Anda di halaman 1dari 5

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Pada tahap-tahap ZPD, saat memasuki recursive loop, apakah orang tersebut masih
membutuhkn bantuan orang lain atau tidak ? Berikan alas an !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hokum kesiapan, hokum latihan, dan hokum akibat
3.
4.
5.
6.

serta berikan contoh dalam pembelajaran matematika !


Sebutkan dan jelaskan tahapan-tahapan perkembangan pada ZPD !
Perbedaan hiperaktif dan kecerdasan kinestik !
Sebutkan dan jelaskan strategi pelaksanaan pendidikan karakter!
Apakah siswa yang pandai tidak memerlukan metode problem solving apabila menemui
permasalahan yang dipecahkan ? Jelaskan !

Jawab :
1. Tidak membutuhkan orang lain atau otodidak jika orang tersebut telah mempelajari hal
yang sudah ia dapatkan (recursive loop yang artinya kembali ke tahap awal). Ketika ia
mempelajari hal yang sudah ia dapatkan, saat ia kembali ke tahap awal dia tidak
membutuhkan bantuan orang lain karena dia sudah mahir. Namun ketika ia mempelajari
hal baru, maka pada saaat kembali ke tahap awal dia membutuhkan bantuan orang lain.
2. Hukum Kesiapan :
Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam melakukan suatu
kegiatan. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau
melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut,
maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Seorang siswa yang
mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan
tindakannya

itu

mengakibatkan

ketidakpuasan

bagi

dirinya,

akan

selalu

menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan ketidakpuasan

tersebut. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa akan lebih
berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
Contoh : Siswa yang sudah belajar sebelumnya tentang materi Phytagoras yang akan
disampaikan oleh guru, maka siswa sudah siap jika guru menunjuk dan memberikan
pertanyaan, sehingga siswa bias menjawabnya dengan mudah. Tetapi siswa yang tidak
belajar sebelumnya tentang materi Phytagoras, maka siswa tersebut belum siap jika
guru menunjuk dan memberikan pertanyaan sehingga siswa akan kesulitan untuk
menjawab pertanyaan yang diberikan.
Hukum Latihan :
Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon memiliki
hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, dan makin
banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersirfat otomatis.
Seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera
melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu
sebelumnya. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan
dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya
tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan cara yang menarik.
Contoh : Seorang siswa sedang mengerjakan soal matematika. Dia mengalami
kesulitan mengerjakan soal tersebut, yang pertama dan kedua dia mengalami
kegagalan dalam mengerjakan dia tetap berusaha dalam mengerjakan soal. Selanjutnya
dia berhasil mengerjakan soal, hal ini menyatakan bahwa latihan yang dilakukukan
terus menerus dan informasi yang diterimanya dilakukan berulang ulang tidak akan
mudah hilang.
Hukum Akibat :

hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan hukuman. Dari hukum akibat ini dapat
disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan
memberikan kepuasan dari siswa, dan cenderung untuk berusaha melakukan atau
meningkatkan apa yang telah dicapainya itu
Contoh: Ketika seorang anak mendapat nilai bagus (missal 100) pada ulangan
matematika, ibunya menjajikan kepada anak tersebut bahwa anak tersebut
diperbolehkan untuk nonton bioskop bersama temannya setiap minggu, tetapi jika
anak tersebut mendapat nilai jelek pada ulangan matematika, ibunya menyuruh anak
tersebut untuk membersihkan kamar mandi selama seminggu.

3. Tahapan tahapan perkembangan pada ZPD :


Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak
mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua,
guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran
kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif.
Kedua, less dependence external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi
terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self
assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
Ketiga, Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih
terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat
muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain.
Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang
sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri
yang matang.

Keempat, De-automatization stage, di mana kinerja anak mampu mengeluarkan


perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang,
bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de
automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.
4. Hiperaktif : Pergerakan dan tingkah lakunya cenderung mengganggu orang lain.
Kecerdasan Kinestik : Pergerakannya bermanfaat bagi dirinya dan orang lain dalam
proses pembelajaran.
5. Strategi pelaksanaan pendidikan karakter :
a. Moral Knowing/ Learning to Know
Learning to Knowmerupakan langkah awal dalam pendidikan karakter. Dalam tahapan ini
tujuan diorientasikan pada penguasaan pengetahuan tentang nilai-nilai.Disini siswa
diharapkan mampu untuk membedakan antara akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilainilai universal lainnya.
b. Moral Loving/ Moral Feeling
Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan rasa cinta dan
rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia (aspek emosi).Dalam tahapan ini, yang
menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa.Untuk mencapai tahap ini guru
bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modeling atau
kontemplasi.Melalui tahap ini, siswa diharapkan mampu menilai dirinya sendiri,
membiasakan bersikap baik, dan bersikap empati kepada siapapun.
c. Moral Doing / Learning to do
Moral Doing merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter
yaitu kompetensi, keinginan, dan kebiasaan. Moral Doing merupakan puncak dari

keberhasilan pendidikan karakter kepada siswa dimana siswa mampu mempraktikkan


nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari.Siswa semakin berperilaku
ramah, sopan dalam berbicara, hormat kepada guru dan orang tua, penyayang, jujur
dalam segala tindakan baik ucapan maupun perbuatan, bersikap disiplin dalam belajar,
cinta dan kasih sayang, adil, murah hati, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, teladan
dari guru dan semua warga sekolah menjadi hal yang sangat penting.

6. Metode problem solving tidak hanya digunakan untuk siswa pandai maupun siswa
dengan kemampuan sedang, tetapi metode problem solving digunakan ketika siswa
menghadapi permasalahan yang memerlukan tahap penyelesaian. Pada dasarnya siswa
pandai cenderung menyelesaikan soal secara langsung tanpa melalui prosedur seperti
yang disarankan polya, padahal proses juga diperlukan untuk mendapatkan hasil yang
tepat.

Anda mungkin juga menyukai