Anda di halaman 1dari 24

NEUROFISIOLOGI DAN TATA CARA PELAKSANAANNYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Dasar Keperawatan II


Dosen Pengampu

: Farida Aini, S.Kep.Ns.M.Kep.SP.KMB

Disusun Oleh :
Meisya Dhicki Candra
Nanik Handayani
Nindy Rosa Filia Adi Novitasari
Nunik Agustiani
Nushrotun Nisa
Rafika Rahma
Serly Day Ngana
Setyo Budi Nugroho
Siti Nurul Hikmah
Yuli Ambar Nirmala Dewy

010115a072
010115a 077
010115a 081
010115a 084
010115a 091
010115a 098
010115a 113
010115a 115
010115a 122
010115a 138

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Neurofisiologi dan Tata
Cara Pelaksanaannya, tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah Ilmu Dasar
Keperawatan II. Terimakasih kepada Ibu Farida Aini, S.Kep.Ns.M.Kep.SP.KMB selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II yang telah membimbing kami sehingga
makalah ini dapat terseleseikan
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada teman teman yang telah
memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan rekan lain
lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat
penulis masih dalam tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan didalam penulisan makalah ini.

Ungaran,

Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. MASALAH

C. TUJUAN 5
D. METODE PENULISAN 5
BAB II STUDI LITERATUR

A. PENGERTIAN NYERI 6
B. FISIOLOGI NYERI

C. KLASIFIKASI NYERI 10
D. FAKTOR MEMPENGARUHI NYERI 12
E. PATOFISIOLOGI NYERI

13

F. INTERPRETASI SKALA NYERI


G. BENTUK NYERI
17
BAB III PEMBAHASAN

15

18

A. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS 18
B. PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIS
BAB IV PENUTUP 23
A. KESIMPULAN 23
B. SARAN 23
DAFTAR PUSTAKA

24

20

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun
merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri merupakan
salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri merasa menderita
dan mencari upaya untuk menghilangkannya. Perawat megunakan berbagai intervensi untuk
dapat menghilangkan nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak
dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif.
Tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang
menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi
nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi
mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada
pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.dokter hamper semata-mata
mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alas an yang
paling sering diberikan oleh klien
ditanya kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima sehingga
banyak institusi sekarang menyebut nyeri tanda vital kelima, dan mengelompokkannya
dengan tanda-tanda klasik suhu,nadi, pernapasan, dan tekanan darah.

B. Masalah
1. Apa pengertian dari nyeri?
2. Bagaimana fisiologis nyeri?
3. Apa saja klasifikasi nyeri?
4. Apa saja Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri?
5. Bagaimana Patofisiologi Nyeri?
6. Apa saja Interpretasi Skala Nyeri?
7. Bagaimana penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis dalam menajemen
nyeri?
4

8. Bagaimana asuhan keperawatan menajemen nyeri?


C. Tujuan
Umum :
Agar mengetahui bagaimana manajemen dan penatalaksanaan serta penanganan nyeri
secara farmakologi dan non farmakologi.
Khusus:
1. Untuk mengetahui pengertian dari nyeri
2. Untuk mengetahui fisiologis nyeri
3. Untuk mengetahui klasifikasi nyeri
4. Unuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
5. Untuk mengetahui patofisiologi nyeri
6. Untuk mengetahui interpretasi skala nyeri
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis dalam
menajemen nyeri
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan menajemen nyeri
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini metode penulisan yang penulis terapkan adalah
metode studi kepustakaan. Yaitu dengan membaca, mempelajari dan memahami kepustakaan
(buku-buku dan sumber lain) yang berhubungan dengan penyelesaian permasalahan pada
makalah ini.

