Anda di halaman 1dari 28

BAB III

LINGKUNGAN DAN TUMBUHAN


Faktor- faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme pada setiap
tahap perkembangannya disebut dengan faktor lingkungan. Setiap
organisme tidak dapat lepas dari pengaruh faktor lingkungan atau dengan
kata lain faktor lingkungan akan menentukan kehidupan suatu organisme.
A. Macam Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan digolongkan ke dalam 4 kelompok yaitu :
a. Faktor iklim, meliputi cahaya, temperatur, ketersediaan air dan angin.
b. Faktor edafik, meliputi berbagai sifat tanah, seperti status nutrien,
asiditas dan kelembaban tanah.
c. Faktor topografi, berkaitan dengan relief permukaan bumi.
B. Hubungan Antar Faktor Lingkungan.
Hubungan antar faktor lingkungan sangat penting diketahui di dalam
kegiatan pengkajian ekosistem, khususnya bagaimana faktor-faktor
lingkungan itu beroperasi. Secara praktisnya ada 4 kelompok faktor
lingkungan yang terkait satu sama lain dan sangat sulit untuk memisahkan
pengaruhnya secara individual. Sebagai contoh, topografi dan iklim
keduanya sama-sama mempengaruhi perkembangan tanah. Demikian pula
halnya iklim dan tanah keduanya berpengaruh terhadap kontrol biotik yaitu
operasi mereka di dalam ekosistem dalam menentukan jenis-jenis yang
dapat hidup di suatu area.
Secara sederhana faktor lingkungan dapat dipisahakan atas faktor
biotik dan abiotik akan tetapi karakteristik dasar dari suatu ekosistem
dibangun oleh faktor abiotiknya. Selanjutnya variasi pengaruh dari faktor
abiotik ini di dalam ekosistem akan dimodifikasi oleh pengaruh faktor
biotik yaitu tumbuhan dan hewan.

Faktor abiotik adalah pengontrol utama terhadap ekosistem secara


keseluruhan. Walaupun demikian kontrol dari faktor biotik juga penting
karena akan mempengaruhi distribusi dan fungsi dari jenis-jenis secara
individual.
C. Hukum Minimum
1. Hukum Minimum dari Liebig (Liebigs Law of The Minimum)
Pada tahun 1840 Justus Liebig seorang ahli kimia Jerman melakukan
studi mengenai pengaruh berbagai variasi faktor lingkungan terhadap
pertambahan hasil panen. Dia menemukan bahwa yield dari panenan sering
kali lebih dibatasi oleh nutrien-nutrien yang dibutuihkan tanaman dalam
jumlah sedikit daripada oleh nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak
seperti karbon dan air. Sebagai contoh defisiensi fosfor acap kali membatasi
pertumbuhan tanaman.
Kesimpulannya ini kemudian dituangkan menjadi hukum yang
disebut Hukum Minimum yang berbunyi The growth of a plant
depends on the mount of foodstuff presented to it in limiting quantity
Misalnya di bidang pertanian pertambahan hasil panen sering kali
bergantung pada jumlah ketersediaan fosfor walaupun persediaan nutrien
lain berada dalam jumlah optimum. Dengan demikian pada kasus ini unsur
fosfor menjadi faktor pembatas.
2. Modifikasi Hukum Minimum dari Liebig
Hukum minimum ternyata hanya tepat diaplikasikan pada pengaruh
substansi kimia terhadap pertumbuhan dan produksi. Liebig tidak
memasukkan faktor lingkungan lain terutama temperatur dan cahaya. Oleh
karena itu agar hukum ini dapat diaplikasikan secara praktis ada dua hal
yang perlu ditambahkan.
a. Hukum tersebut hanya dapat diterapkan pada kondisi steady state.
Kalau antara input dan output materi dan energi di dalam ekosistema

berada pada kondisi relatif seimbang sedangkan jumlah substansi yang


dibutuhkan terus menerus berubah hukum ini tidak dapat diterapkan.
b. Hukum Minimum harus juga memperhitungkan faktor interaksi. Suatu
konsentrasi tinggi tersedianya suatu substansi dapat merubah laju
penggunaan substansi yang suplainya minimum. Suatu organisme
memiliki kemampuan untuk menggunakan substansi kimia pengganti
guna menutupi kekurangan substansi tertentu yang dibutuhkan di dalam
habitat. Misalnya, jika Ca berada dalam kondisi kurang sedangkan
strontium keadaannya melimpah, beberapa molusca dapat menggunakan
strontium sebagai pengganti Ca untuk membentuk cangkangnya.

D. TOLERANSI
1. Hukum Toleransi Shelford.
Suatu perkembangan yang sangat penting di dalam studi faktor
lingkungan terjadi pada tahun 1913, ketika Victor Shelford mengusulkan
hukum toleransinya yang berbunyi Untuk setiap faktor lingkungan
suatu jenis memiliki batas kondisi minimum dan maksimum dimana
dia dapat bertahan. Kondisi di antara batas minimum dan batas
maksimum tersebut merupakan rentang toleransi yang termasuk
kondisi optimum. Hukum ini menjadi kerangka penting bagi pembahasan
mengenai distribusi jenis. Suatu jenis organisme hanya akan terdistribusi
pada rentang toleransinya terhadap faktor lingkungan.
Rentang toleransi suatu jenis terhadap suatu faktor lingkungan dapat
digambarkan sebagai kurva berbentuk lonceng. Rentang toleransi antara
optimum

optimum

jenis satu dengan jenis species


lainnya
terhadap
A
species B suatu faktor lingkungan dapat
Performance

berbeda, seperti digambarkan pada Gambar 4. Jenis A rentang toleransinya


lebih luas terhadap temperatur dibanding jenis B.

min(A)

min(B)

max(B)max(A)

Gambar 4. Contoh Kurva Toleransi Berbentuk Loncengmin ( Emberlin, 1983)

