Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pembahasan hubungan antara spiritualitas dengan tingkat

kesepian pada lanjut usia di Desa Gebugan Kecamatan Bergas. Hasil penelitian ini

disajikan berikut ini :

A. Analisis Univariat
1. Gambaran Spiritualitas pada lanjut usia di Desa Gebugan Kecamatan

Bergas
Hasil penelitian didapatkan data bahwa tingkat spiritualitas

didominasi kategori sedang sebanyak 37 responden (43%), dilihat dari hasil

kuesioner dengan jawaban hampir setiap hari sebanyak 19 responden

(22,1%) merasa kehadiran tuhan, 19 responden (22,1%) merasa suatu

hubungan yang baik dengan seluruh dimensi kehidupan, 25 responden

(29,1%) selama beribadah dan berhubungan dengan Tuhan merasakan

suatu ketenangan (kebahagiaan) yang dapat memberikan solusi dari

persoalan kehidupan sehari-hari yang dijalani, 26 responden (30,2%)

menemukan kekuatan dan keteguhan dari sisi spiritual keagamaan yang

dianut, 25 responden (29,1,%) merasa kenikamatan atau kenyamanan

dalam sisi spiritual keagamaan yang dianut, 19 responden (22,1%) merasa

kedamaian dan harmoni dalam kehidupan, 31 responden (36%) selalu

berdoa kepada tuhan setiap melakukan kegiatan sehari-hari, 25 responden

(29,1,%) merasakan bimbingan dan petunjuk tuhan dalam kegiatan sehari-


hari,33 responden (38,4%) merasa berkah dan kasih sayang tuhan secara

langsung, 23 responden (26,7%) merasa berkah dan kasih sayang tuhan

kepadanya melalui kehadiran oranglain, 23 responden (26,7%) merasa

keagungan tuhan melalui keindahan penciptaanNya, 20 responden (23,3%)

bersyukur dengan berkah yang didapatkan, 25 responden (29,1%) perduli

terhadap orang lain,tanpa mengharapkan imbalan, 27 responden (31,4%)

menerima keberadaan oranglain meskipun menurutnya dia telah melakuan

suatu kesalahan, 25 responden (29,1%) selalu igin dekat dengan tuhan

dalam berbagai situasi dan keadaan, 27 responden (31,4%) merasa selalu

dekat dengan tuhan dalam kehidupan sehari-hari.


Lansia yang mengalami spiritual sedang karena lansia mengingat dan

melakukan aktifitas yang meningkatkan hubungannya dengan tuhan serta

masih berhubungan baik dengan lingkungan disekitar lansia. Spiritualitas

adalah konsep dua dimensi dengan dimensi vertikal dan horizontal.

Dimensi vertikal mewakili hubungan dengan Tuhan, dan dimensi

horizontal mewakili hubungan dengan orang lain. Spiritualitas seseorang

dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya artinya pengalaman hidup

baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang

dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan

secara spiritual pengalaman tersebut (Cahyono,2012). Apabila seseorang

semakin tumbuh dan semakin dewasa maka pengalaman dan pengetahuan

spiritual tersebut semakin berkembang karena spiritual berkaitan erat

dengan kehidupan sehari-hari seorang individu (Rahmah,2010).


Menurut Adami (2009) menemukan bahwa semakin tinggi

spiritualitas seseorang, semakin besar kemampuannya dalam menghadapi

masalah. Spiritualitas dapat memiliki peran penting dalam mengatasai

masalah dan dapat dipahami bahwa dengan spiritualitas yang tinggi dapat

membantu seseorang untuk menentukan langkah dengan baik sehingga

agresivitas tidak akan terjadi, akan lebih memaknai hidup, dapat

mengambil hikmah dari pengalaman hidupnya serta selalu berintrospeksi

diri.
Faktor yang dapat mempengaruhi spiritualitas yaitu perkembangan,

budaya, keluarga, agama, pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan

perubahan, oleh karena itu setiap individu memiliki cara dan pemenuhan

kebutuhan spiritualitas yang berbeda-beda sesuai dengan usia, jenis

kelamin, budaya, agama dan kepribadian individu (Azizah,2011). Dalam

penelitian ini sebagian besar perempuan sebesar 62 responden (72%).

