merasakan rasa itu. Sesuatu yang membuatnya merasa bahwa ia adalah dirinya sendiri. Dinginnya
hati itu, telah berbeda rasanya saat ia merada di depan orang ini. Memang, masa lalu mereka
bukanlah tolak ukur dalam menemukan jati diri Felly. Tapi, waktu ini dan perkataan itu telah perlahan
membuat Felly bertanya.
Mengingat, Felly adalah orang yang individual. Ia tidak pernah mempedulikan orang lain. Ia juga tak
mau tahu dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Apapun masalah yang datang menghampiri, Felly
selalu menyelesaikannya sendiri taanpa bantuan orang lain. Adapun jika mereka mau membantu, Felly
selalu menolaknya. Dan, tanpa ia sadari, hal itu telah mengubah pola pikirnya. Di dunia ini akan
teratasi saat kau berusaha dengan keras dan percaya pda dirimu.
Awas!, kata Felly dengan menegakkan tubuhnya dan kembali berjalan meninggalkan Arka. Tapi,
langkahnya terganggu karena Arka mengikuti langkahnya dari samping dengan menutupi kepala Felly.
Apa kau lakukan?!!!, bentak Felly lagi.
Masa lalu kita memang begitu pahit. Tapi, aku tidak bisa membiarkanmu berjalan dengan hujan
seperti ini. Lagipula, kenapa kau tidak pulang. Hari sudah mulai malam.
Bukan urusanmu! Dan, pergilah dari sini! Lanjutkan latihan basketmu!
Aku sudah selesai. Dan aku hendak ke supermarket untuk membeli beberapa bahan. Kau pasti
dehidrasi, kan setelah latihan. Ah! Kau itu memang selalu begitu! Aku kan pernah bilang, bawalah
persediaan lebih minum. Jadi, kau tidak perlu ke luar hujan-hujan begini. Kesamber petir baru tahu
rasa kamu!
Aw! Felly! Sakit tahu!, lanjut Arka saat ia mendapatkan tamparan dari Felly.
Kau pernah bilang padaku bahwa tidak usah mengingat apa yang ada di antara kita. Begitu juga
dengan kebiasaan kita. Kau bahkan melarangku untuk menyentuhmu ataupun sekedar menyapamu!
Tidak bisakah kau menepati janjimu pada dirimu sendiri?! Dan, jangan pernah ada di depan mataku.
Arka! Ini adalah peringatan pertama dan terakhir untukmu. Dan sekali lagi aku tegaskan. Jangan
pernah ada di depan mataku. Jika memang kita tidak sengaja bertemu! Anggap saja aku tidak ada.
Begitu juga sebaliknya!, kata Felly tegas dengan meninggalkan Arka yang masih berdiri termangu.
Tch! Sudah kuduga! Kau memang sedingin ini!, gumam Arka.
Felly Anggi Wiraatmaja! Bisakah kau membalikkan tubuhmu?
Tentu saja Felly tidak mendengarkan kata-kata Arka hingga Arka berteriak untuknya.
Felly! Hentikan langkahmu! Atau aku akan mengejarmu meski kau berulangkali menamparku!
Jika kau pernah melepasku, maka aku akan melepasmu. Jika kau pernah menyakitiku, maka aku
akan menyakitimu. Dan, jika kau pernah membunuhku, sebelum aku terbunuh aku akan menusukkan
pisau yang pernah kau berikan padaku sebelum kepergianku!, kata Felly tegas.
Termasuk kebersamaan kita?! Termasuk kebersamaan bersama teman-temanmu?! Sampai kapan kau
akan hidup sendiri dan menyendiri seperti itu, hah? Apakah kau pikir kau tercipta dengan sendirinya?
Apakah kau pikir kau bisa lahir dan ada dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain?! Sehingga, kau
membangi semua orang yang ada di sisimu tanpa mengingat peristiwa kebersamaanmu dengannya.
Kau menganggapnya tidak ada. Tapi, tanpa kau sadari, kau menikmatinya.
Tutup mulutmu, atau aku akan memaksamu untuk menutup mlutmu hingga kau tak bisa berbicara
satu katapun!
Felly! Aku tidak peduli dengan perpisahan kita! Tapi, kepedulianku kembali saat kau telah membuang
teman-temanmu dna berjuang dengan seluruh kekuatanmu. Seakan, kau adalah seorang Tuhan. Aku
berharap satu haal darimu. Semoga kau masih mengingat sesuatu bahwa aku tida menyukai
seseorang yang tidak bisa menjadi dirinya sendiri, kata Arka dengan meninggalkan Felly.
Ah ya! Satu hal lagi yang ingin aku katakan! Jangan pernah menganggap kau bisa melakukan apapun
tanpa bantuan orang lain! Karena kau, bukanlah manusia sempurna dengan seluruh kesempurnaan!,
lanjut Arka dengan mengacungkan jari telunjuknya.
Arka, panggil Felly lirih setelah Arka menjauh dari matanya.
Arkana Aditya. Laki-laki dengan alis yang tebal dan pawakan yang piawai dan penuh dengan
kharisma. Kapten basket sekolah. Wajar saja jika ia berbicara, orang yang ada di depannya seakan
terkenala peluru yang sengaja ditembakkan untuknya. Kata tegasnya seakan membunuh karena telah
menodongkan pistol ke arah Arka.
Meskipun mereka berdua pernah menjalin kisah asmara yang begitu hangat. Arka tidak pernah
berbicara setegas dan mematikan itu. Kecuali, saat Felly hendak mengikuti kompetisi Nasional
ataupun saat ia tidak tahan dengan sikap Felly yang ia pantau dari kejauhan. Ibarat sebuah gunung,
yang sudah tidak mampu menganggung lahar. Sehingga, gunung itu meledak dengan mengeluarkan
lahar panas yang sudah tersimpan dengan paksaan menyimpan.
Felly terhenyak saat kata-kata itu telah berhasil menerobos hatinya yang terbuat dari es. Ia kembali
meresapi setiap kata yang terlontar. Menikmati, manusia tidak sempurna, Tuhan. Kata-lata itu
begitu menusuk hingga hatinya terasa sakit. Laki-laki itu, benar-benar membuatnya merasa sakit. Ia
tidak pernah merasakan hal sesakit ini. Tapi, entah mengapa Felly merasa hatinya hangat ditengah
kesakitaan itu. Ia merasa, air matanya yang membeku karena pola pikir dan tingkah lakunya telah
meleleh karena terbakar api panas amarah Arka.
Kebersamaan. Satu kata yang benar-benar menohok hatinya. Menikmati. Satu pertanyaan yang terus
terngiang selama hidupnya. Yah.. Felly menikmatinya. Hanya saja, ia tidak pernah menyadari hal itu
karena ia sengaja memaksa hatinya sehingga mondorong dirinya untuk tidak memperhatikan
sekitarnya. Tapi, saat ia mengingat suara tawa teman-temannya, ia merasa terdekap dalam satu suhu
kedinginan yang selama ini ia mencari selimutnya. Ia sadar, bahwa ia tidak hanya memiliki satu
keluarga. Tapi, semua orang yang menyayanginya meski tak pernah teranggap. Karena, setiap orang
memiliki cara mencintai dan menyayangi yang berbeda.
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani