Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke skunder karena
trauma maupun infeksi.17
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplay oksigen dan glukosa
bagian otak yang mengalami oklusi.18 Munculnya tanda dan gejala fokal atau
global pada stroke disebabkan oleh penurunan darah otak. Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia
pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah diotak tersebut. Stroke
hemoragik dapat berupa perdarahan intracerebral atau perdarahan subraknoid .20
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke
dari 28 rumah sakit diindonesia.19 Survei departemen kesehatan RI pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada usia >45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8% tertinggi 1,66% dinegara aceh
darusalam dan terendah 0,38% di papua.21

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung

dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular 1. Secara umum, stroke
digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak
disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat
(disabilitas, invaliditas).
2.2. Klasifikasi
A Berdasarkan kelainan patologik pada otak :
1

Stroke Hemoragik

Perdarahan intraserebral

Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)

Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)


Yang dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan

proses patologik (kausal).


a. Berdasarkan Manifestasi Klinik1
- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
-

akan menghilang dalam waktu 24 jam.


Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological
Deficit)

Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
-

dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.


Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

b. Berdasarkan Kausal
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan

merupakan indikator penyakit aterosklerosis


Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

B Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya


1

Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala


defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.

Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala


neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.

Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.

Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

Beda klinis stroke infark dan perdarahan


Gejala atau pemeriksaan
Gejala yang mendahului
Beraktivitas/istirahat

Infark otak
TIA (+)
Istirahat, tidur atau segera

Perdarahan intra serebral


TIA (-)
Sering pada waktu aktifitas

Nyeri kepala dan muntah


Penurunan kesadaran

setelah bangun tidur


Jarang
Jarang

Sangat sering dan hebat


Sering

waktu onset
Hipertensi

Sedang, normotensi

Berat, kadang-kadang

Rangsangan meningen
Defisit neurologis fokal

Tidak ada
Sering kelumpuhan dan

sedang
Ada
Defisit neurologik cepat

CT-Scan kepala

gangguan fungsi mental


Terdapat area hipodensitas

terjadi
Massa intrakranial dengan

Angiografi

Dapat dijumpai gambaran

area hiperdensitas
Dapat dijumpai aneurisma,

penyumbatan, penyempitan

AVM, massa intrahemisfer

dan vaskulitis

atau vasospasme

2.3. Faktor Resiko


Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor
resiko stroke non hemoragik, yakni2,3:
1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan
fibrilasi atrium kiri)
5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan


viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko
tinggi megalami stroke non hemoragik2,4.
2.4. Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya
ateroma) dan arteriolosklerosis1,4.
a. Menyempatkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran
darah aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.

Gambar Penyumbatan pembuluh darah 4


Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


a. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah: viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
(polisetemial) yang menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat: anemia
yang berat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistematik memegang peranan tekanan perfusi otak. Perlu
diingat apa yang disebut otoregulasi otak yakni kemampuan intrinsik dari

pembuluh darah otak agar aliran darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan dari tekanan perfusi otak.
Batas normal otoregulasi antara 50-150 mmHg. Pada penderita
hipertensi otoregulasi otak bergeser ke kanan.
d. Kelainan jantung
1)

Menyebabkan menurunnya curah jantung a.l. fibrilasi, blok jantung.

2)

Lepasnya embolus menimbulkan iskemia di otak

2.5. Gejala Stroke Non Hemoragik


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah 5

Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna


Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)

bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)

dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.


Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.

Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol


Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
Meningkatnya refleks tendon
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria)

Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara


lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya

ingat terhadap lingkungan (disorientasi).


Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapangan pandang

pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).


Gangguan pendengaran
Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontralateral
Ketidakmampuan membaca (aleksia)
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
Gejala akibat ganggua fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya

disebut Global alexia.


Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan

otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka

setelah terjadinya kerusakan otak.


Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah
tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan

gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan


tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat
dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita
-

tidak boleh melihat jarinya).


Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan

melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.


Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang

menyebabkan terjadinya gangguan bicara.


Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa

di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah
kemampuan.
2.6.

Diagnosis Stroke Non Hemoragik

Diagnosis didasarkan atas hasil6


A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase
akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila
scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat
membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah
rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu
gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).

Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat penting
dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan
pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik yang
dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah
terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk
itu beberapa peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke
dengan menggunakan tabel dengan sistem skor.