Perempuan lebih menunjukkan ketertarikan terhadap spiritualitas dengan

melakukan pengakuan pengalaman spiritualitas, mencari jawaban

spiritualitas dan percaya terhadap perubahan positif dalam agama.

Perempuan juga memiliki sifat kecenderungan terlibat dalam aktivitas

beramal dan peduli dengan aktivitas sosial dibandingkan dengan laki-laki

(Bryant dalam Matillah,2018).


Selain itu dalam penelitian in sebagian besar responden berumur >60

tahun yang lansia ada pada level dimana penyesalan dan tobat berperan

dalam penebusan dosa-dosa. Tobat dan pengampunan dapat mengurangi

kecemasan yang muncul dari rasa bersalah atau ketidaktaatan dan


menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan pada tahap awal iman. Hal ini

memberikan pandangan baru bagi lansia terhadap kehidupan yang

berhubungan dengan orang lain dan penerimaan yang positif terhadap

kematian (Agustin,2013). Menurut Kinasih (2012), lansia lebih

mendekatkan diri pada Tuhan. Kehidupan keagamaan pada lansia sudah

mencapai tingkat kemantapan meningkatnya kecenderungan untuk

menerima pendapat keagamaan, mulai muncul pengakuan terhadap realitas

tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh sungguh,timbul rasa takut

kepada kematian yang meningkat sejalan dengan usia yang bertambah

lanjut. Spiritualitas adalah energi yang menghubungkan masa lanjut usia

untuk mengenal dirinya lebih dalam dan merasa terhubung dengan Tuhan

dan alam semesta sehingga memunculkan perasaan damai dan bahagia

(Yulianti,2011).
Hasil ini di dukung oleh Destarina (2014) mendapatkan hasil bahwa

gambaran spiritualitas lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Khusnul

Khotimah Pekanbaru pada kategori spiritualitas tinggi sebanyak 23

responden (59%), dimana menurut Destariana lansia menjalankan ibadah

solat 5 waktu dan lansia percaya diri serta tidak malu dengan kondisinya

walaupun sedang sakit.

2. Gambaran Tingkat kesepian pada lanjut usia di Desa Gebugan Kecamatan

Bergas
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia dalam kategori

kesepian sedang sebanyak 38 responden (44,2%). Jika dilihat dari hasil

kuesioner pada pertanyaan aspek kepribadian sebanyak 24 responden


(27,9%) kadang merasa sendiri, 21 responden (24,4%) kadang merasa tak

satupun orang mengenal dengan baik, 16 responden (18,6%) kadang selalu

merasa malu, 36 responden (41,9%) merasa memilki banyak persamaan

dengan orang disekitar, 28 responden (32,6%) selalu merasa ramah dan

bersahabat.
Hasil kuesioner pada aspek keinginan sosial sebanyak 24 responden

(27,9%) kadang merasa bahwa hobi dan ide anda tidak sama dengan orang-

orang disekitar anda, 30 respoden (34,9%) kadang merasa tidak dekat

dengan oranglain, 34 responden (39,5%) kadang merasa bahwa orang-

orang ada disekitar anda, tetapi tidak bersama lansia, 24 responden (27,9%)

kadang merasa tidak cocok dengan orang lain di sekitar, 21 responden

(24,4%) kadang merasa menjadi bagian dari kelompok teman lansia, 26

responden (12,8%) kadang merasa dekat dengan orang lain, 29 responden

(33,7%) dapat menemukan teman ketika lansia membutuhkan, 42

responden (48,8%) merasa ada orang yang dapat anda ajak bicara.
Hasil kuesioner pada aspek depresi sebanyak 19 responden (22,1%)

kadang merasa tidak memiliki teman, 21 responden (24,4%) kadang merasa

terisolasi dari orang lain, 29 responden (33,7%) kadang merasa

ditinggalkan, 30 responden (34,9%) kadang merasa tidak ada seseorangpun

yang dapat dimintai tolong, 31 responden (12,8%) kadang merasa

hubungannya dengan orang lain tidak berarti, 35 responden (40,7%)

