Mengapa Bisa Terjadi Penyempitan Pembuluh Darah Di Otak
Mengapa Bisa Terjadi Penyempitan Pembuluh Darah Di Otak
Faktor usia
waktu
lama
tanpa
control
makan
juga
akan
kepala
dan
otak
menjadi
tersendat
sehingga
di
pembuluh
darah
sekitar
jantung
dapat
Kolesterol yang tinggi dan menumpuk pada pembuluh darah akan menyebabkan saluran
pembuluh darah menjadi kaku, tidak elastis, dan menyempit.
Berikut adalah beberapa tanda-tanda yang harus diwaspadai.
Gejala Penyempitan Pembuluh Darah :
Nyeri. Jika otot tidak mendapatkan asupan darah yang cukup (suatu keadaan yang
disebut iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan
menyebabkan kram atau kejang.
Sesak nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak nafas
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti
pulmoner atau edema pulmoner).
Kelelahan atau kepenatan. Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke
otot selama melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah dan
cepat sekali merasa lelah.
Palpitasi (jantung berdebar-debar)
Pusing bahkan pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang
abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan
1. A.
Penyebabnya (etiologi).
Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molekul atau sturktur sel.
Dalam keadaan normal, sel berada dalam keadaan homeostasis
mantap. Sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara
D. Reaksi imonologik.
E. Kekacauan genetik.
F. Ketidakseimbangan nutrisi.
System-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada
satu lokus membawa efek sekunder yang luas. Kensekuensi jejas sel
bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya gen penyebab dan juga
kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena.
Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian
sel antara lain :
Jejas Ireversibel
Jejas ireversibel ditandai oleh valkuolisasi keras metokondria, kerusakan
membran plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya
Deplesi ATP. Peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada
konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural, dan juga
pada kerusakan membran, walaupun demikian, masalah menimbulkan
pertanyaan apakah hal ini sebagai akibat atau penyebab ireversibilitas.
JEJAS KIMIAWI
Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui 2 mekanisme
Denaturasi protein.
JENIS NEKROSIS
APOPTISIS
Bentuk kematian sel ini berbeda dengan nekrosis dalam beberapa segi
(table 1-1) dan terjadi dalam keadaan ini :
Penyusutan sel.
Suatu pigmen
STEATOSIS PERLEMAKAN
Ini menggambarkan bahan normal (trigliserid) yang terakumulasi
berlebihan dan mengarah kepada peningkatan absolute lipid intrasel.
Berakibat pembentukan vakuol lemak intrasel terjadi pada hampir semua
organ, tetapi paling sering dalam hati, bila berlebihan bias mengarah
pada silosis.
Pada aterosklerosis, lipid ini terakumulasi dalam sel otot polos dan
makrofag. Kolesterol intrasel terkumpul dalam bentuk vakuol
sitoplasma kecil. Kolesterol ekstrasel memberikan gambaran
karakteristik sebagai ruang seperti celah yang tebentuk oleh kristal
kolesterol yang larut.
Pigmen eksogen.
KALSIFIKASI PATOLOGIK
Kalsifikasi patologik menunjukkan deposisi abnormal dari garam kalsium
dalam jaringan lunak. Dalam jaringan yang mati atau yang akan mati
pada keadaan kadar kalsium serum normal.
Pada kalsifikasi metastatik, deposisi garam kalsium berada dalam
jaringan vital dan selalu dihubungkan dengan hiperkalsemia.
PERUBAHAN HIALIN
Hialin dihubungkan dengan segala perubahan dalam sel atau di daerah
ekstraseluler atau struktur yang homogen, yang memberikan gambaran
merah muda mengkilat pada pulasan HE sediaan histologik rutin.
1. Absorpsi protein menyebabkan titik hialin proksimal dari sel epitel
ginjal.
2. Jisim russell dalam sel plasma.
3. Inklusi virus dalam sitoplasma.
4. Sejumlah filament intermediate yang terganggu (seperti pada hialin
alkohol).
Berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel
struktural dan enzimatik.
Struktur maupun fungsi sel diatur melalui program genetik, diferensiasi, dan lain-lain pada sel
normal. Sel akan selalu mempertahankan keadaan homeostasis/steady state tersebut. Beban
fisiologik yang berat dapat menimbulkan adaptasi seluler baik fisiologi maupun morfologi sehingga
mencapai keadaan steady state yang berbeda atau baru.
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel tidak
memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah ini merupakan penyebab-penyebab
dari jejas sel.
Etiologi jejas:
Hipoksia
a. Daya angkut oksigen berkurang: anemia, keracunan CO
b. Gangguan pada sistem respirasi
c. Gangguan pada arteri: aterosklerosis
Jejas fisik
a. Trauma mekanis: ruptura sel, dislokasi intraseluler
b. Perubahan temperatur: vasodilatasi, reaksi inflamasi
c. Perubahan tekanan atmosfer
d. Radiasi
Jejas kimiawi
a. Glukosa dan garam-garam dalam larutan hipertonis yang dapat menyebabkan gangguan
homeostasis cairan dan elektrolit
b. Oksigen dalam konsentrasi tinggi
c. Zat kimia, alkohol, dan narkotika
Agen biologik: virus, bakteri, fungi, dan parasit
Reaksi imunologik
a. Anafilaktik
b. Autoimun
Faktor genetik: sindroma Down, anemia sel sabit
Gangguan nutrisi: defisiensi protein, avitaminosis
Jenis-jenis jejas:
1. Jejas Reversible (oedem, cloudy swelling)
Contoh: degenerasi hidropik.
Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraselular, yaitu adanya peningkatan kandungan air
pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada mitokondria dan retikulum
endoplasma. Pada mola hidatidosa telihat banyak sekali gross (gerombolan) mole yang berisi
cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena
adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.
2. Jejas Irreversible
Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apotosis dan nekrosis. Apoptosis
merupakan kematian sel yang terprogram. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan
pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan
kemudian hancur dan lisis pada suatu daerah yang merupakan respons terhadap inflamasi
(Lumongga, 2008). Jadi, perbedaan apoptosis dan nekrosis terletak pada terkendali atau tidaknya
kematian sel tersebut.
Jejas Sel
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau
sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di
bawah ini merupakan penyebab-penyebab dari jejas sel.
1. Kekurangan oksigen (hipoksia)
2. Kekurangan nutrisi
3. Infeksi sel
4. Respons imun yang abnormal
5. Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan)
dan kimia (bahan-bahan kimia beracun)
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua
kategori utama, yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible
(kematian sel).
1. Jejas Reversibel ( Degenerasi sel: mola hidatidosa)
Contoh umum yang sering terjadi pada kategori ini yaitu degenerasi
hidropik. Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu
adanya peningkatan kandungan air pada rongga-rongga sel selain
peningkatan kandungan air pada mitokondria dan reticulum endoplasma.
Pada mola hedatidosa telihat banyak sekaligross (gerombolan) mole yang
berisi cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini
yaitu kekurangan oksigen, karena adanya toksik, dan karena pengaruh
osmotic.
Berikut ini merupakan gambar makroskopik dan mikroskopik mola
hidatidosa.
Gambar mikroskopik mola
hidatidosa
2. Pola Inflamasi
a. Inflamasi Akut
Inflamasi akut adalah onset yang dini (dalam hitungan detik hingga
menit), durasi yang pendek (dalam hitungan menit hingga hari) dengan
melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear
(neutrofil). (Robbins, 2009)
b. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik adalah onset yang terjadi kemudian (dalam hitungan hari)
dan durasi yang lebih lama (dalam hitungan minggu hingga tahun) dengan
melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasipembuluh
darah serta pebentukan jaringan parut. (Robbins, 2009)
3. Tanda-Tanda Inflamasi
a. Rubor
Biasanya merupakan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan,
arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan
lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi local. Kapiler-Kapiler
yang sebelumya kosong atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat
terisi
penuh
dengan
darah.
Keadaan
ini
disebut hyperemia atau kongesti., menyebabkan kemerahan local pada
peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi
peradangan, baik secara neurologis maupun kamiawi melalui pelepasan zat-zat
seperti histamine. (Wilson, 2005)
b. Kalor
Terjadi bersamaan denga kemerahan pada reaksi pradangan akut.
Sebenarnya, panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang
terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal lebih dingin dari 37 derajat
37 celcius yang merupakan shu inti tubuh. Daerah peradangan di kulit menjadi
lebih banyak darah dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang
terkena dibandingkan dengan daerah yang normal.(Wilson, 2005)
c. Dolor
Dolor atau nyeri pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan
dalam berbagai cara. . Perubahan Ph local atau kosentrasi local ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf., halaman yang sama , pelepasan zat-zat
kimia tertentu seperti histamine taau zat-zat kimia bioaktif lain dapat
merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang
menyebabkan peningkatan tekanan local yang tidak dapat diragukan lagi dapat
menimbulkan nyeri (Wilson, 2005)
d. Tumor
Aspek mencolok pada peradangan akut mungkin adalah tumoratau
pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah
dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada awal perjalanan reaksi
peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat secara
cepat di dalam lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian, sel-sel
darah putih atau lekosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai
bagian eksudat. (Wilson, 2005)
e. Functio Laesa
Fungsio laesa atau perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim
pada reaksi peradangan. Sepintas mudah dimengerti,bagian yang bengkak, nyri
disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal,
seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi, cara bagaimana fungsi
jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami secara terperinci.
(Wilson, 2005)