Skor Siriraj
A. DERAJAT KESADARAN
Koma : 2
Apatis : 1
Sadar : 0
B. MUNTAH
(+) : 1
(-) : 0
C. SAKIT KEPALA
(+) : 1
(-) : 0

D. TANDA TANDA ATEROMA


1. Angina Pectoris
(+) : 1
(-) : 0
2. Claudicatio Intermitten
(+) : 1
(-) : 0
3. DM
(+) : 1
(-) : 0

SSS = (2,5 X KESADARAN) + (2 X MUNTAH ) + (2 X SAKIT KEPALA) + (0,1 X TD. DIASTOLE) (3 X


ATEROMA) 12

JIKA HASILNYA :
0
: Lihat hasil CT Scan
- 1 : Infark / Ischemik

1 : Hemorrhagic

2.7.

Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit
setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik 4,7.
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic. Pemberian nutria per oral jika fungsi
menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan
melalui selang nasogastrik.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis.
Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang
mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan
hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula
darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula
darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula
darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi
terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
10

Kadar glukosa darah > 150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv sampaoi kembali
normal dan di cari penyebabnya 8,9,10,11.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut
tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat8,9,10,11.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP)
dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh
karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat
turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik.
Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika
pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg
dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau pasien direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke
non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220
mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya
gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa
adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara
120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV
selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau
diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai

11

alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi


hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir
dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump.
Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15
persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih
185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan.
Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang
dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga
dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah
tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat diberikan 8,9,10,11.
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka
dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat
diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika
diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg
dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine
infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen

12

menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai


neuroprotektor 8,9,10,11.
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat8,9,10,11.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan8,9,10,11.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA
ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada
tahun 1996.
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam

13

setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi


secara

keseluruhan

hasil

dari

penelitian

ini

dinyatakan

kurang

menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat
dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas.
Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara
objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian

dari The

Multicenter

Acute

Stroke

Trial-Europe

Study

Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam


waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan12.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut 12.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat
urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10

14

mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal13.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal
terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat
dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi
ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.
Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit)13.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan

ini

menimbulkan

gangguan

pada

aliran

darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi


yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi

viskositas

darah.Pentoxyfilline diberikan

dalam

dosis

16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah


onset12.

15

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius13.
2.8.

Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang14.
1.

Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi

meskipun agak jarang (10-20%)


2.
Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan
terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam
situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke
iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke
iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik
tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki
kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-

3.

stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
2.9.

Prognosis

16

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting


adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke.8,15,16

BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke skunder karena
trauma maupun infeksi. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba
dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplay
oksigen dan glukosa bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan
gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan darah otak. Oklusi
dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia
sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah diotak
tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intracerebral atau perdarahan
subraknoid.
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan
pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik yang
dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah
terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk
itu beberapa peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke
dengan menggunakan tabel Siriraj stroke score.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007.
Hal: 81-115.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 Maret 31 available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
4. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 2 available
from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
5. Sudoyo, Aru W,.et al../editor. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV.

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedok. teran Universitas Indonesia: Jakarta.


6. Setyopranoto, I. 2011. Clinical Updates 2011. Manajemen Terkini Stroke
Akut. Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta.
7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 4 available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
8. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 4 available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
10. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar
ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
18

11. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of
Edinburgh, Edinburgh, UK.
12. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
13. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan
prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. Hal: 53-73.
14. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 4 available
from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup
15. Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 4 available
from: http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html
16. Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2013 April 4 available
from:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.html
17. WHO.MONICA. Manual Version 1:1. 1986
18. Hecke W, Kaste M, Bogousslavsky J. Brainin M, Chammorro A, Lees k et al.
Ischemic stroke Prophylaxsis

and treatment European stroke initiative

Rekomendation 2003.
19. Misbach J. Clinical pattern of hospitalized strokes in 28 hospital in indonesia.
Med J indonesia 2000;9:29-34.
20. Bruto A, kaelin DL, yilmas EY. The subacute stroke patient : hour 6 to 72
after stroke onset. In cohen SN. Management of iscemic stroke. McGrawHill.2000.pp.53-87.
21. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia. Departemen Kesehatan
republik Indonesia.2007.

19

Anda mungkin juga menyukai