Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA
I. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Sectio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomen dan
uterus. Prosedur

ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai ( mis,usia keha-

milan lebih dari 24 minggu). (Myles.2011).


Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
sesarea dapat merupakan prosedurelektif atau darurat .Untuk sectio caesarea
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural.Apabila dipilih anestesi umum,
maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi
efek depresif obat anestesi pada bayi . (arif muttaqin.2010)
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melaluiinsisi pada dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak mencakup
pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus
kehamilan abdomen. (williams,2005).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah
pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi
ibu

menimbulkan

distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin.Sebagian

kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa,
diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.
B. Etiologi
a. Indikasi Ibu
a)
Panggul sempit absolute
b)
Placenta previa
c)
Ruptura uteri mengancam
d)
Partus Lama
e)
Partus Tak Maju
f)
Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi Janin
a) Kelainan Letak
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya

hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b)
Gawat Janin
c)
Janin Besar
c. Kontra Indikasi
a)
Janin Mati
b)
Syok, anemia berat.
c)
Kelainan congenital Berat
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
D. Manifestasi Klinik
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif

yaitu:

post partum.Manifestasi

perawatan
klinis

post
sectio

operatif
caesarea

dan
menurut

perawatan
Doenges

(2001),antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b . Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c . Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
e.
f.

banyak)
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan

menghadapi situasi baru


g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h . Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j.
Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
l.

prosedur
Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. Jenis - Jenis Sectio Caesarea (SC)

a. Abdomen (SC Abdominalis)


1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10cm.
Kelebihan :
1.

Mengeluarkan janin lebih memanjang

2.

Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3.

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :
1.

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonial yang baik.


2.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

3.

Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi

dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC


klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas
SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4.

Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu

yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang


-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen
bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat


menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila
:
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
F. Komplikasi
1.
Infeksi Puerpuralis
a)
Ringan
: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b)
Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau
c)

perut sedikit kembung


Berat
: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi

2.
a)
b)
c)
3.

intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.


Pendarahan disebabkan karena :
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia Uteri
Pendarahan pada placenta bled
Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

4.

reperitonalisasi terlalu tinggi.


Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

G. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi

janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
b.
c.
d.
e.

operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.


Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit

I. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi

a)
b)
c)

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :


Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

d)

mungkin setelah sadar


Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

e)

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.


Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

f)

(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1.
Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2.
Oral
: tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3.
Injeksi
: penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c)
Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim,
cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data Riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta
previa).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
d) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
e.

mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.


Keadaan klien meliputi :
a) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau
refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f)
Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g) Keamanan
h) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i)
Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan

a.

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)


b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
e.

operasi.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur

f.

pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.


Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan

3. Rencana Kperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang / terkontrol
Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 10 )
c) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :1820x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d) Wajah tidak tampak meringis
e) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1.
Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
2.
Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
3.
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4.
Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi
klien

5.
Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
c.
Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1.
Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
2.
Lakukan latihan gerak secara pasif
3.
Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
4.
Jaga kelembaban kulit
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas
operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi
Kriteria hasil :
a) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
b)
Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 -100x/ menit)
c) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi :
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
2.
3.
4.

pecah ketuban.
Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan

5.

sesuai indikasi
Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah

6.

menyentuh luka
Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah

7.

WBC / sel darah putih


Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah

selama prosedur pembedahan


8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang

prosedur

pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang
Kriteria hasil :
a) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :

1.
2.
3.

Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung


Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan

4.
5.

ansietas yang dirasakan


Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
Berikan informasi yang benar mengenai

6.
7.

penyembuhan, dan perawatan post operasi.


Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

prosedur

pembedahan,

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Nurarif Amin H & Hardi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC, Jilid 3. penerbit Mediaction, Yogyakarta
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai