Anda di halaman 1dari 17

Topik : Tetanus

Tanggal (kasus): 17 Februari 2016


Tanggal (Presentasi) : 2 April 2016

Presenter : dr. Noorvita Mahendri


Pendamping : 1. dr. Tajul Keumalahayati

2. dr. Leni Afriani


Tempat presentasi
: Ruang Auditorium RSUD kota langsa
Obyektif Presentasi
Keilmuan
Keterampilan
Penyelenggaraan
Tujuan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Laki laki 39 tahun. Kaku seluruh tubuh sejak 10 hari yang lalu
Tujuan : Penegakkan diagnosis dan pengobatan yang tepat dan tuntas
Bahan Bahasan
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara
Diskusi
Presentasi dan
Email
pos
Membahas
diskusi
Data Pasien:
Nama : Tn. F, , 39 thn
No.reg : 28.46.88
BB : 47 kg, TB :157 cm
Nama klinik : RSUD langsa Telp : Terdaftar sejak:
17 Februari 2016
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Tetanus / Kaku seluruh tubuh, mulut sulit dibuka sejak 10
2.
3.
4.
5.
6.

hari SMRS.
Riwayat pengobatan: Riwayat Operasi ( - )
Riwayat kesehatan/ penyakit dahulu: Pasien tidak pernah mengalami hal serupa.
Riwayat Keluarga: Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan: Pasien bekerja sebagai seorang penjual di warung.
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Tidak ada yang berhubungan

7. Pemeriksaan fisik
I.

Status Present
A. Kondisi Umum : Lemas, Sakit sedang
B. Status Vital

II.

: Kesadaran

: Compos Mentis

Berat Badan

: 47 Kg

TD

: 110/50 mmHg

HR

: 110 x/menit, regular

Pernapasan

: 22 x / menit

Suhu

: 37,30C, suhu axial

Status General
Kepala

: Deformitas (-)

Mata

: conj palpebral inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-),

Hidung

: Sekret (-), perdarahan (-)

Mulut

: trismus (+)

Leher

Bibir

: sianosis (-)

Lidah

: beslag (-)

: Kelenjar tiroid, KGB tidak teraba


Kuduk kaku (+)

Thorax
Pulmo Anterior

Inspeksi

: Simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi

: Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Pulmo Posterior
Inspeksi

: simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi

: pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat


2

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi

: batas batas jantung

Auskultasi

Atas

: ICS II LMCS

Kanan

: Linea parasternal dextra

Kiri

: Linea midclavicula sinistra

: m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR = 110 x/menit,regular,bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: simetris, distensi (-), defans muscular (+)

Auskultasi

: peristaltik (+) kesan normal

Palpasi

: sulit dinilai

Perkusi

: timpani (+)

Genitalia

: Tidak tampak kelainan

Ekstremitas

III.

: edema

sianotik

Status neurologis
A. G C S

: E4 M6 V5

Pupil

: isokor 3 mm/3 mm

Reflek Cahaya Langsung

: +/+

Reflek Cahaya Tidak Langsung

: +/+

Tanda Rangsang Meningeal


-

Kaku kuduk

:-

Laseque

: sulit dinilai

Kernig

: sulit dinilai

Patrick/kontra Patrick

: sulit dinilai

Brudzinski I

: sulit dinilai

Brudzinski II

: sulit dinilai

Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

:-

B. Nervi Craniales
Kelompok Optik

Kiri

Nervus II (visual) :
Visus

Kesan Normal

Kesan Normal

Lapangan Pandang

Kesan Normal

Kesan Normal

Melihat Warna

Kanan

Kesan Normal

Kesan Normal

Nervus III (otonom) :


Ukuran Pupil

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Bulat

Bulat

Reflek Cahya Langsung

Reflek Cahya Tidak Langsung

Nistagmus

Strabismus

Lateral

Atas

Bawah

Medial

Diplopia

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)


Pergerakan bola mata :

Kelompok Motorik

Nervus V ( fungsi motorik)


Membuka mulut

: sulit dinilai

Menggigit dan mengunyah

: sulit dinilai

Nervus VII (fungsi motorik)


Mengerutkan dahi

: dbn
4

Menutup mata

: dbn

Menggembungkan pipi

: sulit dinilai

Memperlihatkan gigi

: sulit dinilai

Sudut bibir

: sulit dinilai

Nervus IX & X (fungsi motorik)


Bicara

: sulit dinilai

Reflek menelan

: sulit dinilai

Nervus XI (fungsi motorik)


Mengangkat bahu

: sulit dinilai

Memutar kepala

: sulit dinilai

Nervus XII (fungsi motorik)


Artikulasi lingualis

: sulit dinilai

Menjulurkan lidah

: sulit dinilai

C. Badan
Motorik

Gerakan respirasi

: Thoraco abdominal

Bentuk columna vertebralis

: Simetris

Gerakan columna vertebralis

: Simetris

Sensibilitas

Rasa suhu

: Dbn

Rasa nyeri

: Dbn

Rasa raba

: Dbn

D. Anggota Gerak Atas


Motorik

Pergerakan

: Bebas/Bebas

Kekuatan

: 5555/5555

Tonus

: +/+
5

Trofi

: -/-

Refleks

Biceps

: +/+

Triceps

: +/+

Hoffman Trommer

: -/-

E. Anggota Gerak Bawah


Motorik

Pergerakan

: Terbatas/Terbatas

Kekuatan

: 2222/2222

Tonus

: -/-

Trofi

: -/-

Refleks

Patella

: +/+

Achilles

: +/+

Babinski

: -/-

Chaddok

: -/-

Gordon

: -/-

Oppenheim

: -/-

Klonus

Paha

: -/-

Kaki

: -/-

Tanda Laseque

: sulit dinilai/sulit dinilai

Tanda Kernig

: sulit dinilai/sulit dinilai

Sensibilitas

Rasa suhu

: dbn

Rasa nyeri

: dbn

Rasa raba

: dbn

F. Gerakan Abnormal

: opistotonus (+)

G. Fungsi Vegetatif

Miksi

: Retensio Urine (+)

Defekasi

: Retensio Alvi (+)

H. Koordinasi, Cara Berjalan dan keseimbangan


Pasien tidak dapat berjalan
Fungsi Luhur

Repetisi/pengulangan

Atensi/kalkulasi

: baik

Memori

: baik

Fungsi bahasa
IV.

: baik

: baik

Diagnosis Banding
1. Tetanus
2. Meningitis bakterialis

V.

Diagnosis Sementara
Tetanus

VI.

Planning
a. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

VII.

Terapi

Folley catheher

IVFD D5% + diazepam 5 amp 20 gtt/i

Inf. Metronidazole 500 mg / 6jam

Inj. Tetagam 500 IU IM (extra)

Dulcolax supp

Daftar Pustaka
1

Mahadewa TGB, Maliawan S. Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang


Belakang. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.

Adams, E. B.; Holloway, R.; Thambiran, A. K.; Dessy, S. D.: Usefulness of Intermittent
Positive Pressure Respirations in The Treatment of Tetanus. Lancet 1966;11761180.

Thwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM,
8

editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.14014.
4

Lipman J. Tetanus. In: Bersten AD, Soni N, eds. Ohs Intensive Care Manual. 6th ed.
Philadelphia: Butterworth Heinemann Elsevier; 2009.p.593-7.

Taylor AM. Tetanus. Continuing education in anesthesia, critical are & pain. Vol. 6 No.
3.

[Internet].

2006

[cited

2013

Oct

20].

Available

from:

http://www.ceaccp.oxfordjournals.org content/6/4/164.3.full.pdf.
6

Towey R. Tetanus: a review. Update in Anesthesia. Vol 43 No. 19. [Internet]. 2005 [cited
2013

Oct

20].

Available

from:

http://www.update.anaesthesiologist.org/wp-

content/tetanus-areview.pdf.
7

Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: a review of the literature. Br J
Anaesth.2001;87(3):477-87.

Quasim S. Management of tetanus.World Anaesthesia Tutorial of the Week. Vol 87 No.


3. [Internet]. 2001 [cited 2013 Oct 20]. Available from: http://www.aagbi.
org/sites/default/fi les/17-management-of-tetanus.pdf.

Edlich RF, Hill LC, Mahler CA, Cox MJ, Becker DG, Horowitz JH, et al. Management
and prevention of tetanus. Niger J Paed. 2003;13(3):139-54.

10 Bhatia R, Prabhakar S, Grover VK. Tetanus. Neurol India.2002;50:398-407.


11 Dawn MT, Elisson RT. Tetanus. In: Irwin RS, Rippe JM, editors. Irwin and Rippes
intensive care medicine. 6th ed. Massachusetts: Lippincot Williams & Wilkins.
2008.p.1140-1.
12 Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological aspects
of tropical disease: tetanus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2000;69:292-301.