Menurut hukum Shelford, suatu jenis yang memiliki rentang


toleransi luas terhadap semua faktor lingkungan distribusinya akan luas
pula. Selanjutnya Shelford menjelaskan pula bahwa pembatasan oleh
faktor-faktor lingkungan tersebut beroperasi lebih kuat pada saat organisme
berada pada fase reproduksi dari keseluruhan siklus hidupnya. Biji, telur,
embrio dan hewan dewasa yang sedang melakukan reproduksi rentang
toleransinya jauh lebih sempit dibanding individu dewasa atau tidak sedang
melakukan reproduksi.
Penjelasan Shelford mengesampingkan bahwa reaksi organisme
terhadap suatu faktor lingkungan erat kaitannya dengan kondisi dari faktor
faktor lingkungan lainnya. Walaupun suatu faktor mungkin berada pada
optimumnya akan tetapi oleh adanya pengaruh faktor lingkungan lain suatu
organisme dapat saja menanggapinya dengan respon negatif. Misalnya,
sering kali ditemukan pada hewan terutama, suatu organisme meninggalkan
habitat optimumnya karena adanya pengaruh kompetisi dengan jenis lain.
Di samping itu hal lain perlu dicatat adalah rentang toleransi dapat berubah
oleh proses adaptasi dan evolusi.
E. CAHAYA

Cahaya adalah faktor lingkungan paling penting dibanding faktor


lingkungan lainnya karena merupakan sumber energi utama di dalam semua
ekosistem. Dengan demikian cahaya dapat menjadi faktor pembatas utama
di dalam semua ekosistem. Kondisi terdedah pada intensitas cahaya terlalu
tinggi bagi sebagian tumbuhan dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Ada tiga asfek penting dari cahaya, yaitu kualitas atau panjang gelombang,
intensitas atau kandungan energi dan durasi atau lama penyinaran yang
berhubungan dengan panjang hari atau jumlah jam cahaya per hari. Variasi
dari ketiga parameter tersebut akan berpengaruh pada fisiologi dan
morfologi tumbuhan. Namun demikian pengaruh faktor cahaya sering kali
berhubungan dengan faktor lain terutama temperatur dan persediaan air.

1. Variasi Kualitas Cahaya


Radiasi solar terdiri dari gelombang-gelobang elektromagnetik
dengan panjang gelombang pada rentang tertentu. Tidak semua radiasi solar
mampu menembus atmosfer untuk mencapai permukaan bumi melainkan
hanya cahaya dengan panjang gelombang 0,3-10 mikron (1 mikron=1000
mm). Cahaya tampak memiliki panjang gelombang 0,39-7,60 mikron.
Cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 0,39 mikron disebut
ultraviolet dan yang lebih dari 7,60 mikron disebut inframerah.
Secara umum perbedaan kualitas cahaya antara bagian biosfer satu
dengan bagian biosfer lainnya tidaklah signifikan. Oleh karenanya secara
umum pengaruh perbedaan kualitas cahaya ini tidaklah begitu penting.
Walaupun demikian kadang kala baik tumbuhan memberikan respon
berbeda terhadap cahaya dengan panjang gelombang berbeda.
2. Kepentingan Kualitas Cahaya
Tumbuhan umumnya teradaptasi untuk mengeksploitasi cahaya
dengan panjang gelombang 0,39-7,60 mikron. Ultraviolet dan inframerah

tidak digunakan dalam fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau menyerap


cahaya merah dan biru.
Pada ekosistem terestrial kadang kala cahaya lebih banyak tertahan
pada bagian kanopi sehingga tumbuhan yang berada di bagian bawahnya
tidak mendapatkan cahaya dalam jumlah yang cukup. Tumbuhan yang
hidup pada kondisi demikian harus mampu beradaptasi dengan keadaan
jumlah energi yang rendah.
Di dalam ekosistem akuatik, cahaya merah dan biru tertahan oleh
fitoflankton yang hidup di bagian permukaan air sedangkan cahaya hijau
yang menembus ke lapisan bagian bawah diserap oleh klorofil. Alga merah
memiliki pigmen coklat-merah (pycoerythrin) yang mampu menyerap
cahaya hijau untuk digunakan pada fotosintesis. Oleh karenanya alga-alga
ini mampu hidup di bagian lebih dasar perairan.
Salah satu pengaruh cahaya ultraviolet adalah menghambat
pertumbuhan tumbuhan. Hal ini sering terlihat pada tumbuhan di
pegunungan yang memilik struktur daun berbentuk roset oleh adanya
pengaruh ultraviolet yang menghambat pemanjangan batang.
3. Variasi Intensitas Cahaya
Intensitas atau kandungan energi merupakan aspek yang sangat
penting dari cahaya sebagai faktor lingkungan karena merupakan penggerak
utama suatu ekosistem. Besarnya variasi intensitas cahaya ini bergantung
pada ruang dan waktu.
Radiasi solar yang melintasi atmosfer sebagian diserap dan sebagian
lagi direfleksikan kembali atau tertahan di atmosfer oleh gas dan partikelpartikel. Intensitas cahaya paling tinggi berada di wilayah tropik khususnya
di wilayah zona arid. Pada zona ini sangat sedikit sekali yang direfleksikan
oleh awan dan debu. Di wilayah dengan latitud rendah sinar matahari
melakukan penetrasi dengan sudut tinggi terhadap permukaan bumi.
Intensitas cahaya menurun tajam dengan peningkatan latitud. Pada daerah

dengan latitud tinggi pancaran sinar matahari berada pada sudut rendah
terhadap permukaan bumi.
Secara umum variasi intensitas cahaya dipengaruhi oleh variasi
musim. Di daerah dengan latitud tinggi variasi antara musim winter dan
summer sangat besar. Di samping topografi juga mempengaruhi variasi
intensitas cahaya ini.
4. Kepentingan Variasi Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya bervariasi di dalam ekosistem. Misalnya pengaruh
intersepsi dan absorbsi oleh kanopi suatu vegetasi akan mempengaruhi
suplai energi cahaya ke tumbuhan yang berada di bawah naungannya.
Dengan demikian stratifikasi vertikal dari suatu ekosistem akan
berpengaruh terhadap total ketersediaan energi yang dapat dimanfaatkan
oleh komunitas pada ekosistem tersebut.
Di dalam ekosistem akuatik intensitas cahaya akan menurun dengan
tajam seiring meningkatnya kedalaman. Hal ini terjadi akibat air mampu
merefleksikan dan mengabsorbsi cahaya dengan sangat efisien. Faktanya
hanya sekitar 50 % dari total cahaya yang sampai ke permukaan mampu
mencapai kedalaman 15 m. Jumlah tersebut akan menjadi lebih kecil lagi
jika air bergerak dan keruh.
Cahaya dengan intensitas sangat tinggi dapat merusak aktivitas
sejumlah enzim fotooksidasi yang berperan dalam sintesis terutama sintesis
protein. Dengan demikian dalam keadaan demikian cahaya akan menjadi
faktor pembatas bagi perkembangan tumbuhan yang mengalaminya.
5. Titik Kompensasi
Jika semua faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi
diasumsikan

konstan,

maka

keseimbangan

kedua

proses

dalam

hubungannya dengan pemanfaatan intensitas cahaya akan seperti pada


gambar 4. Seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya, laju fotosintesis

akan meningkat pula sampai tercapainya titik maksimum. Hasil fotosintesis


(karbohidrat) yang digunakan dalam respirasi oleh tumbuhan di ilustrasikan
pada gambar 4 (a) dan (b) sebagai garis putus-putus. Titik pertemuan antara
garis laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat) dengan garis laju respirasi
(penggunaan karbohidrat) dinamakan titik kompensasi. Pada titik tersebut
merupakan jumlah intensitas cahaya yang cukup untuk bagi tumbuhan
untuk menghasilkan produktivitas bersih dan jumlah minimum untuk
melaksanakan pertumbuhan. Titik kompensasi ini bervariasi untuk setiap
jenis dan individu tumbuhan.
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada kondisi intensitas
cahaya tinggi dinamakan tumbuhan matahari (Sun-Plant) atau heliophyta.
Tumbuhan ini memiliki titik kompensasi yang tinggi pula. Proses-proses
kimia dalam respirasinya sangat aktif menggunakan karbohidrat (Gambar
4a). Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada daerah intensitas cahaya
rendah dinamakan tumbuhan naungan (shade-plan) atau seiophyta. Titik
kompensasinya juga rendah dan metabolisme (respirasinya) cenderung
lebih lambat (Gambar 4b).
Kebanyakan jenis tumbuhan bersifat seiophyta ketika masih muda
dan heliophyta setelah dewasa. Bagi berbagai pohon dalam hutan sifat ini
menguntungkan dimana dengan sifat demikian memperbesar peluang
seedling untuk tetap bertahan hidup dalam keadaan ternaung di lantai hutan.
Setelah dewasa mereka mampu mengeksploitasi intensitas cahaya tinggi
dengan kanopinya.
6. Kepentingan Durasi Cahaya
Panjang relatif atau lamanya hari siang dan malam berpengaruh luas
pada fungsi tumbuhan dan hewan. Respons organisme terhadap perbedaanperbedaan panjang hari dinamakan fotoperiodisme. Pada tumbuhan respon
dapat meliputi inisiasi perbungaan, leaf-fall dan dormansi sedangkan pada

hewan meliputi inisiasi migrasi, hibernasi, nesting dan perubahanperubahan warna pada kulit.
Di wilayah ekuator panjang hari (fotoperiode) relatif konstan sekitar
12 jam terus menerus sepanjang tahun, namun di wilayah temperata lebih
dari 12 jam di musim summer dan kurang dari 12 jam di musim winter.
Pada tumbuhan reaksi terhadap panjang hari acapkali erat kaitannya
dengan

perubahan-perubahan

temperatur.

Berdasarkan

reaksi

fotoperiodiknya, tumbuhan berbunga dibedakan atas:


a. Tumbuhan hari panjang (long-day-plant)
Tumbuhan ini membutuhkan panjang hari lebih dari 12 jam untuk
menginisiasi pembentukan bunga. Misalnya beberapa tanaman pertanian
di wilayah temperata seperti Wheat, Barley dan Spinach.
b. Tumbuhan hari pendek (Short-day-plan)
Tumbuhan yang membutuhkan panjang hari kurang dari 12 jam untuk
berbunga, Misalnya Tembakau dan Chrysanthemum
c. Tumbuhan hari netral (Day-neutral-Plan)
Tumbuhan yang tidak membutuhkan panjang hari tertentu untuk inisiasi
perbungaan, misalnya Tomat dan Dandelum.
Panjang dan pendek hari sangat nyata dipengaruhi oleh latitude.
Oleh karenanya reaksi tumbuhan terhadap panjang dan pendek hari akan
membatasi

distribusinya

menurut

latitude.

Suatu

tumbuhan

jika

dipindahkan dari daerah panjang hari optimumnya, tidak dapat membentuk


bunga tetapi akan terus tumbuh secara vegetatif. Sebagai contoh Short day
Onions akan menghasilkan umbi berukuran besar bila ditumbuhkan di
bawah kondisi long-day. Sifat ini kadang kala memiliki nilai ekonomi di
bidang pertanian.

Laju sintesis karbohidrat

Foto sintesis
Produktivitas bersih
Respirasi

TK
Peningkatan intensitas cahaya

Laju sintesis karbohidrat

Fotosintesis
Produktivitas bersih
Respirasi
TK
Peningkatan intensitas cahaya
B

Gambar 4. Diagram yang menunjukkan titik Konpensasi (TK) A : heliophyta


(sun-plants ) dan B : Sciophyta (shade-plants)

F. Temperatur
Temperatur sebagai faktor lingkungan memiliki pengaruh langsung
dan tidak langsung terhadap organisme. Temperatur berpengaruh langsung
terhadap berbagai reaksi kimia di dalam tubuh organisme seperti aktivitas
enzim yang berperan pada percepatan reaksi metabolisme tubuh. Secara
tidak langsung temperatur mempengaruhi kondisi faktor lingkungan lain,