kadang merasa bahwa ada seseorang yang benar-benar dapat mengerti,28

responden (32,6%) kadang merasa bahwa ada orang yang dapat mintai

tolong.
Kesepian sedang yang dialami lansia karena lansia masih aktif

bersosialisai di lingkungan sekitar seperti melakukan sembayang di tempat

ibadah, berinteraksi dengan tetangga dan keluarga lain, serta masih

mendapat dukungan dari keluarga dirumah. Hal ini yang menyebabkan

lansia mengalami kesepian sedang. Faktor yang penyebab terjadianya

kesepian yaitu usia,status perkawainan,gender,dukungan sosial,tingkat

pendidikan dan spiritual (Astuti,2013).


Kesepian merupakan perasaan negatif secara emosional ataupun sosial

akibat kurangnya hubunagn sosial yan bersifat subjektif sehingga

menyebabkan individu mersa tersisihkan dan terpncil karena merasa

berbeda dengan orang lain. Kesepian sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar dengan disertai semakin banyaknya kegiatan-kegiatan bersama

maka akan mengurangi tingkat kesepian ndividu tersebut,selain itu faktor

jenis kelain dan keberadaan teman dekat juga ikut serta mempengaruhi

tingkat kesepian (Rahmi,2015).


Dalam penelitian ini sebagian besar perempuan sebesar 62 responden

(72%), biasanya perempuan mempunyai peluang lebih besar mengalami

kesepian karena terjadinya tekanan akibat ditinggal pasangannya

meninggal dunia, ditinggal anaknya yang mempunyai keluarga. Hal lain

juga dapat disebbabkan karena ketika perempuan masih bersama pasangan

merkea selalu melakukan aktivitas secara bersama.keberadaan pasangan

bagi perempuan sangat penting. Ketika tidak ada lagi pasangan,perempuan

akan lebih membutuhkan orang lain untuk berbagi pikiran. Hal ini

berbanding terbalik dengan laki-laki,seorang laki-laki apabila kehilangan


pasangannya,kondisi emosionalnya tidak terlalu berbeda dengan biasanya

karena karakteristik laki-laki lebih kuat dan tertutup (Rahmi,2015).

B. Analisi bivariat
Hubungan antara spiritualitas dengan tingkat kesepian pada lanjut usia di Desa

Gebugan Kecamatan Bergas


Hasil penelitian ini menyatakan bahwa responden dengan spiritual

rendah lebih banyak mengalami kesepian berat yaitu sebanyak 7 responden

(41,2%), responden dengan spiritual sedang lebih banyak mengalami kesepian

sedang sebanyak 27 responden (73,0%), dan responden dengan spiritual tinggi

lebih banyak kesepian rendah yaitu sebanyak 23 responden (71,9%). Hasil

dari uji Chi Square didapatkan nilai p 0,000 < α =0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara spiritualitas

dengan tingkat kesepian terhadap lanjut usia di Desa Gebugan Kecamatan

Bergas. Dimana jika tinggi spiritualitas maka semakin rendah tingkat

kesepian.
Spiritualitas yang baik membantu lansia untuk memiliki kehidupan

yang lebih bermakna, mereka dapat mengisi hari-harinya dengan kegiatan

yang positif dan bermanfaat (Rahmah,2015). Faktor spiritualitas sangat

berperan penting dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh lansia akibat

kehilangan teman hidup, putus asa serta dapat memberi kekuatan ketika lansia

sedang mengalami penyakit. Tingkat spiritualitas lansia inilah yang akan

menentukan mekanisme koping dalam menghadapi masalah yang muncul.

Pendekatan keagamaan (spiritual) merupakan hal yang sangat dianjurkan pada

lansia karena dengan adanya pendalaman spiritual dapat membantu lansia

terhindar dari berbagai macam masalah, penyakit atau depresi. Pemikiran-


pemikiran dari ajaran agama mengandung tuntunan bagaimana dalam

kehidupan lansia itu sendiri cara mengatasi dari rasa cemas, tegang, depresi,

dan kesepian. Spiritualitas sebagai energi yang menghubungkan masa lanjut

usia untuk mengenal dirinya lebih dalam dan merasa terhubung dengan Tuhan

dan alam semesta sehingga memunculkan perasaan damai dan bahagia.

Berdasarkan perkembangan spiritual kehidupan beragama, lanjut usia

merupakan tingkat kemantapan dalam beragama. Lansia memiliki sikap

kecenderungan untuk menerima pendapat agama (Herliawati,2012).


Spiritualitas merupakan kesadaran dan perasaan dari seorang lansia

akan hubungannya dengan keberadaan yang Maha Tinggi, kekuatan yang

dianggap lebih besar dari dirinya sendiri, atau alam. Spiritualitas tidak hanya

berhubungan dengan Tuhan, melainkan juga berhubungan dengan sesama

manusia dan alam. Lansia yang memiliki spiritualitas baik dapat mengatasi

rasa kesepiannya dengan berdoa dan beribadah kepada Tuhan dan juga dapat

berinteraksi dengan sesama lansia di panti. Selain berinteraksi dengan Tuhan

dan sesama lansia di panti, lansia juga dapat berinteraksi dengan alam dan

makhluk hidup lain seperti berkebun, memelihara ayam, memelihara kucing

atau lain sebagainya. Hubungan kuat diperoleh dalam penelitian ini antara

spiritualitas dengan kesepian yang menunjukkan bahwa spiritualitas sangat

berperan dalam membantu lansia menghadapi rasa kesepian.


Hasil penelitian ini sejalan dengan Matillah (2018) menyatakan ada

hubungan spiritualitas dengan kesepian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial

Tresna Werdha. Penelitian ini didukung Herliawati (2012) menyatakan ada

pengaruh pendekatan spiritual terahdap tingkat kesepian pada lanjut usia


dipanti sosial tresna werdha warga tama keluarahan timbangan kecamatan

indrakay utara. Selain itu pada penelitian Cahyono (2012) menyatakan bahwa

ada hubungan spiritualitas dengan depresi pada lasnia di UPT pelayanna sosial

lanjut usia Magetan.

C. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak adapt mengendalikan

faktor dari spiritual seperti jenis kelamin, peran keluarga, pengalaman hidup

sebelumnya, krisis dan perubahan.

Dapus

Adami, Ardiman.2009.Hubungan Spiritualitas dengan Proactive Coping


Survivor Bencana Gempa Bumi di Bantul. Skripsi .Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta.(www.google.com)
Astuti.,Yuli.,Siska.2013. Analisi Faktor-Faktor Terajdinya Kesepian Pda
Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap.Skripsi.
Program Studi Fakultas Ilmu Kesehatan.Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Agustin.,N.Y. 2013. Gambaran tingkat spiritualitas lansia di unit
pelaksanaan teknis pelayanna sosial lanjut usia (UPT PSLU)
Magetan.skripsi.fakultas ilmu kesehatan;universitas muhammadiyah
surakarta
Herliawati.D. 2012. Pengaruh Pendekatan Spiritual Terhadap Tingkat
Kesepian Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Warga
Tama Kelurahan Timbangan Kecamtan Indralaya Utara.Jurnal
Keperawatan Sriwijaya,Volume 1.No 1
Rahmah, A.A. 2010. Pentingnya kebutuhan spiritual bagi lansia. <
http://ml.scribd.com/doc/82561601/Esay-Spiritual>. Diakses 19 Juli
2019
Cahyono.,N.A. 2012. Hubungan Spiritualitas Dengan Depresi Pada Lansia
Di UPPT Pelayanna Sosisal Lanjut Usia Magetan. Skripsi. Fakultas
Keperwatan ;Universitas Airlangga
Matillah.,B.U.2018. Hubungan Spiritualitas Dengan Kesepian Pada Lansia
Di UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha . Skirpsi,Fakultas
Keperwatan;Universitas Jember
Yulianti. (2011) Pendekatan Cultural Spiritual dalam Konseling bagi
Lansia. Universitas Sunan Gunung Jati. Bandung
Rahmi. 2015. Gambaran tingkat kesepian pada lansia di Panti Tresna
Werdha Pandaan. Seminar Psikologi Kemanusiaan. 2015;257–61

Anda mungkin juga menyukai