Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Target Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan
angka kematian pada anak, termasuk menurunkan angka kematian yang
diakibatkan oleh penyakit diare. World Health Organisation (WHO, 2009)
menyatakan bahwa perlu upaya yang harus diperhatikan adalah pencapaian
target MDGs. Salah satu target MDGs adalah menurunkan angka kematian
pada anak, termasuk menurunkan angka kematian yang diakibatkan oleh
penyakit diare. Di Negara berkembang tiap anak dibawah usia 5 tahun akan
mengalami episode penyakit diare rata-rata 3 kali pertahun. Pengetahuan akan
faktor-faktor yang mempengaruhi penderita penyakit diare di setiap wilayah,
diharapkan

mampu menjadi suatu sarana untuk pencapaian ODF (Open

Defecation Free) sebagai salah satu target MDGs tahun 2015.


WHO memperkirakan 4 milyar kasus penyakit diare di dunia, 2,2 juta
diantaranya meninggal. Penderita yang meninggal sebagian besar adalah anakanak dibawah umur 5 tahun. Meskipun penyakit diare membunuh sekitar 4
juta orang/tahun di negara berkembang, ternyata penyakit diare juga masih
merupakan masalah utama di Negara maju. Di Amerika, setiap anak
mengalami 7-15 episode penyakit diare rata-rata usia 5 tahun, 9% anak yang
dirawat di rumah Sakit dengan penyakit diare berusia kurang dari 5 tahun dan
300-500 anak meninggal setiap tahun (WHO,UNICEF 2013).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa penyakit diare
masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat penyakit diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di
rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena
penyakit diare diperlukan tatalaksana yang cepat dan tepat (Depkes RI, 2011).

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.


Dua faktor yang dominan yaitu: sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman penyakit diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta
merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada
skala Nasional. (Azwar, 2009).
Penelitian di Indonesia tentang tata laksana penyakit diare yang sudah
dilakukan di 18 rumah sakit untuk mengetahui gambaran perawatan pada
anak di rumah sakit, diperoleh hasil bahwa kelemahan yang didapatkan dari
skor penyakit diare adalah adanya rencana rehidrasi yang tidak jelas,
diberikannya cairan intravena pada semua kasus penyakit diare sedangkan
oralit tidak diberikan, dan masih diberikannya antibiotik dan anti penyakit
diare untuk penyakit diare cair (Sidik et.al dalam sulaiman yusuf 2013).
Penyakit diare merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10
juta kematian/tahun. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah
dunia terutama di negara berkembang. Untuk mengatasi penyakit diare dalam
masyarakat baik tatalaksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah
cukup dikuasai. Akan tetapi permasalahan penyakit diare masih merupakan
masalah yang relatif besar (Sudaryat, 2010). Penyebab utama kematian
akibat penyakit diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena penyakit
diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Depkes RI, 2011).
Kemenkes RI, 2011 menyatakan bahwa besarnya masalah penyakit diare
tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
diare. Kemudian pemberian antibiotik yang tidak rasional masih sangat tinggi
yaitu sebesar 96,7% Di Indonesia penyakit diare disebabkan oleh dampak
kesehatan dari kondisi sanitasi yang buruk. Hasil Riset kesehatan dasar

(Riskesdas) tahun 2013. menggambarkan bahwa periode prevalen penyakit


diare sebesar (3,5%) lebih kecil dari Riskesdas tahun 2007 yaitu (9,0%).
Penurunan yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel
yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Pada Riskedas 2013 sampel di ambil
dalam rentang waktu yang lebih singkat. Untuk Propinsi Jambi angka kasus
penyakit diare pada tahun 2013 sebanyak 84.872 kasus. Kabupaten
Sarolangun menyumbang 7016 kasus (Profil Dinkes Propinsi Jambi, 2013)
Sampai saat ini kejadian penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Kabupaten Sarolangun walaupun secara umum
angka kesakitan masih berfluktuasi dan masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) bahkan menimbulkan kematian
Tabel 1.1
Data Kejadian Penyakit diare pada Balita Kelompok umur 1-4 tahun di
Kabupaten Sarolangun Tahun 2012, 2013 dan 2014.
No

Tahun

Jumlah
Kasus
Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
1
2012
1790
206
2
2013
2074
243
3
2014
2296
278
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun, Lb1
Data pada tabel 1.1 diatas memperlihatkan bahwa selama 3 (tiga) tahun
terakhir terjadi peningkatan kasus penyakit diare di Kabupaten Sarolangun
maupun di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau, yaitu dari 1790 kasus
tahun 2012 meningkat menjadi 2074 kasus pada tahun 2013, kemudian
meningkat lagi menjadi 2296 kasus pada tahun 2014.
Bedasarkan data 10 penyakit terbesar di Puskesmas Pematang Kabau,
penyakit diare menempati urutan ke-2 setelah penyakit

Infeksi Saluran

Pernapasan Atas (ISPA). Sebagian besar kasus penyakit diare terjadi pada
kelompok umur 1 4 tahun. Pada tahun 2012 kejadian penyakit diare
sebanyak 206 kasus, tahun 2013 kejadian penyakit diare menjadi 243 kasus

dan tahun 2014 meningkat menjadi 278 kasus (Data Lb/angka kesakitan
Puskesmas Pematang Kabau).
Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan, beberapa
faktor yang berkaitan dengan kejadian penyakit diare yaitu tidak memadainya
penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan
(pembuangan tinja yang tidak higienis) kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek, penyiapan makanan kurang matang dan penyimpanan
makanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya (Sander, 2005 dalam
Azmiati 2011).
Terdapat faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi
pendorong terjadinya penyakit diare yaitu faktor agen, penjamu, lingkungan
dan perilaku. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling dominan yaitu
sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman penyakit diare serta terakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat, maka penularan penyakit diare dengan mudah
dapat terjadi (Zubir et al dalam Azmiati 2011 ).
Konsekuensi kondisi sanitasi yang buruk berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan hidup serta meningkatkan kejadian penyakit diare. Di
Kabupaten Sarolangun kejadian penyakit diare disebabkan karena komitmen
terhadap sanitasi masyarakat masih rendah, sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat, sarana jamban yang tidak memenuhi kriteria, tidak adanya
sarana pembuangan air limbah, pembuanagan sampah yang tidak terkontrol.
Masalah ini diketahui berdasarkan monitoring inspeksi sanitasi yang
dilakukan oleh petugas sanitasi Puskesmas. Upaya mendorong perubahan
perilaku sanitasi masyarakat dan pencapaian sanitasi di Kabupaten
Sarolangun telah dilakukan dalam beberapa bentuk pendekatan kepada
masyarakat yaitu melalui penyuluhan, inspeksi serta promosi bahaya
buruknya sanitasi lingkungan. Tabel 1.2 di bawah ini memperlihatkan
cakupan sarana sanitasi lingkungan di Puskesmas Pematang Kabau
Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun selama tiga tahun terakhir.

