Refrat Jiwa
Refrat Jiwa
OLEH :
Brian Umbu Rezi Depamede
H1A 212 013
PEMBIMBING :
dr. Danang Nur Adi Wibawa, Sp.KJ
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NTB
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Merokok adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah di Amerika
Serikat. Merokok merupakan faktor risiko dari kanker paru-paru dan penyakit jantung
dan memberikan kontribusi dalam masalah kesehatan lainnya, seperti diabetes dan
obesitas. Beberapa studi menunjukkan bahwa lebih banyak orang dengan penyakit
mental serius merokok dibandingkan dengan mereka yang sehat. Di antara mereka
dengan penyakit mental serius, prevalensi merokok diketahui lebih tinggi pada orang
dengan skizofrenia dibandingkan orang dengan gangguan bipolar atau depresi berat.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa orang dengan penyakit mental serius
merokok lebih berat, memiliki riwayat merokok yang lama, dan memiliki tingkat
yang lebih rendah untuk berhenti merokok dibandingkan dengan perokok dalam
populasi secara keseluruhan.1
Selama beberapa dekade terakhir telah terjadi kampanye kesehatan publik yang
intens untuk mengurangi merokok pada populasi secara keseluruhan. Meskipun
42,4% dari orang dewasa di Amerika Serikat yang perokok pada tahun 1965,
prevalensinya telah menurun menjadi 24,7% pada tahun 1997 dan kemudian menjadi
19,3% pada tahun 2010. Perhatian terhadap merokok di kalangan orang-orang dengan
penyakit mental serius sangat tertinggal dari upaya penghentian perokok meskipun
tingginya prevalensi merokok dan risiko kesehatan pada orang dengan penyakit
mental. Kesenjangan ini disebabkan sejumlah faktor, termasuk kurangnya perhatian
oleh penyedia layanan kesehatan dan juga isolasi yang dilakukan kerabat para
penderita dengan penyakit mental.1
Studi sebelumnya juga telah menemukan bahwa merokok pada orang dengan
penyakit mental serius berkaitan dengan penyalahgunaan zat dan obat-obatan.
Beberapa penelitian menemukan bahwa perokok dengan penyakit mental yang serius
memiliki gejala kejiwaan yang lebih parah, kualitas hidup yang buruk, dan
komorbiditas medis yang lebih dibanding bukan perokok dan pada skizofrenia
khusus. Namun, kebanyakan data dari beberapa studi ini dilakukan sebelum tahun
2005.1
1.1.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini yaitu untuk:
1. Mengetahui secara epidemiologi, jumlah penderita skizorenia yang memiliki
kebiasaan merokok.
2. Mengetahui penyebab kebiasaan merokok pada pasien penderita skizoferia.
2
BAB II
ISI
2.1.
Definisi
Skizofrenia merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlh akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya. Pada umunya ditandai
oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran
yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembng kemudian.2
Skizofrenia pertama kali dijelaskan pada tahun 1896 dan dicap sebagai
dementia praecox. Meskipun disfungsi kognitif pada awalnya merupakan
komponen utama, pada 1950an diagnosis yang lebih tradisional skizofrenia
menjadi berdasarkan gejala positif dan negatif. Gejala positif meliputi perilaku
tidak normal tetapi muncul karena gangguan. Gejala ini termasuk halusinasi,
delusi, dan perilaku aneh. Gejala negatif adalah perilaku yang biasanya hadir
tetapi berkurang karena proses penyakitnya, termasuk alogia, mendatarnya
afektif, anhedonia, dan avolition. Gejala kognitif pada pasien skizofrenia kembali
dikenali sebagai inti terhadap gangguan karena berkorelasi erat dengan hasil
fungsional.3
2.2.
Epidemiologi
Secara epidemiologi yang dilaporkan, proporsi kebiasaan merokok lebih
tinggi ditemukan pada pasien dengan skizofrenia (40-90%) dibandingkan dengan
2.3.
Teori Self-Medication
Pengobatan skizofrenia saat ini efektif untuk mengobati gejala positif tetapi
tidak adekuat dalam meningkatkan kognisi atau mengatasi gejala negatif pada
pasien.
Penelitian
terbaru
berusaha
mengembangkan
pengobatan
untuk
meningkatkan fungsi kognitif pada pasien SCZ dengan harapan bahwa hasil
fungsional mereka juga akan meningkat.3
Bahan psikoaktif utama dalam asap rokok adalah nikotin dan pasien dengan
skizofrenia cenderung memilih rokok dengan kadar nikotin tinggi dan menyerap
lebih banyak nikotin per batang dari orang yang sehat. Kebiasaan merokok yang
meningkat pada pasien mencerminkan mengenai teori self-medication. Teori ini
didukung oleh bukti bahwa nikotin meningkatkan fungsi kognitif pada pasien,
serta pada subyek sehat. Penelitian lain juga mengatakan bahwa nikotin memiliki
efek neuroprotektif, dan bahwa pasien SCZ merokok untuk mengurangi beberapa
efek samping negatif dari obat antipsikotik yang mereka konsumsi. Tetapi karena
efek negatif dari nikotin, seperti mual dan adiksi, menjadikannya sebuah terapi
yang tidak direkomedasikan. Fokus penelitian selanjutnya adalah menentukan
mekanisme yang mendasari nikotin dapat meningkatkan kognitif.3
2.4.
2.5.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kebiasaan merokok lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan
skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum, serta mengkonsumsi
batang rokok lebih banyak per hari dibandingkan orang normal. Penyebab
tingkat keinginan merokok yang tinggi pada pasien dengan skizofrenia
disebabkan oleh pengaruh nikotin terhadap 7 nAChR dan 42 nAChR.
Dalam pengobatan skizofrenia saat ini hanya efektif dalam mengobati
gejala positif SCZ tetapi tidak adekuat dalam meningkatkan kognisi atau
mengatasi gejala negatif pada pasien. Diperlukan penelitian terus-menerus
untuk mengembangkan pengobatan dalam meningkatkan fungsi kognitif
pada pasien SCZ dengan harapan bahwa hasil fungsional mereka juga
akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dickerson F, Stallings CR, Origoni AE, Vaughan C, Khushalani S, Schroeder
J, Yolken RH. Cigarette smoking among persons with schizophrenia or
bipolar disorder in routine clinical settings, 19992011. Psychiatric Services.
2013 Jan;64(1):44-50.
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1993:140-50.
3. Young JW, Geyer MA. Evaluating the role of the alpha-7 nicotinic
acetylcholine
receptor
in
the
pathophysiology
and
treatment
of