antara diskus intervertebra diperluas dan vertebra diposisikan
kembali. Reduksi biasanya terjadi setelah koreksi kesejajaran posisi dicapai.
Reduksi dapat dipastikan melalui film tulang servkal dan pemeriksaan neurologik.
Bila reduksi telah tercapai maka beban secara bertahap dikurangi sampai jumlah
berat yang diinginkan untuk mempertahankan kesejajaran diperoleh. Beban ini
harus bergantung dengan bebas sehingga tidak mempengaruhi traksi. Pasien
ditempatkan pada kerangka stryker atau kerangka pembalik lain bila tersedia.
Alat rompi halo dapat digunakan untuk mengawali traksi atau dapat digunakan
setelah melepaskan tong. Alat ini terbuat dari ring halo stailess steel yang dapat
difiksasikan pada tulang tengkorak dengan empat pin. Cincin dilekatkan pada
rompi halo yang dapat dilepas, yang menyokong beban dari unit yang mengelilingi
dada. Kerangka logam menghubungkan cincin pada dada. Alat halo memberikan
immobilisasi tulang servikal tetapi masih memungkinkan ambulasi.
6. Intervensi Pembedahan
Pembedahan diindikasikan apabila :

a. Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi


b. Tidak ada kestabilan tulang servikal
c. Cedera terjadi pada daerah thoraks atau lumbal
d. Status neurologik pasien memburuk
Pembedahan dilakukan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi dan
dekompresi medulla.

7. Laminektomy
Merupakan tindakan eksisi cabang posterior dan prosessus spinosus vertebra.
Diindikasikan pada defisit neurologik progresif, dicurigai adanya hematoma
epidural atau cedera penetrasi yang memerlukan debridemen pembedahan, atau
memungkinkan visualisasi langsung dan eksplorasi medulla.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J. Elisabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Gannong, F. William. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Price, Wilson. 2001. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Smeltzer, Bare. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8 Volume
3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
www.medicastore.com. Kompresi Medulla Spinalis. Diakses Rabu 10 Oktober 2007.
Makassar
www.medicastore.com. Kelainan Akar Saraf Medulla Spinalis. Diakses Rabu 10 Oktober
2007. Makassar

Anda mungkin juga menyukai