Tabel 1.2
Data Sarana Sanitasi di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Kabau
Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun
Tahun 2012, 2013 dan 2014

No

Sarana

Tahun

Capaian

Target

(%)
2012
2013
2014
2014
2014
1
Air Bersih
1704
1751
1805
71,1 %
90%
2
Peng sampah
211
227
246
10 %
70%
3
Peng Air limbah 547
556
574
22,6%
80%
4
Jamban
1675
1694
1708
67,3%
90%
Sumber: Profil Puskesmas Pematang Kabau, Kabupaten Sarolangun

Data selama tiga tahun terakhir, dari tahun 2012 2014


memperlihatkan kejadian penyakit diare selalu mengalami peningkatan.
Sementara itu capaian pembangunan sarana air bersih hanya 71,1%, Jamban
sehat hanya 67,3%. Sedangkan capaian yang masih sangat rendah yaitu
pengelolaan sampah yang sehat baru mencapai 10% dan sarana pengelolaan
air limbah yang baru hanya 22,6%. Berdasarkan uraian diatas maka penulis
merasa perlu melakukan penelitian tentang hubungan sanitasi lingkungan
dengan kejadian penyakit diare pada balita usia 1 4 tahun. di wilayah kerja
Puskesmas Pematang Kabau Kecamatan Aiir HitamTahun 2014.
1. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian
penyakit diare pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun.
2. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian


penyakit diare pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Pematang Kabau Kabupaten Sarolangun.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan antara penyediaan air bersih dengan
kejadian penyakit diare pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Pematang Kabau Kabupaten Sarolangun.
b. Diketahuinya hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian
penyakit diare pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Pematanag Kabau Kabupaten sarolangun
c. Diketahuinya hubungan antara pengelolaan air limbah dengan
kejadian penyakit diare pada balita usia1-4 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Pematang Kabau Kabupaten Sarolangun.
d. Diketahuinya antara hubungan pemanfaatan jamban

dengan

kejadian penyakit diare pada balita usia 1-4 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Pematang Kabau Kabupaten Sarolangun.
3. Manfaat Penelitian
1. Dinas Kesehatan Sarolangun
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam membuat
perencanaan program penanggulangan penyakit diare melalui penyediaan
sarana sanitasi lingkungan secara tepat sehingga terciptanya sarana
sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Bagi Puskesmas Pematang Kabau
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam membuat kebijakan
operasional penanggulangan penyakit diare di wilayah Kerja Puskesmas.
3. Bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sanitasi lingkungan
serta hubunganya dengan kejadian penyakit diare sehingga masyarakat
dapat meningkatkan sanitasi lingkungannya serta waspada dengan
penyakit diare..
4.

Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin


melakukan penelitian yang berkaitan dengan

penyakit berbasis

lingkungan.
5. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan memberi pengalaman langsung dalam
mengaplikasikan

ilmu

pengetahuan

yang

dimiliki

dan

belajar

mengantisipasi gejala penyakit diare secara langsung terutama kepada


anak balita.
6. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIKES Merangin.
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
bidang kesehatan masyarakat khususnya mengenai kesehatan lingkungan
yang ada hubungannya dengan penyakit diare.
4. Keaslian Penelitian
Tabel 1.4 Keaslian Penelitian
Tempat
Waktu
Variabel

Tempat

Waktu
Populasi/
Sampel

Umiati
Kabupaten Boyolali
Puskesmas Nogosari
Tahun 2010
Sanitasi
lingkungan,
Sarana air bersih.
Azmiati
Kota Jambi
Puskesmas Putri Ayu
Semua Balita
berkunjung ke
Puskesmas
Sulaiman Yusuf

Tempat
Waktu

Tempat

Waktu

Peneliti
Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
Tahun 2015
Jamban, SPAL, Air Limbah,
Air Bersih
Peneliti
Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
Tahun 2015
Balita usia 1-4 tahun yang
menderita diare.
Peneliti

Medan
RS dr. Pringadi
Tahun 2011

Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
Tahun 2015

Kabupaten Sragen
Kelurahan Belimbing
Tahun 2009

Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
Tahun 2015

Variabel

Tempat

Waktu
Variabel

:
:

Jenis Lantai Rumah,


Jenis Pekerjaan
Arahman
Makasar
Puskesmas Batua
Tahun 2012
Ketersediaan
sarana
sanitasi

Jamban, SPAL, Air Limbah,


Air Bersih
Kabupaten Sarolangun
Puskesmas Pematang Kabau
Tahun 2015
Jamban, SPAL, Air Limbah,
Air Bersih

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Penyakit diare
a. Pengertian penyakit diare
Menurut Haroen N,S.Suraatmaja (2008), Penyakit diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan
lendir dalam tinja, sedangkan menurut (C.L Betz 2009) penyakit diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung dan

usus. Sementara itu Suradi (2001), mengartikan bahwa penyakit diare


sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dalam bentuk encer atau cair.Jadi penyakit
diare dapat di artikan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat
di sertai atau tanpa darah dan lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.
Menurut WHO dalam Widoyono (2008), penyakit diare
didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari
semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu
penyakit diare akut (< 2 minggu) dan penyakit diare kronik (2
minggu).
b. Perilaku yang dapat menyebabkan Penyakit diare
Penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit diare
biasanya menyebar melalui Faecal oral antara lain melalui makanan
dan minuman yang tercemar tinja dan atau kontak lansung dengan
tinja penderita. Menurut Depkes RI (2007), beberpa perilaku yang
menyebabkan

penyebaran

kuman

dan

meningkatkan

risiko

terjadinya penyakit diare pada anak antara lain adalah :


a.Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan
pada pertama kehidupan.karena bayi yang tidak di beri asi ASI
resiko untuk menderita penyakit diare lebih besar dari pada bayi
yang di beri ASI.
Menggunakan botol susu,penggunaan ini pencemaran oleh

b.

kuman karena botol susah di bersihkan.


c.Menyimpan makanan pada suhu kamar.bila makanan di simpan
beberapa jam maka akan tercemar dan kuman akan berkembang
biak.
d.
Menggunakan Air minum yang tercemar,air mungkin sudah
tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah

pencemaran dirumah dapat terjadi jika tempat penyimpanan


tidak tertutup
e.Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar,tidak mencuci
tangan sebelum dan sesudah beraktifitas.
f. Tidak membuang tinja dengan benar.karena sering menganggap
tinja tidak berbahaya,padahal sesungguhnya mengandung virus
atau bakteri.
c. Klasifikasi penyakit diare
Menurut Depkes RI (2000), jenis penyakit diare dibagi menjadi
empat yaitu:
1) Penyakit diare akut yaitu penyakit diare yang berlangsung kurang
dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat penyakit diare
akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab
utama kematian bagi penderita penyakit diare.
2) Disentri yaitu penyakit diare yang disertai darah dalam tinjanya.
Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan
cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
3) Penyakit diare persisten yaitu penyakit diare yang berlangsung
lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat penyakit diare
persisten adalah penurunan berat badan

dangan gangguan

metabolisme.
4) Penyakit diare dengan masalah lain yaitu anak yang menderita
penyakit diare (penyakit diare akut dan penyakit diare persisten),
mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
d. Patofisiologi penyakit diare
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau
dari sudut patofisiologi, penyebab penyakit diare akut dapat dibagi
dalam dua golongan, diantaranya yaitu penyakit diare sekresi
(secretory diarrhoe), disebabkan oleh

mencair dan bertambahnya

frekuensi buang air besar dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari.
e. Gejala penyakit diare pada anak balita

Menurut Widjaja (2002), gejala penyakit diare pada balita yaitu:


1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

meninggi.
Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
Anusnya lecet.
Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
Muntah sebelum atau sesudah penyakit diare.
Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
Dehidrasi.

f. Epidemiologi penyakit diare


Menurut Depkes (2005) Epidemiologi penyakit diare, adalah
sebagai berikut:
1) Penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit diare biasanya
menyebar melalui antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu
Ibu)

secara

penuh

4/6

bulan

padapertama

kehidupan,

menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu


kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak,
dan tidak membuang tinja dengan benar.
2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan
beberapa penyakit dan lamanya penyakit diare yaitu tidak
memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,
immunodefisiensi, dan secara proporsional penyakit diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.
3) Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah
satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman penyakit
diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula,

yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan


kejadian penyakit diare.
g. Penularan penyakit diare
Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti
virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fekal oral
yang terjadi karena:
1) Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya,
tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau
tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila
tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
2) Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi,
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja
tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan
penyakit diare ke orang yang memakannya (Widoyono, 2008).
Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab penyakit
diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya penyakit diare, yaitu: tidak memberikan ASI (Air Susu
Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,
h. Penanggulangan penyakit diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan penyakit diare terdiri
dari beberapa tahapan proses, antara lain:
1) Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan
Dini) pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang
jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum

dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian


pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan
mempunyai

risiko

tinggi

terjangkitnya

penyakit

diare.

Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan


dari

surveilance

epidemiologi

yang

kegunaanya

untuk

mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa)


penyakit diare.
2) Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan
karena penyakit diare pada saat KLB di mana sebagian besar
penderita berada di masyarakat.

3) Pembentukan pusat rehidrasi


Tempat untuk menampung penderita penyakit diare yang
memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu
misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.
4) Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita
pada saat terjadinya KLB penyakit diare.
5) Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan
dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun
terhadap faktor risiko.
6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat
KLB penyakit diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan
lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
i . Pencegahan penyakit diare Pada anak

Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah


melalui promosi kesehatan antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).


Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
Penggunaan air bersih yang cukup.
Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Penggunaan jamban yang benar.
Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan

bayi yang benar.


7) Memberikan imunisasi campak

2. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Penyakit diare


Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat
komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar
kesehatan itu sendiri.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan
individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut
model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu
sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
penentu pendorong terjadinya penyakit diare. Faktor lingkungan
merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan
penyakit diare diperlukan upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir,
2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah
terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain penyakit diare, kolera,
campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002).
Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain terjadi karena
masalah pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan,
pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003).

3. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Lingkungan.


Pengertian sanitasi menurut World Health Organization (WHO)
adalah usaha mengendalikan dari semua faktor-faktor fisik manusia yang
menimbulkan hal-hal yang telah mengikat bagi perkembangan fisik
kesehatan dan daya tahan tubuh.
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis
sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang
merugikan diperbaiki atau dihilangkan.
Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO
dengan penyelidikan-penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan
bahwa angka kematian (mortalitas), angka perbandingan orang sakit
(morbiditas) yang tinggi serta seringnya terjadi endemi di tempat-tempat
dimana hygiene dan sanitasi lingkungan buruk.
a.Penyebab Kematian Bayi
Menurut WHO, bahwa Negara-negara yang sedang berkembang
terdapat banyak penyakit kroni

s endemik, sering terjadi epidemik.

Angka kematian bayi dan anak-anak yang tinggi disebabkan oleh :


(Enjang, 2000 ).
1) Pengotoran penyediaan air rumah tangga
2) Infeksi karena langsung ataupun tidak dengan feces manusia
3) Infeksi yang disebabkan oleh anthropoda, mollusca dan vectorvektor lainnya.
4) Pengotoran air susu dan makanan lainnya
5) Perumahan yang terlalu sempit
6) Penyakit-penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia.
b.
Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan
pengendalian

atau

kontrol

pada

faktor

lingkungan

manusia,

sebagaimana ditemukan oleh WHO ada 7 (tujuh) kelompok ruang


kesehatan lingkungan yaitu :
1)

Problem air

2)

Problem barang atau benda sisa atau bekas seperti air limbah kotoran

3)
4)
5)
6)
7)

manusia dan sampah.


Problem makanan dan minuman
Problem perumahan dan bangunan lainnya
Problem pencemaran udara, air dan tanah
Problem pengawan anthropoda dan rodiatis
Problem dengan kesehatan kerja (Anwar Daud, 2002)
c.Hubungan Lingkungan Dengan Faktor Penyakit
Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan faktor
penyakit adalah :
1) Perubahan
membangun

lingkungan
perumahan

fisik
dan

oleh

kegiatan

industri

yang

pertambangan,
mengakibatkan

timbulnya tempat berkembang biaknya faktor penyakit.


2) Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya
faktor penyakit.
3) Sistem penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau
seluruh penduduk sehingga masih diperlukan conteiner untuk
penampungan penyediaan air.
4) Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi
syarat sehingga menjadi tempat perindukkan penyakit.
5) Sistem pengelolahan sampah yang belum memenuhi syarat
menjadikan sampah sarang faktor penyakit.
6) Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
yangsehat, nyaman dan aman masih belum memadai.
7) Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian
faktor penyakit secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan
pencemaran lingkungan (Depkes RI, 2001).
4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit diare
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit diare
antara lain :
a.Faktor sanitasi lingkungan
1) Sumber air
Air merupakan hal yang sangat penting bagi manusia.
Kebutuhan manusia akan air sangat komplek antara lain untuk

minum, masak, mencuci, mandi dan sebagainya. Diantara


kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
(termasuk untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
termasuk penyakit diare. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah:
a) Mengambil air dari sumber air yang bersih.
b) Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil
air.
c) Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran (tangki septik),
tempat pembuangansampah dan air limbah harus lebih dari 10
meter.
d) Menggunakan air yang direbus.
e) Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang
bersih dan cukup (Depkes RI, 2000) Masyarakat membutuhkan
air

untuk

keperluan

sehari-hari,

maka

masyarakat

menggunakan berbagai macam sumber air bersih menjadi air


minum. Sumber-sumber air minum tersebut seperti:
langsung (tanpa melalui proses pengolahan). Berdasarkan
hasil penelitian (Wibowo, 2004).
2) Kualitas fisik air bersih
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau. Menurut Notoatmodjo (2003),
syarat-syarat air minum yang sehat adalah sebagai berikut :
a)

Syarat Fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening


(tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah
suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari

cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik tidak


sukar.
b)

Syarat Bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala
bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui
apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah
dengan memeriksa sampel air tersebut. Bila dari pemeriksaan
100 cc air terdapat kurang dari empat bakteri E. coli, maka air
tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
c)

Syarat Kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di


dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah
satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan
fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l), chlor (250
mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0 mg/l), besi (0,3 mg/l),
zat organik (10 mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l), dan CO2 (0 mg/l).
Berdasarkan hasil penelitian Rahadi (2005) bahwa air
mempunyai peranan besar dalam penyebaran beberapa
penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan
penyakit disebabkan keadaan air itu sendiri sangat membantu
dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme. Air yang
bersih menpunyai pH =7 dan oksigen terlarut (=DO) jenuh
pada 9ml/l air merupakan pelarut yang universal hamper
semua jenis Zat dapat terlarut dalam air. Air juga merupakan
cairan biologis, yakni di dapat didalam tubuhsemua organisme
Dengan demikian spesies kimiawi yang ada di dalam air akan
berjumlah sangat besar (Juli Sumirat, 2011).
5. Tinjauan Umum Tentang Air Bersih
Air merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi manusia, karena
didalam tubuh manusia air berkisar 50-70% dari seluruh berat badan. Dan
kebutuhan manusia akan air setiap hari minimal 1, 5-2 liter untuk

diminum, sebab jika munusia kekurangan air maka akan menyebabkan


kematian (Slamet, 2002).
a.Syarat air bersih
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No.736/MENKES/PER//2010
adalah air minum adalah air yang melalui proses pengolahan yang
memenuhi memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum secara
langsung.
Adapun beberapa syarat air bersih yang memenuhi syarat
menurut Permenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002 adalah sebagai
berikut :
1)Syarat fisik, bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna
2)Tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan seperti
racun, serta tidak mengandung mineral dan zat organik yang
jumlahnya tinggi dari ketentuan.
3)Syarat biologis, tidak mengandung organisme pathogen
4)Syarat radioaktif : bebas dari sinar alfa dan sinar beta
5)Syarat kuantitas yaitu pada daerah pedesaan untuk hidup
secarasehat

cukup

dengan

memperoleh

60 liter/hari/orang,

sedangkan daerah perkotaan 100-150 liter/hari/orang.


Penyakit Yang Berhubungan Dengan Air

b.

Secara garis besar penyakit yang sehubungan air dilihat dari cara
penularannya dapat digolongkan atas 4 macam :
1) Water Borne Disease
Jenis penyakit yang ditularkan atau disebabkan akibat
kontaminasi oleh kotoran manusia air seni, yang kemudian airnya
dikonsumsi oleh manusia yang tidak memiliki kekebalan terhadap
penyakit tersebut antara lain : cholera, typhoid, Basillari Disentry,
Weings Disease.
2) Water Washed Disease
Jenis penyakit yag ditrasmisikan dengan masukan air yang
tercemar kotoran ke dalam tubuh secara langsung (Fecal Oral)

akibat penyediaan air bersih untuk pencucian alat atau benda


(tangan) yang digunakan kurang secara kuantitas maupun kualitas.
Jenis penyakit pada kelompok ini adalah bakterial ulcers (Bisul)
Scabies (Kudis), trchoma (terserang pada mata).
3) Water Based Disease
Penyakit akibat organisme patogen yang sebagian siklus
hidupnya dalam air. Penyakit yang masuk dalam golongan ini
adalah schistosimiasis (Bilhazia) cacing guines.
4) Insecr Water Related
Penyakit yang disebabkan oleh insekta (serangga) yang
berkembangbiak atau memperoleh makanan disekitar air sehingga
insiden-insidennya dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air
cocok, misalnya penyakit malaria dan onchocersiasis.
c.Sumber Dan Karakteristik Air Bersih
1) Sumber Air Bersih
Beberapa air bersih yang dapat digunakan untuk kepentingan
aktivitas dengan ketentuan harus yang memenuhi syarat yang
sesuai dari segi konstruksi sarang pengolahan, pemeliharaan dan
pengawasan kualitasnya, urutan sumbernya air bersih kemudahan
pengolahan dapat berasal dari :

1)

2) Perusahan air minum


3) Air tanah (sumur pompa, sumur bor, dan artesis)
4) Air hujan.
d.
Karakteristik Sumber air
Perusahan air minum (PAM) dari segi kualitas relativ sudah memenuhi

2)
3)

syarat (fisik, kimia, dan bakterilogis)


Air tanah : mutu air sangat dipengaruhi keadaan geologis setempat
Air hujan : biasanya bersifat asam, CO2 bebas, tinggi, mineral rendah,
kesadaran rendah (Depkes RI, 1998).

6. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Sampah


Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang digunakan tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari

kegiatan manusia tidak terjadi dengan sendirinya (Budiman Chandra,


2007).
Menurut Kasnoputranto 2009, bahwa sampah adalah suatu bahan
atau benda padat yang terjadi karena hubungan dengan aktivitas manusia
sudah tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara saniter.
Banyak para ahli-ahli mengajukan batasan-batasan lain, tapi pada
umumnya mengandung prinsip yang sama, yaitu :
a.Adanya suatu benda atau zat padat atau bahan.
b.
Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan aktivitas
manusia.
c.Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang
dalam arti pembuangan dengan cara yang diterima oleh umum
(Ariyanto dan Dewi, 2002)
Ariyanto dan Dewi (2002), membagi sampah menjadi berbagai jenis
antara lain :
a.Berdasarkan kandungan zat kimia
1) Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk
2)

misalnya logam atau besi, pecahan seng dan plastik.


Sampah organik adalah sampah yang umunya dapat membusuk, misalnya
sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan.
b.
Berdasarkan dapat tidaknya terbakar
1) Sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, karet, kayu, plastik,
kain bekas dan sebagainya.
2) Sampah yang tidak dapat terbakar, isinya kaleng-kaleng, besi-besi
dan sebagainya.
c.Berdasarkan karakteristik sampah
1) Garbage adalah sisa-sisa pengolahan atau makanan yang sudah
membusuk.
2) Rubbish adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang sukar
membusuk. Rubbish ini ada yang mudah terbakar seperti kayu,
kertas dan ada yang tidak dapat terbakar seperti kaleng, besi dan
sebagainya (Notoatmodjo, 1997).
Ada tiga hal pokok yang perlu dperhatikan dalam pengolahan
sampah antara lain :

a. Harus ditutup sehingga tidak menjadi tempat bersarangnya serangga


atau binatang-binatang lainnya seperti tikus, lalat dan kecoa.
b. Pengangkutan atau pengumpulan sampah (colection) atau sampah
ditampung dalam tempat sampah sementara dikumpul kemudian
diangkut dan dibuang.
c. Pada pengumpulan dan pengangkutan sampah dapat dilakukan
perorangan, pemerintah dan swasta.
Menurut Juli Smirat (2011), sampah (garbage) dapat dibedakan atas
dasar sifat biologis dan kimiawi adalah
a.Sampah yang dapat membusuk
b.
Sampah yang tidak membusuk
c.Sampah yang berupa debu
Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan seperti sampah industri
yang mengandung zat-zat kimia. Selanjutnya dikatakan pula bahwa
munculnya sampah di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
a. Jumlah Penduduk
b. Keadaan social Ekonomi
c. Kemajuan tekhnologi.
Penyakit oleh bawaan sampah sangat luas dapat berupa penyakit
menular dan tidak menular, penyakit yang banyak terutama yang di
sebarkan oleh lalat.
7. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Air Limbah
Menurut Metcalfn dan Eddy (2001), air limbah adalah kombinasi
dari cairan dan sampah, sampah cair berasal dari daerah pemukiman,
perkotaan dan industri bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan
air hujan yang mungkin ada.
Menurut Azrul Azwar (2002), air limbah adalah kotoran air bekas
atau air bekas tidak bersih yang mengandung berbagai zat yang
membahayakan kehidupan manusia dan hewan lainnya yang muncul
karena hasil perbuatan manusia.
a. Sumber air limbah
Dalam sehari-hari sumber air limbah yang dikenal adalah :
1)Air limbah yang berasal dari rumah tangga (domestic sewage)

2)Air limbah yang berasal dari perusahan (comersial waste) seperti


dari hotel.
3)Air limbah yang berasal dari industri (industrial waste) misalnya
dari pabrik tekstil, tembaga dan industri makanan.
4)Air limbah yang berasal dari sumber lain seperti air hujan yang
bercampur dengan air comberan.
b. Syarat-syarat saranan pembuangan air limbah
Menurut (Anwar Daud 2000 )Sasaran pembuangan air limbah yang
sehat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)Tidak mencemari sumber air bersih
2)Tidak menimbulkan genangan air
c. Tidak menimbulkan tempat berlindung dan tempat berkembang biak
nyamuk dan serangga lainnya Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan
menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari
lingkungan hidup. Secara garis besar, karakteristik air limbah
digolongkan menjadi :
1)Fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahanbahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga,
biasanya berwarna suram seperti kerutan sabun, berbau, kadangkadang mengandung sisa-sisa kertas berwarna, cucian beras dan
sayur dan sebagainya.
2)Kimiawi
Air bangunan mengandung zat-zat kimia oraganik yang berasal dari
air bersih yang bercampur dengan bermacam-macam zat organik
berasal dari pancuran tinggi urin dan sampah-sampah dan lain
sebagainya.
3)Bakteriologis
Kandungan bakteri patogen dan organisme terdapat juga dalam air
limbah tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak
berperan dalam proses pengolahan air limbah.Air limbah yang

tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan


kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, antara lain:
a.Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit
terutama kolera, typhus abdominalis, dan disentri baciler.
b.
Menjadi media berkembangnya mikroorganisme patogen.
c.Menjadi tempat berkembangnya nyamuk atau tempat hidup
larva nyamuk.
d.
Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan
lingkungan hidup lainnya.
e.Gangguan terhadap kesehatan
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung dalam sisa limbah bila air
limbah tidak dikelolah maka akan menyebabkan gangguan kesehatan
masyarakaat dan lingkungan hidup antara lain :
1)Menjadi transmisi atau media penyerangan sebagai penyakit
terutama kolera, typus abdominalis, disentri bakteri.
2)Menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
3)Menjadi tempat berkebang biaknya nyamuk atau tempat hidup
virus nyamuk.
4)Menimbulkan bau yang tidak enak serta bau yang tidak sedap.
5)Merupakan sumber pencemaran air permukaan tanah dan
lingkungan hidup lainnya.
6)Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan
tidak nyaman dan Sebagainya (Notoatmojo, 1997).
8. Tinjauan Umum Tentang Jamban Keluarga
Menurut Notoatmojo (1997), jamban keluarga adalah suatu yang
dikenal dengan WC dimana digunakan untuk membuang kotoran manusia
atau tinja dan urine bila mana pembuangan tinja yang tidak memenuhi
syarat dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pencernaan seperti
penyakit diare, cholera. Pembuangan kotoran yang baik hendaknya
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)

Tidak mengotori tanah permukaan disekeliling jamban tersebut


Tidak mengotori air permukaan disekelilingnya
Tidak mengotori air tanah disekitarnya
Tidak dapat terjangkau oleh serangga (lalat, kecoa dan binatang lain).
Tidak menimbulkan bau

6) Mudah dipergunakan dan dipelihara


7) Sederhana desainnya
.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :


a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, bangunan jamban terlindungi dari
panas dan hujan, serangga dan binatang lain dan dari pandangan orang.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat
berpijak yang kuat dan sebagainya.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin tersedia alat pembersihan seperti air
atau kertas pembersihan
Adapun berikut ini macam-macam jenis jamban adalah:
1) Pit-privy (Cupluk)
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah
dengan diameter 80-120 cm, sedalam 2,5-8 meter dindingnya diperkuat
dengan batu bara. Dapat ditembok agar tidak mudah ambruk, lama
pemakaian 5-15 tahun.
2) Aqua-privy (cupluk berair)
Terdiri atas bak yang kedap air, diisi di dalam tanah sebagai
pembuangan. Untuk jamban ini agar berfungsi dengan baik perlu
pemasukan air setiap hari Pembuangan tinja dengan jarak dari sumber
air minimal lebih dari 10 m.
3) Water seated latrine (angsa trine)
Jamban ini bukanlah merupakan jamban tesendiri tapi hanya
modifikasi closetnya saja. Pada jamban ini closetnya terbentuk leher
angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai
sumbat sehingga bau busuk tidak tercium diruangan jamban (Entjang
Indah, 2000).
B. Kerangka Teori
Menurut Depkes (2008) terdapat empat pilar permasalahan kesehatan
lingkungan yang akan menyebabkan kejadian penyakit berbasis lingkungan,
termasuk penyakit diare yaitu:
1. penyediaan air bersih

2. pengelolahan sampah
3. pengelolahan air limbah dan
4. pemanfaatan jamban.
Sanitasi lingkungan merupakan keadaan lingkungan fisik, biologis,
sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia. Kondisi
lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang
merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Hasil yang diharapkan dari sanitasi
lingkungan yang baik yaitu tergantung dari peningkatan kualitas lingkungan
dengan memperbaiki sanitasi lingkungan air bersih, penyediaan jamban
keluarga, pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah. Terciptanya
sanitasi lingkungan yang baik akan menurunkan atau mengurangi kejadian
penyakit diare pada masyarakat.
C. Kerangka Konsep Penelitian :
Bagan 2.1
Kerangka Konsep
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Penyediaan Air Bersih

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan Air Limbah

Pemanfaatan Jamban

D. Hipotesis

Kejadian Penyakit diare

1.

Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit


diare di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam

2.

Kabupaten Sarolangun
Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian penyakit
diare di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau

3.

Hitam Kabupaten Sarolangun


Ada hubungan antara apengelolaan air limbah dengan kejadian penyakit
diare di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau

4.

Kecamatan Air

Kecamatan Air

Hitam Kabupaten Sarolangun


Ada hubungan antara pemanfaatan jamban keluarga dengan kejadian
penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau Kecamatan
air hitam Kabupaten Sarolangun?

BAB III
METODE PENELITIAN
1.

Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik
dengan pendekatan Cross Sectional Study (Notoatmojo 2003) yaitu variabel
independen dan variabel dependen diambil dan di ukur pada periode waktu
yang sama. Variabel dependen pada penenelitian ini adalah sumber air
minum, pengelolaan sampah, air limbah dan kepemilikan jamban. Sedang
variabel independen adalah kejadian penyakit diare.

2.

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau
yang dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2015.

3.

Subyek Penelitian
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita penyakit diare usia
1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau kunjungan dan
memeriksakan dirinya di Puskesmas Pematang Kabau sampai bulan
tahun 2014 yaitu sebanyak 278 orang.
2. Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan untuk tujuan tertentu yaitu balita
usia 1-4 tahun di wilayah kerja Puskesmas Pematang Kabau dengan

kriteria sebagai berikut :


1.

Kriteria Inklusi
Adalah merupakan karakteristik umum dari subjek penelitian
pada suatu populasi target dan populasi terjangkau yang diteliti. Pada
penelitian ini kriteria inklusi adalah :
a.Pasien Penyakit diare usia 1-4 tahun yang tercatat di Puskesmas
Pematang kabau tahun 2014.
b. Responden adalah Ibu Balita usia 1-4 tahun yang dapat membaca
dan menulis.

c.Ibu Balita bersedia menjadi responden


d. Ibu Balita yang bertempat tinggal menetap selama tahun 2014
sampai penelitian ini berlangsung.
e.Berdasarkan kriteria diatas diperkirakan jumlah sampel lebih kurang
120 orang.
Instrumen penelitian
Penelitian ini menggunaan lembar check list standar untuk inspeksi

4.

sanitasi dasar yang dikeluarkan oleh Depkes RI, yang terdiri dari check list
untuk variabel independen penyediaan air bersih, pengelolaan sampah,
pengelolaan limbah dan pemanfaatan jamban tingkat rumah tangga.
Pembobotan hasil check list juga berdasarkan ketentuan standar.
Untuk penilaian variabel dependen yaitu kejadian penyakit diare,
menggunakan catatan kunjungan (medical record) yang ada di Puskesmas
Pematang Kabau yang terdiri dari catatan kunjungan rawat jalan maupun
rawat inap.
5. Deskripsi Intervesi
Pada penelitian ini, penelitian melakukan pengumpulan data melalui
beberapa metode yaitu:
1.

Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dengan cara Inspeksi sanitasi (IS) langsung kepada rumah tangga
penderita dengan menggunakan lembar check list dan lembar pertanyaan
survey inspeksi sanitasi.

2.

Data primer
survey inspeksi sanitasi yang dilakukan secara lansung di tingkat
rumah tangga dibantu oleh bidan desa sebagai enumerator yang
sebelumnya sudah dilatih oleh peneliti.

6. Pengolahan Data
1.
Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan


dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data
dan keseragan data
2.

Koding
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua
jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu memberikan simbol-simbol
tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean) berdasarkan skor hasil
penghitungan pada lembar check list.

3.

Tabulasi data
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data kedalam
suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan
penelitian, tampilan dalam bentuk tabel akan memudahkan untuk
menganalisa data.

6.

Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai dengan
variabel yang hendak diukur. Analisa data dilakukan setelah melalui tahap
editing, koding, tabulasi. Selanjutnya dilakukan uji statistik univariat dan
Bivariat dengan menggunakan sistem komputerisasi (Program SPSS versi
11,5).
Analisis univariat dilakukan dengan distribusi frekuensi dan
persentase dari tiap variable, sedangkan analisa bivariat dilakukan terhadap
dua variabel untuk menguji hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan
rumus:
fofh

2
x =
Keterangan :

x2 = Chi-Square
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Interpretasinya :
a. Hipotesis diterima, bila x hitung > x tabel atau
b. Hipotesis diterima, bila nilai p < (0,05)
7.

Definisi Operasional Variabel


Tabel 3.1 Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi
operasional

Cara Ukur

Alat
ukur

Hasil Ukur

Skala
ukur

Sarana Air
Bersih

Sumber air
bersih yang di
gunakan
rumah tangga
untuk
kebutuhan
sehari-hari
SGL+,PP.

Mengisi
Lembar 1. Bersiko
lembar check
check
apabila
list pada
listt
skor 5-10.
2.
Tidak
lembar sesuai
beresiko
dengan hasil IS
apabila
(inspeksi
skor < 5
sanitasi)

ordinal

Pengelolaan
sampah

Pegelolaan
sampah
dengan jenis
terbuka atau
tertutup

Mengisi
Lembar 1. Beresiko
lembar check
check
apabila
list sesuai
list
skor 6-8
2.
Tidak
dengan hasil IS
beresiko
(inspeksi
apabila
sanitasi)
skor < 6

ordinal

Sarana
Airlimbah

Pengelolaan
dengan jenis
terbuka tanpa
peresapan,
terbuka degan
resapan
tertentu

Mengisi
Lembar 1. Beresiko
lembar check
check
apabila
list sesuai
list
skor 6-8
2. Tidak
dengan hasil IS
beresiko
(inspeksi
apabila
sanitasi)
skor < 6

ordinal

Sarana
Jamban

Sarana jamban
yang di pakai
oleh
masyarakat
sesuai jenis
dan bentuk

Mengisi
Lembar 1. Beresiko
lembar check
check
apabila
list sesuai
list
skor 6-8
2. Tidak
dengan hasil IS
beresiko
(inspeksi
apabila
sanitasi)
skor < 6

ordinal

Kejadian
penyakit
diare

Balita usia 1-4


tahun yang
pernah ke
poliklinik
puskesmas
tahun 2014
dengan
penyakit diare

Melihat dan
mencatat
catatan rekam
medis di
Puskesmas
Pematang
Kabau.

ordinal

8.

Rekam
medis
pasien
rawat
jalan
dan
rawat
inap.

1. Diare
ringan, bila
hanya
rawat jalan
tanpa
dehidrasi.
2. Diare berat,
bila rawat
jalan
dengan
dehidrasi
ringan dan
perlu rawat
inap.

Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan
permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini adalah
Puskesmas Pematang Kabau Kecamatan Air hitam.Kab.Sarolangun.
Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian dengan
membuat :
1. Informed concern (Lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden sesuai dengan
kriteria inklusi sampel penelitian. Bila responden menolak maka sampel
tidak diikutkan dalam penelitian.
2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantum nama


responden, tetapi responden tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality ( kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
hasil pengolahan dan analisa data yang akan dilaporkan dan
dipublikasikan sebagai hasil penelitian.
9.

Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini hanya meneliti hubungan sanitasi lingkungan dengan
penyakit diare pada kelompok umur 1-4 tahun pada Puskesmas Pematang
Kabau Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun
2. Penelitian melibatkan subyek penelitian dalam wilayah dan jumlah
terbatas. Sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasi pada kelompok
subyek dengan jumlah yang besar.

10. Rencana Kerja.


Langkah-langkah peneltian yang di rencanakan mulai dari awal
penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2 Rencana Kerja Penelitian
Bulan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Rancangan Kerja
Pengumpulan data
Survey awal
Pengajuan judul
Konsul Skripsi
Seminar Skripsi
Perbaikan skripsi
Penelitian
Seminar Hasil Penelitian
Perbaikan
Pengesahan dan Laporan
Akhir

Des
2014

Jan
2015

Feb

Mar

Apr

Mei

DAFTAR PUSTAKA
Arahman. (2012), Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
diare di Wilayah Kerja Puskesmas Batu. Makassar.
Amiruddin, (2007). Epidemiologi Dasar. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Atikah Proverawati,Eni Ramawati (2011)
Medical book.Jogjakarta

Perilaku hidup bersih dan sehat

Azmiati. (2011), Analisa Kepatuhan Petugas Terhadap pelayanan Menajemen


Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Putri Ayu ( MTBS). Jambi.
Anwar,A. (2005). Dasar-dasar kesehatan lingkungan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.
Azwar (2009) Potensi sumber daya manusia.
Ariyanto dan Dewi,Depok 2002 Dalam Pengantar ilmu Kesehatan
CL.Betz (2009)dkk www academia edu 15793011 definisi penyakit diare dan
kerangka teori.
Chandra,B. (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Cermin

dunia kedokteran (2006), tersedia dalam


Dunia.kedokteran.html. Diakses Sabtu, 12 feb 2015

http://www.cermin.

Depkes RI, (2008). Kerangka Teori Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan


Penyakit diare
Depkes RI, (2011). Tata laksana menurunkan angka penyakit diare
Depkes RI, (2009). Inspeksi sanitasi air bersih dan lingkungan perumahan.
Depkes RI, ( 2000) Klasifikasi Penyakit diare dan Jenis penyakit diare
Dinas Kesehatan P2M dan Suveilains Kabupaten Sarolangun
Dinas kesehatan P2M Penyakit diare kab kolonprago (2007), tersedia dalam :
http://www.info@dinkeskabkolonprago. Diakses 20 juni 2010
Journal Unair.Ac.id.fikir pdf/kesling 490ad6 ffulpdf
Https/wwwgoogle.com/search Pengertian penyakit diare menurut para ahli
Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No 492/Menkes/PER/IV/
2010.

Haroen.N Suraatmaja (2009.)www.Abc Medika.com./2013/09 penyakit


diare.html.
Notoatmojo. (2003). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta
Noor,N.N, (2012). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Rineka Cipta
Jakarta
Kasno Putranto 2009 dalam kesehatan lingkungan.
Notoatmojo 1997 dalam Ilmu pengantar kesehatan Lingkungan .
Profil Dinas kesehatan Propinsi Jambi tahun( 2013).
Profil Dinas kesehatan Sarolangun. (2014)
Ridwan, 2000. Epidemiologi Dasar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanudin Makasar
Suraatmaja, (2007). Academia menurut Umiati Sikripsi Umiati.
Sumirat,J. (2011), Kesehatan Lingkungan Gajah mada Universiy Press.
Kesehatan Lingkungan Gajah mada Universiy Press. Bandung
Sudaryat,(2010)Azmiati (2011)Analisa kepatuhan petugas terhadap pelayanan
balita sakit.
Sander (2005) dalam Azmiati (2011).
Sidik at el ( 2013) dalam yusuf sulaiman (.2013).
Timmerreck (2004) segitiga epidemiologi penyakit
Umiati. (2010), Hubungan antara sanitasi ligkungan dengan angka kejadian
penyakit diare pada balita di Puskesmas Nago. Boyolali.
Widoyono. (2008). Repsitory Universitas Sumatera Utara Ac/.id/chapter 2011.
PDF.
Wijaya (2002) Gejala penyakit diare pada balita dalam Arahman.
World Health Organization, (WHO), ( 2009) dalamS Sulaiman Yusuf Universitas
Sumatera Utara.
World Health Organization, (WHO), ( 2013) dalam umiiati
Www Pysikologymania,com/Menurut WHO 2000.
Wulandari,A.P. (2009), Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosiodemografi dengan Kejadian Penyakit diare pada Balita. Sragen
Yusuf. S. ( 2012 ), Mengetahui Efektifitas Penggunaan Buku catatan pantau
cairan terhadap keseimbangan cairan pada anak dengan penyakit diare di
Rumah Sakit dr. Pringadi. Medan
Zubir et al (2003) Azmiati (2011) Analisa Kepatuhan petugas terhadap pelayanan

Informed Concern (Lembar Persetujuan)

Kuesioner Penelitian
Nama Balita
:
Umur (Tahun)
:
Alamat
:
Nama responden
:
Nomor Responden :
Nomor Rumah Tgg :
Desa
RT/RW/Dusun:

A.Inspeksi sarana air bersih


Diagnosa tingkat resiko Pencemaran
1. Apakah ada jamban dalam jarak 10 meter sekitar sumur
2. Apakah ada sumber pencemaran lain dalam jarak 10 m
Sekitar sumur/?
3. Apakah ada sewaktu2 genagan air pada jark 2m sekitar
Sumur ?
4. Apakah saluran air limbah rusak/tdk ada?
5. Apakah lantai semen menpunyai radius dari 1m
6. Apakah ada sewaktu-waktu genangan air ?
7. Apakah ada keretakan pada lantai sekitar sumur ?
8. Apakah ember dan tali timbadiletakkan sedemikian
Rupa sehingga memungkinkan pencemaran
9 . Apakah bibir sumur ( cincin ) sumur tidak sempurna
Sehingga air merembes kedalam sumur ?
10.Apakah dinding semen sepanjang 3m dari atas permu
Kaan tanah tidak diplester?
Kriteria Ukur:
1
2

= Berisiko, bila skor 6 10


= Tidak berisiko, bila skor 0 - 5

B. Sarana Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga.


1.Apakah Air limbah di buang begitu saja sehingga
Mencemari tanah
2Apakah jarak dari lubang penampungan air limbah
Dengan sumur gali kurang dari 10 meter.

ya

T idak

3.Apakah jarak lubang penampungan air limbah


Kurang dari 10 meter
4.Apakah saluran air limbah tersumbat/tidak lancar
5.Apakah lubang/saluran air limbah terbuka
6.Apakah air limbah menimbulkan genangan air
7.Apakah saluran air limbah tersebut sebagai tempat
Berkembang biak nyamuk
8.Apakah sekitar lubang penampungan air limbah banyak lalat.
Kriteria Ukur:
1 = Berisiko, bila skor 6 10
2 = Tidak berisiko, bila skor 0 - 5
C. Sarana Pembuangan Sampah.
1. Apakah di dalam rumah tidak tersedia tempat samapah
2. Apakah Tempat pembuangan sampah kedap air
3. Apabila tempat pembuangan sampah berupa galian
Apakah sampah tertutup tanah
4. Apakah tempat pembuangan sampah letaknya dekat
Dengan sumber air
5. Apakah sampah di buang keselokan
6. Apakah ditempat pembuangan sampah banyak terdapat
Lalat dg kepadatan 20 ekor
7. Apakah tempat sampah menimbulkan bau
Kriteria Ukur:
1 = Berisiko, bila skor 6 10
2 = Tidak berisiko, bila skor 0 - 5
D. Jamban keluarga
1.Apakah jarak dari lubang penampungan kotoran dan dinding
Resapan jamban kurang dari 10 meter
2.Apabila jarak lubang penampungan kotoran kurang dari 10m
Apakah letak lubang resapan tersebut terletak di bagian lebih
Tinggi
3.Apakah air buangan dari septiktank/lubang penampungan

Kototran di alirkan kesungai,kolam,laut


4.Apakah luas slab jamban kurang dari 1M2
5. Apakah konstruksi rumah jamban dapat menimbulkan
Kecelakaan (tinggi pintu kurang 1.5m)
6. Apakah saluran jamban sulit di gelontor
7. Apakah jamban cemplung/Plengsengan apakah lubang
Jamban/tempat jongkok tidak di tutup
8. Apakah jamban tidak di lengkapi ventilasi
9. Apakah lantai jamban kotor
10.Apabila jamban di lengkapi bak air,Apakah terdapat
Jentik nyamuk.
11.Apakah didalam/sekitar jamban terdapat lalat.
12.Apakah di jamban terdapat kecoa
13.Apakah di jamban tidak tersedia jamban
Kriteria Ukur:
= Berisiko, bila skor 6 10
2 = Tidak berisiko, bila skor 0 - 5
1

Anda mungkin juga menyukai