Anda di halaman 1dari 22

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta :


dr. Lely Fauziah
No. ID dan Nama Wahana :
Puskesmas Paser Belengkong
Topik :
Diabetes Mellitus
Tanggal (kasus) :
29 Juni 2015
Nama Pasien :
Ny. Mastiah
No. RM
Tanggal Presentasi :
30 Juli 2015
Pendamping : dr. Nely Verawati
Tempat Presentasi :
Puskesmas Paser Belengkong
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Perempuan, umur 43 tahun, keluhan nyeri kepala, lemas. Riwayat diabetes
Deskripsi :
mellistus.
Tujuan :
Menentukan penatalaksanaan diabetes mellistus
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Data

Nama : Ny, Mastiah


Pasien :
Nama Klinik : Puskesmas Paser Belengkong
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :

No. Registrasi :
Telp :

Terdaftar sejak : 2015

Perempuan, umur 43 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri kepala, berdenyut,
dirasakan sampai tengkuk, sejak 3 hari. Pasien juga sering merasa nyeri ulu hati serta sulit
untuk memulai tidur. Selain itu kedua kaki terasa kebas, kesemutan (-). Pasien juga merasa
sering haus dan banyak minum, juga sering terasa lapar, dan buang air kecil. Riwayat
diabetes mellitus.
Keadaan umum : komposmentis, GCS E4V5M6
Berat badan : 58; Tinggi Badan : 145 cm. BMI : 27. Status Gizi : Overweight
Vital Sign, Tekanan darah : 170/110 mmHg
Nadi

: 89x/mnt

Rr : 20 x/mnt.
T : Afebris

Kepala : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor, lensa jernih
Thorak : inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fokal fremitus dextra=sinistra
Perkusi : Sonor +/+,
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 1

Auskultasi : vesicular +/+, S1-S2 reguler.


Abdomen : inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada, tanda peradangan ( - ).
Auskultasi : peristaltic ( + ) normal
Perkusi

: timpani (+)

Palpasi

: supel ( + ), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat, tanda peradangan (-).


Px laboratorium, GDS: 162 mg/dl.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat diabetes mellistus (metformin 2x1), obat antihipertensi (captopril
2x12,5 mg), dan penurun kolesterol (gemfibrozil 1x1).
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Riwayat diabetes melistus : (+)
Riwayat penyakit jantung : (-)
Riwayat penyakit ginjal

: (-)

Riwayat penyakit mata

: (+)

Riwayat hipertensi
4. Riwayat Keluarga :

: (+)

Kakak kandung pasien menderita diabetes melistus.


Adik kandung pasien menderita hipertensi.
5. Riwayat Pekerjaan :
Ibu rumah tangga.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Hubungan pasien dengan keluarga harmonis, selain itu hubungan dengan tetangga dirsakan
baik.
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) :
8. Lain-lain :
Daftar Pustaka :

Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 diindonesia. Perkeni 2011

Rudianto, Ahmad,. dkk. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2
di Indonesia 2011. Jakarta

Sanity, Andri,.dkk. 2008. Buku Ajar Penyakit Dalam. Internal publishing: Jakarta

Soegondo, Sidartawan,.dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit


Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 2

Dalam, FKUI: Jakarta.

Tonje, A Aksnes,.dkk. Treatment of Hypertension in Diabetes. Expert Rev Cardiovas Ther. 2012;
10(6):727-734.

Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui cara mendiagnosa penyakit diabetes mellitus
2. Mengetahui penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus
3. Mengetahui komplikasi dan penanganannya pada pasien diabetes mellitus

TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
II. Klasifikasi
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel 1.
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 3

Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolut
1. Autoimun
2. Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi

Tipe 2

insulin disertai defisiensi insulin relatif


sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin
1. Defek genetik fungsi sel beta

Tipe lain

2. Defek genetik kerja insulin


3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
5. Karena obat atau zat kimia
6. Infeksi
7. Sebab imunologi yang jarang
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM
Diabetes melitus gestasional

III.

Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2


III. 1. Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan

glukosa

darah

yang dianjurkan

adalah

pemeriksaan

glukosa

secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapilerdengan glukometer.
III.1.1. Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 4

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan

lain

dapat

berupa:

lemah

badan,

kesemutan,

gatal, mata

kabur,dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan

glukosa

plasma

puasa,

namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulangulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada
bagan 1. Apabila hasil

pemeriksaan

tidak

memenuhi

kriteria

normal

bergantung padahasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke

atau

dalam

DM,

kelompok

toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1.

TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan


glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).

2.

GDPT: Diagnosis

GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa

plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,66,9 mmol/L)dan


pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
Tabel 2. Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 5

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam


Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
*Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.

III.2 Pemeriksaan penyaring


Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM,
namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan
untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut
sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua
keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular dikemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada
kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan 1.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak
dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana
tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.
Tabel 3: Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaringan.
Bukan DM

Belum pasti

DM
200

Kadar glukosa

Plasma vena

<100

DM
100-199

darah sewaktu

Darah kapiler

<90

90-199

200

(mg/dl)
Kadar glukosa

Plasma vena

<100

100-125

126

darah puasa

Darah kapiler

<90

90-99

100

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 6

(mg/dl)
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun

tanpa faktor risiko lain,

pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa


IV.

Penatalaksanaan
Tujuan

penatalaksanaan

secara

umum

penyandang diabetes.
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 7

adalah

meningkatkan kualitas hidup

IV.1 Tujuan penatalaksanaan

Jangka

pendek:

menghilangkan keluhan

dan

tanda

DM,

mempertahankan rasa nyaman,dan mencapaitarget pengendalian glukosa


darah.

Jangka

panjang: mencegah

dan

menghambat

progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati,dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas


DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan,dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
IV.2 Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, meliputi:

Riwayat Penyakit

Gejala yang timbul

Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan


hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM

Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan

Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa mud

Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi


gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM
secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

Pengobatan

yang

sedang

dijalani,

termasuk

obat

yang digunakan,

perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,


dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus


urogenitalisserta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,


mata, saluran pencernaan, dll.)

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 8

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Faktor

risiko:

merokok,

hipertensi,

riwayat

penyakit jantung

koroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin


lain)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi

Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi


berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle
brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah
arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris / penunjang lain:

Glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen,dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 9

Foto sinar-x dada

Evaluasi medis secara berkala

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah


makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

Secara berkaladilakukan pemeriksaan:


Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi

IV.3 Pilar penatalaksanaan DM


1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 10

aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Pengetahuan

tentang

pemantauan glukosa

darah mandiri,

tanda dan gejala

hipoglikemia sertacara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar


glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes


secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya).

Setiap

penyandang

diabetes

sebaiknya

mendapat

TNM

sesuai dengan

kebutuhannyaguna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.

a. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarkan 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor
seperti jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sbb:
-

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
-

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm -100) x 1 kg.

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 11

BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus

: < BBI -10 %

Gemuk : > BBI + 10 %


Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m)
Klasifikasi IMT*
-

BB Kurang

<18,5

BB Normal

18,5-22,9

BB Lebih

23,0

Dengan risiko

23,0-24,9

Obes I

25,0-29,9

Obes II

> 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.

Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus
tetap dilakukan.

Latihan

menurunkan

berat

memperbaiki

kendali

jasmani

badan

dan

selain

untuk

menjaga kebugaran

memperbaiki sensitivitas

insulin,

juga

sehingga

dapat
akan

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan

jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 12

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:


A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
B. Peningkatsensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion

(pioglitazon)

berikatan

pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan

ini

meningkatkan

mempunyai
jumlah

protein

efek

menurunkan

pengangkut glukosa,

resistensi insulin
sehingga

dengan

meningkatkan

ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas
I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 13

faal

hati. Pada

pasien

yang

menggunakan

tiazolidindion

perlu dilakukan

pemantauan faal hati secara berkala.


C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis),
Terutama

di

samping

dipakai pada

juga memperbaiki ambilan

penyandang

diabetes

glukosa

gemuk.

perifer.

Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin


>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien

dengan

kecenderungan

hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).


Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa

darah

sesudah

makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang


paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1(GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila
ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amideyang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk

meningkatkan

GLP-1

bentuk

aktif merupakan

hal

rasional

dalam

pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan


pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4),
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 14

atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).


Berbagai

obat

yang

masuk

golongan

DPP-4

inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam

bentuk

aktif

dan mampu

merangsang

penglepasan

insulin

serta

menghambat penglepasan glukagon.


Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat

terhadap

penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 4, sedangkan nama obat, berat bahan aktif (mg)
per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu pemberian dapat dilihat pada lampiran 1.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
-

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea:15 30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 15

Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretinmimetic
1. Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 16

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali


dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia
pada

keadaan

puasa,

sedangkan defisiensi

insulin

prandial

akan

menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap


defisiensi yang terjadi.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah


basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 17

Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum
tercapai.

Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum

mencapai

target,

maka

dilakukan pengendalian

glukosa

darah

prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran


glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial
dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali
insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2
plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan


glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin
kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat
dari lumen usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien


dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.

2. Agonis GLP-1/incretinmimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk

pengobatan

DM. Agonis

GLP-1 dapat

bekerja

sebagai

perangsang

penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat


badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.
Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang
lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaanbinatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain
rasa sebah dan muntah.
3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 18

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi
tiga OHO dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan
DM tipe 2).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah
adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi
dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila
dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 19

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 20

4. Penilaian hasil terapi


Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran


terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada
waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang
Portofolio Diabetes Melitus
dr. Lely Fauziah

Page 21

digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini
tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan
A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.
5. Kriteria pengendalian DM
Untuk

dapat

mencegah

terjadinya

komplikasi

kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali


baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar
lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi
dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 6.
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran
kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125
mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan
darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini
dilakukan mengingat sifat-sifat khusus

pasien

usia lanjut

dan juga untuk

mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.

Portofolio Diabetes Melitus


dr. Lely Fauziah

Page 22

Anda mungkin juga menyukai