Hasil Pembelajaran
1. Tetanus
2. Kasus pasien dengan tetanus
3. Menegakkan diagnosis tetanus
4. Tatalaksana tetanus
RANGKUMAN
1. Subjektif :
9

Pasien datang ke RS dengan keluhan seluruh badan terasa kaku yang dirasakan sejak 10
hari SMRS. Keluhan dirasakan tiba tiba tanpa didahului demam ataupun kejang
sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan leher terasa kaku, sulit untuk menunduk maupun
melihat ke kanan dan ke kiri, mulut pasien terasa sulit dibuka sehingga pasien kesulitan
dalam berbicara serta makan. Perut pasien juga terasa keras serta kedua kaki terasa lemah
yang menyebabkan pasien tidak dapat beraktifitas seperti biasa hanya dapat berbaring.
Pasien juga merasakan sering berkeringat banyak dan jantung terasa berdebar. BAK tidak
bisa. Riwayat jatuh terduduk, tertusuk paku, maupun luka yang terjadi sebelum keluhan
muncul disangkal pasien. Gigi berlubang (+). Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya. Keluarga pasien juga tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama seperti
pasien
2. Objektif :
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosis tetanus. Pada kasus
ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : kaku seluruh tubuh, leher sulit digerakkan, mulut sulit dibuka, perut
keras seperti papan, kedua tungkai bawah melemah, berkeringat dan jantung
berdebar, serta tidak bisa BAK dan BAB.

Pemeriksaan fisik : trismus (+), kuduk kaku (+), defans muscular (+), opistotonus
(+), retensio urin et alvi (+).

3. Assesment (penalaran klinis) :


Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien datang ke RS dengan keluhan seluruh badan
terasa kaku yang dirasakan sejak 10 hari SMRS. Keluhan dirasakan tiba tiba tanpa didahului
demam ataupun kejang sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan leher terasa kaku, sulit untuk
menunduk maupun melihat ke kanan dan ke kiri, mulut pasien terasa sulit dibuka sehingga
pasien kesulitan dalam berbicara serta makan. Perut pasien juga terasa keras serta kedua kaki
terasa lemah yang menyebabkan pasien tidak dapat beraktifitas seperti biasa hanya dapat
berbaring. Pasien juga merasakan sering berkeringat banyak dan jantung terasa berdebar. BAB
dan BAK tidak bisa. Riwayat jatuh terduduk, tertusuk paku, maupun luka yang terjadi sebelum
keluhan muncul disangkal pasien. Gigi berlubang (+). Pasien belum pernah mengalami hal
seperti ini sebelumnya. Keluarga pasien juga tidak ada yang pernah mengalami hal yang sama
seperti pasien.
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh
10

Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang kejang otot
rangka1. Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit
ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi,
infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan
berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris2.
Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri bersifat obligat anaerob.
Bakteri ini terdapat di mana-mana, mampu bertahan di berbagai lingkungan ekstrim dalam
periode lama karena sporanya sangat kuat. Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu
jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah
kontaminasi pada abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus;
pada 20% kasus, mungkin tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui
ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau setelah
pembedahan abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi. Jika organisme ini berada pada
lingkungan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan
menghasilkan toksin tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin poten
yang bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit
memiliki efek klinis3,4,5. Tetanolisin menyebabkan lisis dari selsel darah merah2.
Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke susunan saraf
pusat: (1) Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi melalui jaringan
perineural ke susunan saraf pusat, (2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke susunan
saraf pusat. Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya terlibat1.
Pada mekanisme pertama, toksin yang berikatan pada neuromuscular junction lebih
memilih menyebar melalui saraf motorik, selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik dan
otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara retrograd menuju sistem saraf pusat3,5.
Tetanospasmin yang merupakan zincdependent endopeptidase memecah vesicle associated
membrane protein II (VAMP II atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptida tunggal. Molekul
ini penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini mengganggu
transmisi sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan
-amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron menghambat motor neuron alpha juga
terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat refl eks motorik sehingga muncul aktivitas
saraf motorik tak terkendali, mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme
otot yang tiba-tiba dan potensial merusak. Hal ini merupakan karakteristik tetanus. Otot wajah
11

terkena paling awal karena jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena
paling akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang otak. Pada tetanus berat, gagalnya
penghambatan aktivitas otonom menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas simpatis
yang berlebihan dan peningkatan kadar katekolamin. Ikatan neuronal toksin sifatnya
irreversibel, pemulihan membutuhkan tumbuhnya terminal saraf yang baru, sehingga
memanjangkan durasi penyakit ini3,5.
Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari (rata-rata 7 hari). Pada 80-90% penderita,
gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi 5. Selang waktu sejak munculnya gejala pertama
sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode
inkubasi secara signifikan menentukan prognosis. Makin singkat (periode onset <48 jam dan
periode inkubasi <7 hari) menunjukkan makin berat penyakitnya3.
Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan
ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu pada kelompok
otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu yang tampak pada lebih dari 90% kasus saat
masuk rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah
dan faringeal menimbulkan ciri khas risus sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia.
Peningkatan tonus otot otot trunkal mengakibatkan opistotonus. Kelompok otot yang berdekatan
dengan tempat infeksi sering terlibat, menghasilkan penampakan tidak simetris3,5,6,7.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Dalam 2448 jam dari kekakuan otot menjadi
menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan
mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot
masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka
meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otototot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan
gejala kuduk kaku sampai opisthotonus2.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara
spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang
menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi
ekstensi2.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otototot laring
dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine
12

sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih2.


Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang
tinggi sehingga harus hatihati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu
pusat pengatur suhu. Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa
takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan ariunia jantung2.
Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus. Skala yang diusulkan Ablett adalah yang
paling banyak digunakan.
Tabel 1. Severitas Tetanus Berdasarkan Klasifikasi Ablett8

Penegakkan diagnosis
Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan
temuan saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan
menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril.
Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif
berupa refleks muntah. Laporan singkat The American Journal of Tropical Medicine and
Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu)
dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif ). Pemeriksaan darah
dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari luka sangat sulit (hanya 30%
positif), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan konfirmasi1.

4. Planning
13

a)

Diagnostik
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :

- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi


- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah
rutin tidak ditemukan nilainilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat.
Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian
dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya
pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas
normal, walaupun kadangkadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot.
Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya
tidak spesifik.
Pada pemeriksaan darah lengkap yang telah dilakukan pada pasien didapatkan hasil
sebagai berikut :
Parameter
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Gula Darah Sewaktu
Kalium (K)
Chlorida (Cl)
Natrium (Na)
Ureum
Kreatinin

Hasil
14,3 g/dl
42,5 %
20,4 x 103 l
213 x 103 l
4,73 x 103 l
132 mg/dl
3,0 mmol/L
103 mmol/L
131 mmol/L
43 mg/dl
1,2 mg/dl

Nilai Normal
14 18 (pria)
40 50 % (pria)
4 9 (dewasa)
150 350
45
<200
45
97 137
136 144
10 50
1,4

Berdasarkan hasil diatas tampak adanya peningkatan leukosit yang menandakan adanya
infeksi serta penurunan kadar natrium dan kalium.
b) Terapi
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah :
-

Folley catheher

IVFD D5% + diazepam 5 amp 20 gtt/i

Inf. Metronidazole 500 mg / 6jam

Inj. Tetagam 500 IU IM (extra)

Dulcolax supp
14

Ada

tiga

sasaran

penatalaksanaan

tetanus,

yakni:

(1)

membuang

sumber

tetanospasmin; (2) menetralisasi toksin yang tidak terikat; (3) perawatan penunjang (suportif)
sampai tetanospasmin yang berikatan dengan jaringan telah habis dimetabolisme1,7,9,10.
Membuang Sumber Tetanospasmin
Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk mengurangi
muatan bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut3,5,9. Antibiotika diberikan untuk
mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk tujuan pencegahan tetanus secara klinis adalah
minimal. Pada penelitian di Indonesia, metronidazole telah menjadi terapi pilihan di beberapa
pelayanan kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB
dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazole efektif
mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat diberikan
penicillin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika hipersensitif terhadap
penicillin dapat diberi tetracycline 50 mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun).
Penicillin membunuh bentuk vegetatif C. tetani. Sampai saat ini, pemberian penicillin G
100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus
tetanus. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penicillin mungkin berperan sebagai agonis
terhadap tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama (GABA)5,9,11.
Netralisasi toksin yang tidak terikat
Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan.
Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan
intramuskuler dengan dosis total 3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan
diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada konsensus dosis tepat HTIG. Rekomendasi
British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit intravena. Untuk bayi, dosisnya adalah
500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar
luka; hanya dibutuhkan sekali pengobatan karena waktu paruhnya 25-30 hari. Makin cepat
pengobatan diberikan, makin efektif. Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas
terhadap imunoglobulin atau komponen human immunoglobulin sebelumnya; trombositopenia
berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian
intramuskular. Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit
diberikan 50.000 unit intramuskular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian
60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga 1,3,9.
15

Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan
toksoid karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki kekebalan3,5,9.
Pengobatan suportif
Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Pasien tersedasi lebih
sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer dan kecil kemungkinannya mengalami spasme otot 9.
Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Dosis
diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali dengan interval 2-4 jam sesuai
gejala klinis, dosis yang direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral
dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus segera dihentikan dengan diazepam 5 mg per
rektal untuk berat badan <10 kg dan 10 mg per rektal untuk anak dengan berat badan 10 kg,
atau diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti, pemberian
diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai keadaan klinis. Alternatif lain, untuk bayi
(tetanus neonatorum) diberikan dosis awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme
akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40 mg/ kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam
diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Dosis maksimal
adalah 40 mg/kgBB/hari. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai spasme spontan, badan
masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan pernapasan 3,12.
Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate khususnya phenobarbital dan phenotiazine
seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat menguntungkan pasien dengan gangguan
otonom3,5. Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena, dan diazepam dapat
ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap 4-8
jam dengan dosis dari 4-12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa.5,10 Morphine bisa
memiliki efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi benzodiazepine.
Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas simpatis berlebihan
dan katabolisme protein sehingga pemeliharaan nutrisi sangat diperlukan. Nutrisi buruk dan
penurunan berat badan terjadi cepat karena disfagia, gangguan fungsi gastrointestinal dan
peningkatan metabolisme, menurunkan daya tahan tubuh sehingga memperburuk prognosis 5.
Nutrisi parenteral total mengandung glukosa hipertonis dan insulin dalam jumlah cukup untuk
mengendalikan kadar gula darah, dapat menekan katabolisme protein. Formula asam amino
sangat membantu membatasi katabolisme protein 9. Pada hari pertama perlu pemberian cairan
secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat
dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda
dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada
16

risiko aspirasi9.
c) Pendidikan:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya, menjelaskan
faktor resiko dan rencana terapi untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan.
d) Konsultasi:
Terapi selanjutnya dan perawatan di ruangan dikonsultasikan kepada dokter spesialis saraf.

Mengetahui
Pendamping

Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati


NIP. 19771109 200701 2 004

dr. Leni Afriani


NIP. 197808292006042010

17

Anda mungkin juga menyukai

  • CHF
    CHF
    Dokumen12 halaman
    CHF
    Yenny Maharani
    Belum ada peringkat
  • Drug Eruption
    Drug Eruption
    Dokumen15 halaman
    Drug Eruption
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Isk
    Isk
    Dokumen15 halaman
    Isk
    Yenny Maharani
    Belum ada peringkat
  • APPENDISITIS
    APPENDISITIS
    Dokumen22 halaman
    APPENDISITIS
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen17 halaman
    Tetanus
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen17 halaman
    Tetanus
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Tetanus
    Tetanus
    Dokumen17 halaman
    Tetanus
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Kta Pngantar Dftar Isi
    Kta Pngantar Dftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Kta Pngantar Dftar Isi
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen3 halaman
    TUGAS
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Dokumen14 halaman
    Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Dokumen20 halaman
    Bahan Bahasan Cara Membahas: Dewasa
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Lapkas DHF
    Lapkas DHF
    Dokumen25 halaman
    Lapkas DHF
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • GLAUKOMA
    GLAUKOMA
    Dokumen17 halaman
    GLAUKOMA
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Umra
    Umra
    Dokumen6 halaman
    Umra
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Drug Eruption
    Drug Eruption
    Dokumen15 halaman
    Drug Eruption
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • CEPHALGIAaaaaaaa
    CEPHALGIAaaaaaaa
    Dokumen30 halaman
    CEPHALGIAaaaaaaa
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Drug Eruption
    Drug Eruption
    Dokumen15 halaman
    Drug Eruption
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Cedar Virus
    Cedar Virus
    Dokumen3 halaman
    Cedar Virus
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat
  • Myelitis
    Myelitis
    Dokumen19 halaman
    Myelitis
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • CP Ami
    CP Ami
    Dokumen7 halaman
    CP Ami
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Askep Krisis Hipertensi
    Askep Krisis Hipertensi
    Dokumen1 halaman
    Askep Krisis Hipertensi
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • TEMPLATE
    TEMPLATE
    Dokumen10 halaman
    TEMPLATE
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • CP Iskemik
    CP Iskemik
    Dokumen6 halaman
    CP Iskemik
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • GLAUKOMA
    GLAUKOMA
    Dokumen15 halaman
    GLAUKOMA
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • CP Preoperatif
    CP Preoperatif
    Dokumen4 halaman
    CP Preoperatif
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • CP Mci
    CP Mci
    Dokumen6 halaman
    CP Mci
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Temple
    Temple
    Dokumen5 halaman
    Temple
    Fadhilah Siregar
    Belum ada peringkat
  • Kardiomiopati Dilatasi
    Kardiomiopati Dilatasi
    Dokumen6 halaman
    Kardiomiopati Dilatasi
    Mahasti Andrarini
    100% (1)