Oleh :
Evi fitriani
13430012
Dosen Pembimbing :
IR .Dina poerwoningsih,MT
IR.soesanto,MT
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
2016
Sejak 1995 tersebut terjadi "perang" aturan antara Pemprov DKI Jakarta
dan Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
dalam berbagai kebijakannya menyebutkan bahwa reklamasi tidak layak
dilakukan karena akan merusak lingkungan. Sementara Pemprov DKI
Jakarta bersikeras agar reklamasi tetap dilakukan.Tahun 2003,
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, proyek reklamasi tidak bisa
dilakukan karena Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan
ruang
dan
ketersediaan
teknologi
pengendali
dampak
lingkungan.Ketidaklayakan tersebut disampaikan dengan SK Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana
Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara.Surat keputusan tersebut
tidak menghentikan langkah Pemprov DKI. Tahun 2007, enam
pengembang yang mendapat hak reklamasi menggugat Menteri
Lingkungan Hidup ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).Mereka
beralasan sudah melengkapi semua persyaratan untuk reklamasi,
termasuk izin amdal regional dan berbagai izin lain. PTUN memenangkan
gugatan keenam perusahaan tersebut.Kementerian Lingkungan Hidup lalu
mengajukan banding atas keputusan itu, tetapi PTUN tetap memenangkan
gugatan keenam perusahaan tersebut.Kementerian Lingkungan Hidup lalu
mengajukan kasasi ke MA. Pada 28 Juli 2009, MA memutuskan
mengabulkan kasasi tersebut dan menyatakan, reklamasi menyalahi
amdal.Tahun 2011, keadaan berbalik. MA mengeluarkan putusan baru (No
12/PK/TUN/2011) yang menyatakan, reklamasi di Pantai Jakarta legal.
Namun, putusan MA tersebut tidak serta-merta memuluskan rencana
reklamasi.Untuk melaksanakan reklamasi, Pemprov DKI Jakarta harus
membuat kajian amdal baru untuk memperbarui amdal yang diajukan
tahun 2003. Juga dengan pembuatan dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) yang melibatkan pemda di sekitar teluk Jakarta.Saat
rencana reklamasi terkatung-katung oleh berbagai aturan yang
menghadangnya, tahun 2012 Presiden SBY menerbitkan Perpres No 122
Tahun 2012. Perpres mengenai reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil tersebut menyetujui praktik pengaplingan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil di Teluk Jakarta.Tahun 2014, Pemprov DKI di bawah
kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo kembali mengukuhkan rencana
reklamasi. Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2013 keluar
pada Desember 2014 dengan pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT
Muara Wisesa Samudra.
Ide moratorium
Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, kebijakan tersebut
melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut strategis
berada di tangan kementeriannya meski lokasinya ada di wilayah DKI
Jakarta.Tak hanya itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman juga meminta
pengembang dan Pemprov DKI Jakarta membuat kajian ilmiah rencana
reklamasi Pulau G di Jakarta Utara. Kajian ilmiah itu perlu dijelaskan
kepada publik sehingga publik tahu detail perencanaan dan bisa
SUMBER
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/Jalan.Panjang
.Reklamasi.di.Teluk.Jakarta.dari.era.Soeharto.sampai.Ahok
SOLUSI PERMASALAHAN