Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PAJAK DAN RETRIBUSI

DAERAH

PAJAK HOTEL, PAJAK HIBURAN, DAN


PAJAK RESTORAN

KELOMPOK 3 :
1. YUANA NADA AULIA

B. 231.13.0052

2. AGUNG TRI W

B. 231.13.0120

3. RANDY SETYAWAN

B. 231.13.0160

4. AHMAD ULUMI

B. 231.13.0016

UNIVERSITAS SEMARANG
1

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
berkatnya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Makalah ini kami susun
untuk melengkapi kolesi atau referensi yang dapat digunakan oleh mahasiswa dalam
menambah koleksi buku untuk menambah wawasan tentang Manajemen Keuangan
khususnya yang berkaitan dengan Manajemen Piutang.
Penulisan ini diharapkan mahasiswa lebih memahami secara detail tentang pajak
hiburan, pajak hotel dan pajak restoran yang berlaku di semarang. Dalam penulisan ini kami
mencari referensi dari berbagai buku, jurnal dan informasi-inforasi lain sehingga lebih
menambah wawasan dalam penulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan penulis dimasa yang akan datang. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Hal
2

Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Pembahasan


1. Pajak Hotel

5-8

2. Pajak Hiburan

9-13

3. Pajak Restoran

14-16

BAB I

PENDAHULUAN

Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan


suatu negara. Secara umum, tujuan adanya pajak adalah sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke Kas Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dan
Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna memenuhi kas daerah
yang diperuntukkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah. Serta merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
otonomi daerah.
Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian
sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan
ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan untuk mendongkrak penerimaan perpajakan di
daerah. Dalam jangka pendek, kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan
adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang
sudah ada.

BAB II

PEMBAHASAN
PAJAK HOTEL

PENGERTIAN
Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/
beristirahat, memperoleh bayaran, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran,
termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama,
kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
Pengusaha Hotel, adalah orang atau badan hukum yang menyelenggarakan usaha
hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya.
Pembayaran, adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima atas pelayanan
sebagai pembayaran yang dilakukan oleh pengunjung kepada hotel.
Pajak Hotel, adalah pajak yang dipungut atas pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran kepada hotel.

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK


Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak sebagai pembayaran atas pelayanan yang disediakan
oleh Hotel, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan.
(1) Objek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa
penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
(2) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks,
internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang
disediakan atau dikelola Hotel.
(3) Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah;

b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;


c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti

sosial lainnya yang sejenis;


e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat
dimanfaatkan oleh umum; dan
f. jasa pelayanan hotel untuk kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan perwakilan
lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik.
(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada
orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.

DASAR PENGENAAN, TARIF PAJAK DAN PERHITUNGAN PAJAK


Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada
Hotel.
Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK


Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan
Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat hotel berlokasi.
(1) Wajib pajak wajib menggunakan nota penjualan sebagai bukti atas pembayaran yang
dilakukan hotel.
(2) Nota penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Wajib Pajak dengan
terlebih dahulu diporporasi atau diberi tanda khusus oleh Pemerintah Daerah.

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG


Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di Hotel.
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH DAN TATA CARA PENETAPAN
PAJAK
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi Wajib Pajak baru harus disampaikan kepada
Walikota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah beroperasinya hotel.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dipenuhi, maka pajak
yang terutang dihitung secara jabatan.
(1) Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan SPTPD,
SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau Pejabat
dapat menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau
kurang bayar;
2) Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran; dan
3) Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan
8

(4) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa dikenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(5) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(6) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dikenakan jika Wajib Pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan
idak ada kredit.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

PAJAK HIBURAN

Pengertian Pajak Hiburan


Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak
Hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam
pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. terminologi
tersebut antara lain:
1. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas
keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
2. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas
namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan
atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat
dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh
penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain), dan petugas
yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun
untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar
atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula
semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah
jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima, antara lain
pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk
aapa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati
hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda
masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu
langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya.

10

6. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, adalah bayaran nilai uang yang tercantum
pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK


Dengan nama Pajak Hiburan dipungut Pajak sebagai pembayaran atas jasa Penyelenggaraan
Hiburan dengan dipungut bayaran.
(1) Obyek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olahraga
(3) Dikecualikan dari obyek pajak adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut
bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat dan
kegiatan keagamaan.
(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menonton dan/atau menikmati
hiburan.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan hiburan

DASAR PENGENAAN, TARIF PAJAK DAN PERHITUNGAN PAJAK

(1) Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima
oleh Penyelenggara Hiburan.
11

(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
Potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
BesarnyaTarif Pajak untuk setiap jenis hiburan adalah:
a. untuk jenis pertunjukkan dan keramaian umum yang menggunakan film dan hiburan
kesenian rakyat/tradisional ditetapkan sebesar 10%;
b. untuk pertunjukkan musik, tari, sirkus, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan
ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen);
c. untuk penyelenggaraan diskotek dan klab malam ditetapkan sebesar 35% (tiga puluh lima
persen) dari pembayaran;
d. Untuk penyelenggaraan karaoke ditetapkan 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran
e. untuk permainan, billiard, dan bowling ditetapkan sebesar 15%(lima belas persen) dari
pembayaran;
f. untuk permainan golf ditetapkan sebesar 30%(tiga puluh persen) dari pembayaran;
g. untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya ditetapkan sebagai berikut :
a) Golongan A 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran; dan
b) Golongan B 15% (lima belas persen) dari pembayaran.
h. panti pijat, mandi uap/spa dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35%(tiga puluh lima persen)
dari pembayaran;
i. pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari pembayaran; dan
j. pusat kebugaran (fitness center), refleksi dan sejenisnya ditetapkan sebesar 15% (lima belas
persen) dari pembayaran.
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN

Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan


Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat hiburan diselenggarakan.
(1) Wajib pajak wajib menggunakan nota penjualan sebagai bukti atas pembayaran yang
dilakukan di tempat hiburan.
(2) Nota penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) disediakan oleh Wajib Pajak dengan
terlebih dahulu diporporasi atau diberi tanda khusus oleh Pemerintah Daerah.

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG


12

Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di tempat Hiburan.

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH DAN TATA CARA


PENETAPAN PAJAK
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi Wajib Pajak baru harus disampaikan kepada
Walikota paling lama 15 (lima belas) hari setelah beroperasinya tempat hiburan.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dipenuhi, maka pajak
yang terutang dihitung secara jabatan.

(1) Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan SPTPD,


SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau
kurang bayar;
2) Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran; dan
3) Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara
jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit.

13

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(4) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen)
sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(5) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(6) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dikenakan jika Wajib Pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan

14

PAJAK RESTORAN
Pengertian
Restoran adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, bar, dan sejenisnya termasuk juga jasa
boga dan catering
Warung adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut
bayaran yang berada di Lingkungan Pemukiman Masyarakat dan sejenisnya;
Kantin adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut
bayaran yang berada di Lingkungan Kantor, Sekolah, Pabrik, Rumah Sakit dan sejenisnya.

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK


Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak sebagai pembayaran atas pelayanan yang
disediakan oleh Restoran.
(1) Objek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.
(2) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
(3) Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan
yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) setiap tahun .
(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman
dari Restoran
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran.

DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK


Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya
diterima Restoran.
15

Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).


Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN


Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan.
Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat restoran berlokasi.
(1) Wajib pajak wajib menggunakan nota penjualan sebagai bukti atas pembayaran yang
dilakukan di Restoran.
(2) Nota penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Wajib Pajak
dengan terlebih dahulu diporporasi atau diberi tanda khusus oleh Pemerintah Daerah.

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG


Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di Restoran.

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH DAN TATA CARA


PENETAPAN PAJAK
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) bagi Wajib Pajak baru harus disampaikan
kepada Walikota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah beroperasinya
Restoran.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dipenuhi, maka
pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

(1) Wajib

Pajak

memenuhi

kewajiban

SPTPD,SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.

16

perpajakannya

dengan

menggunakan

(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar;
2) Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu
tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
3) Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang
dihitung secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang;
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit;
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak.
(4) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a
angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa dikenaikan sebesar 25% (dua puluh
lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak.
(5) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(6) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dikenakan jika Wajib Pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

17

18

Anda mungkin juga menyukai