BAB II
STUDI LITERATUR
A. Pengertian Nyeri
Munurut LONG,1996 ,Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman,sangat subjektif ,dan
hanya ornong yang mengalami yang dapat mengungkapkan dan menjelaskanya perasaan
tersebut Menurut PRIHARJO,1992, nyeri adalah perasaan tidak nyaman baik ringan maupun
berat.
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari pada sensasi tunggal yang disebabkan
oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Selain itu nyeri juga bersifat
tidak menyenangkan, sesuatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan.
Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan/atau mental, dan kerusakan dapat terjadi pada jaringan
aktual atau pada fungsi ego seseorang. Nyeri melelahkan dan menuntut energi seseorang
sehingga dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri
tidak dapat diukur secara objektif, seperti menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah.
Walaupun tipe nyeri tertentu menimbulkan gejala yang dapat diprediksi, sering kali perawat
mengkaji nyeri dari kata-kata, prilaku ataupun respons yang diberikan oleh klien.hanya klien
yang tahu apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut. Untuk membantu seorang
klien dalam upaya menghilangkan nyeri maka perawat harus yakin dahulu bahwa nyeri itu
memang ada.
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Apabila
seseorang merasakan nyeri , maka perilakunya akan berubah. Misalnya, seseorang yang
kakinya terkilir pasti akan menghindari aktivitas mengangkat barang yang memberikan beban
penuh pada kakinya untuk mencegah cedera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan
bahwa telah terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan
saat mengkaji nyeri.
Nyeri mengarah pada ketidakmampuan. Seiring dengan peningkatan usia harapan
hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik degan nyeri yang merupakan gejala
umum.
B. Fisiologi Nyeri

Bagaiman nyeri merambat dan di persepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
di mengerti. Akan tetapi ,bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat mana nyeri
tersebut mengganggu di pengaruhi oleh interaksi antara sistem algesia,transmisi saraf serta
insiterpretasi stimulus.
Nosisepsi Reseptor yang bertugas merambat sensasi nyeri disebut nosiseptor,nosiseptor
merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas. reseptor nyeri tersebut dapat di rangsang
oleh stimulus mekanisme, suhu, atau kimawi, sedangkan proses fisiologi terkait nyeri di sebut
nosisepsi
Proses tersebut Terdiri atas 4 fase:

Transduksi adanya rangsangan yang membahayakan(bhn kimia,suhu,listrik)

memicu pelepasan mediator biokimia yang mensensitisasi nosiseptor

Transmisi ,fase ini terdiri dari 3 bagian:

Pada bagian pertama: nyeri merambat dari Seraput saraf perifer ke


medula spinalis. serabut nosiseptor yang terlibat adalah serabut C,yang
mentransmisikan nyeri tumpuldan menyakitkan .dan serabut A-delta

yang mentransmisikan nyeri tajam


Bagian ke dua: transmisi nyeri dari Medula spinalis ke otak dan
talamus melalui spinotalamic tract (stt) yang membawa informasi

mengenai sifat dan lokasi dari stimulus ke stimulus


Bagian ke tiga:sinyal dari stimulus tadi di teruskan ke korteks sensor
motorik,tempat nyeri di persepsikan

Persepsi, pada fase ini kita mulai menyadari adanya nyeri, sehingga

munculnya berbagi prilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik, dan afektif
nyeri

Modulasi (sistem desenden) pada fase ini neuron di batang otak mengirim

sinyal-sinyal ke medula spinalis ,dan melepaskan subtansi (opioid,serotonin) yang akan


menghambat impuls aseden yang membahayakan di bagian medula spinalis

Teori gate kontrol


Banyak teori yang menjelaskan fisiologi nyeri ,namun yang paling sederhana

adalah teori gate control(Melzeck dan well) Teori ini menjelaskan bahwa subtansi
7

gelatinosa pada medula spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang memungkinkan
atau menghalangi masuknya implus nyeri ke otak
Berikut teori transmisi nyeri
Jenis Teori Respon Fisiologi Pemisahaan
Resepror nyeri tertentu akan menyalaurkan implus sraf nyeri ke otak,proses ini
tdk memperhitungkan aspek fisiologi persepsi dan respon nyeri Pola(pattern). Nyeri
terjadi karena efek gabungan dari intensitas stimulus,dan jumlah implus pada ujung
dorsal medula spinalis,ini tdk termasuk aspek fisiologi.
Teori gate control Nyeri terjadi karena efek gabungan dari intensitas
stimulus,dan jumlah implus pada ujung dorsal medula spinalis,ini tidak termasuk
aspek fisiologi Transmisi dan inhibisi Stimulus yang mengenal nosiseptor memulai
transmisi implus saraf.inhibisi implus nyeri menjadi efektif oleh adanya :
1. implus menuju serabut besar yang membelok implus pada searbut serabut
lambat
2. sistemsupresif oplat endogen
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik
untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen
fisiologi yaitu, resepsi, persepsi dan reaksi.
1. Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi
atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang menyebabkan nyeri. Pemaparan
terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan
substansi, seperti histamine, bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor
di nosiseptor untuk memulai transmisi neural, yang ikaitkan dengan nyeri.
Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan tanda nyeri. Otak dan
alveoli paru contohnya.apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang
nyeri(tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk meningkatkan suatu
impuls saraf),kemudian terjadilah neuron nyeri. Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus
nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer
mengonduksi stimulus nyeri: serabut A-delta yang bermelienasi dan cepat dan serabut C yang
8

tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang
tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi umber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.
Serabut tersebut menghantarkan komponen suatu cedera akut dengan segera. Serabut C
menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus. Misalnya,
setelah menginjak sebuah paku, seorang individu mula-mula akan merasakan suatu nyeri
yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan hasil transmisi serabut A. dalam beberapa
detik, nyeri menjadi lebih difus dan menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit
karenapersarafan serabut-C. serabut-C tetap terpapar pada bahan-bahan kimia, yang
dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan.
2. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri
ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus danotak tengah. Dari thalamus, serabut
mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks
asosiasi, lobus frontalis dan system limbic. Ada sel-sel di dalam sistem limbic yang diyakini
mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian sistem limbic berperan aktif
dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setalah transmisi syaraf berakhir di dalam
pusat otak yang lebihtinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi saraf.
Persepsi nyeri ,tepatnya pada area korteks (fungsievaluatif kognitif) muncul akibat
stimulus menuju saraf spinnotalamikus dan talamiko kortikalis
Bersifat:

Objektif
Sangat kompleks
Persepsi nyeri bisa berkurang atau hilang pada periode stes berat atau emosi

Contoh : penderita luka bakar derajat III tidak akan merasa nyeri walaupun cederanya sngat
hebat
3. Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.

a. Respon Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju kebatang otak dan
thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress.
Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, atau dalam, dan secara
tipikal melibatkan organ-organ visceral, system saraf parasimpatis menghasilkan
suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan inividu.
Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatic yang berat, yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda fisik
kembali normal. Dengan demikian, klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu
memperlihatkan tanda-tanda fisik.
b. Respon Perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila
tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah
kualitas kehidupan individu secara bermakna. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan
nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi
individu terhadap nyeri merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk
menerima nyeri dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih
lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai yang diyakini orang.
Gerakan tubuh yang khas an ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri
meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur
tubuh membengkok, danekspresi wajah yang menyeringai.
C. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan) ; nyeri yang dirasakan pada area yang bukan
merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll.

10

c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi,
contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat
dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan
merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
2. Menurut Sifat
a. Insidentil

: timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

b. Steady

: nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama

c. Paroxysmal

: nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya


menetap10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.

d. Intractable Pain

: nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.


Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan
kontraindikasi

akibat

dari

lamanya

penyakit

yang

dapat

mengakibatkan kecanduan.
3. Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi.
4. Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The
National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut
penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri :
akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik
Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang
menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic

11

Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri
dalam prakteknya yaitu akut dan kronis.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas jika lakilaki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3. Kultur
Merupakan faktor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri,
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
Contoh:

Individu dari budaya tertentu cenderung mengukapkap nyeri yang


mereka rasakan,sedangkan budaya lain lebih memilih untuk menahan

,mereka tidak ingin merepotkan orang lain


Suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri)

4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat

seorang

klien

memfokuskan

perhatiannya

pada

nyeri

dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat


dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan

12

dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guidedimagery merupakan tehnik
untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak
jelas asalnya dan ketidak mampuan mengontrol nyeri atau peristiwa sekililingnya dapat
mempeberat persepsi nyeri.
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman Masa Lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri
9. Dukungan Keluarga Dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
10. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang bising, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan dan aktivitas
yang tinggi, serta dukungan dari orang terdekat. Contoh: individu yang sendiri ,tanpa
keluarga atau teman-teman akan cenderung merasakan nyeri yang lebih berat
E. Patofisiologi Nyeri
Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses
tersendiri yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan
aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri
dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan
jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri
melibatkan aktivitas saraf melalui jalur- jalur saraf desendens dari otak yang dapat
13

mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Modulasi juga melibatkan faktorfaktor kimia yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer.
Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga
dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Ada tiga tingkatan tempat informasi saraf yang dapat dimodifikasi sebagai respon
terhadap nyeri yaitu luas dan durasi respon terhadap stimulus nyeri disumbernya dapat
dimodifikasi, perubahan kimiawi dapat terjadi di dalam setiap neuron atau bahkan dapat
menyebabkan perubahan pada karakteristik anatomi neuron-neuron di sepanjang jalur
penghantar nyeri, dan pemanjangan stimulus dapat menyebabkan modulasi neurotransmitter
yang mengendalikan arus informasi dari neuron ke reseptornya.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke
system saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
Nyeri psikologik
Berdasarkan faktor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
Nociceptor mechanism.
Nerve or root compression.
Trauma ( deafferentation pain ).
Inappropiate function in the control of muscle contraction.
Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor
baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu
cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
F. Interpretasi Skala Nyeri
14

