Anda di halaman 1dari 35

A.

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. F
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pakisan 2/6 Walitelon Selatan Temanggung
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
Status : Lajang
No.CM : 136xxx-2017
Tanggal masuk RS : Sabtu, 2 Juni 2018
Tanggal keluar RS : Kamis, 7 Juni 2018

B. Data Dasar
Diperoleh dari aloanamnesa dan autoanamnesis dengan pasien pada hari
Senin, 4 Juni 2018 pukul 15.00 dibangsal Dahlia

C. Keluhan Utama
Nyeri kepala post trauma kecelakaan lalu lintas.

D. Riwayat Penyakit Sekarang


Menurut keterangan keluarga pasien, 2 hari yang lalu 30 menit SMRS
pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motor setelah menabrak
sepeda motor dari arah yang berlawanan saat menyalip. Pasien mengalami
patah tulang terbuka dibagian kaki kanan. Saat kejadian pasien menggunakan
pengaman kepala (helm) dan pasien telempar tidak jauh dari sepeda motor
yang dikendarainya, pasien terjatuh di aspal rata dengan posisi badan sebelah
kanan dahulu yang menyentuh aspal bagian tangan dan kaki kanan sebagai
tumpuan kemudian kepala bagian belakang terbentur aspal cukup keras.
sesaat setelah kejadian pasien tidak sadarkan diri dan terdapat memar di
bagian pelipis kanan. Kemudian oleh warga, pasien dibawa ke IGD RSUD
Ambarawa Menurut keterangan keluarga pasien yang didapatkan dari warga,

1
pasien tidak sadar kurang lebih 30 menit setelah tertabrak. Saat ditanyakan
mengenai kejadian, pasien tidak ingat proses kejadian sampai tidak sadarkan
diri.
Pasien juga merasakan nyeri kepala, pusing berputar, nyeri seperti ditekan,
bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang
dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-
menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala disertai mual, memar
dibagian pelipis kanan. nyeri dirasakan mengganggu pasien. Pasienya juga
tidak dapat menggerakan pergelangan tangan kanannya, pasien tidak dapat
berjalan dengan normal. Pasien didaftarkan sebagai pasien Bedah Ortophedi
untuk dilakukan Orif. Karena pasien mengalami cedera kepala maka pasien
dikonsulkan ke dokter spesialis saraf pada tanggal 4 juni 2018. Pasien
mendapatkan perawat 3 hari untuk perbaikan keadaan umum sebelum
dilakukan Orif.
Pasien dapat mengetahui dia sedang berada di RS, dapat menyebutkan
beberapa nama benda, pasien dapat mengikuti perintah yang diberikan seperti
menggerakan tangan atau kaki kirinya, mengetahui sedang berada
dimana.Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, penghidu, tidak baal, tidak Kesemutan, dapat melokalisir
sumber nyeri, dapat membedakan sebuah benda, wajah simetris, kejang, rasa
mengantuk terus menerus, kekakuan pada leher, tidak keluar darah atau
carian dari telinga, tidak memar pada bagian mata maupun belakang telinga,
BAK dan BAB dalam batas normal, berkeringat berlebihan tidak ada, rasa
berdebar debar tidak ada, tidak muntah, tersedak tidak ada dan mengecap
makanan masih dalam batas normal.

E. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat konsumsi minuman beralkohol: disangkal
b. Riwayat konsumsi obat-obatan terlarang: disangkal
c. Riwayat Kejang : kejang disangkal
d. Riwayat Epilepsi : disangkal

2
F. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi: disangkal
b. Riwayat diabetes mellitus: disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tidak merokok. Pasien juga tidak mengonsumsi minuman keras serta
tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang. Kegiatan sehari-hari pasien adalah
sebagai Mahasiswa.
H. Anamnesis Sistem
a. Sistem Serebrospinal
Nyeri kepala (+),pusing (+), mual (+), muntah (-), pingsan (+), perubahan
tingkah laku (-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-).
b. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)
c. Sistem Respirasi
Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
d. Sistem Gastrointestinal
Mual (+), muntah (-), BAB (n)
e. Sistem Muskuloskeletal
Fraktur Os humerus, fraktur terbuka Os tibia, Os digiti manus III dextra.
f. Sistem Integumen
Memar pada kepala bagian pelipis kanan, pinggang kanan, siku tangan
kanan dan ibu jari kaki kanan sudah membaik
g. Sistem Urogenital
BAK (n)

I. RESUME ANAMNESIS
Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan
cedera kepala setelah mengalami kecelakaan ditabrak sepeda motor ketika sedang
menyalip 2 hari yang lalu. Pasien kehilangan kesadaran kurang lebih 30 menit.
Saat sadar, pasien tidak ingat kronologi kecelakaan. Pasien juga merasakan nyeri
kepala, dimulai saat pasien sadar, nyeri seperti ditekan, bila diberi skala nyeri

3
pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang dirasakannya, lokasi nyeri di
kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-menerus,pasien mengatakan saat di
IGD nyeri kepala, pusing disertai mual, memar dibagian pelipis kanan. Pasien
Pada saat perawatan di Dahlia, pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
konsul dokter spesialis saraf pada tanggal 4 juni 2018. Pasien mendapatkan
perawatan inap selama 7 hari. pasien diperbolehkan pulang sambil dilakukan
rawat jalan.

J. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Diagnosis Klinis
Trauma kepala + Chepalgia
2. Diagnosis Topis
- Intrakranial
- Ekstrakranial
3. Diagnosis Etiologi
- Traumatic Brain Injury primary
- Traumatic Brain Injury Secondary

K. DISKUSI I
Dari anamnesa didapatkan pasien sempat tidak sadarkan diri setelah tertabrak
motor dari arah berlawanan. Hal ini dapat disebabkan karena terganggunya fungsi
otak yang dapat disebabkan oleh cedera kepala. Cedera kepala trauma tertutup
sering diikuti dengan amnesia pasca trauma, ditemukan juga keadaan yang tidak
menetap seperti bingung dan disorientasi. Di karakteristikkan dengan amnesia
anterogad dan retrogad dan gangguan perilaku, insomnia, psikomotor agitasi,
lemah,confabulasi dan kadang-kadang kelainan afektif serius dan gejala psikotik.
Amnesia pasca trauma cenderung menjadi indikator cedera otak trauma tertutup
dan elemen penting keadaan fungsional.Semakin lama periode amnesia pasca
trauma semakin buruk cedera otak trauma tertutup dan semakin buruk keadaan
fungsionalnya. Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya
kembali dari memori terletak di lobus oksipitalis, lobus parietalis, dan lobus
temporalis. Dampak lain dari amnesia adalah ketidakmampuan membayangkan

4
masa depan. Penelitian terakhir yang dipublikasikan dalam jaringan di Proceeding
of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa amnesia dengan
kerusakan di hipokampus tidak dapat membayangkan masa depan. Hal ini terjadi
karena bila seseorang normal membayangkan masa depan , mereka menggunakan
pengalaman masa lalu untuk merekonstruksi skenario yang mungkin dihadapi.
Amnesia neurologis terjadi ketika terjadi kerusakan atau penyakit pada otak yang
merusak lobus temporal medial dan diencephalon medial. Amnesia neurologis
menyebabkan kesulitan berat dalam mempelajari hal baru terkait fakta dan
peristiwa baru setelah kejadian trauma kapitis (amnesaia anterogad). Pasien
dengan amnesia neurologis juga di spesifikkan dengan kesulitan dalam mengingat
fakta dan peristiwa sebelum peristiwa amnesia (amnesia retrogad)Dari anamnesis
didapatkan pasien mengalami cedera kepala tumpul dimana pasien mengalami
kecelakaan yaitu ditabrak oleh motor dan terbentur oleh aspal. Dari anamnesis juga
didapatkan bahwa kemungkinan pasien mengalami cedera kepala sedang karena
pasien sempat tidak sadar dan tidak didapatkan kelainan neurologis. Pasien sempat
tidak sadarkan diri disebebkan karena batang otak mengalami akselerasi yaitu
gerakan yang cepat dan mendadak kemudian teregang dan terjadi blokade
reversible pada lintasan retikularis asendens difus kemudian otak tidak mendapat
input aferan mengakibatkan pingsan.

L. CEDERA KEPALA
Definisi
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik1,2.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di

5
rumah sakit. Yang sampai dirumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB)4.
Insidens cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara
15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 49-53% dari insiden
cedera kepala, 20-28% lainnya karena jatuh dan 3-9% lainnya disebabkan tindak
kekerasan, kegiatan olahraga, dan rekreasi. Data epidemiologi di Indonesia belum
ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkuaumo,
untuk penderita rawat inap, terdapat 60-70% dengan CKR, 15-20% CKS, dan
sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35-50% akibat CKB,
5-10% CKS, sedangkan CKR tidak ada yang meninggal4.
Klasifikasi
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput duramater menentukan apakah
suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul2.
2. Beratnya Cedera
Glascow Coma Scale (CGS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala2. Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap
kepala secara langsung2.
a. Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15)
b. Cedera Kepala Sedang (GCS 9-13)
c. Cedera Kepala Berat (GCS≤8), (Greenberg, 2001)
Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10
menit, tanpa defisit neurologik, tetapi pada hasil screening otaknya terlihat
perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR)/komosio,
tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB). Menurut Perdossi (2006),
cedera kepala diklasifikasikan menjadi:
a. Minimal (Simple head injury)

6
1) Tidak ada penurunan kesadaran
2) Tidak ada amnesia post trauma
3) Tidak ada defisit neurologi
4) GCS = 15
b. Ringan (Mild head injury)
1) Kehilangan kesadaran <10 menit
2) Tidak terdapat fraktur tengkoak, kontusio atau hematom
3) Amnesia post trauma <1 jam
4) GCS = 13-15
c. Sedang (Moderate head injury)
1) Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam
2) Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal pada CT Scan
3) Dapat disertai fraktur tengkorak
4) Amnesia post trauma 1-24 jam
5) GCS = 9-12
d. Berat (Severe head injury)
1) Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam
2) Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema serebral abnormal pada
CT Scan
3) Amnesia post trauma >7 hari
4) GCS = 3-8
3. Morfologi Cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi2.
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur
dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk
memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci2. Tanda-tanda tersebut antara lain:
1) Ekimosis periorbital (Raccon eye sign)
2) Ekimosis retro aurikuler (Battle sign)

7
3) Kebocoran CSS (Rhonorrea, Ottorhea)
4) Parese nervus facialis (N VII)
b. Lesi Intrakranial
c. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada regio temporal atau temporoparietal akibat pecahnya arteri meningea
media. Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul
oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologis berupa
pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi
transcentorial. Perdarahan epidural di fossa posterior dengan perdarahan
berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan
gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis
nervus kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung2.
d. Perdarahan subdural
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan sinus venosus duramater
atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak diantara duramater dan
araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa nyeri
kepala yang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar,
bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan
kesadaran. Gambaran CT Scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk
bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma)
subdural3. Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian, yaitu2.
1) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis
terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak
besar dan cedera batang orak. Perdarahan subdural akut memberi
gejala dalam 24 jam.
2) Perdarahan subdural subakut

8
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25-65 jam setelah
cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat.
Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
3) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki
ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar
membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin
tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada
proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
e. Perdarahan subarachnoid
Terjadi pada ruang sub arachnoid (piamater dan arachnoid). Biasanya
kondisi ini disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah.
Perdarahan subarachnoid juga sering terjadi pada kondisi nontrauma
seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan
antara lain nyeri kepala didaerah suboksipital secara tiba-tiba, pusing,
mual, muntah, demam, reflek patologi (+), gangguan kesadaran dan kaku
kuduk. Pemeriksaan CT Scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang
rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT Angiografi untuk
mengecek perdarahan subarachnoid2.
f. Perdarahan intraserebral dan kontusio
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena
yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal
merupakan daerah yang paling sering terkena, namun selain itu dapat pula
terjadi di lobus parietalis maupun pada serebelum. Kontusio intraserebral
yang dapat terjadi karena trauma melalui jejas coup atau countercoup.
Jika kepala bergerak saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi
yang jauh dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga
lesi adalah darah, jejas tersebut disebut perdarahan. Gejala klinis pada
perdarahan intraserebral yaitu: adanya penurunan kesadaran, defisit
neurologis, tanda-tanda peningkatan TIK, hemiplegi (gangguan fungsi
motoric/sensorik pada satu sisi tubuh), papilledema (pembengkakan

9
mata). Pada hasil CT Scan didapatkan hasil CT Scan yang abnormal dan
pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan cairan yang berdarah.
Tata laksana sedikit kompleks karena mempertimbangkan region serta
luas dari perdarahan yang sering terjadi2.
1) Perdarahan <25 cm ditatalaksana secara konservatif bila tidak ada
herniasi
2) Perdarahan >15 cm pada region frontal posterior/inferior dan
temporal memerlukan pembedahan
3) Perdarahan pada batang otak, ganglia basal atau thalamus
ditatalaksana secara konservatif.
Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi deselerasi gerakan
kepala3,4.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan
dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselerasi-
deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)
dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (contrecoup)3,4.
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi3,4.

10
Penatalaksanaan
1. Pasien dalam Keadaan Sadar (GCS=15)
a. Simple Head Injury (SHI)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama
sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidak ada muntah. Tindakan
hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.
Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta
mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat
diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan,
pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit.
b. Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah trauma kranioserebral,
dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan
mengalami Cedera Kranioserebral Ringan (CKR).
2. Pasien dengan Kesadaran Menurun
a. Cedera Kranioserebral Ringan (GCS=13-15)
Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan
perintah, tanpa disertai defisit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan
fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi
bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis.
Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan
hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala,
muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil
anisokor, refleks patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma,
dilakukan CT Scan. Pasien Cedera Kranioserebral Ringan (CKR) tidak
perlu dirawat jika:
1) Orientasi (waktu dan tempat) baik
2) Tidak ada gejala fokal neurologik
3) Tidak ada muntah atau sakit kepala
4) Tidak ada fraktur tulang kepala
5) Tempat tinggal dalam kota
6) Ada yang bisa mengawasi dengan baik dirumah, dan bila dicurigai
ada perubahan kesadaran, segera dibawa kembali ke RS.

11
b. Cedera Kranioserebral Sedang (GCS=9-12)
Pasien dalam kategoti ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.
Urutan tindakan:
1) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas (Airway), pernafasan
(Breathing), dan sirkulasi (Circulation)
2) Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan
cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau
tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kearah
leher atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan
3) Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya
4) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral
lainnya.
c. Cedera Kranioserebral Berat (GCS=3-8)
Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila
didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada
luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk
pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral
sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU. Disamping
kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera
kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan
hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner.
3. Tindakan di Unit Gawat Darurat dan Ruang Rawat
a. Resusitasi dengan tindakan Airway, Breathing, dan Circulation (ABC)
1) Jalan nafas (Airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan
posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa
endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu.
Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi muntahan.
2) Pernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau
perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernafasan yang

12
ditandai dengan pola pernafasan Cheyne Stokes, hiperventilasi
neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh
aspirasi, trauma dada, edema paru, atau infeksi. Tatalaksana:
a) Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menig, intermitten
b) Cari dan atasi faktor penyebab
c) Kalau perlu pakai ventilasi
3) Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg yang hanya saktu kali saja sudah dapat
meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan
terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena
perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai
tamponade jantung/pneumotoraks, atau syok septik. Tatalaksananya
dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan
isotonik NaCl 0,9%.
b. Pemeriksaan fisik
Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi
kesadaran, tensi, nadi, pola, dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk,
dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil
pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari
pertama. Bila terdapat perburukan salah satu komponen, penyebabnya
dicari dan segera diatasi.
c. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servical, Collar yang
telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen
dilakukan atas indikasi. CT Scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang
tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematoma intrakranial.

d. Pemeriksaan radiologi

13
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servical, Collar yang
telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen
dilakukan atas indikasi. CT Scan otak dikerjakan bila indikasi :
Indikasi
1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan
berat.
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Ada
nya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
7. Mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebra

e. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb, leukosit, diferensiasi sel
Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai
sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan
komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak
abnormal, sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan
kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10
menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke
arah komosio.Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di
daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu
acuan prediktor yang sederhana.
2) Gula darah sewaktu (GDS)
Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna untuk
kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/dL dan OR 39,82
untuk GDS >220 mg/dL.
3) Ureum dan kreatinin

14
Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat
hyperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal.Pada
fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak boleh diberikan.
4) Analisis gas darah
Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun.
pCO2 tinggi dan pO2 rendah akan memberikan luaran yang kurang
baik. pO2 dijaga tetap >90mm Hg, SaO2>95%, dan pCO230-35
mmHg.
5) Elektrolit (Na, K, dan Cl)
Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
6) Albumin serum (hari 1)
Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL)
mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan
kadar albumin normal.
7) Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen
Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis.
Risiko late hematoma perlu diantisipai. Diagnosis kelainan
hematologis ditegakkan bila trombosit <40.000/mm, kadar fibrinogen
<40mg/mL, PT >16 detik, dan aPTT >50 detik.
f. Manajemen tekanan intracranial (TIK) meninggi
Peninggian tekanan intrakranial terjadi akibat edema serebri dan/atau
hematoma intrakranial. Bila ada fasilitas, sebaiknya dipasang monitor
TIK. TIK normal adalah 0-15 mm Hg. Di atas 20 mmHg sudah harus
diturunkan dengan cara:
1) Posisi tidur: Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala
dan dada pada satu bidang.
2) Terapi diuretik:
a) Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan dosis 0,5-1 g/kgBB,
diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah rebound, pemberian
diulang setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30
menit. Pemantauan: osmolalitas tidak melebihi 310 mOsm.
b) Loop diuretic (furosemid)

