4 Bab II Morbili
4 Bab II Morbili
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3
stadium yaitu (1) Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah
pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala,
(2)
Stadium
prodromal
yang
menunjukkan
gejala
demam,
konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada
mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya
ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan.
Sebelum vaksinasi campak disediakan secara menyeluruh pada negaranegara berkembang, penyebaran campak terjadi setiap 2 atau 3 tahun khususnya
pada usia pra sekolah dan usia sekolah. Angka kejadian campak di Indonesia sejak
tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 pertahun, demikian pula
frekuensi terjadinya kejadian luar biasa (wabah) tampak meningkat dari 23 kali
pertahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5%
menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah 12 tahun. Transmisi
campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari
penderita dengan gejala yang minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih
dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari
setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup
bila telah sekali terinfeksi oleh campak.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan
mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan
dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat
menderita morbili. Bila ibu pernah menderita menderita morbili ketika ia hamil 1
atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita
morbili pada trimester pertama, kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan
seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir
rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
18
II.2. Etiologi
Campak disebabkan oleh virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus
Morbillivirus. Virus campak berada di sekret nasofaring dan didalam darah,
minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya
ruam. Virus tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam pada suhu kamar.virus
ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar, dibungkus oleh selubung luar yang
terdiri dari lemak dan protein. Didalamnya terdapat nukleokaspid yang berbentuk
bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA)
yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar
sering kali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada diselubung
luar berfungsi sebagai hemaglutinin.
19
20
yang
21
22
yang akan menghilang setelah 1-2 minggu. Penderita campak sangat infeksius
sejak 1-2 hari sebelum stadium prodormal, hingga 4 hari setelah ruam
menghilang.
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain
dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi.
Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi .
II.5. Diagnosis
Diagnosis
campak
dapat
ditegakkan
secara
klinis,
sedangkan
23
nasal, (2) isolasi virus untuk kultus, (3) deteksi antibodi serum (pada fase akut dan
penyembuhan)
II.6. Diagnosis Banding
1. Roseola infantum (eksantema subitum)
Penyakit ini ditandai dengan periode panas tinggi yang berlangsung 1-5
hari. Setelah panas turun akan timbul ruam yang timbul pada tubuh, menyebar
ke arah leher, wajah dan ekstremitas. Penyakit ini disebabkan oleh human
herpesvirus 6. Periode inkubasi selama 7-17 hari. Sebagian besar terjadi antara
usia 6 dan 18 bulan.
Transmisi infeksi HHV-6 dan HHV 7 pada anak belum jelas. Umumnya
infeksi virus yang terjadi pada masa bayi bersumber secara horizontal dari
orang yang tinggal dekat dengan bayi tersebut. Eksantema Subitum merupakan
infeksi primer HHV-6B. Eksantema Subitum merupakan penyakit yang umum,
disertai panas akut pada anak. Meskipun manifestasi klinik bervariasi tetapi
memiliki karakteristik khas yaitu timbul demam mendadak tinggi sampai
39,40C-41,20C. Panas akan berlangsung 3-6 hari, anak menjadi rewel, tetapi
bila demam sudah menurun anak menjadi tampak normal. Umumnya terjadi
limfadenopati cervical, tetapi karakteristik utama adalah limfadenopati di
oksipital posterior pada 3 hari pertama infeksi, disertai eksantema (Nagayanas
spots) pada palatum molle dan uvula.
Setelah panas turun kemudian timbul ruam pada tubuh, menyebar ke arah
leher, wajah dan ekstremitas. Lesi yang timbul berbentuk morbilli form atau
rubela like dengan makular, lesi berwarna merah muda, ukuran dengan
diameter1-3 mm. Dapat ditemukan juga ubun-ubun besar yang menonjol
namun akan sembuh secara spontan. Pada beberapa kasus, eksantema subitum
dapat disertai gejala-gejala yang lain seperti otitis media sampai infeksi saluran
pernafasan atas dan gastroenteritis.
Diagnosa eksantema subitum ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik
dan pemeriksaan penunjang. Demam menurun pada hari ke 3-4. Saat
temperatur kembali normal, timbul erupsi makula dan makulopapular diseluruh
tubuh, dimulai pada dada yang menyebar ke lengan dan leher sedikit mengenai
muka dan kaki. Ruam kemudian menghilang jarang menetap selama 24 jam.
24
Eksantema subitum
tenggorokan,
kemerahan
pada
konjungtiva,
rinitis,
batuk
dan
25
Eksantem
mulai
timbul
dan
menyebar
secara
dengan
kraniokaudal
ke
cepat
bagian
lain
di
dari
26
Scarlet mengalami nyeri tenggorokan dan ruam kemerahan. Gejala lain yang
sering menyertai penyakit ini adalah sebagai berikut:
1. Ruam merah di sekitar leher dan dada, lalu meluas ke bagian tubuh yang
lain
2. Ruam di daerah lipatan-lipatan tubuh biasanya lebih gelap sehingga
membentuk garis merah
3. Muka memerah
4. Lidah tampak merah dan bertotol-totol dan sering disebut lidah
strawberry
5. Demam hingga 38,8 derajat celcius disertai menggigil
6. Nyeri tenggorokan disertai radang yang tampak memerah dan bercak luka
yang memutih
7. Susah menelan
8. Kelenjar limpa di leher membengkak
9. Mual, muntah dan sakit kepala.
27
4. Ensefalitis
Ensefalitis merupakan penyakit neurologik yang paling sering terjadi,
biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah ruam. Terjadinya ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus
campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi,
koma, dan iritabel.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak
yang persisten. Kemungkian menderita SSPE pada anak yang sebelumnya
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 10.000 infeksi campak. Resiko
terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan inkubasi ratarata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguaan tingkah laku dan
intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang
umumnya bersifat mioklonik. Labortorium menunjukkan peningkatan
globulin dengan cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam
serum meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka
waktu timbul gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus ke telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan diare pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa usus.
II.8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada pasien tanpa penyulit adalah bersifat simtomatik dan
dapat dirawat di rumah (rawat jalan). Obat simtomatik yang diberikan berupa
antipiretik, antitusif, ekpektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan
pada pasien dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap.
Pasien dirawat (di ruang isolasi) bila:
1. Hiperpireksia (suhu >39,0C)
2. Dehidrasi
29
3. Kejang
4. Asupan oral sulit
5. Adanya komplikasi
Perawatan pasien campak dengan penyulit, dilakukan dengan cara:
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder,
antikonvulsi apabila terjadi kejang, dan pemberian vitamin A.
1. Tanpa komplikasi:
a. Tirah baring di tempat tidur
b. Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap
hari.
Pemberian vitamin A untuk usia < 6 bulan sebanyak 50.000 IU, usia 6
bulan 1 tahun sebanyak 100.000 IU, anak usia >1 tahun sebanyak
200.000 IU. Apabila disertai gejala pada mata akibat kekurangan vitamin
A atau gizi buruk, diberikan 3kali: hari 1, hari 2, dan hari 2-4 minggu
setelah dosis kedua.
c. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi sekunder
d. Pemberian vaksin campak sebagai profilaksis pasca pajanan dapat
diberikan pada individu imunokompromais atau dengan penyakit kronis
dalam 72 jam pasca pajanan. Alternatif lainnya ialah imunoglobulin dalam
6 hari pasca paparan.
e. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.
2. Pengobatan dengan komplikasi:
a. Ensefalopati
1) Kloramfenikol dosis 75 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari
selama 7-10 hari.
2) Kortikosteroid: deksametason 1 mg/kgBB/hari sebagai dosis awal
dilanjutkan 0,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran
membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off)
3) Kebutuhan jumlah cairan dikurangi kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit.
b. Bronkopneumonia
1) Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari
selama 7-10 hari
2) Oksigen 2 liter/menit
30
31
vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut dapat
diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin
sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita
leukemia, dan anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif .
Imuniasai aktif
Dianjurkan pemberian vaksin campak dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak
0,5ml secara subkutan pada usia 9 bulan. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 67 tahun melalui program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Dosis baku
minimal untuk pemberian virus campak yang dilemahkan adalah 1000TCID-50
atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID
saja sudah memberikan hasil yang baik.
Imunusasi pasif
Campak dapat dicegah dengan menggunakan immunoglobulin (Ig) serum
dengan dosis 0,25 mL/kgBB diberikan secara IM selama 5 hari sesudah
pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin.
Indikasi Imunisasi Pasif :
1. Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi,
kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
2. Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,
maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari
paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12
bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat, 0,5 ml/kgBB untuk pasien
dengan HIV, maksimal 15 ml/dose IM.
Jadwal imunisasi anak umur 0-18 tahun, rekomendasi IDAI tahun 2014.
32
33