khususnya air seperti mempengaruhi laju evaporasi sehingga berpengaruh


pula terhadap rainfall, dan transpirasi.
Sebagaimana pengaruh faktor lingkungan lainnya, pengaruh
temperatur ini juga sulit untuk dipisahkan dengan pengaruh faktor lain.
Sebagai contoh, energi cahaya dapat dikonversi menjadi panas jika diserap
oleh suatu substansi seperti air. Di samping itu seringkali pengaruh
temperatur berhubungan erat dengan cahaya dan ketersediaan air.
1. Variasi Temperatur
Hampir tidak ada tempat di bumi yang memiliki temperatur kostan
terus-menerus dingin atau panas melainkan bervariasi dan variasinya itu
dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Faktor yang paling nyata mempengaruhi
variasi temperatur adalah latitude dan topografi.
Variasi temperatur di dalam ekosistem antara lain dapat dilihat pada
ekosistem hutan dan ekosistem akuatik. Temperatur pada kanopi hutan akan
berbeda signifikan dengan temperatur di bagian lantai hutan. Demikian pula
antara lapisan permukaan dengan bagian dasar ekosistem perairan.
Temperatur juga bervariasi antara siang dan malam hari. Semua variasi
temperatur ini akan berpengaruh terhadap distribusi dan fungsi organisme
di dalam ekosistem.
2. Toleransi Tumbuhan Terhadap Temperatur
Semua kehidupan di biosfer dapat berfungsi pada rentang temperatur
0-50 oC. Pada rentang ini setiap jenis atau individu organisme memiliki
temperatur minimum, maksimum dan optimum yang dibutuhkan bagi
aktivitas metabolik mereka. Temperatur yang dibutuhkan ini dinamakan
temperatur kardinal Temperatur di dalam tubuh tanaman dengan
temperatur lingkungan biasanya relatif sama karena adanya transfer panas
dari tubuh ke lingkungan.

Rentang toleransi setiap tanaman terhadap temperatur dapat


bervariasi. Sebagai contoh, tanaman pertanian di daerah tropis seperti
Melon tidak toleran dengan temperatur di bawah 15-18 oC. Tanaman padipadian di daerah temperata tidak toleran dengan temperatur di bawah minus
2-5 oC. Sebaliknya, Evergreen Conifer dapat toleran dengan temperatur di
bawah minus 30 oC. Namun demikian pengaruh temperatur terhadap semua
jenis tumbuhan dipengaruhi pula oleh umur, keseimbangan air dan musim.
Batas atas (maksimum) dari rentang temperatur yang ditoleransi oleh
tumbuhan seringkali jauh lebih kritis dibanding batas bawahnya
(minimum). Selanjutnya proses pendinginan pada tumbuhan biasanya
terjadi oleh kehilangan air dari tubuhnya. Dengan demikian, kerusakan
akibat panas baru akan terjadi jika tidak tersedia cukup air untuk proses
pendinginan sehingga sebagian besar kasus kerusakan yang diinduksi oleh
temperatur berasosiasi dengan kerusakan akibat kekurangan air. Pengaruh
panas terutama mengakibatkan berbagai enzim metabolisme menjadi
inaktif.
Untuk mengatasi pengaruh temperatur ini, sering kali tumbuhan di
daerah beriklim panas melakukan adaptasi morfologi (struktur) seperti daun
yang kecil untuk mengurangi penguapan dan memiliki lapisan kutikula
untuk merefleksikan sebagian dari cahaya yang sampai ke daun.
Pada kebanyakan tumbuhan masih dapat tumbuh pada suhu sekitar 6
o

C. Panurunan suhu di bawah suhu tersebut dapat menimbulkan kerusakan

serius. Protein sel akan rusak menyebabkan enzim menjadi inaktif.


Selanjutnya bila suhu turun sampai pada tingkat terbentuknya es akan
menyebabkan air akan terserap keluar dari sel dan sel mengalami dehidrasi.
Keadaan demikian dapat menimbulkan kematian pada tumbuhan.
Temperatur rendah secara tidak langsung juga dapat mengganggu berbagai
fungsi pada tumbuhan seperti permeabilitas membran sel akar menurun dan
tidak dapat menyerap air. Akibatnya air tidak dapat masuk ke dalam sel dan
tumbuhan mengalami kekeringan. Kondisi tumbuhan yang demikian itu

disebut mengalami kekeringan fisiologis (Physiological drought). Keadaan


demikian itu sering kali terjadi pada tumbuhan yang hidup di ekosistem
tundra.
3. Temperatur dan Siklus Hidup Tumbuhan.
Sejumlah tumbuhan mampu beradaptasi dengan menyesuaikan tahap
tahap perkembangannya dengan perubahan musim.

Berdasarkan

kemampuan adaptasi tersebut terdapat 3 tipe tumbuhan :


1) Tumbuhan annual (Annual plants)
Tumbuhan ini menyelesaikan semua tahapan siklus hidupnya pada
satu musim panas. Jadi siklus hidupnya pendek. Mereka umumnya
memiliki biji yang sangat toleran terhadap pengaruh dingin. Pada musim
dingin biji-bijinya mengalami dormansi untuk selanjutnya bila musim panas
tiba berkecambah dan tumbuh secara serentak kemudian dewasa,
bereproduksi dan menyelesaikan siklus hidupnya. Dengan demikian siklus
hidupnya pun menjadi pendek.
2) Herbaceous perennials
Tumbuhan ini memiliki organ penyimpan makanan yang resisten
tersimpan di dalam tanah seperti umbi, corm atau rizom.Tumbuhan
sepanjang musim dingin hidup dengan memanfaatkan organ tersebut dan
pada setiap tahun dibentuk pucuk yang baru.
3) Woody perennials
Tumbuhan ini umumnya berupa pohon dan semak dimana tubuhnya
memiliki struktur berkayu dan persisten sepanjang tahun.
3. Temperatur dan Produktivitas
Laju respirasi dan fotosintesis pada suatu tumbuhan berhubungan
erat dengan produktivitas bersih yang dihasilkannya. Bagi kebanyakan jenis

tumbuhan temperatur yang dibutuhkan untuk respirasi adalah lebih tinggi


dibandingkan temperatur yang dibutuhkan untuk fotosintesis. Bila
temperatur untuk fotosintesi lebih tinggi dan melampaui temperatur untuk
fotosintesis tumbuhan akan menderita. Hal ini merupakan faktor penting
untuk diperhatikan bila ingin memindahkan jenis tumbuhan dari daerah
dingin ke daerah panas.
4. Termoperiodism
Merupakan respons terhadap fluktuasi ritmik dari temperatur. Hal ini
terjadi dipengaruhi oleh musim atau basis diurnal. Tumbuhan biasanya
memerlukan fluktuasi temperatur untuk pertumbuhannya dan dalam kondisi
temperatur konstan pertumbuhannya akan tertekan. Kebanyakan jenis dapat
tumbuh sangat baik pada area dimana kondisi temperaturnya bervariasi.
Sebagai contoh tumbuhan tomat akan tumbuh baik bila tempertur siang
berkisar 20 oC dan malam 10 oC.

Pada fluktuasi temperatur ini akan

menghasilkan keseimbangan antara laju respirasi dan fotosintesis.


MUSIM PERTUMBUHAN
Musim pertumbuhan adalah suatu periode dimana kondisi semua
faktor lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berada pada kondisi
paling baik. Temperatur adalah salah satu faktor kritis yang menentukan
lamanya musim pertumbuhan, khususnya untuk wilayah dengan ketinggian
menengah sampai tinggi. Rata-rata temperatur harian dan bulanan
seringkali dipakai sebagai patokan dalam menentukan musim pertumbuhan
suatu daerah. Salah satu cara dalam menetapkan musim pertumbuhan
adalah berdasarkan temperatur pertumbuhan minimum. Pada cara ini
musim pertumbuhan didefinisikan sebagai periode dimana temperatur
berada di atas threshold yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. threshold
yang digunakan antara 0 sampai dengan 10 oC dan biasanya 6 oC terutama
untuk tanaman budidaya.

G. AIR
Kepentingan air bagi tumbuhan umumnya berhubungan dengan
struktur, fungsi penyokong, transpor dan pendingin. Air merupakan
komponen paling besar dari jaringan semua organisme hidup. Sekitar 40-60
% dari berat pohon terdiri atas air sedangkan pada tumbuhan herba jumlah
itu mendekati 90 %. Selain sebagai komponen struktur, tumbuhan
membutuhkan air sebagai penyokong berbagai jaringan non kayu. Jika selsel dari jaringan ini mengalami kekurangan air akan mengalami kerusakan.
Tekanan yang terjadi akibat keberadaan air di dalam sel disebut tekanan
turgor. Dalam kondisi kekurangan air, tekanan turgor sel akan menurun dan
sel akan mengalami plasmolisis. Selain itu berbagai materi masuk ke dalam
tumbuhan melalui akar kemudian bergerak di seluruh bagian tubuh
tumbuhan dalam kondisi terlarut di dalam air. Misalnya karbohidrat yang
dibentuk di daun ditranspor ke bagian nonfotosintetik dengan perantara air.
Air juga dibutuhkan untuk pengaturan suhu tubuh. Hilangnya air dari tubuh
tumbuhan melalui proses evaporasi akan mendinginkan tubuh tumbuhan
dan mencegah terjadi kelebihan panas.
1. Efisiensi Transpirasi
Pada jenis tumbuhan berbeda kebutuhan air untuk pertumbuhannya
juga

berbeda.

Ratio

antara

produktivitas

bersih

dan

air

yang

ditranspirasikan disebut efisisiensi transpirasi. Biasanya dinyatakan


sebagai perbandingan antara gram air yang ditranspirasikan terhadap setiap
gram berat kering materi organik yang dihasilkan.
Tumbuhan dapat mentranspirasikan 200 sampai dengan 1000 gram
air untuk memproduksi 1 gram berat kering materi organik. Sebagai contoh,
efisiensi dari tanaman kentang adalah 408 sedangkan tanaman di daerah
arid dapat mencapai 250.

2. Intersepsi
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi ekosistem daratan bergantung
kepada ketersediaan air. Air di dalam tanah berasal dari curah hujan dan
kondensasi. Namun demikian yang efektif digunakan oleh tumbuhan hanya
air presipitasi.
Ide dasar dari intersepsi adalah sejumlah air dari air hujan yang
sampai ke vegetasi akan diintersepsikan oleh kanopi vegetasi sebelum air
itu sampai ke permukaan tanah. Air ini akan menguap dengan cepat
kembali ke atmosfer tanpa dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk
pertumbuhan. Jumlah dari presipitasi yang diintersepsikan bergantung
kepada 2 faktor, yaitu tipe vegetasi itu sendiri dan durasi dari curah hujan.
Persentase air hujan yang diintersepsikan berkaitan erat dengan area
permukaan dari vegetasi. Makin luas area permukaan vegetasi, jumlah air
yang hilang akibat intersepsi makin besar, dimana dalam sejumlah kasus
mencapai 90 % dari air hujan. Laju intersepsi pada vegetasi satu lapis lebih
kecil dibanding pada vegetasi yang memiliki beberapa lapisan. Intersepsi
lebih besar terjadi pada pohon konifer dibanding pada pohon berdaun lebar.
Hal ini diduga pengaruh dari gerakan udara bebas pada pohon konifer dan
adanya bintil-bintil di daun yang menahan air sehingga memperbesar laju
evaporasi.
Pada suatu permukaan vegetasi yang telah basah, gerakan air menuju
tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Hal ini terjadi antara lain oleh direct
throughfall di dalam atmosfer atau oleh Stem-flow sepanjang tubuh
tumbuhan. Tekstur dari kulit pohon akan mempengaruhi jumlah air sampai
ke tanah pada stem flow. Diperkirakan presipitasi pada tumbuhan dengan
permukaan kulit batang halus mencapai lebih dari 15 %, sedangkan pada
tumbuhan dengan permukaan kulit batang kasar sekitar 3 %.
a. Intersepsi dan presipitasi

Persentase kehilangan air oleh intersepsi adalah lebih besar pada


kondisi gerimis (light shower) dibanding pada waktu hujan lebat (heavy
downpour) yang kontinyu karena permukaan vegetasi telah jenuh dengan
air sehingga langsung akan terjadi rthroughfall dan stem-flow. Jumlah
presipitasi yang diintersepsikan dapat dihitung dengan rumus:
I = R Rg - S
dimana : I
R

= jumlah intersepsi
= Presepitasi di atas vegetasi

Rg = Presipitasi di bawah lapisan vegetasi


S

= Stem-flow

3. Efektivitas Presipitasi
Efektivitas

presipitasi

Biasanya

di

ekspresikan

sebagai

keseimbangan antara evaporasi dan presipitasi. Pembagian daerah arid dan


humid acapkali didasarkan pada data ini Namun demikian sangat sulit
untuk menentukan evaporasi aktual yang terjadi pada suatu tempat sehingga
kalkulasi dengan cara ini sifatnya sangat relatif. Akibatnya para peneliti
lebih senang menggunakan rasio antara presipitasi dan temperatur untuk
mengekspresikan tingkat ariditas (kekeringan) suatu daerah. Namun
demikian pendekatan dengan cara ini pun dibatasi oleh asumsi bahwa
evaporasi adalah semata-mata fungsi dari temperatur.
4. Evapotranspirasi
Adalah jumlah air yang hilang oleh evaporasi permukaan dari
ekosistem ditambah dengan air yang ditranspirasikan dari vegetasi. Ada
empat variabel yang mengontrol laju evapotranspirasi, yaitu:
a. Suplai energi

Energi dibutuhkan untuk evaporasi yang sebagian diperoleh dari


matahari. Energi tersebut menentukan banyaknya jumlah air yang hilang
dari suatu ekosistem. Refleksivitas atau albedo dari permukaan vegetasi
akan mempengaruhi jumlah energi yang diserap. Hutan tumbuhan
berdaun jarum memiliki permukaan yang tidak mengkilap dapat
menyerap energi 12 % lebih tinggi dibanding padang rumput (grassland)
yang permukaannya lebih refektif.
b. Gerakan Udara
Angin menghilangkan uap air dan mencegah atmosfer jenuh terhadap
uap air. Dengan hilangnya uap air mendorong evaporasi menjadi lebih
cepat.
c. Tipe Vegetasi
Struktur tumbuhan yang aerial berpengaruh terhadap intersepsi.
Selanjutnya sistem perakaran juga akan mempengaruhi jumlah air yang
dapat masuk ke dalam tubuh tumbuhan.
d. Jumlah Air yang Tersedia di Sekitar Akar
Laju penyerapan air oleh tumbuhan berhubungan dengan laju
kehilangan air melalui transpirasi dan juga proses ini akan dipengaruhi
oleh jumlah air yang tersedia di sekitar akar.
H.Angin
Angin dapat berperan sebagai faktor lingkungan. Pengaruh langsung
dari angin adalah aksi abrasivnya sedangkan pengaruh tidak langsung angin
dapat

mempengaruhi

faktor-faktor

lingkungan

lainnya,

khususnya

temperatur dan suplai air. Angin tidak hanya berpengaruh terhadap individu
tumbuhan tetapi juga pada komposisi jenis dan fungsi komunitas.
Pengaruh langsung angin terhadap tumbuhan misalnya menimbulkan
kerusakan fisik dan malformasi pada tumbuhan tertentu. Efek tidak
langsung misalnya mempengaruhi laju transpirasi oleh hembusannya yang
menghilangkan uap air di udara.

I. TOPOGRAFI
Secara

alami

penampakan

suatu

vegetasi

berubah

dengan

peningkatan ketinggian ke arah gunung. Keadaan relief permukaan ini akan


memodifikasi semua faktor lingkungan. Efek dari perubahan ketinggian ini
selanjutnya diperbesar oleh adanya asfek keterjalan lereng sehingga
menghasilkan mosaik ekosistem. Hal ini jelas tampak dari bentuk-bentuk
vegetasinya yang berbeda.
Dalam pengertian yang lebih sempit topografi diartikan sebagai
ketinggian dari permukaan laut. Ketinggian seringkali dipakai untuk
menggambarkan perubahan-perubahan pada temperatur dan kelembaban.
Temperatur biasanya menurun dengan peningkatan ketinggian dimana laju
rata-rata penurunan tersebut sekitar 0,65 oC setiap penurunan 100 m.
Peningkatan ketinggian seringkali berasosiasi dengan peningkatan
keterdedahan dan kecepatan angin. Hal ini selain berpengaruh menurunkan
suhu juga mempengaruhi kelembaban. Ketinggian juga berpengaruh
terhadap terjadinya hujan orografik, sehingga umumnya hujan di daerah
pegunungan jauh lebih banyak dibanding di daerah pedataran. Dengan
demikian akibat modifikasi iklim oleh pengaruh ketinggian ini akan
menghasilkan suatu zona-zona ekosistem.
J. FAKTOR EDAFIK
Faktor-faktor

lingkungan

yang

berhubungan

dengan

tanah

dinamakan faktor edafik. Tanah dapat didefinisikan sebagai bagian atas dari
lapisan kerak bumi yang mengalami penghancuran dipengaruhi oleh
tumbuhan dan hewan. Definisi ini lebih menekankan pada adanya
hubungan yang erat antara tanah dan organisme, yang dipengaruhi pula oleh
iklim dan topografi.
Sebagai medium pertumbuhan tumbuhan, tanah berfungsi sebagai
tempat berpegang akar, persediaan air, sumber nutrisi dan udara. Variasi

dari ketersediaan kebutuhan tumbuhan ini akan membatasi fungsi dan


distribusi organisme dan pada akhirnya akan memberikan pengaruh pada
ekosistem secara keseluruhan. Kepentingan faktor edafik bagi tumbuhan
akan bergantung pada dua faktor yaitu faktor fisika dan faktor kimia tanah.
1. SIFAT FISIKA TANAH
Tanah disusun oleh dua komponen yaitu komponen organik dan
anorganik. Komponen organik terbentuk dari hasil pengahancuran dari
faktor biotis sedangkan komponen anorgniak terbentuk dari batuan yang
mengalami penghawaan. Ukuran partikel tanah bervariasi yang biasanya
dikelompokkan berdasarkan fraksi atau kelas ukurannya. Komponen
anorganik atau mineral membentuk sekitar dua per tiga dari volume tanah.
Komponen ini paling menentukan karakteristik fisik tanah.
a. Partikel Tanah
Jumlah dan ukuran partikel mineral tanah bergantung pada tipe dari
batuan pembentuknya dan intensitas dari penghawaan yang terjadi pada
proses pembentukannya. Ukuran partikel ini sangat bervariasi mulai dari
yang berukuran besar sampai yang sangat halus dan mikroskopis.
Berdasarkan ukuran partikel ini biasanya tanah dikelompokkan berdasarkan
kelas ukuran atau fraksi. Salah satu sistem yang paling banyak digunakan
untuk pengelompokan ini adalah sistem yang digunakan oleh International
Society of Soil Science in 1926 dan dari US Department of Agriculture
(USDA), seperti pada tabel di bawah ini

Soil fraction
Pasir sangat kasar (kerikil halus)
Pasir kasar
Pasir medium
Pasir halus
Lumpur kasar
Lumpur
Liat

Ukuran Partikel (mm)


Int. System
US Depart. of Agric.
2,00 0,20
0,20 0,02
0,02 0,002
< 0,002

2,00 - 1,00
1,00 0,50
0,50 0,25
0,25 0,10
0,10 0,05
0,05 0,002
< 0,002

Di antara fraksi-fraksi tersebut fraksi liat (clay) merupakan paling


penting karena kemampuannya yang tinggi dalam memegang air dan
nutrien di dalam tanah, sehingga penting dalam mengontrol fertilitas tanah.
Beberapa mineral liat mampu menyerap air sampai tiga kali lebih besar dari
volumenya sendiri. Partikel ini mengembung bila basah dan akan mengerut
bila kering. Partikel liat mampu saling melekat satu sama lain sehingga
dalam keadaan basah tanah menjadi plastis dan kering sangat keras. Humus
berkombinasi dengan liat akan membentuk humus liat atau koloid yang
relatif sangat stabil. Kombinasi ini tidak dapat tercuci dari tanah dengan
mudah.

b. Tekstur Tanah
Tekstur tanah ditentukan oleh proporsi dari sejumlah fraksi tanah.
Tekstur tanah ini akan berpengaruh terhadap kemampuan penetrasi akar,
aerasi, drainase, suplai nutrisi dan temperatur tanah. Salah satu cara
Clay

menentukan tekstur tanah 100


adalah0 dengan menggunakan segitiga tekstur
tanah.

90

10

80

20

70

% Silt

30
Clay

60

40

50

% Clay

40

50

Clay

30

Clay loam

Silty
Clay
Silty

60

Clay Loam

70

Clay Loam

20

80
Loam

Silt Loam

10
Sand
0

90
Loam

Loamy
Sand Sand
100

90

Silt
Silt

80

70

60

50

40

30

20

10

% Sand

Gambar. Segitiga Tekstur Tanah (Emberlin, 1983)

100

c. Porositas tanah
Jumlah dan ukuran pori-pori tanah merupakan fungsi dari tekstur
tanah. Pasir kasar memiliki pori yang besar walaupun total jumlahnya
hanya sekitar 40 % saja dari volume tanah. Sebaliknya liat yang padat
memiliki pori berukuran kecil tetapi jumlahnya mencapai 60 % dari volume
tanah.
d. Udara Tanah
Di dalam tanah kandungan CO2 nya lebih tinggi dibanding CO2 di
lingkungan. Hal ini disebabkan oleh adanya CO 2 yang dibebaskan dari
respirasi mikroorganisme tanah yang tidak dikonpensasi oleh proses
fotosintesis. Proses pertukaran gas antara tanah dan atmosfer bebas akan
ditentukan oleh porositas tanah. Tanah dengan makropori akan teraerasi
dengan baik dan lebih mudah mengalami pencucian dibanding tanah yang
memiliki mikropori.
2. Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah meliputi asiditas dan alkalinitas, kandungan
humus, dan garam mineral anorganik. Asiditas ditentukan oleh konsentrasi
dari ion hidrogen. Tingkatan asiditas atau pH diekspresikan sebagai skala
logaritmik negatif dari nol. Secara ekstrem tingkatan skala asiditas seperti
pada tabel berikut ini.

Tabel. Tingkatan Asiditas Tanah Berdasarkan Skala Asiditas


Tingkatan asiditas
Sangat asam
Cukup asam
Agak asam
Netral
agak basa
Cukup basa
sangat basa

Skala pH
< 4,0
5,0
6,0
6,5
7,0
8,0
9,0

Tanah dengan pH mendekati netral umumnya sangat baik untuk


pertumbuhan kebanyakan tumbuhan. Tumbuhan yang hanya tumbuh di
tanah alkali saja disebut calcicoles, sedangkan yang hanya tumbuh di tanah
asam disebut calcifuges.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pH tanah. Faktor utama
adalah iklim dimana iklim berpengaruh terhadap dekomposisi dan
pencucian. Selain itu tipe batuan pembentuk tanah dan tipe vegetasi juga
mempengaruhi laju siklus nutrien dan kandungan humus tanah.
Tipe humus yang dihasilkan akan ditentukan oleh tipe iklim dan tipe
vegetasi. Tumbuhan dengan kandungan nutrien tinggi runtuhannya akan
menghasilkan bahan organik yang kaya mineral. Pada tanah yang teraerasi
dengan baik proses dekomposisi akan berlangsung cepat dengan
menghasilkan humus mull yang mudah hancur. Cacing tanah dan organisme
tanah lainnya berperan dalam proses pembentukan humus untuk
meningkatkan fertilitas tanah.
Vegetasi

yang

menyerap

sedikit

nutrien

dari

tanah

akan

menghasilkan bahan organik yang miskin mineral. Pada tanah yang


demikian itu kandungan kalsiumnya yang dibebaskan melalui proses
dekomposisi

sedikit.

Pada

kondisi

demikian

proses

dekomposisi

berlangsung sangat lambat dan yang dihasilkan adalah humus asam mor.
Komponen garam mineral tanah meliputi kandungan anion dan
kation. Garam mineral terlarut di dalam tanah sebagai ion. Ion-ion yang
bermuatan positif disebut kation (dikenal sebagai asam) dan yang
bermuatan negatif disebut anion (dikenal sebagai basa). Pada humus tanah

liat ionnya bermuatan negatif sehingga mereka menarik kation seperti


kalsium, sodium dan magnesium. Kation yang terlepas dari asosiasi ini
dapat dibebaskan dan digunakan oleh tumbuhan. Umumnya ion-ion logam
seperti potasium dan sodium yang dibebaskan lebih banyak berada dalam
bentuk persenyawaan dengan hidrogen. Konsekuensinya tanah menjadi
lebih asam.
Asiditas berpengaruh terhadap persediaan nutrien bagi tumbuhan.
Pada tanah basa, keasaman berpengaruh terhadap kemampuan tumbuhan
dalam menyerap mineral. Sejumlah mineral seperti copper, Zinc dan besi
kelarutannya sangat rendah dalam kondisi basa sehingga tumbuhan sulit
untuk menyerapnya dan tetap tertinggal di dalam tanah. Sebaliknya pada
kondisi asam besi dan aluminium kelarutan sangat tinggi sehingga dapat
meracuni tumbuhan. Posfor dalam bentuk bersenyawa dengan kedua
mineral ini tidak dapat digunakan oleh tumbuhan sehingga reaksi ini
menjadi faktor pembatas bagi penyebaran tumbuhan tertentu.
Garam Sodium
Konsentrasi tinggi dari garam (sodium klorida) terakumulasi dalam 3
situasi utama. Pertama, di area pesisir pantai terutama daerah rawa pantai
dan daerah bukit pasir. Kedua, daerah drainase, dan ketiga, daerah arid
dimana proses pencucian sangat rendah untuk menghanyutkan garamgaram ini.
Berdasarkan kandungan garam sodiumnya biasanya tanah dibagi
menjadi 2 tipe yaitu tanah tipe salin dan tipe alkalin. Tanah salin memiliki
pH di bawah 8,6 dengan kandungan sodium berada pada kisaran dibawah
15 %. Tanah alkalin memiliki pH antara 8,6-10,0 dengan kandungan
sodium di atas 15 %.

Air Tanah
Air di dalam tanah berada dalam tigs bentuk yaitu air higroskopis,
air kapiler dan air gravitasi. Air higroskopis berbentuk sebagai film
menyelimuti setiap partikel tanah oleh suatu tegangan permukaan. Air ini
dinamakan juga air adhesi. Air higroskopis umumnya tidak dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan. Air higroskopis saling berikatan satu sama
lain membentuk suatu lapisan yang tipis menjadi air kafiler. Air kafiler
memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk bergerak ke bagian bawah
tanah. Jumlah air higroskopis dan air kafiler yang dapat tertahan di dalam
tanah bergantung pada tekstur dari tanah tersebut. Tanah dengan fraksi
halus memiliki kemampuan untuk menahan air jauh lebih besar dibanding
dengan tanah dengan fraksi kasar. Air kafiler merupakan sumber air utama
bagi tumbuhan.
Bila suatu tanah berada pada kondisi dimana jumlah air yang dapat
dipegangnya oleh suatu tekanan permukaan dan kohesi terhadap partikelnya
berada pada kondisi maksimum, disebut berada pada kapasitas lapangnya
(field capasity). Air ini akan bergerak dengan cepat ke dalam tanah oleh
pengaruh gaya gravitasi. Kecepatan gerakan ini bervariasi dipengaruhi oleh
jumlah makropori tanah. Oleh karena itu gerakan pada tanah pasir jauh
lebih baik dibanding pada lempung atau liat. Jika air gravitasi tidak dapat
mengalir akan mengisi rongga-rongga udara dan tanah menjadi penuh air.
Air gravitasi menghilangkan nutrien-nutrien tanah dengan suatu proses
pencucian.
3. Klasifikasi tanah
a. Profil Tanah
Jika pada suatu tanah dibuat irisan vertikal dari atas ke bawah akan
tampak lapisan-lapisan yang menggambarkan stratifikasi yang dinamakan
horizon. Penampakan tanah berdasarkan lapisan-lapisan ini disebut dengan
profil tanah. Berdasarkan perjanjian diberi simbol dengan huruf kapital.

Horizon A berada pada bagian permukaan penghawaan dan mengandung


persentase materi organik relatif tinggi. Horizon C untuk bagian
penghawaan batuan induk (lapisan dasar). Diantara kedua horizon di atas
yang memiliki karakteristik A dan C dinamakan horizon B. Ketiga lapisan
tersebut secara lebih spesifik dibagi lagi sehinga dikenal ada horizon O
(organik) terletak pada permukaan horizon A dan E (eluvial) untuk bagian
bawah horizon A.
Sistem Klasifikasi Tanah
Walaupun banyak cara yang digunakan untuk melakukan klasifikasi
tanah namun sampai saat ini sangat sulit untuk menemukan sistem yang
dapat memasukkan semua variabel tanah. Ada dua pendekatan yang umum
digunakan yaitu System zonal dan sistem berdasarkan susunan tanah.
Pada sistem zonal, tanah diklasifikasikan berdasarkan asumsi bahwa asal
usul tanah ada hubungannya dengan luas wilayah iklim. Profil tanah zonal
merupakan gambaran pengaruh dari iklim pada proses pembentukannya.
Faktor-faktor lokal menjadi penyebab dari variasi-variasi dalam skala kecil
di dalam suatu tipe zonal. Disini terdapat penyimpangan yaitu pada
perkembangan tanah intra zonal. Tanah-tanah yang menunjukkan
perkembangan sangat kecil atau immature dinamakan azonal. Sistem zonal
hanya digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat dasar yang umum dari
tanah. Satu tipe dari tanah zonal mungkin dapat ditemukan pada lebih dari
satu tipe iklim.
Pada

sistem

yang

berdasarkan

komponen

susunan

tanah,

pengklasifikasian didasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dalam


menentukan proses pembentukannya. Sistem ini banyak ditentang karena
tidak memasukkan iklim sebagai pertimbangan. Pengklasifikasian dengan
sistem ini antara lain dikembangkanm US Department of Agriculture,
seperti pada tabel di bawah ini :

No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis
Entisols
Vertisols
Inceptisols
Aridisols
Mollisols
Spodosols
Alfisols

8
9
10

Ultisols
Oxisols
Histosols

Deskripsi
Embryonic mineral soils
Disturbed and inverted clay soils
Young soils with weakly developed horizons
Saline and alkaline soils of deserts
Soft soils with thick organic-rich surface layer
Leached acid soils with ashy B horizon
Leached basic or slightly acidic soils with clay-enriched
B horizons
Deeply weathered, leached acid soils
Very deeply weathered, highly leached soils
Organic soils

Anda mungkin juga menyukai