Interpretasi skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan
respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga
tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
.1. Skala intensitas nyeri deskriptif

2. Skala identitas nyeri numerik

3. Skala analog visual

Keterangan :
0

: Tidak nyeri

1-3

: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6

: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan


lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9

: Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

15

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10

: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Menurut Wong-Bakers :

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis
yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak
tertahankan. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat
VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala
penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakanskala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10
cm (AHCPR,1992)
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005)

16

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan
saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilaiapakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
Teknik-teknik mengurangi nyeri :
a) Kompres hangat/dingin
b) Latihan nafas dalam
c) Musik
d) Aromatherapi
e) Reiki
f) Imajinasi terbimbing
g) Hipnosis
h) Relaksasi
G. Bentuk nyeri
Nyeri akut
Berlangsung tdk lebih dari 6 bulan Gejalanya mendadak Penyebab dan lokasi nyeri
sudah di ketahui Ditandai dengan penegangan otot dan kecemasan
Nyeri kronis
Berlangsung lebih dari 6 bulan Sumber nyeri bisa di ketahui/tidak Hilng tmbul Tidak
dapat di sembuh Pengindraan nyeri lebih mendalam Sulit menunjukan lokasi
Dampaknya:

Mudah tersinggung
Kurang perhatian.
Sering putus asa

BAB III
17

PEMBAHASAN
A. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (nakotik),
nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid Anti-Inflammation Drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik.
Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivat dari opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberikan efek euforia
(kegembiraan). Terdapat dua jenis utama opoid murni, yaitu:
1. Agonis murni
Merupkan obat opoid murni yang berkaitan dengan kuat terhadap reseptor,
menghasilkan efek maksimum dalam menghambat nyeri.
2. Kombinasi agonis-antagonis
Obat kelompok ini dapat memberikan efek seperti opioid (dalam menghambat
nyeri) jika diberikan pada klien yang tidak mendapat opioid murni.
1) Opioid (narkotika)
Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri
berat lainnya.
Farmakodinamika
Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan organ yang
mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa mengantuk eforia, depresi
pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks terhadap stres (pada dosis tinggi),
dan penurunan tahana perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek
terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru merupakan akibat sekunder
dari peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi dari
kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal. Opioid dapat menyebabkan spasme
traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra obat.
Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung terhadap pusat batuk dalam medula.
Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan intra kranial.
Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu
kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus setelah
pemberian oral atau sistemik. Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat sekunder
pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula oblongata dapat merupakan
18

mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural / intratekal. Analgesia intra


artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan
opioid dengan reseptor opiat dalam sinovium.
Farmakokinetika
1. Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60 menit dan epidural
spinal 15-60 menit.
2. Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60 menit dan
epidural / spinal 90 menit.
3. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90 menit
4. Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol, sedatif,
antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO dan antidepresan trisiklik. Dapat
mengurangi efek diuretik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi
dan diperpanjang oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin intratekal / epidural
menimbulkan peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik.
5. Efek samping
a) Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia, kekakuan dinding dada.
b) Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme.
c) SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.
d) Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter.
e) Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah dan
penundaan pengosongan lambung.
f) Mata; miosis
g) Muskuloskletal; kekakuan dinding dada.
h) Alergi; pruritus dan urtikaria.]
Analgesik non-opioid seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki
efek anti-nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi dan anti-demam (anti-piretik). Efek samping
yang paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan
pendrahan gaster.
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) Sangat efektif untuk menghilangkan nyeri
pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Sangat baik digunakan pada pasien yang rentan
terhadap efek pendepresi pernapasan dari opioid atau mengalami toleransi terhadap opioid
karena penggunaan jangka panjang
19

B. Penatalaksanaan Non Farmakologis


Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri
berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku koqnitif. Penanganan fisik meliputi stimulasi
kulit, stimulasi elektrik saraf kulit transkutan, akupuntur, dan pemberian plasebo. Intervensi
perilaku koqnitif meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, upanbalik biologis, hipnosis, dan sentuhan terapeutik.
1. Massage Kulit
Merupakan cara dimana meringankan nyeri dengan cara peregangan otot (pijit).
Tindakan keperawatan dengan cara masase,dilakukan pada daerah superfesial atau otot
tulang. Hanya untuk membantu mengurangi rangsangan nyeri akibat terganggunya sirkulasi
Tujuan :

Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang dimasase


Meningkatkan relaksasi

Alat dan bahan:

Minyak untuk massage


handuk

Prosedur kerja
1)

Jelaskan prosedur yang akan dilakuakn

2)

Cuci tangan

3)

Lakukan mesase pada daerah yang dirasakan nyeri slma 5-10 menit

4)

Lakukan dengan telapak tngan dan jari dengan tekanan halus gerakan tangan selang

seling (tekanan pendek,cepat,bergantian tangan) pinggang.


2. Stimulasi Kontralateral
Merupakan cara mengalihkan nyri/gatal dengan cara digaruk.
3. Pijat Refleksi
Ilmu pengobatan yang dikembangkan oleh cina yang merupakan alternatif
penghilang nyeri (akupuntur)
20

4. Tens
Merupakan alat yang dilekatkan pada tubuh ang dapat menghasilkan sensasi
kesemutan ataupun getaran yang berfungsi sebagai penghilang nyeri.
5. Plasebo
Suatu obat semu yang diberikan kepada klien dengan alasan dapat
menyembuhkan pada klien yang terbiasa meminun obat (biasanya hanya berupa
vitamin).hal ini bertujuan sebagai pengalih/sugesti kepada klien.
6. Distraksi
Pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Biasanya
klien diajak menonton, mendengarkan musik, beimajinai yang menyenangkan dsb.
7. Relakasi
Dengan cara atur pernafasan guna merileksan otot-otot.
8. Sentuhan Terapeutik
Melakukan sentuhan yang menenagkan. Misalnya pada anak kecil dengan cara
membelai, menggendong dsb.
9. Kompres panas basah
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang mengalani nyeri,resiko terjadi infeksi
luka,dan kerusakan fisik
Tujuan

Memperbaiki sirkulasi
Mengilangkan edema
Meningkatkan drainasrpus
Mengurangi rasa nyeri
Kompres basah pada luka terbuka

Prosedur Kerja :

Gunakan srung tangan


Bsahi kasa steril dengan larutan pada magkuk kecil lalu peras
Letakan perassan kasa pada daerah luka
Tutup basa basah denga kering
Tutup dengn balutan atau displester
Cuci tngan
Catat keadaan luka.drainase.warna,integritas,dan respon pasien

10. Kompres dingin basah


21

Tindakan untuk memberikan rasa dingin dengan menggunkan lap atau kain yang di celupkan
ke dalam air dingin,dilakukan pada paha.
Tujuan
Menurunkan suhu tubuh pada penderita nyeri
Alat dan bahan

Baskom berisi air dingin


Pengalas
Kain
Termometer

Cara kerja

Jelaskan prosedur pda pasien


Cuci tngan
Ukur suhu tubuh
Pasang pengalas di bawah tempat yang akan di kompres
Basahi kain dengan air dingin
Letakan kainyang telah di basahi pada daerah aksila,dahi,atau lipatan paha
Cuci tangan
catat

22

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri merupakan suatu gejala yang bersifat ojektif . Perawat perlu memperhatiakn
,mengkaji konsep dasar nyeri pada klien yang mengalami gangguan keamaman.
B. Saran
Semoga dengan memahami konsep dasar nyeri ini .kita bisa menerapkan dan
membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah gengguan tidak nyaman ini dalan kehidupan .

23

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Elzabeth T. 2007. Buku Ajar Keperawatan: Teori dan Praktik. Alih Bahasa, Agus
Sutarna, Suharyati
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:Buku
kedokteran EGC
Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri (Cet. I). Jakarta:Buku Kedokteran
EGC
Efendi, Ferry dan Makhfudli.2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika .
Mubarak Wahid Iqbal dan Chayatin Nurul, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi,
Salemba Medika, Jakarta,2009.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Chayatin, Nurul.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas I: Pengantar
dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai