OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
Phone number : 021 8317064
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
Www.Optimaprep.Com
Transfusi trombosit:
Hanya diberikan pada
DBD dengan
perdarahan masif (4-5
ml/kgBB/jam) dengan
jumlah trombosit
<100.000/uL, dengan
atau tanpa DIC.
Pasien DBD
trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak
diberikan transfusi
trombosit.
2. Infeksi Dengue
Secara laboratoris, kasus DBD diklasifikasikan
menjadi:
presumtif positif/kemungkinanan demam dengue:
apabila ditemukan kriteria klinis infeksi dengue, uji
hemaglutinasi inhibisi 1:1280 dan/atau IgM
antidengue positif, atau pasien berasal dari daerah
yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed
dengue infection
confirmed DBD (pasti DBD): deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan
serum akut, dan/atau isolasi virus.
Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.
2. Infeksi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.
2. Infeksi Dengue
Shock
Bleeding
Primary infection:
IgM: detectable by days 35 after the onset of
illness, by about 2 weeks & undetectable after
23 months.
IgG: detectable at low level by the end of the first
week & remain for a longer period (for many
years).
Secondary infection:
IgG: detectable at high levels in the initial phase,
persist from several months to a lifelong period.
IgM: significantly lower in secondary infection
cases.
3. SLE
Klasi
fikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria
tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
3. SLE
4. Artritis
Gout:
Artritis akut diinisiasi
oleh kristalisasi urat di
dalam & sekitar sendi,
Lama kelamaan
menjadi chronic gouty
arthritis & muncul
tophi.
Tophi: agregat kristal
urat dengan inflamasi
di sekelilingnya.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.
McGraw-Hill; 2011.
Robbins pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout
4. Artritis
Osteoarthritis:
Gout arthritis:
Acute gouty arthritis: soft tissue swelling.
Advanced gout: the erosion are slightly
4. Artritis
Tujuan penanganan serangan akut untukmeredakan nyeri
dengan cepat.
NSAID: indometasin 150-200 mg/hari, 2-3 hari, lalu 75-100 mg
sampai minggu berikutnya/radang berkurang. Harrisons: 3 x 2550 mg/hari.
Colchicine: 0,5-0,6 mg, 3-4 kali/hari, maksimal 6 mg
Kortikosteroid, jika NSAID kontraindikasi.
5. Gastrointestinal Bleeding
Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:
5. Gastrointestinal Bleeding
Specific causes of upper GI bleeding may be suggested
by the patient's symptoms:
Peptic ulcer:
epigastric or right upper quadrant pain
Esophageal ucer:
odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
Mallory-Weiss tear:
emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
Malignancy:
dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
5. Gastrointestinal Bleeding
Epigastric pain described as a burning or gnawing discomfort can
be present in both duodenal ulcer & gastric ulcer.
H. pylori and NSAID-induced injury account for the majority of Dus
5. Gastrointestinal Bleeding
Management
ABC
NGT
Bleeding evaluation.
Gastric wash is still controversial, but useful in
cirrhosis case to prevent encephalopathy.
Fluid rescucitation
Drugs
Nutrition
Endoscopy
6. Penyakit Hepatobilier
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik
mendadak, hilang dalam 30
menit-3 jam, mual, setelah makan
berlemak.
Kolesistitis:
Nyeri kanan atas
bahu/punggung, mual, muntah,
demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy
sign)
Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis,
mual.
Kolangitis:
Triad Charcot: nyeri kanan atas,
ikterik, demam/menggigil
Reynold pentad: charcot + syok &
mitral stenosis
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
6. Penyakit Hepatobilier
Batu empedu asimtomatik bukan
indikasi operasi.
Pada pasien simtomatik:
Mual/rasa tidak nyaman/nyeri
di abdomen kanan atas setelah
makan makanan berlemak.
Faktor risiko: female, fertile, fat,
fourty.
Indikasi operasi.
6. Penyakit Hepatobilier
UDCA (ursodeoxycholic acid): untuk melarutkan batu empedu.
Untuk menurunkan TG pasien ini dipilih statin karena golongan
fibrat memiliki efek samping membentuk batu empedu.
9. Tuberkulosis
Pada pasien TB kasus baru, jika hasil pemeriksaan pada
akhir tahap awal positif :
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila
tidak teratur, diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian
OAT tahap lanjutan satu bulan.
Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan
pemeriksaan uji kepekaan obat.
Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
9. Tuberkulosis
Pada bulan ke 5 atau lebih:
Dahak BTA negatif lanjutkan pengobatan sampai selesai
Dahak BTA positif pengobatan gagal terduga pasien
TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS
Pusat Rujukan TB MDR
Pada pasien kasus baru, bila belum bisa dilakukan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR berikan OAT kategori 2.
Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2) harus diupayakan semaksimal
mungkin agar bisa dilakukan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR.
TB 2014
10. Asma
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibilitas: perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma
11. Pulmonologi
Obstruktif:
FEV1 (volume ekspirasi paksa detik pertama) menurun lebih berat dari FVC (kapasitas vital
paksa).
Normalnya, FEV1/FVC lebih besar dari 75% untuk usia 60 tahun dan yang lebih muda.
Normalnya, FEV1 prediksi antara 80-120%.
Restriktif:
11. Pulmonologi
11. Pulmonologi
Pada pasien ini kelainan paru adalah obstruksi
yang reversibel atas dasar:
penurunan FEV1 & rasio FEV1/FVCobstruktif.
FEV1 membaik lebih dari 15% secara
spontan/postbronkodilator, pada pasien ini
perbaikannya 30%Reversibiliti
12.
EKG
Atrial flutter
Atrial fibrilasi
Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular
Penipisan kartilago
Sklerosis
Ciri
OA
RA
Arthritis
Gout
Spondilitis
Ankilosa
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
gradual
gradual
akut
Variabel
Inflamasi
Patologi
Degenerasi
Pannus
Mikrotophi
Enthesitis
Poli
Poli
Mono-poli
Oligo/poli
Tipe Sendi
Kecil/besar
Kecil
Kecil-besar
Besar
Predileksi
Pinggul, lutut,
punggung, 1st CMC,
DIP, PIP
MCP, PIP,
pergelangan
tangan/kaki, kaki
MTP, kaki,
pergelangan kaki &
tangan
Sacroiliac
Spine
Perifer besar
Bouchards nodes
Heberdens nodes
Kristal urat
En bloc spine
enthesopathy
Osteofit
Osteopenia
erosi
erosi
Erosi
ankilosis
Nodul subkutan,
pulmonari cardiac
splenomegaly
Tophi,
olecranon bursitis,
batu ginjal
Uveitis, IBD,
konjungtivitis, insuf
aorta, psoriasis
Normal
RF +, anti CCP
Asam urat
Prevalens
Awitan
Jumlah Sendi
Temuan Sendi
Perubahan
tulang
Temuan
Extraartikular
Lab
14. EKG
Sekitar 50% pasien tirotoksikosis
memiliki frek. nadi > 100 x/menit.
Atrial tachyarrhythmias adalah
kelainan tersering karena atrium
sangat sesitif terhadap hormon
tiroid.
15. Influenza
Prevention and Control of Seasonal Influenza with Vaccines Recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), 2009
16. Farmakologi
16. Farmakologi
Alkali fosfatase adalah enzim penanda kolestasis dan
kerusakan tulang.
Sitokrom oksidase adalah enzim di mitokondria yang
berperan pada rantai tranpor elektron.
Siklooksigenase-2: enzim yang mengubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin. Dihambat oleh NSAID & COX-2
selective inhibitor (coxib).
Monoamin oksidase: enzim yang memecah norepinefrin,
serotonin, & dopamin di otak. Dihambat oleh MAO
inhibitor (selegilin, fenelzin) untuk pengobatan depresi.
17. Anaphylactic
Shock
17. Anaphylactic
Shock
18. Aritmia
18. Aritmia
How To Do Carotid Massage:
Auscultate for carotid bruits. If there is evidence of
significant carotid disease, do not perform carotid
massage.
With the patient lying flat, extend the neck and
rotate the head slightly away from you.
Palpate the carotid artery at the angle of the jaw
and apply gentle pressure for 10 to 15 seconds.
Never compress both carotid arteries
simultaneously!
Try the right carotid first because the rate of
success is somewhat better on this side. If it fails,
however, go ahead and try the left carotid next.
Have a rhythm strip running during the entire
procedure, so that you can see what is happening.
Always have equipment for resuscitation available;
in rare instances, carotid massage may induce
sinus arrest.
20. H. pylori
20. H. pylori
20. H. pylori
Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali
Evaluasi radiologi.
CT scan bermanfaat untuk menemukan inflamasi &
menyingkirkan penyakit lain.
Lokasi Nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan
Fisis
Nyeri epigastrik
Kembung
Membaik dgn
makan (ulkus
duodenum),
Memburuk dgn
makan (ulkus
gastrikum)
Tidak spesifik
Nyeri epigastrik
menjalar ke
punggung
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
Terapi
Dispepsia
PPI:
ome/lansoprazol
H. pylori:
klaritromisin+amok
silin+PPI
Transaminase,
Serologi HAV,
HBSAg, Anti HBS
Nyeri tekan
USG: hiperekoik
abdomen
dgn acoustic
Berlangsung 30-180 window
menit
Murphy Sign
USG: penebalan
dinding kandung
empedu (double
rims)
Pankreatitis
Hepatitis Akut
Resusitasi cairan
Nutrisi enteral
Analgesik
Suportif
Kolelitiasis
Kolesistektomi
Asam
ursodeoksikolat
Kolesistitis
Resusitasi cairan
AB: sefalosporin
gen. 3 +
metronidazol
Kolesistektomi
24. PPOK
24. PPOK
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pneumonia Atipik
Gejala umum pneumonia atipik:
Demam, batuk nonproduktif, & gejala konstitusi dominan (sakit
kepala berat, malaise, myalgia), onset perlahan, ronki.
Roentgen: interstitial patchy bronchopneumonic infiltrates.
Pneumonia Atipik
Penentuan kuman penyebab dipikirkan berdasarkan penyebab
tersering, epidemiologi, gambaran klinis, radiologi, & temuan lab
presumptive diagnosis.
Diagnosis definitif biasanya membutuhkan pemeriksaan serologi.
Virus
Influenza
Parainfluenza*
Respiratory syncytial virus*
Adenovirus
Fungi
Histoplasma capsulatum (histoplasmosis)
Coccidioides immitis (coccidioidomycosis) *
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang Dewasa Kementerian. Kemenkes 2011.
27. Leukemia
CLL
CML
ALL
AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence
Over 55 y.o.
Mainly adults
Common in
children
Adults &
children
Lab
Mature
lymphocyte,
smudge cells
Mature granulocyte,
dominant myelocyte
& segment
Therapy
Lymphoblas Myeloblast
t >20%
>20%, aeur rod
may (+)
Treated right away
28. Dispepsia
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.
Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
nyeri epigastrium,
rasa terbakar di epigastrium,
rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
28. Dispepsia
29. Hipertensi
29. Hipertensi
JNC VIII
30. Diabetes
Hipoglikemia iatrogenik adalah yang paling sering
terjadi.
Hipoglikemia adalah kejadian yang umum pada DM
tipe 1. Pada DM tipe 2, pasien yang mendapat insulin
lebih berisiko mengalami episode hipoglikemia.
30. Diabetes
meglitinide
TZD
Glucose undergoes oxidative metabolism in the cell to yield ATP. ATP inhibits an
inward rectifying K+ channel receptor on the -cell surface. Inhibition of this receptor
leads to membrane depolarization, influx of Ca[2]+ ions, and release of stored insulin
from cells. The sulfonylurea class of oral hypoglycemic agents bind to the SUR1
receptor protein.
30. Diabetes
PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
30. Diabetes
Cara Pemberian obat antidiabetik oral, terdiri dari:
Obat dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau
sebelum makan.
PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
Pemeriksaan Radiologis
Mammografi
Biasanya gambaran normal
Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
Galactography
Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
USG
Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.
http://radiopaedia.org/
Galactogram
USG
Atas: nodul solid dalam
duktus
Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
32. Hydrocele
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
Uretra Anterior:
Anatomy:
Bulbous urethra
Pendulous urethra
Fossa navicularis
Etiologi:
Straddle type injuries
Intrumentasi
Fractur penis
Gejala Klinis:
Disuria, hematuria
Hematom skrotal
Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan
pada fasia Bucks sampai ke dalam fasia
Collesbutterfly hematoma in the perineum
will be present if the injury has disrupted Bucks
fascia and tracks deep to Colles fascia, creating a
characteristic butterfly hematoma in the
perineum
Therapy:
Cystostomi
Immediate Repair
Uretra Posterior :
Anatomy
Prostatic urethra
Membranous urethra
Etiologi:
Fraktur tulang Pelvis
Gejala klinis:
Radiologi:
Pelvic photo
Urethrogram
Therapy:
Cystostomi
Delayed Repair
Retrograde
urethrography
35.
Clinical Presentation
Hirschprung
Anal Atresia
Disorder
Clinical Presentation
Oesophagus
Atresia
Intestine Atresia
http://en.wikipedia.org/wiki/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Pemeriksaan Penunjang
Abdominal radiograph
can be variable depending on the
site of atresia (e.g high or low),
level of impaction with meconium
and physiological effects such as
straining
may show multiple dilated bowel
loops with with absence of rectal
gas
Invertogram
A coin/metal piece is placed over
the expected anus and the baby is
turned upside down (for a
minimum 3 minutes).
Distance of gas bubble in rectum
from the metal piece is noted:
>2 cm: denotes high type
<2 cm: denotes low type
37.
37. Gastroskisis
Gastroskisis vs Omphalocele
38. DVT
38.
Ileus
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan
peristaltik usus
Mural
Extraluminal
Benda asing
Bezoars
Batu Empedu
Sisa-sisa
makanan
Neoplasims
lipoma
polyps
leiyomayoma
hematoma
lymphoma
carcimoid
carinoma
secondary Tumors
Crohns
Kolitis Ulseratif
TB
Stricture
Intussusception
Congenital
Postoperative
adhesions
A. Lumbricoides
Congenital
adhesions
Hernia
Volvulus
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadi sama banyak antara laki-laki
dan perempuan pada usia 15 dan 35 tahun.
Kolitis ulceratif lebih sering terjadi tetapi
penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa
penyakit Chron juga sedang mengalami
peningkatan jumlah insiden
ETIOLOGI
Idiopatik
Diperkirakan faktor genetik
Agen-agen infeksi seperti bakteri,
protozoa, dan virus
Faktor imunitas dan autoimun diperkiran
juga memiliki hubungan.
REAKSI RADANG
MUKOSA KOLON
DINDING MUKOSA
TIPISPERADANGAN KE
LAPISAN SEROSA
ULCERABSES PADA
KRIPTA
MESENTERIUM MENEBAL
PERADANGAN SEROSAFISTUL
PERFORASI
Gambaran klinis
Demam
Nyeri abdomen
Diare berdarah
Anemia
Perdarahan rektal dan tenesmus dengan gejala
penyakit yang cukup ringan dan manifestasi
ektsra kolon yang lebih minimal.
Perforasi kolon.
Obstruksi usus dan fistula
DIAGNOSA BANDING
GAMBARAN
PENYAKIT CHRON
KOLITIS ULSERATIVE
Tidak pasti
Tinja
Nyeri perut
++
Massa abdomen
Fistula
Perforasi
Megakolon toksik
Keganasan
+(kemungkinan)
Keterlibatan Retkum
Ulkus
Perlengketan
Messenter
Fistul
Pseudopolip
Predileksi
+
+ (superficial, irreguler, multiple)
+
Seluruh GIT (Jarang Retkum)
Kolon Retkum
Kolitis ulserative
Ulkus dalam
Ulkus dangkal
Tampak fistula
Umumnya melibatkan usus halus khusnya ileum Usus halus normal,dapat dilihat dari
terminal dengan penyempita di region katup dilatasi ileum terminal
ileocaecal
Gambaran kolitis
Barium Enema
Foto polos abdomen AP
Diagnosis
Karakterisktik
Kolitis Ulseratif
Morbus Chron
Tumor colon
Diagnosis
Karakteristik
Divertikel
http://www.aaos.org/
Treatment
Survei primer (ABC) selalu
didahulukan
Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa
fraktur/dislokasi yang dialami
Tatalaksana terpenting untuk
fraktur dan
dislokasiPembidaian,
terutama sebelum transport
kejadian
Masyarakat,
(Injury
Sosial
Disarter)
worker,
Polisi,
2. Limb saving
Tindakan Operative
Umur
Kelamin
Pekerjaan
Penyakit penyerta
Emergency Orthopaedi
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing
= Diagnosa
= Reposisi
fraktur
R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi
R 4 = Rehabilitation
Retaining (Imobilisasi)
Isitrahat
Casting / Gips
Sling / Split
Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
Casting / Gips
Hemispica gip
Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi
Retaining (Imobilisasi)
42. Paronikia
Reaksi inflamasi mengenai lipatan kulit disekitar
kuku
Paronikia dapat akut atau kronik
Paronikia akut oleh staphylococcus aureus, ditandai
timbulnya nyeri atau eritema diposterior atau lateral
lipatan kuku,diikuti oleh pembentukan abses superfisial
Paronikia kronik oleh candida albicans, sering oleh
pemisahan abnormal lipatan kuku proximal dari
lempeng kuku yg memungkinkan kolonisasi
ANATOMI KUKU
a. nail plate
b. lunula
c. eponikiam
d. Nail fold posterior
GEJALA KLINIS
Paronikia akut & kronik memberi gambaran di
lipatan kuku berupa nyeri, merah, dan bengkak,
namun pada paronikia kronik gejala diatas tidak
terlalu jelas.
Paronikia akut
Dapat disertai demam dan nyeri kelenjar di
bawah tangan, biasanya ada nanah berwarna
kuning di bawah kutikula
Paronikia kronik
Lempeng kuku kelihatan lebih gelap, cembung,
kadang kadang lebih tipis
kutikula biasanya terlepas dari lempeng kuku.
Tidak ada pus atau nanah dan pada perabaan
kurang hangat dibanding paronikia akut.
Perlangsungannya 6 minggu atau lebih.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pewarnaan Gram untuk mengetahui adanya
staphylococcus atau streptococcus
Apusan potassium hidroksida untuk
menemukan hifa yg menunjukkan adanya jamur
Tapi tidak menutup kemungkinan ditemukan
jamur dan bakteri pada satu kasus paronikia
PENCEGAHAN
Cegah trauma dengan menjaga agar kulit yang
kena tetap kering
Jika akan mencuci sebaiknya memakai sarung
tangan karet
TERAPI
Terapi sistemik pilihan paronikia akut
antibiotik spt clindamycin 150-450 mg, 3-4 kali
sehari; amoxicillin-asam klavulanat 250-500
mg 3 kali sehari efektif untuk bakteri yang
resisten terhadap beta laktamase. Dicloxacillin
maupun cephalexin juga efektif
paronikia kronik biasanya diberikan antimikotik
seperti ketokonazole 200 mg per hari
4. Fraktur suprakondiler
5. Fraktur kondiler
Fraktur Kolum
Fraktur Diafisis
Fraktur Suprakondiler
Fraktur Epikondilus Medialis
Fraktur Kondiler
Mechanism of injury:
Direct blow to the elbow
Occurs with valgus stress to the elbow, which avulses the medial
epicondyledirect blow to elbow or arm
elbow dislocation
associated with elbow dislocations in up to 50%
most spontaneously reduce but fragment may be incarcerated in joint
traumatic avulsion
usually occurs in overhead throwing athletes
Landin. Elbow fractures in children. An epidemiological analysis of 589 cases. Acta Orthop Scand. 1986;57:309.
www2.aofoundation.org
ANATOMY
Nerves on both sides of the distal humerus run very closely to the bone, especially the ulnar
nerve
Ulnar nerveperforates the medial intermuscular septum runs and then in its sulcus
behind the medial epicondyle
It can be directly compressed in distal humeral fractures
Radial nerve perforates the lateral intermuscular septum as it loares the spiral groove
on the humerus, to run anteriorly and distally
At the level of the radial head it divides into its deep and superficial branches.
Median nerve crosses the anterior capsule of the elbow joint, running into the
forearm between the two heads of the pronator teres muscle.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758175/
Presentation
Symptoms
medial elbow pain
Physical exam
tenderness over medial epicondyle
valgus instability
Treatment
Nonoperative
brief immobilization (1 to 2 weeks) in a long arm cast or splint
indications
isolated fractures of the medial epicondyle with between 5 to 15 mm of
displacement heal well.
fibrous union of the fragment is not associated with significant symptoms or
diminished function
< 5mm displacement usually treated non-operatively, 5-15 mm remains
controversial
Operative
open reduction internal fixation
indications
absolute
displaced fx with entrapment of medial epicondyle fragment in joint
relative
ulnar nerve dysfunction
> 5-15mm displacement
displacement in high level athletes
Complications of Surgery
Nerve injury
ulnar nerve can become entrapped
neuropathy with dislocatoin which usually resolves
Missed incarceration
missed incarceration of fragment in elbow joint
Elbow stiffness
loss of elbow extension, avoid prolonged immobilization
Non-union
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/fractures/Medial_epicondyle_emerg/
Pemeriksaan Radiologis
Assesmen X-rays
Pembengkakan jaringan lunak
Dapat merupakan satu-satunya tanda pada undisplaced injury
Dapat merupakan satu-satunya tanda pada ana-anak <7thn, dimana
belum terjadi kalsifikasi dari apophysis medial.
Anatomi lengan
3
9
10
12
11
13
14
15
17
16
18
20
19
21
22
1. Caput humeri
2. Collum anatomicum
3. Tuberculum majus
4. Tuberculum minus
5. Collum chirurgicum
6. Crista tuberculi minoris
7. Crista tuberculi majoris
8. Tuberositas deltoidea
9. Sulcus nervi radialis
10. Facies posterior
11. Facies anterior lateralis
12. Facies anterior medialis
13. Margo lateralis
14. Margo medialis
15. Fossa radialis
16. Fossa coronoidea
17. Fossa olecrani
18. Epicondylus lateralis
19. Epicondylus medialis
20. Capitulum humeri
21. Trochlea humeri
22. Sulcus nervi ulnaris
1
2
4
3
5
6
7
6
1. M brachialis
o: pertengahan bwh
dataran ventral hum
i: tuberositas ulnae
f: fleksi LB
2. M brachiradialis
o: margo lat hum prox epic
lat hum
i: proc stiloideus radii
f: fleksi, supinasi LB
3. M fleksor carpi radialis
o: epic med hum, proc
coronoideus
I : basis ossis metacarpalis
II & III
f: fleks& pron LB, fleks &
abd rad tangan
4. M palmaris longus
o: epic med hum, proc
coronoideus ulnae
i: aponeurosis palmaris
f: fleks, pron LB, flek tgn
5. M fleksor carpi ulnaris
o: capit hum, epic med
hum, cap & margo
dorsale ulnae
i: os pisiforme
f: fleks, abd ulnar tgn
6. M fleksor digitorum sup
o: cap hum uln: epic med
hum, proc coronoideus
; cap rad: dat ventral
rad
i: sisi2 phalanx media
f: fleksLB, fleks phalanx,
fleks tgn, abd ulnar tgn
7. M pronator teres
o: cap hum: epic med hum
cap ulnare: proc coron
i: pertnghn ventral rad
f: fleks, pronasi LB
8. M fleksor pollicis longus
o: dataran ventral rad
i: phalanx dist jari I
f: fleks phal, opposisi jr I,
flek tgn, abd rad tgn
9. M fleksor digitorum
profundus
0: dat ventral ulnae
i: phalanx dist jari II-V
f: fleks phal, fleks tgn, abd
ulnar tgn
2
3
4
5
6
7
1
3
2
6
4
8
5
11
9
10
10
1. M brachioradialis
2. M anconeus
3. M extensor carpi rad long
o: marg lat hum, prox epic
lat humeri
i: basis ossis metacarp II
f: ext & sup LB, ext tgn,
abd rad tgn
4. M ext carp rad brevis
o: epic lat humeri
i: basis ossis metacarp III
f: ext & supin LB, ext tgn,
abd rad tgn
5. M abd pollicis longus
o: dat dorsal ulnae&radius,
membr interossea
i: basis ossis metacarp I
f: sup LB, abd jr I abd rad
tgn
6. M extensor digitorum
o: epic lat humeri
i: phalanx med & distalis ji
II-V
f: ext LB, ext tgn, ext
phalanx
http://orthoinfo.aaos.org/
Patologis
Epidemiologi 10-25% pada kasus cedera siku
pada orang dewasa.
Kebanyakan dislokasi sendi adalah cedera
tertutup dan paling sering dislokasi posterior
(terkadang posterolateral atau posteromedial).
Dislokasi anterior, medial, alteral, atau
divergentjarang terjadi.
Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat jatuh
pada posisi lengan ekstensi, baik hiperektensi
atau posterolateral rotatory mechanism.
http://orthoinfo.aaos.org/
Pemeriksaan Radiologis
Plain X-rays (AP dan lateral) cukup membantu
diagnosis, sedangkan CT-scan sering digunakan untuk
evaluasi pre-operatif dari intra-artikularis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan foto polos sendi siku:
Arah dislokasi, posterior, posterolateral, posteromedial,
lateral, medial, atau divergent.
Fraktur
Tersering fraktur: caput radialis, prosesus koronoideus
Fraktur lain yang sering menyertai: condilus lateral, capitellum,
olecranon
Atas (2 gambar):
dislokasi posterior
Kanan:
dislokasi disertai
fraktur collum radialis
http://radiopaedia.org/
Tatalaksana
Simple dislocation Closed reduction (prone
technique) sebaiknya dilakukan spesialis
orthopedi, menggunakan sedasi dan analgetik.
Dilanjutkan dengan imobilisasi (min 2minggu),
lengan fleksi 90o.
Complex dislocationORIF. Outcome biasanya
buruk, komplikasi meliputi osteoartritis, ROM
terbatas, instabilitas, dan dislokasi rekuren.
Pada dislokasi dengan luka terbuka sering terjadi
jejas pada arteri brakialis.
Fraktur Nasal
KONSERVATIF
Pasien dengan perdarahan hebat, dikontrol dengan vasokonstriktor topikal.
Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain
dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan.
Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai
perdarahan berhenti.
Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya
Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian.
Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman pada pasien.
OPERATIF
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang,
penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan.
Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi
dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.
FRAKTUR NASAL
ELEVATING A
FRACTURE OF THE
NOSE.
A, inflitrating the site
of the fracture.
B, raising the
depressed bones with
curved artery forceps.
Always suspect a
fracture after any blow
on the nose. Swelling
of the soft tissues can
easily hide it.
Gejala Klinis
Penderita blow-out fracture sering mengeluh:
nyeri intraokula
mati rasa pada area tertentu diwajah
tidak mampu menggerakkan bola mata
melihat ganda bahkan kebutaanblow-out fracture
Edema, hematoma, enophtalmus
trauma nervus cranialis
emphysema dari orbita dan palpebra
47. GERD
GER ( refluks gastroesofageal ) adalah
Definitions
Heartburn:
Esophagitis :
Endoscopically demonstrated damage to
the oesophageal mucosa
Gastro-esophageal reflux disease (GERD):
Pathophysiology of GERD
The pathophysiology of reflux disease is
multifactorial
Gastroduodenal factors :
DIAGNOSIS GERD:
Standar baku diagnosis GERD adalah endoskopi
saluran cerna bagian atas (SCBA) dengan
ditemukannya mucosal break di esophagus
Anamnesis yang cermat merupakan alat utama
untuk menegakkan diagnosis GERD
Manometri
Grade B
Grade C
Grade D
Savary-Miller classification
of esophagitis
Grade I
l
Grade II
l
Grade III
l
Grade IV
l
Grade V
l
Barretts epithelium
Savary & Miller. The Esophagus. In: Handbook & Atlas of Endoscopy.
Solothurn, Switzerland: Verlag Gassman AG, 1978: 119205.
Grade I esophagitis
Savary-Miller
classification
One or several erosions
in one mucosal fold
Grade II esophagitis
Savary-Miller
classification
Several erosions in
several mucosal folds,
the erosions can merge
www.gastrolab.net
Grade IV esophagitis
Savary-Miller
classification
Ulcer(s), shortening of
the oesophagus
Grade IV esophagitis
Savary-Miller
classification
Stricture
Nadel, UCHC.
Grade V esophagitis
Savary-Miller
classification
Moderate Barretts
oesophagus
Grade V esophagitis
Savary-Miller
classification
Severe Barretts
oesophagus
Adenocarcinoma of the
esophagus
Nadel/Saint Francis Hospital. In: Gastrointestinal Pathology. Fenoglio-Preiser, New York: Raven Press, 1989: 96100.
Dysphagia
Bleeding
Alarm
features
Vomiting
Weight loss
Gejala alarm
Umur > 40 th
Respon baik
Endoskopi
Terapi min-4 minggu
kambuh
Konsensus Gerd ,2004
On demand therapy
Lifestyle
modifications
PPIs
Antacids and
alginates
Approaches
H2RAs
Prokinetic
motility agents
Stop smoking
Modifications
Avoid reflux-promoting
agents (e.g. alcohol,
coffee, some foods)
(not evidence based)
Eat small meals,
no late meals,
reduce fat
PENGOBATAN GERD:
Menghilangkan gejala / keluhan
Menyembuhkan lesi esofagus
Mencegah kekambuhan
Memperbaiki kualitas hidup
Mencegah timbulnya komplikasi
https://medicine.med.unc.edu
Etiologi
Patogenesis
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui jaringan sekitar
Inokulasi langsung (aspirasi/arthrotomy)
*Penyakit rematik dapat menjadi penyakit
yang mendasari septik arttritis
-Struktur sendi abnormal
-Penggunaan steroid (abnormal phagocytosis)
Gejala Klinis
Riwayat trauma atau infeksi sebelumnya
Sering mengenai sendi panggul dan lutut
Sendi sakroiliaka dapat terinfeksi pada
brucellosis
Interphalangeal joints: human and animal bites
Demam, malaise, anoreksia, nausea
Inflamasi lokal
https://medicine.med.unc.edu
Pemeriksaan Penunjang
Synovial fluid sampling:
>50.000 leukocytes/ml, (crystal arthropathies and RA)
Leukocytes <50.000/ml (Malignancy, steroid use)
Gram staining and culture: Gram-positive bacteria
60%, Gram-negative bacteria 40%
Blood culture / urethral discharge culture
Yield rate of microorganism 70%
Antigen detection (S. pyogenes, S. pneumoniae, H.
influenzae)
PCR (B. burgdorferi, N. gonorrhoeae)
Leukocytosis, ESR, and CRP increase
Diagnosis Banding
Rheumatic fever
Acute juvenile arthritis
RA, gout, reactive arthritis
Viral arthritis
Fungal arthritis
Tuberculous arthritis
Osteomyelitis
Cellulitis
Bleeding into the joint (hemarthrosis)
Tatalaksana
Gram-positive
Streptococcus, methicillin-sensitive staphylococcus
Cefazolin 3x2 gram, Sulbactam/ampicillin 4x2 gram
Meticillin-resistant staphylococcus
Vancomycin 2x1 gram
Gram-negative
Ceftriaxone 1x2 gram
Tatalaksana
Parenteral tx: 5-7 hari dilanjutkan oral tx (2-4
minggu)
Gram-negative bacilli and S. aureus 3 minggu
Needle aspiration and irrigation Septic arthritis
needs intervention (emergency) !
Hip joint septic arthritis surgical drainage
(Arthritis may disrupt the blood supply of the hip
joint)
Herniasi Jaringan
Cairan dalam
sinus maksilaris
Fraktur nasal
Kiri: waters position
Kanan: CT-Scan
1. Kelenjar parotis
2. Kelenjar submandibula
3. Kelenjar sublingual
Klasifikasi
Benign
Epithelial
Pleiomorphic adenoma, paling
sering (50% tumor kelenjar parotis)
Warthin tumor, hanya ditemukan
pada kelenjar parotis, usia lanjut,
biasanya laki-laki, bilateral pada
10-15% kasus
Papiloma intraduktal kelenjar liur
Oncocytoma kelenjar liur
Myoepithelioma, subtipe dari
pleiomorphic adenoma, dapat juga
berasal dari payudara atau bronkus
Non-epithelial
Hemangioma, limfangioma, lipoma
Malignant
mucoepidermoid carcinoma: lesi
malignan tersering
adenoid cystic carcinoma
myoepithelioma
adenocarcinoma (not otherwise
specified)
acinic cell carcinoma of salivary glands
squamous cell carcinoma of salivary
glands
malignant mixed tumours of the
salivary glands
carcinoma ex pleomorphic adenoma
carcinosarcoma (true mixed tumour
of the salivary glands)
metastasising pleomorphic adenoma
CT-Scan:
Pleiomorphic adenoma
CT-Scan:
Mucoepidermoid
carcinoma
51. Osteomielitis
53. Urolithiasis
Nyeri Alih
Diagnosis
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus
dilakukan dengan seksama untuk membedakannya
dengan keganasan.
Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di
bagian atas-luar payudara tanpa ada benjolan yang
dominan, maka diperlukan pemeriksaan USG,
mammogram dan pemeriksaan ulangan setelah
periode menstruasi berikutnya.
Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau
kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk
pemeriksaan sel keganasan.
USG:
Multiple cysts
Well circumscribed
thins walls
Increased fibrous
stroma
Mammogram
Gambaran
kista dengan
penambahan
jaringan
fibrosa.
55. Hernia
Tipe Hernia
Definisi
Reponible
Irreponible
Inkarserata
Strangulata
Kanalis inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi:
Kraniolateral : oleh anulus inguinalis
internus yang merupakan bagian
terbuka dari fasia transversalis dan
aponeurosis m.transversus abdominis.
Medial bawah : di atas tuberkulum
pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus
inguinalis eksternus, bagian terbuka
dari aponeurosis m.oblikus eksternus.
Atap: aponeurosis m.obliqus eksternus
Dasar: ligamentum inguinale
Indirek/ HIL
Direk/ HIM
Lebih tua
Tereduksi segera
Penurunan ke skrotum
Terkontrol
Tidak terkontrol
Leher kantong
Strangulasi
Hubungan dengan
pembuluh darah
epigastric inferior
Sempit
Tidak jarang
Lateral
Lebar
Tidak biasa
Medial
Usia pasien
Penyebab
Bilateral
Penonjolan saat batuk
Didapat
50 %
Lurus
Jarang
56. Hemangioma
Types of ARMD
Early stage
Late stage
Non-exudative (Dry ARMD)
Most common (90%)
Advanced disease: Geographic
atrophy
Risk Factor
Aging
Smoking
Obesity and inactivity
Hypertension
Hereditary/genetic
Race: Fair skin/blue eyes
Family history
Female
High-fat diet / High cholesterol
MACULA
Foveola
Fovea
Umbo
Para-foveal zone
Peri-foveal zone
MACULA: ANATOMY
Macula
Diameter 5 mm
4 mm temporal, 0.8 inferior to optic disc
Fovea
Depression of ~1 disc diameter (1.5 mm) at centre of macula
Foveola
RPE
Choroid
Anatomy
ANATOMY OF RETINA
Functions:
Pathophysiology
Bruch membrane (which separates the choroid from the RPE/retina) become less
permeable
Blocks nutrition from RPE, prevent waste product from retina escaping
Age-related
thickening of Bruchs
membrane
Interferes with
photoreceptor/RPE
metabolism
Causing deposition of
metabolites /
formation of drusen
Drusen
Damage to overlying
RPE/photoreceptors
and underlying
choriocapillaris
Pathophysiology
Drusen (colloid bodies)
Drusen
Can become calcified (glistening appearance)
Can become confluent representing widespread RPE abnormality
Increase risk of vision loss!
Pathophysiology
Hard Drusen
Small localised collection of
hyaline material within or on
Bruchs membrane
Sharp, well demarcated
boundaries
Hard Drusen
Soft Drusen
Involve overlying focal RPE
detachment
Poorly demarcated
boundaries
Larger/commonly become
confluent
Soft Drusen
SYMPTOM
Patients with early and intermediate AMD can have
unimpaired visual acuity (VA) but may report
difficulty with activities performed at night and
under low illumination (eg, driving, reading at night)
due to degeneration of rod photoreceptors (earlier
than cones)
SIGN
Usually assoc with hard drusen
Small, round, discrete, yellow white
spot asocc with focal disfunction of
RPE
Atrophy of RPE
Dry ARMD
Geographic atrophy
SYMPTOM
Slow and progressive loss central vision
Called central scotoma
Vision distorted
Called metamhorphopsia
Drusen has expand and increase in no.
Called choroidal
neovascularization (CNV)
leak fluid under the macula
then form scar tissue leading to
central vision loss.
Sign
Soft drusen appear
Larger and have indistinct margin
May slowly enlarged and coalesce to form solid
drusenoid detachment of RPE
Symptom
Profound central vision impairment
Sudden decrease (weeks)
Vision distorted
Complications of ARMD
1. Decreased contrast sensitivity
3. Metamorphopsia
It occurs due to thickened Bruch membrane of the eye.
It may cause unilateral metamorphosia and lead to
impairment of central vision.
Patient complains of all the object seen smaller than actual size. (micropsia)
4. Central scotoma
It occurs when the
foveal area is affected.
The scotoma, or
central blind spot, can
be due to geographic
atrophy or to the
damage of
photoreceptor cells
from choroidal
neovascularization
(leaking blood
vessels).
Patient complaints of difficult to recognize the face
Clinical manifestation
Early
stage
Focal drusen
Irregular pigmentations of the
retinal pigment epithelium
Late
stage
Ocular Examination
Visual acuity
Pinhole visual acuity test
Contrast sensitivity (can be
measured with the use of a contrast
sensitivity chart or neutral density
filters)
loss of peak contrast sensitivity
with increasing drusen severity
Patient with ARMD usually
demonstrates profound loss of
acuity on contrast sensitivity test.
Pupillary responses
To differentiate the central scotoma
due to optic nerve disease or
macular disease
Color Vision
Most of the ARMD patient suffered
yellow-blue defect.
But patient must be differentiate
with other macular disease such as
diabetic retinopathy.
Visual field
These include:
Facial Amsler
Amsler grid
Goldmann perimetry
Automated Perimetry
No one type of visual field is
good for all situations.
Fundus Biomicroscopy
Fundus photography
Opthalmoscopy
Fundus Fluorescein
angiography
Optical coherence tomography
(OCT)
Amsler Grid
Purpose:
It can give useful
information regarding
central scotoma, areas of
missing, blurred, or
distorted lines.
It is sensitive to small
scotoma within central 10
of visual field.
The test is also useful for
differentiating neuroophthalmic and macular
disease.
Patient experienced deep dark spot at the center of the Amsler Grid
Instruction:
1. Hold the chart at a reading distance
of 30 cm; adequate and even lighting
is important.
2. You should wear your fully prescribed
spectacles and for elderly, their
reading glasses, during the test.
3. Cover the left eye, and use your right
eye to focus on the center dot.
4. If patient difficult to see the white dot
at the center, ask them to imagine the
intersect of the two line at the center.
5. Ask patient: Do you notice any wavy,
broken or distorted lines or blurred or
missing areas of vision within the
chart?
6. Repeated the above examining on
your left eye.
Clinical findings:
Clinical features
Signs
Hard drusen
(nodular)
Soft drusen
(Exudative)
Non-exudative
ARMD
Exudative ARMD
Basic Treatment
There is NO CURE
T(x) : slow the progression of disease & prevent the vision loss
Wet AMD :
Dry AMD:
no treatment available
does not involve new blood vessels growing
Low vision aids may be helpful
58. Blepharitis
Terdiri dari blefaritis anterior dan
posterior
Blefaritis anterior: radang
bilateral kronik di tepi palpebra
Blefaritis stafilokokus: sisik
kering, palpebra merah,
terdapat ulkus-ulkus kecil
sepanjang tepi palpebra, bulu
mata cenderung rontok
antibiotik stafilokokus
Blefaritis seboroik: sisik
berminyak, tidak terjadi
ulserasi, tepi palpebra tidak
begitu merah
Blefaritis tipe campuran
Blepharitis
Definisi
Gejala
Tatalaksana
Blefaritis superfisial
Salep antibiotik
(sulfasetamid dan
sulfisoksazol), pengeluaran
pus
Hordeolum
Blefaritis
skuamosa/seboroik
Meibomianitis
(blefaritis posterior)
Blefaritis Angularis
Medical Condiions
Blepharoptosis
abnormal low-lying upper eyelid margin with the eye in
primary gaze. Normally, the upper lid covers 1.5 mm of the
superior part of the cornea.
Blepharospasme
abnormal contraction of the eyelid muscles.
Blepharochalasis
a rare syndrome consisting of recurrent bouts of upper
eyelid edema associated with thinning, stretching, and fine
wrinkling of the involved skin.
The lower eyelids are not commonly involved.
These episodes often result in eyelid skin redundancy
Hifema
Perdarahan
Subkonjungtiva
Edema Kornea
Ruptur Koroid
Subluksasi
Etiology
2) Traumatic - Concussion injury
3) Spontaneous
Buphthalmos
Hypermature cataract
Sudden perforation of corneal ulcer
Ectopia Lentis
Symptoms : In subluxation when the lens is clear.
Defective vision due to curvature myopia (due to tear of some
fibres of suspensory ligament the lens becomes spherical) and
astigmatism (due to tilting of lens)
Uniocular diplopia : There are 2 different images of the same object
formed on the retina, one through the aphakic part and one
through the phakic part of the pupil.
Signs:
In subluxation:
Iridodonesis (tremulousness of iris) and phakodonesis (tremulousness of
lens) on movement of eyeball side to side
Unequal depth of AC in different parts.
In dislocation
In anterior dislocation - the lens is seen in AC.
In posterior dislocation there are signs of aphakia (deep AC, jet black
pupil, iridodonesis,) and the lens is seen in the vitreous.
Ectopia Lentis
Complications:
Secondary glaucoma
Uveitis
Treatment:
Subluxated lens
concave or convex lenses may be tried to improve vision.
The lens may be removed with cryoprobe or with wire vectis.
Dislocated lens:
Anterior dislocation - lens may be removed with cryoprobe or with
wire vectis.
Posterior dislocation of lens: Vision may be improved with
aphakic glasses; Lens may be removed with wire vectis
LATE COMPLICATION
Posterior capsule
opacification (1050% by
2 years)
Cystoid macular edema
(112%)
Retinal detachment
(0.7%)
Corneal decompensation
Chronic endophthalmitis
Faktor risiko
Pasien dengan blepharitis,
konjungtivitis, penyakit
nasolakrimal,
komorbid(diabetes), dan
complicated surgery (PC rupture
with vitreous loss, ACIOL,
prolonged surgery).
Diagnosis
pemeriksaan mikrobiologi dari
Anterior chamber tap dan biopsi
vitreous (dgn antibiotik
intravitreus scr simultan utk
pengobatan)
Pertimbangkan:
ULKUS KORNEA
Gejala Subjektif
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
Hipopion
ULKUS KORNEA
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2
:
1. Ulkus kornea sentral
Ulkus kornea bakterialis
Ulkus kornea fungi
Ulkus kornea virus
Ulkus kornea acanthamoeba
2.Ulkus kornea perifer
Ulkus marginal
Ulkus mooren (ulkus
serpinginosa kronik/ulkus
roden)
Ulkus cincin (ring ulcer)
Penatalaksanaan :
harus segera ditangani oleh spesialis
mata
Pengobatan tergantung penyebabnya,
diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti
jamur,
sikloplegik (to prevent formation of
adhesions between the iris and the lens
or cornea; relax any ciliary muscle
spasm that can cause a deep aching
pain and photophobia)
Mengurangi reaksi peradangan dengan
steroid (kontroversial, terutama pada
kasus dgn penyebab virus)
Berikan analgetik oral jika nyeri tidak
berkurang
Jangan menggosok-gosok mata yang
meradang
Mencegah penyebaran infeksi dengan
mencuci tangan
Feature
Treatment
Fungal
Protozoa infection
(Acanthamoeba)
Viral
Acyclovir
Staphylococcus
(marginal ulcer)
Tobramycin/cefazol
in eye drops,
quinolones
(moxifloxacin)
Streptococcus
connective tissue
disease
Pseudomonas
Natamycin,
amphotericin B,
Azole derivatives,
Flucytosine 1%
62. Asthenophia
Asthenopia = Eye strain
Various classification
Asthenopia often occurs during reading or performance of near point
activities.
Asthenopia may be classified as internal or external.
The internal type of asthenopia consists of sensations of strain and aches felt
inside the eye.
The external type consists of sensations of dryness and irritation on the front
surface of the eye.
62. Asthenopia
Type of internal asthenopia:
Accomodative asthenopia: due
to strain on ciliary muscles.
most common form.
Internal
Asthenopial
Causes of Asthenopia
Uncorrected refractive errors: Mainly seen with hypermetropia &
astigmatism; presbyopia:
Prolonged near work in people with no refractive errors, can also cause
some degree of eyestrain. This can be attributed to dry eye.
Inadequate illumination
Accomodative insufficiency
Happens when the amplitude of accommodation (AA) is lower than expected
for the patient's age and is not due to sclerosis of the crystalline lens.
The accommodative amplitude (AA) is the power of the lens that permits such
clear vision (in diopters (D))
Patients with accommodative insufficiency usually demonstrate poor
accommodative sustaining ability.
Convergence insufficiency
the inability to maintain binocular function (keeping the two eyes working
together) while working at a near distance.
Typically, one eye will turn outward (intermittent exotropia) when focusing on
a word or object at near.
Stromal infiltrate
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.
Ulkus kornea
Bakterial
Ulkus kornea stafilokokus
Pseudomonas aeruginosa
Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di
tempat yang retak
Terasa sangat nyeri
Menyebar cepat ke segala arah krn adanya
enzim proteolitik dr organisme
Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan
Berhubungan dengan penggunaan soft
lens
Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
siprofloksasin, tobramisin, gentamisin
Feature
Treatment
Fungal
Protozoa infection
(Acanthamoeba)
Viral
Acyclovir
Staphylococcus
(marginal ulcer)
Tobramycin/cefazol
in eye drops,
quinolones
(moxifloxacin)
Streptococcus
connective tissue
disease
Pseudomonas
Natamycin,
amphotericin B,
Azole derivatives,
Flucytosine 1%
Gejala Klinis :
Penatalaksanaan :
Tx berkaitan dengan
penyakit sistemik
Untuk memperbaiki visus
harus waspada sebab 90
menit setelah sumbatan
kerusakan retina
ireversible.
Prinsip gradient
perfusion pressure
(menurunkan TIO secara
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)
Gradient perfusion
pressure :
Parasentesis sumbatan di
bawah 1 jam 0,1 0,4cc
Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
blocker
acetazolamide
Streptokinase (fibrinolisis)
Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)
Predisposisi :
Gejala Klinis
1. Tipe Noniskemik :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography) area nonperfusi
kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.
2. Tipe Iskemik :
FFA area nonperfusi diatas
10 disc
Vena dilatasi lebih nyata
Perdarahan masif pada ke 4
kuadran
Cotton wool spot
Rubeosis iridis
Marcus Gunn +
Perdarahan vitreous
Edama retina dan edama
makula
Pemeriksaan :
FFA (Fundus Fluorescein
Angiography)
ERG
(Electroretinogram)
Tonometri
Penatalaksanaan :
Memperbaiki
underlying disease
Fotokoagulasi laser
Vitrektomi
Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena
sentral
retina
Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
penglihatan hilang mendadak.
Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio
retina
suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Perdarahan
vitreous
Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya
Amaurosis
Fugax
65. Episcleritis
Simple episcleritis
This common condition is a
benign, recurrent
inflammation of the episclera
it is most common in young
women.
Episcleritis is usually selflimiting and may require little
or no treatment.
It is not usually associated
with any systemic disease,
although around 10% may
have a connective tissue
disease.
Clinical features
Treatment
Nodular episcleritis
Clinical features
Sudden onset of FB sensation,
discomfort, tearing photophobia.
It may be recurrent.
Red nodule arising from the
episclera
can be moved separately from the
sclera (cf. nodular scleritis) and
conjunctiva
blanches with topical
vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%)
does not stain with fluorescein;
globe nontender
Spontaneous resolution occurs in
56 weeks.
Treatment
Treat as for simple episcleritis, but
there is a greater role for ocular
lubricants.
Patients with severe or prolonged
episodes may require artificial
tears and/or topical
corticosteroids.
Nodular episcleritis is more
indolent and may require local
corticosteroid drops or antiinflammatory agents.
Topical ophthalmic 0.5%
prednisolone, 0.1%
dexamethasone, or 0.1%
betamethasone daily may be used.
Skleritis
Skleritis merupakan peradangan sclera profunda yang
disertai dengan gejala fotofobia, lakrimasi, nyeri bola
mata.
Nyeri bersifat konstan dan tumpul, bola mata juga
terasa nyeri
Tanda utama skleritis adanya adanya bagian mata yang
berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vascular
profunda di sclera dan episklera.
Skleritis terjadi bilateral pada 1/3 kasus, lebih banyak
pada wanita; timbul pada dekade ke-5 sampai ke-6
Sering dijumpai keratitis atau uveitis.
3. Miscellaneous
Relapsing polychondritis
Herpes zoster ophthalmicus
Surgically induced
Avascular patches
Treatment
Oral steroids
Immunosuppressive agents (cyclophosphamide, azathioprine, cyclosporin)
Combined intravenous steroids and cyclophosphamide if unresponsive
Episcleritis
Scleritis
Maximal congestion of
deep vascular plexus
Slight congestion of
episcleral vessels
66. Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Bacterial
staphylococci
streptococci,
gonocci
Corynebacter
ium strains
Viral
Adenovirus
herpes
simplex virus
or varicellazoster virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Fungal
Topical antifungal
Vernal
Allergy
Removal allergen
Topical antihistamine
Vasoconstrictors
Inclusion
Chlamydia
trachomatis
Doxycycline 100 mg PO
bid for 21 days OR
Erythromycin 250 mg
PO qid for 21 days
Topical antibiotics
Conjunctivitis
Follicles
Papillae
Redness
Chemosis
Purulent discharge
67. Trichiasis
Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
Gejala :
Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
Erosis kornea, keratopati dan ulkus
Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
blefarospasme
Trichiasis
Tatalaksana:
Yang utama: bedah
Lubrikan seperti artificial tears dan salep
untuk mengurasi iritasi akibat gesekan
Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth SSJ,
ocular cicatrical pemphigoid)
Tatalaksana bedah
untuk trikiasis yg
disebabkan krn
kelainan anatomi:
Entropion: dilakukan
tarsotomi
Posterior lamellar
scarring: Grafting
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Derajat I
Prognosis baik.
Terdapat erosi epitel kornea
(kornea Jernih)
Tidak ada iskemia dan nekrosis
kornea. ataupun konjungtiva
Derajat II
Prognosa baik
Pada kornea terdapat kekeruhan
yang ringan. kornea berkabut
dengan gambaran iris yang masih
terlihat
Iskemia < 1/3 limbus
Derajat III
Prognosis kurang
epitel kornea hilang total, stroma
berkabut dengan gambaran iris & pupil
tidak jelas
Terdapat iskemia 1/3 sampai limbus &
nekrosis ringan kornea dan konjungtiva
Derajat IV
Prognosis buruk
Kekeruhan kornea yang opak,
pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sclera pucat.
Iskemia > limbus
Trauma Asam :
Bahan asam mengenai mata maka
akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan
kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif
Biasanya kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja
Bahan kimia bersifat asam : asam
sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam
asetat, asam nitrat, asam kromat,
asam hidroflorida
Trauma Basa :
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
dan terjadi proses safonifikasi, disertai
dengan dehidrasi
Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan
cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan.
Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea.
Lebih sering menyebabkan glaukoma
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH,
amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
es, sabun, shampo, kapur gamping,
semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Tatalaksana Medikamentosa :
Steroid : mengurangi
inflamasi dan infiltrasi
neutrofil
Siklopegik : mengistirahatkan
iris, mencegah iritis (atropine
atau scopolamin) dilatasi
pupil
Antibiotik : mencegah infeksi
oleh kuman oportunis
Controlling IOP
Preventing infection
artificial tears
Ascorbate collagen remodeling
Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated
Controlling inflammation
Control pain
69. Conjunctivitis
Konjungtivitis Inklusi
Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, biasanya
terdapat pada dewasa muda yang aktif secara seksual.
Gejala dan tanda :
Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari)
Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior)
Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang
CHLAMYDIAL KONJUNGTIVITIS
EPIDEMIOLOGY
Adult chlamydial conjunctivitis is a
sexually transmitted disease (STD)
All ages but particularly young adults
More women than men affected C.
trachomatis serotypes D-K
Histopathology: basophilic intracytoplasmic
epithelial inclusion bodies (on Giemsa
staining)
SYMPTOMS
Unilateral or bilateral involvement
Purulent discharge, crusting of lashes,
swollen lids, or lids "glued together"
Patient may also complain of:
red eyes
irritation
tearing
photophobia
blurred vision
SIGNS
Preauricular lymphadenopathy
Mucopurulent discharge
Conjunctival injection
Chemosis
Follicular reaction (especially bulbar or
plica semilunaris follicles)
Superior micropannus
Fine or coarse epithelial or subepithelial
corneal infiltrates
TREATMENT
Options include one of the following:
Azithromycin 1000mg single dose
Doxycycline 100mg BID for 7 days
Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
pregnant women and in children)
Erythromycin 500 mg QID x 7 days
Patient and sexual contacts should be
evaluated and treated for other STDs.
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
Etiologi
Diagnosis
Karakteristik
Viral
Konjungtivitis folikuler
akut
Klamidia
Trachoma
Konjungtivitis inklusi
Konjungtivitis vernalis
Konjungtivitis atopik
Konjungtivitis
fliktenularis
Keratokonjungtivitis sicca
Alergi/hipersensitivitas
Autoimun
Symptoms
Symptoms range from mild discomfort to severe
headaches.
Tired, dry eyes
Watering
Burning sensation
Redness, itching
Induced by accomodation & convergence
NEUROLOGI
71. Spondilitis TB
Doktrin Monro-Kellie
Herniasi Otak
Insult sekunder
Elevasi kepala 30
Hiperventilasi ringan
Pertahankan normovolemia
Pertahankan normothermia
Pencegahan kejang
Diphenil hidantoin loading dose 13-18mg/kgBB
diikuti dosis pemeliharaan 6-8mg/kgBB/hari
Diuretika
Menurunkan produksi CSS
Tidak efektif dalam jangka lama
Kortikosteroid
Tidak dianjurkan untuk cedera otak
Bermanfaat untuk anti edema pada peningkatan TIK
non trauma, misal tumor/abses otak
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Manitol
Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB
yang utuh
Efek
Dehidrasi (osmotik diuresis)
Rheologis
Antioksidan (free radical scavenger)
Drainase CSS
Dengan ventrikulostomi
100-200 cc/hari
73. Radikulopati
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Etiologi
Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering disebut
sciatica. Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti
bulging diskus (disk bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi
nukleus pulposus. Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering
didapatkan (low back pain)
Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit
merupakan kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher.
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak
lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang
menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada
bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.
Lasegues Test
Prosdur: pasien supine. Fleksikan sendi
pinggul pasien dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan fleksi, kemudian
ekstensikan tungkai bawah.
Tes positif: radikulopati sciatik (+), jika:
Nyeri tidak ada pada kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
Nyeri muncul saat pinggul fleksi, dan kemudian
lutut diekstensikan.
Lasegues Test
Bragards Test
Prosedur: pasien supine. Kaki pasien lurus
kemudian elevasi hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan dorsofleksi kaki.
Positive Test: nyeri akibat traksi nervus sciatik.
Nyeri dengan dorsiflexion 0 to 35 extradural
sciatic nerve irritation.
Nyeri dengan dorsiflexion from 35 70 intradural
problem (usually IVD lesion).
Nyeri tumpul paha posterior - tight hamstring.
Bragards Test
Patrick Test
Contra-patrick Test
74. Parkinson
Parkinson:
Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
Gangguan kronik progresif:
Tremor resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
Rigidity cogwheel phenomenon, hipertonus
Akinesia/bradikinesia gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
Postural Instability berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
Hemibalismus/sindrom balistik
Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
Terjadi kontralateral terhadaplesi
Chorea Huntington
Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik
Nyeri
Gangguan tidur
Ansietas dan depresi
Berpakaian menjadi lambat
Berjalan lambat
Gejala Spesifik
Tremor
Sulit untuk berbalik badan
di kasur
Berjalan menyeret
Berbicara lebih lambat
Penatalaksanaan Parkinson
75. Epilepsi
Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
EEG
Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsy - Classification
Focal seizures account
-
Generalised seizures
(include absance
type)
Unclassified seizures
Lini 1
Lini 2
Lini 3
Lena
VPA
LTG
ESM
LEV
ZNS
Mioklonik
VPA
TPM
LEV
ZNS
LTG
CLB
CZP
PB
Tonik Klonik
VPA
CBZ
PHT
PB
LTG
OXC
TPM
LEV
ZMS
PRM
Atonik
VPA
LTG
TPM
FBM
Parsial
CBZ
PHT
PB
OXC
LTG
TPM
GBP
VPA
LEV
ZNS
PGB
TGB
VGB
FBM
PRM
Unclassified
VPA
LTG
TPM
LEV
ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
CZP: clonazepam
ESM: ethosuximide
FBM: falbamate
GBP: gabapentine
LEV: Levetiracetam
LTG: lamotrigine
OXC: oxcarbamazepine
PB: phenobarbital
PGB: pregabalin
PHT: phenytoin
PRM: pirimidon
TGB: tiagabine
VGB: vigabatrine
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Lini 1
Lini 2
Lini 3
Lena
VPA
LTG
ESM
LEV
ZNS
Mioklonik
VPA
TPM
ZNS
LTG
CLB
PB
Tonik Klonik
VPA
CBZ
PB
LTG
TPM
PHT
ZMS
OXC
LEV
Parsial
CBZ
VPA
PB
LTG
TPM
OXC
ZNS
CLB
PHT
GBP
LEV
Spasme Infantil
VGB
ACTH
VPA
NTZ
LTG
ZNS
TPM
Lennox-gastaut
VPA
LTG
TPM
CLB
FBM
Unclassified
VPA
LTG
TPM
LEV
ZNS
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
1. Syarat umum yang meliputi :
Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Diagnosis TTH
Diagnosis nyeri kepala sebahagian besar didasarkan atas keluhan, maka
anamnesis memegang peranan penting.
Dari anamnesis, biasanya gejala terjadinya TTH terjadi setiap hari dan
terjadi dalam 10 kali serangan dalam satu hari.
Durasi atau lamanya TTH tersebut dapat terjadi selama antara 30 menit
sampai dengan 7 hari.
Nyerinya dapat bersifat unilateral atau bilateral, dan pada TTH tidak
adanya pulsating pain serta intensitas TTH biasanya bersifat ringan.
Pada TTH pun terdapat adanya mual, muntah dan kelaian visual seperti
adanya fonofobia dan fotofobia
Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti
tekanan darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial
particular), serta pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan mental status.
Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi (foto rontgen, CT Scan), Elektrofisiologik (EEG, EMG)
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Tatalaksana
TTH umumnya mempunyai respon yang baik
dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen,
parasetamol / asetaminofen, dan aspirin.
Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara
luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine
seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic).
Pengobatan lain pada TTH
termasuk amitriptyline / mirtazapine /
dan sodium valproate (sebagai profilaksi).
The International Classification of Headache Disorders: 2nd
edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
77. Meningoensefalitis TB
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan
piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan
pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB).
Penderita dengan meningoensefalitis dapat
menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan
ensefalitis.
Patologi
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi
eksudat gelatinous.
Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara
mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear
(PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang
fibrin.
Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah
ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi
fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang
berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia.
Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus
obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen
luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan
semakin menyumbat.
Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
Krikotirotomy
Suatu insisi untuk
mengamankan jalan nafas
pasien selama situasi keadaan
darurat tertentu, misalnya
adanya benda asing di saluran
nafas, edema saluran nafas,
pasien yang tidak mampu
bernafas dengan sendiri
secara adekuat, atau pada
kasus trauma berat wajah
yang menghalangi masuknya
endotrakeal tube melalui
mulut.
TEKNIK KRIKOTIROTOMI :
Pasien tidur terlentang, kepala ekstensi
Cari daerah antara puncak tulang rawan tiroid
dan kartilago krikoid
Infiltrasi dengan anastetikum
Buat sayatan
Tusukkan pisau dengan arah ke bawah
Masukkan kanul atau bila tidak tersedia bisa
pipa plastik untuk sementara
STENOSIS SUBGLOTIK
Vaskularisasi Otak
1. Sistem Karotis Sinistra dan Dextra
- Masuk Cavum Cranii
Carotis Interna Carotis Cerebre Media
2. Sistem Vertebra Basilaris
Intracerebral Haemorrhage
Subarachnoid Haemorrhage
80. Cerebellum
Terdiri dari 2 hemisfer yg dihubungkan oleh vermis
Terbagi atas 3 lobus:
1. Lobus anterior
corpus cerebelli
2. Lobus posterior
3. Lobus flokulonodularis
Fungsi Cerebellum:
1. Koordinasi gerakan volunter
2. Keseimbangan tubuh
3. Tonus otot
4. Mekanisme memori & motor learning
Deviation movements.
Effect on deep reflexes. (weak & pendular)
Lower limb.
Rombergs test.
Tandem gait.
Tests .
PATOFISIOLOGI
Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus intervertebralis
& hematom
paling berat akibat kompresi tulang, trauma hiperekstensi corpus
dislokasi ke posterior.
PATOFISIOLOGI
2 jam pasca cedera terjadi invasi sel-sel
inflamasi dimulai oleh microglia dan leukosit
polimorfonuklear.
4 jam pasca cedera hampir separuh medula
spinalis menjadi nekrotik.
6 jam pasca cedera terjadi edema primer
vaskogenik.
48 jam terjadi edema dan nekrotik krossektional pada tempat cedera.
KLASIFIKASI
ASIA (American Spinal Injury Association) dan
IMSOP (International Medical Society of
Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
Berdasarkan fungsi:
Berdasarkan tipe dan lokasi:
Berdasarkan fungsi:
Grade A complete : tidak ada fungsi
motorik atau sensorik sampai sefmen
S4-S5
Grade B incomplete : tidak ada fungsi
sensorik tapi fingsi motorik masik ada
di bawah level cedera spinal sampai
segmen S4-S5
Berdasarkan fungsi:
Grade C incomplete : fungsi motorik
masih ada dibawah level cedera spinal dan
sebagian besar 10 otot ektrimitas dibawah
level cedera spinal mempunyai kekuatan
motorik <3
Grade D incomplete : idem grade C, tapi
kekuatan motorik 3
Grade E normal : fungsi motorik dan
sensorik normal
GEJALA KLINIK
Cervico-Medullary
Syndrome
Respiratory arrest,
hipotensi, tetraplegia.
C1 C4, ggn sensibilitas
wajah,
Lengan lebih berat dari
tungkai
Sacral sparing
GEJALA KLINIK
Anterior Cord Syndrome
Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
GEJALA KLINIK
Brown-sequard syndrome
Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
Cedera hiperekstensi
Conus Medullaris
syndrome
Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).
Sensory Test/Dermatome
A dermatome : an area of skin that
is mainly supplied by a single spinal
nerve.
There are 8 cervical nerves (C1
being an exception with no
dermatome), 12 thoracic nerves, 5
lumbar nerves and 5 sacral nerves.
Each of these nerves relays
sensation (including pain) from a
particular region of skin to the
brain.
Supplied by sensory neurons that
arise from a spinal nerve ganglion.
Symptoms that follow a dermatome
(e.g. like pain or a rash) may
indicate a pathology that involves
the related nerve root
http://en.wikipedia.org/wiki/Dermatome_(anatomy)#Clinical_significance
Sensory Test/Dermatome
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical: methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam
15 menit, dilanjutkan 5,4mg/kgBB iv hingga 24 jam bila
dosis inisial diberikan <3jam setelah trauma, atau hingga
48 jam bila dosis inisial diberikan 3-8jam post trauma. Di
atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.
82. Afasia
Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari
bagian otak yang mengurus bahasa.
yaitu kehilangan kemampuan untuk
membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata
sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
83. ORBITA
TULANG ORBITA
ATAP ORBITA
SEBAGIAN OS FRONTALIS
ANTEROLATERAL : FOSSA LAKRIMALIS
(KELENJAR LAKRIMALIS)
POSTERIOR : ALA MINOR OS SPHENOID
(KANALIS OPTIK)
ATAP ORBITA
LATERAL ORBITA
FISURA ORBITALIS SUPERIOR :
MEMISAHKAN DENGAN ATAP
MEMISAH ALA MAYOR DAN MINOR OS
SPHENOID
ANTERIOR : OS ZIGOMATIKUS
PALING KERAS & KUAT
MELEKATNYA :
- JAR. IKAT PENUNJANG
- OTOT ORBIKULARIS BAG. LAT
- CEK LIGAMEN
LATERAL ORBITA
DASAR ORBITA
FISSURA ORBITALIS INFERIOR PEMISAH
LATERAL ORBITA
PARS ORBITALIS OS MAXILLARIS PALING LUAS,
RUSAK BILA BLOW OUT FRACTURE
POSTERIOR : OS PALATINA
RIMA ORBITA BAG. BAWAH :
PROSESUS MAX. OS MAXILLA
OS ZYGOMATICUS
DASAR ORBITA
MEDIAL - POSTERIOR
OS ETHMOID, TULANG TIPIS SEPERTI KERTAS,
MENEBAL DI ANTERIOR DAN MENYATU DENGAN
OS LAKRIMAL
POSTERIOR : CORPUS SPHENOID
KRISTA LAKRIMAL
POSTERIOR : PROS. ANGULARIS OS FRONTALIS
K. L ANT. MUDAH DIPALPASI DARI KELOPAK
MATA : PROSESUS FRONTALIS OS MAXILLARIS
SACCUS LAKRIMALIS TERLETAK DI FOSSA
LAKRIMALIS DI ANTARA KRISTA LAKRIMALIS
ISI ORBITA
SEKITAR 30 ML
BOLA MATA = 1/5 = 20% = 6-7 CC
BERISI :
OTOT
LEMAK
PEMBULUH DARAH
SYARAF
KELENJAR & JARINGAN GETAH BENING
SEPTUM ORBITA :
FASIA TIPIS PEMBATAS ANTERIOR
POSTERIOR M. ORBICULARIS OCULI
BARIER KELOPAK MATA DENGAN BULBUS OKULI
SYARAF ORBITA
MOTORIK
N.III (OKULOMOTOR) :
MASUK MELALUI ANNULUS ZINNII
BERCABANG 2, SUPERIOR & INFERIOR
SUP. : M. REKTUS SUPERIOR & LEVATOR
PALPEBRA SUPERIOR
INF. BERCABANG 2 :
REKTUS MEDIAL
REKTUS INFERIOR, BERLANJUT OBLIGUS
INFERIOR DAN GANGLION SILIARIS (M.
SILIARIS & M. SFINGTER PUPIL)
SYARAF MOTORIK
N. IV (TROCHLEARIS)
MASUK MELALUI FISURA SPHENOIDALIS
MENSYARAFI M. OBLIGUS SUPERIOR
N. VI (ABDUSCENS)
MASUK MELALUI ANNULUS ZINNII
MENSYARAFI M. REKTUS LATERAL
N. VII (FASIALIS)
M. ORBIKULARIS OKULI
N. MAKSILARIS
N. INFRAORBITA :
N. ZIGOMATIKA :
KULIT REGIO ZIGOMA
ANASTOMOSE N. LAKRIMALIS : GLD. LAKRIMAL
PERSYARAFAN MATA
Epidemiologi
Etiologi
Herediter
Sisa-sisa embrional
Radiasi
Virus
Substansi-substansi
Karsinogenik
Patofisiologi
Tumor intrakranial = massa baru
TIK
Gangguan fokal (tergantung lokalisasi tumor)
Peningkatan TIK mengganggu sirkulasi otak =
nekrosis di otak.
Penambahan massa atupun oedem otak
(sirkulasi yg terhambat) herniasi.
Manifestasi Klinis
Gangguan kesadaran akibat tekanan
intrakranium yang meninggi:
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium
dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
Sindroma unkus atau sindroma kompresi
diansefalon ke lateral
Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap
batang otak
Herniasi serebelum di foramen magnum
Sakit kepala
Muntah
Gangguan mental
Kejang fokal
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang:
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Computerized Tomografi (CT Scan)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Diagnosa Banding
Abses intraserebral
Epidural hematom
Hipertensi intrakranial benigna
Meningitis kronik
Penatalaksanaan
Terapi Suportif
Antikonvulsan
Kortikosteroid
Terapi Definitif
Pembedahan
Radiasi
Kemoterapi
Imunoterapi
Prognosis
Tergantung jenis tumor spesifik atau tipe tumor.
Angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years
survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan
hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 3040%.
Prognosis di Indonesia masih buruk.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan.
Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien
dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan.
Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem
saraf perifer
Seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri
pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak
ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit neurologis.
Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf
terutama hipersensitifitas aparatus sensorik.
Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini
yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa
bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe
tegang.
Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan
saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiperresponsifitas
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
PSKIATRI
Mood
disorder
1 or more
episodes of
mania or
hypomania
history of one
or more major
depressive
episodes
Bipolar
disorder
can be mixed
Increase suicide
risk
With/without
psychosis
Epidemiology
Bipolar disorder
Bipolar disorder I
Bipolar disorder II
more common in
women
Etiology
Trauma
Anatomic
abnormalities
Environmental
factors
Genetic
Others
Remain unclear
Exposure to
chemicals or
drugs
87. Fobia
F40. GGN ANSIETAS FOBIK
Agorafobia: Ansietas dicetuskan oleh adanya situasi berupa banya
orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah dan
bepergian sendiri, yg sbnrnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan
Pasien menghindari situasi fobik (house bound)
Fobia Sosial: Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi
sosial ertentu (outside the family circle)
Fobia Khas: Ansietas terbatas pada adanya objek atau situasi fobik
tertentu
Klaustrofobia (tempat sempit), xenofobia (orang/sesuatu yg asing),
akrofobia (tempat tinggi)
Ansietas
Terapi Fobia
Desensitisasi sistematik (serial), ketika klien
secara progresif dipajankan pada objek yang
mengancam, di lingkungan yang aman, sampai
ansietas berkurang.
Flooding, bentuk desensitisasi cepat yang
dilakukan oleh terapis, ketika individu
dihadapkan dengan objek fobia sampai objek
tsb tidak menimbulkan ansietas.
Fobia Spesifik
Terapi yang menjadi pilihan pada fobia spesifik adalah
terapi paparan/terapi desensitisasi:
Terapis melakukan desensitisasi pada pasien menggunakan
beberapa seri paparan dan terapis akan mengajari pasien
berbagai teknik untuk mengatasi ansietas, termasuk relaksasi,
breathing control, and cognitive approaches.
Pendekatan perilaku kognitif meliputi realisasi bahwa situasi
yang menimbulkan fobia sebenarnya merupakan situasi yang
aman.
In the special situation of blood-injection-injury phobia, some
therapists recommend that patients tense their bodies and
remain seated during the exposure to help avoid the possibility
of fainting from a vasovagal reaction to the phobic stimulation.
Beta blocker may be useful in the treatment of specific phobia,
especially when the phobia is associated with panic attacks.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)
http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)
Diagnosis
Amnesia
Karakteristik
Gangguan
Disosiatif
Hilang daya ingat mengenai
kejadian stressful atau traumatik yang
baru terjadi (selektif)
Fugue
Stupor
Trans
Motorik
Konvulsi
Anestesi &
kehilangan
sensorik
PPDGJ
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Karakteristik
Fetishism
Frotteurism
Masochism
Sadism
Voyeurism
Necrophilia
Diagnosis
Pedophilia
Eksibisionis
Karakteristik
Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Transvestic Fetishism
Mendapatkan rangsangan seksual dengan memakai
pakaian dari lawan jenis
Laki-laki yang mengalami gangguan ini biasa menunjukkan
perilaku yang lebih maskulin sebagai kompensasi
Sebagian besar tidak didapatkan perilaku kompensasi
Many are married and the behavior is known to spouse
92. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
Gangguan Fobik
Diagnosis
Karakteristik
Fobia Khas
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera,
dan kematian.
Fobia sosial
Agorafobia
PPDGJ
Karakteristik
Gangguan somatisasi
Hipokondriasis
Disfungsi otonomik
somatoform
Nyeri somatoform
Gangguan Dismorfik
Tubuh
PPDGJ
Gangguan Hipokondrik
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
Keyakinan yang menetap adanya sekurangkurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
(APA, 2000)
Orgasmic disorders
Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm)
Premature Ejaculation
96. Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.
Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2
minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.
Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode
depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.
PPDGJ
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agenagen yang sesuai.
Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Farmakologis
Opioid
Ganja
Hipnotik sedatif
Amfetamin
Alkohol
Kokain
Halusinogen
Tatalaksana Intoksikasi
Intoksikasi gol. Opioid: Naloxone 0,4-2 mg IV,
dapat pula diulang setiap 2-3 menit, sampai dosis
maksimal 10 mg.
Intoksikasi ganja/ kanabis: Reassurance, bila perlu
dapat diberikan obat golongan benzodiazepin
(diazepam, clobazam).
Intoksikasi kokain/ amfetamin: Diazepam 10-30
mg po atau iv, atau clobazam 3x10 mg. Bila
terdapat palpitasi, dapat diberikan propranolol.
Intoksikasi gol. Hipnotik sedatif: waspadai tanda
depresi pernafasan, oksigen.
cara
Stelazine = trifluoperazine
Prochlorproperazine,
trifluoperazine, dan
chlorpromazine termasuk ke
dalam golongan phenotiazin
yang merupakan
antipsikotik tipikal