15
Pemberiannya bersama manitol, karena mempunyai efek sinergis
dan memperpanjangefek osmotik serum manitol. Dosis: 40
mg/hari IV.

g. Nutrisi
Pada cedera kranioserebral berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Pada pasien
dengan kesadaran menurun, pipa nasogastrik dipasang setelah terdengar
bising usus.Mula-mula isi perut dihisap keluar untuk mencegah
regurgitasi sekaligus untukmelihat apakah ada perdarahan lambung. Bila
pemberian nutrisi peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas untuk
mengurangi risiko flebitis.
h. Neurorestorasi/rehabilitasi
Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan
ekstremitas digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
ortostatik.Kondisi kognitif dan fungsi kortikal luhur lainperlu diperiksa.
Saat Skala Koma Glasgow sudah mencapai 15, dilakukan tes orientasi
amnesia Galveston (GOAT). Bila GOAT sudah mencapai nilai 75,
dilakukan pemeriksaan penapisan untuk menilai kognitif dan domain
fungsi luhur lainnya dengan Mini-Mental State Examination (MMSE);
akan diketahui domain yang terganggu dan dilanjutkan dengan konsultasi
ke klinik memori bagian neurologi.
GOAT SCORE

16
17
MMSE

18
Interpretasi

Prognosis
Setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien
dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85%
atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau
lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5–10%. Sindrom pascakonkusi
berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,
ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang
berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-
tindih dengan gejala depresi.

Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala antara lain: cedera otak
sekunder akibat hipoksia dan hipotensi, edema serebral, peningkatan tekanan intra
kranial, herniasi jaringan otak, infeksi, hidrosefalus.

19
M. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari rabu tanggal 4 Juni 2018, pukul 15.00
di bangsal Dahlia.
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- GCS : E4M6V5
- Vital Sign :
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 88 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36,50C
- Status Gizi : Normoweight
- Status Internus :
a. Kepala : Mesocephal, nyeri kepala atas + skala 3/10, hematoma +
pelipis Kanan.
b. Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor 3mm/3mm, edema pupil -/-, reflek pupil direk +/+, reflek pupil
indirek +/+, reflek kornea +/+, ptosis -
c. Telinga : Serumen -/-, sekret -/-, nyeri mastoid -/-
d. Hidung : Nafas cuping hidung -/-, sekret -/-, septum deviasi -/-
e. Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-)
f. Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (normal)
g. Thorax :
1) Cor :
- Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I & II + normal, bising -, gallop –

20
2) Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi Pergerakan simetris, retraksi (-) Pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi Vokal fremitus normal kanan = Vokal fremitus normal kanan =
kiri kiri
Perkusi 
Sonor seluruh lapang paru  Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
SD paru vesikuler (+), suara SD paru vesikuler (+),suara
tambahan paru: wheezing (-), tambahan paru: wheezing (-),
ronki (-) ronki (-)

3)Abdomen:
- Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi -, warna kulit
sama dengan warna kulit sekitar
- Auskultasi : Bising usus + normal
- Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar & lien tidak teraba
h. Ekstremitas :
1). Atas : Oedem +/-, CRT <2 detik, akral dingin -/- fraktur
Os digiti manus III dextra.
2). Bawah : Oedem +/-, CRT <2 detik, akral dingin -/- Fraktur
Os humerus, Os tibia dextra.
- Status Neurologis :
a. Sikap tubuh : Simetris
b. Gerakan abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : Tidak dapat dinilai

21
- Pemeriksaan Saraf Kranial :

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri


N. I. Olfaktorius Daya penghidu DBN DBN
N. II. Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna DBN DBN
Lapang pandang DBN DBN
N. III. Okulomotor Ptosis – –
Gerakan mata ke medial Baik Baik
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 2,5 mm 2,5 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Ref. cahaya langsung + +
Ref. cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen – –
Gerakan mata ke lat-bwh Baik Baik
Strabismus konvergen – –
N. V. Trigeminus Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus – –
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen – -
N. VII. Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 ant Sdn Sdn
N. Mendengar suara bisik + +
VIII. Vestibulokokleari Mendengar bunyi arloji + +
s Tes Rinne TD TD
Tes Schwabach TD TD
Tes Weber TD TD
N. IX. Glosofaringeus Arkus faring TD TD
Daya kecap lidah 1/3 post DBN
Refleks muntah TD
Sengau –
Tersedak –
N. X. Vagus Denyut nadi 90 x/menit
Arkus faring Simetris Simetris
Bersuara Normal

22
Menelan Normal
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII. Hipoglossus Sikap lidah Simetris
Artikulasi Baik
Tremor lidah +
Menjulurkan lidah +
Trofi otot lidah Eutrofi
Fasikulasi lidah –
- Pemeriksaan Motorik :
T B SDN 5 N N
Gerakan T B Kekuatan SDN 5 Tonus N N

Eu Eu SDN N
Trofi Eu Eu Refleks Fisiologi SDN N

Refleks Patologis
SDN N
SDN N

- Pemeriksaan Sensibilitas : Dalam batas normal


- Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
a. Miksi : BAK normal, inkontinentia urine -, retensio urine -, anuria-
b. Defekasi : BAB normal, inkontinentia alvi -, retensio alvi –
- Koordinasi dan keseimbangan :
a. Cara berjalan : Tidak dapat berjalan
b. Tes Romberg : Tidak dapat dilakukan
c. Tes telunjuk hidung : Normal
d. Tes telunjuk telunjuk : Tidak dapat dilakukan
e. Rebound Phenomenon : Normal
- Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
a. Kaku kuduk : (-)
b. Kernig : (-)
c. Brudzinsky I : (-)

23
d. Brudzinsky II : (-)
e. Brudzinsky III : (-)
f. Brudzinsky IV : (-)
- Pemeriksaan Kognitif :
Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien
dapat dengan mudah menyebutkan tanggal dan hari.

N. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (4 Juni 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 9,1 11,7-15,5 g/dl
Leukosit 12,4 3,6-11,0 Ribu
Eritrosit 3,43 3,8-5,2 Juta
Hematokrit 27,6 35-47 %
Trombosit 240 150-400 Ribu
MCV 87,7 82-98 fL
MCH 28,6 27-32 Pg
MCHC 32,6 32-37 g/dl
RDW 13,5 10-16 %
MPV 9,9 7-11 mikro m3
Limfosit 1,31 1,0-4,5 103/mikro m3
Monosit 0,07 0,2-1,0 103/mikro m3
Eosinofil 0,00 (↓) 0,04-0,8 103/mikro m3
Basofil 0,01 0-0,2 103/mikro m3
Neutrofil 10,32 (↑) 1,8-7,5 103/mikro m3
Limfosit% 17,1 (↓) 25 – 40 %
Monosit% 4,4 2–8 %
Monosit% 4,4 2-8 %
Eosinofil% 0,7 (↓) 2-4 %
Basofil% 0,3 0-1 %
Neutrofil% 88,1 (↑) 50-70 %
PCT 0,202 0,2 – 0,5 %
PDW 10,2 10 – 18 %
Kimia Klinik
Glukosa puasa 128 74 – 106 mg/dL
SGOT 16 0 – 35 U/L
SGPT 18 0 – 35 IU/L
Ureum 22,5 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,78 (↑) 0,46 – 0,75 mg/dL
Asam Urat 5,57 2–7 mg/dL
Cholesterol 189 < 200 dianjurkan, mg/dL

24
200 – 239 res sedang,
> 240 resti
Trigliserida 103 70 – 140 mg/dL
Serologi
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif -

2. Foto Rontgen Cranium (4 Juni 2018)

Gambar 1. Foto Rontgen Cranium

3. CT Scan Kepala Tanpa Kontras (6 Juni 2018)

25
26
27
Rontgen Humerus

28
DIAGNOSIS AKHIR
1. Diagnosis Klinis
Cedera kepala sedang,
2. Diagnosis Topis
Intrakranial
3. Diagnosis Etiologi
Moderate Traumatic Brain Injury

DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E 4M6V5 yang
menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 110/80 mmHg,
nadi 88x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, laju napas 20 x/menit, suhu
36,50C secara aksiler. Tidak didapatkan demam yang merupakan tanda adanya
infeksi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri kepala atas + skala 3/10
menandakan nyeri kepala pada pasien telah berkurang dari sebelumnya.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan peningkatan leukosit
serta ditemukan penurunan Hb, eritrosit dan hematokrit. Peningkatan leukosit
merupakan pertanda adanya reaksi inflamasi atau infeksi. Penelitian di RSCM
menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indikator
pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk
pada CT scan otak abnormal, sedangkan angka leukositosis 14.000 menunjukkan
kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit dan nilai
SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah komosio.Prediktor ini
bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat
dipakai sebagai salah satu acuan prediktor yang sederhana juga bisa sebagai
marker atau penanda. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan kepala tanpa kontras.
Hb, Eritrosit dan Hematokrit yang menurun diakrenan fraktur terbuka yang dialami
pasien dibagian ekstremitas bawah sehingga terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan
penunjang Foto rontgen cranium di IGD tidak ditemukan adanya fraktur atau
cedera kepala lainnya. Menunjukan pada pasien sesuai dengan pemeriksaan fisik

29
yaitu tidak terdapat lebam pada bagian mata dan belakang telinga yang merupkan
penanda fraktur basis cranii.
PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Obat Oral
1) Flunarizine 2x5 mg

b. Obat Injeksi
1) Ranitidin 2x1 ampul
2) Ondancetron 3x1 gr
3) Mecobalamin 1x1
4) Metilprednisolon 3x125 mg t.a
5) Asam Traneksamat 3x1 gr
6) Citicoline 2x500mg

c. Obat Infus
1) Asering 12 tpm
2. Non Farmakologi
a. Rawat Inap
b. Bedrest

PROGNOSIS
1. Death : Dubia ad bonam
2. Disease : Dubia ad bonam
3. Disability : Dubia ad bonam
4. Discomfort : Dubia ad bonam
5. Dissatisfaction : Dubia ad bonam
6. Distitution : Dubia ad bonam

30
DISKUSI III
1. Farmakologi Obat Oral
a. Flunarizine
Flunarizine adalah obat yang biasa digunakan untuk mencegah serangan
migren, gangguan organ keseimbangan di telinga, dan gangguan
pembuluh darah di seluruh tubuh yang bisa menyebabkan munculnya
gejala seperti pusing, tinitus, dan vertigo5

2. Farmakologi Obat Injeksi


a. Citicoline
Citicolin golongan nootropik dan neurotonik/ neurotropik, vasodilator
perifer & aktivator serebral. Obat resep ini berfungsi mencegah
degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata akibat degenerasi saraf
optik, meningkatkan phosphatidylcholine, meningkatkan metabolisme
glukosa di otak, dan meningkatkan aliran darah dan oksigen otak5.
b. Ranitidin
Ranitidin adalah obat golongan antasida yang berfungsi menurunkan
sekresi asam lambung berlebih5.
c. Asam Traneksamat
Kalnex termasuk golongan obat tranexamic acid. Tranexamic acid
digunakan untuk membantu menghentikan kondisi perdarahan.
Tranexamic acid merupakan agen antifibrinolytic. Golongan obat ini
bekerja dengan menghalangi pemecahan bekuan darah, sehingga
mencegah pendarahan5.
d. Ondancetron
Terjadinya mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang
bernama serotonin. Jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika
kita menjalani kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Seretonin akan
bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang berada di usus kecil dan otak, dan
membuat kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat serotonin
bereaksi pada reseptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan
berhenti muntah.

31
e. Metilprednisolon
Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat
menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta
gejalanya, seperti pembengkakan dan nyeri. Kortikosteroid efektif untuk
mengatasi edema vasogenik yang terutama berhubungan dengan
peningkatan permaebilitas sawar darah otak. Kortikosteroid menurunkan
permaebilitas sawar darah otak dengan menghambat transport aktif ion Na
K ATPase yang penting untuk pertukaran ion natrium yang dapat menarik
air sehingga terjadi edema.

Farmakologi Obat Infus


a. Asering 12 tpm
Infus asering diindikasikan untuk perawatan darah dan kehilangan cairan,
hipokalsemia, kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit,
inkonsistensi pH, natrium yang rendah dalam darah dan kondisi lainnya5.

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
senin, Cedera kepala post Ku: Lemah Saraf: Saraf:
04/6/18 trauma kecelakaan lalu Kesadaran: CKS (H+I) Inj. Citicoline 2x500mg
lintas. pingsan (+) ± 30 Somnolent Inj. Ranitidin 2x1amp
menit. Nyeri kepala atas GCS : E4 V6 M5 Inj. ondancetron 3x1
(+), pusing (+) Mual TD: 110/80 PO Flunarizine 2x5g
(+),Memar dahi kanan, N: 88, RR: 20 Inj. Kalnex 3x1g
fraktur pada kanan, S: 36,5 Inj. MetilPrednisolone
tangan dan kaki kanan - 5 4x125mg
pasien. - 5 Program:
Lab: Lab darah lengkap
Eosinofil 0,01 ↓ CT Scan kepala tanpa
Neutrofil 10,37 ↑ kontras
Limfosit 12,1% ↑
Eosinofil 0,1% ↓
Neutrofil 83,1% ↑
Kreatinin 0,78 ↑

32
selasa Cedera kepala post Ku: Lemah Saraf: Saraf:
05/6/18 trauma kecelakaan lalu Kesadaran: CM CKS Inj. Citicoline 2x500mg
lintas. pingsan (+) ± 30 GCS : E4 V6 M6 (H+II) Inj. Ranitidin 2x1amp
menit. Nyeri kepala atas TD: 125/77 Inj. ondancetron 3x1
(+), pusing (+) Mual N: 63, RR: 20 PO fluanrizine 2x5g
(+),Memar dahi kanan, S: 36 Inj. Asam traneksamat
fraktur pada kanan, - 5 3x1g
tangan dan kaki kanan - 5 Inj. Metilprednisolone
pasien CT Scan kepala (+) 4x125mg
hasil gambaran
hematom
extracranial di
region parietalis
dextra, tidak
tampak gambaran
brain edema, EDH,
SDH, SAH, ICH
maupun IVH, tidak
tampak gambaran
hematosinus
Rabu Pasien masih Ku: Lemah Saraf: Saraf:
06/6/18 mengeluhkan Nyeri Kesadaran: CM CKS Inj. Citicolin 2x500mg
kepala atas (+), Mual (-), GCS : E4 V5 M6 (H+III) Inj. Piracetam 2x3g
Muntah (-),pusing (-) TD: 126/85 Inj. Ranitidin 2x1amp
pasien sudah bisa duduk N: 55, RR: 20 Inj. Ketorolac 2x30mg
di tempat tidur, Memar S: 36 Inj. ondancetron 3x1
dahi kanan, kepala - 5 PO Flunarizine 2x5g
belakang telinga kanan, - 5 Inj. Asam traneksamat
pinggang kanan, tangan 3x1g
dan kaki kanan pasien. Inj. Metilprednisolone
4x125mg
Kamis Cedera kepala post Ku: baik Saraf: Saraf:
07/6/18 trauma kecelakaan lalu Kesadaran: CM CKS Inj. Citicolin 2x500mg
lintas. pingsan (+) ± 30 GCS : E4 V5 M6 (H+IV) Inj. Piracetam 2x3g
menit. Nyeri kepala atas TD: 130/90 Inj. Ranitidin 2x1amp
(+), pusing (+) Mual N: 61, RR: 20 Inj. Ketorolac 2x30mg
(+),Memar dahi kanan, S: 36,5 Inj. ondancetron 3x1
fraktur pada kanan, PO Flunarizine 2x5g
tangan dan kaki kanan Inj. Traneksamat 3x1g

33
pasien. Motorik : Inj. Metilprednisolon
- 5 4x125mg
- 5 bila stasioner besok boleh
pulang.

Jumat Pasien mengatakan Ku: baik Saraf: Saraf:


08/6/18 keluhan nyeri kepala, Kesadaran: CM CKS Program:
Mual , pusing sudah tidak TD: 120/80 (H+V) Hari ini BLPL
ada, . N: 88, RR: 20 Obat Pulang :
S: 36,2 Clobazam 2x5 (malam)
- 5 Flunarizin 2x10
- 5 Citicolin 2x500
Ranitidin 2x1
Paracetamol 2x650

34
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala.


Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.
2. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.
3. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press,
Yogyakarta, 2005.
4. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,
2004.

5. Adam, R.D, Victor, M. 2005. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill
Inc. Singapore.

6. Aminoff M.J, Greenberg D.A, Simon R.P., 2005, Clinical Neurology,  6th Ed,
McGraw Hill, United State of America.

7. Mardjono, M., Sidharta, P., 2000, Neurologi Klinis Dasar, Cetakan kedelapan,
PT. Dian Rakyat, Jakarta.

8. Markam, S., Atmadja, D.S., Budijanto, A., 1999, Cedera Tertutup Kepala,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

9. Perdossi, 2006, Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan


Trauma Spinal, PT Prikarsa Utama, Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai