Anda di halaman 1dari 16

MASYARAKATMADANI

MAKALAH
DisusundalamrangkamemenuhitugasmatakuliahAgamadanEtikaIslamTahun
2016/2017
Oleh
Abdul Aziz / 11215002
Afriansyah Danu Permana / 11415001
Ghassani Muzakki S. H. / 11215018
Irfan Imad / 11415013
Mohamad Khairul Lisan Sidqi / 11215020
M. Farid Mahfuzh Abrar / 11215041
Ragil Anas Islamudin / 11215010
Sholahuddin Izza Falih / 11415052

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menampilkan dedikasi yang tinggi terhadap seluruh kebijakan
lingkungan dan berpartisipasi aktif untuk meningkatkan kualitas diri adalah
sesuatu yang diharapkan negara terhadap masyarakatnya. Sikap-sikap
tersebut mengarahkan perwujudan masyarakat madani, yang dipandangpandang sebagai masyarakat yang ideal bagi keberlangsungan roda
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.Masayarakat madani secara
harafiah berarti masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani dan
memaknai kehidupannya. kata madani berasal dari kosa kata bahasa inggris
yang artinya civil atau civiled (beradab). Namun, untuk pertama kali istilah
Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana
menteri Malaysia. Menurutnya, masyarakat madani merupakan sistem sosial
yang subur bedasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan indvidu dengan kestabilan masyarakat . Dawam Rahardjo
mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban
yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Harapan membentuk
masyarakat madani tidak bisa dibayangkan saja, namun perlu dilakukannya
suatu kerja nyata yang berlandaskan asas-asas pancasila sebagai pedoman
(dalam negara kita). Oleh karena itu, harus diketahui terlbih dahulu unsurunsur penyusun masyarakat madani dan salah satu unsur di dalam ruang
masyarakat madani akan menyinggung masalah moral dan nilai-nilai yang
tertata dalam masyarakat dan secara tidak langsung berhubungan dengan
moral agama yang berkembang didalamnya. Salah satu sila yang terdapat
dalam pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa, dan sila tersebut
menaungi sila-sila berikutnya, sehingga makna sila tersebut menunjukkan
bahwa agama sangat berpengaruh terhadap pembentukan moral maupun
aspek-aspek kenegaraan di dalam masyarakat terutama masyarakat
Indonesia. Untuk mengetahui, seberapa jauh agama terutama agama islam
sebagai mayoritas agama di dunia memberikan dampak terhadap
pembentukan moral sehingga membentuk masyarakat madani khususnya di
Indonesia, akan dikaji lebih jauh di dalam Bab 2 Pembahasan dari makalah
ini.

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan adanya makalah ini yakni;

Menjelaskan masyarakat madani dan tahapan-tahapan


pembentukannya.
Meceritakan sejarah pembentukan dan perkembangan masyarakat
madani
Memberikan pengetahuan unsur-unsur yang harus ada untuk
membentuk masyarakat madani.
Mengklarifikasikan seberapa jauh agama islam untuk membentuk
moral sebagai unsur pembentuk masyarakat madani.
Memaparkan kiat-kiat untuk membentuk masyarakat madani guna
membentuk negara yang lebih baik.
Membahas pembentukan masyarakat madani untuk negara lain.

1.3 Manfaat Makalah


Adanya makalah ini, memberikan beberapa manfaat terhadap
pembacanya yaitu;

Memberikan maksud masyarakat madani dan unsur-unsur


pembentuknya secara kongkrit dan jelas.
Mengetahui tahapan-tahapan pembentukan masyarakat madani
secara detail dan menjabar.
Memberikan suatu klarifikasi secara jelas mengenai seberapa jauh
agama islam membentuk moral dalam pembentukan masyarakat
madani.
Terdapat contoh-contoh bentuk tahapan-tahapan masyarakat
madani dari berbagai negara khususnya negara islam.
Mengetahui secara benar mengenai sejarah dan perkembangan
masyarakat madani.

1.4 Rumusan Masalah


Bagaimana agama islam membentuk moral moral masyarakat
sebagai dasar untuk menata masyarakat madani?
1.5 Metode Pengambilan Data

Untuk bisa memaparkan dengan jelas dan kompleks materi masyarakat


madani dilakukan studi pustaka dan literatur sebagai acuan utama
pengambilan data

BAB II
MASYARAKAT MADANI

2.1 Konsep dan Sejarah Masyarakat Madani


Dalam sejarahnya, istilah Masyarakat Madani, atau Civil Society,
mengalami beberapa pergeseran makna setelah melalui berbagai dinamika
pemikiran dan faktor-faktor lingkup tempat konesp civil society diterapkan.
Sejauh ini telah ada lima model pemaknaan (Karni, 1999:21), yakni:

1.

Tahap Pertama
Thomas Hobbes, John Locke, Cicero dan Aristoteles memahami
konsep masyarakat madani sebagai tahap lanjutan evolusi
natural dari masyarakat. Menurut Locke, kemunculan
masyarakat madani ditujukan untuk melindungi kebebasan dan
hak milik warga negara.

2.

Tahap Kedua
Adam Ferguson (1767) memaknai masyarakat madani sebagai
visi etis dalam kehidupan bermasyarakat demi memelihara
tanggung jawab sosial yang bercirikan solidaritas sosial, moral
serta sikap saling menyayangi antar warga secara natural.
Secara garis besarnya, masyarakat madani dipahami sebagai
kebalikan dari masyarakat primitif atau barbar.

3.

Tahap Ketiga
Thomas Paine (1792) memaknai masyarakat madani sebagai
pertentangan atau kebalikan dari negara. Masyarakat madani
lah yang mengontrol negara demi keperluannya

4.

Tahap Keempat
George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) mengembangkan
pemaknaan masyarakat madani sebagai wujud yang cenderung
melumpuhkan diri sendiri. Maka dari itu diperlukan supervisi
hukum, administrasi dan politik dari negara. Dikatakan juga
bahwa masyarakat madani modern dalam realitanya tidak

mampu mengatasi permasalahannya sendiri, serta tidak mampu


mempertahankan keberandaannya
Karl Marx (1818-1883) berbeda pendapat, menurutnya
masyarakat madani lebih pada basis material dan dapat
dipahami dari sisi produksi kapitalis. Menurutnya,
masyarakat madani adalah masyarakat borjuis, sehingga
keberadaannya perlu dilenyapkan karena mereka menjadi
kendala dalam mewujudkan masyarakat tanpa kelas.
Antonio Gramsci (1937) memahami masyarakat madani lebih
dari sisi ideologis, dan menempatkannya berdampindan dengan
negara yang disebut sebagai political society. Menurutnya,
negara akan terserap dalam masyarakat madani sehingga akan
terbentuk sebuah masyarakat teratur yang disebut regulated
society.
5.

Tahap Kelima
Alexis De Tocqueville memaknai masyarakat madani sebagai
wujud penyeimbang kekuatan negara. Menurutnya, masyarakat
madani memiliki sifat otonom dan kapasitas politik yang cukup
tinggi sehingga mampu untuk menjadi penyeimbang untuk
menahan kecenderungan intervensi negara.

Sampai saat ini pemahaman para intelektual tentang konsep civil


society masih berbeda-beda, tergantung perspektif mana yang diikuti. Yang
menggunakan pendekatan Hegelian, lebih menekankan pentingnya kelas
menengah dan pemberdayaannya, khususnya bagi sektor ekonomi dan bagi
pembangunan civil society yang kuat. Pendekatan Gramscian diterapkan
untuk menghadapi hegemoni ideologi negara. Dan pendekatan Tocquevellian
menekankan pada penguatan organisasi-organisasi independen dalam
masyarakat dan pencangkokan civic culture untuk membangun jiwa
demokrasi (Hikam, Paramadina,Vol 1 No 2,1999:40).
Perkembangan masyarakat madani di indonesia diawali dengan kasus
pelanggaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat, berserikat dan
kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum kemudian dilanjutkan
dengan munculnya berbagai lembaga non pemerintah yang mempunyai
kekuatan dan bagian social control. Sejak zaman orde lama dengan rezim
demokrasi terpimpinnya Soekarno, sudah terjadi manipulasi peran serta
masyarakat untuk kepentingan politis dan terhegomoni sebagai alat legitimasi
politik. Sampai pada masa orde baru pengekangan demokrasi dan
penindasan hak asasi manusia tersebut seakan menjadi tontonan gratis yang

bisa dinikmati oleh siapa pun bahkan untuk segala usia (Tim ICCE UIN,
2003:257).
Masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde
Baru karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan
birokratisasi di hampir seluruh aspek kehidupan, terutama terbentuknya
organisasi-organisasi kemasyarakatan dan profesi dalam wadah tunggal,
seperti MUI, KNPI, PWI, SPSI, HKTI, dan sebagainya. Organisasi-organisasi
tersebut tidak memiliki kemandirian dalam pemilihan pemimpin maupun
penyusunan program-programnya, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan
kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan.
Kebijakan ini juga berlaku terhadap masyarakat politik (political
societies), sehingga partai-partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol
terhadap pemerintah dan tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan
aspirasi rakyat. Hanya beberapa organisasi keagamaan yang memiliki basis
sosial besar yang agak memiliki kemandirian dan kekuatan dalam
mempresentasikan diri sebagai unsur dari masyarakat madani, seperti
Nahdlatul Ulama (NU) yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid dan
Muhammadiyah dengan motor Prof. Dr. Amien Rais. Pemerintah sulit untuk
melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan organisasi keagamaan
tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam pemahaman ajaran Islam.
Penegakan masyarakat madani di indonesia dapat mencapai hasil
optimal apabila dilakukan dengan menerapkan strategi pemberdayaan yang
tepat. Menurut Dewan sebagai mana dikutip Tim ICCE UIN (2003:257), ada
tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam
memberdayakan masyarakat madani di indonesia.
a. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi
penganut paham ini
pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan
konflik,
dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang
diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan,
karena
pembangunan lebih-lebih yang terbuka terhadap
perekonomian global
membutuhkan resiko politik yang minim.
Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan
dari demokrasi.
b. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik
demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun
demokrasi tidak usah
menunggu
rampungnya
tahap

pembangunan ekonomi. Sejak awal dan


bersama-sama
diperlukan proses demokratisasi yang pada esensinya adalah
memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini
diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani
yang mampu
mengontrol terhadap negara.
c. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai
basis yang kuat ke arah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat
kekecewaan terhadap
realisasi dari strategi pertama dan kedua.
Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan
penyadaran politik, terutama pada golongan
menengah yang makin
luas.
Daftar Pustaka
Karni, Asrori S. 1999. Civil Society & Ummah, Jakarta: Logos.
Hikam, Muhammad A.S. 1999. Wacana Intelektual Tentang Civil Society di
Indonesia. Jurnal Paramadina, 1(2) tahun 1999.
Asharai, Kholil Ahmad. 2010. Perkembangan Masayrakat Madani di
Indonesia.
[Online]
http://akholilashari.blogspot.co.id/2011/04/perkembangan-masyarakatmadani-di.html diakses pada tanggal 12 September 2016.

2.2 Pengertian Masyarakat Madani


A. Pengertian Menurut Ahli
Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani adalah suatu sistem
sosial subur yang berdasar pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan
antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Inisiatif dari masyarakat dan individu berupa pemikiran, seni, pelaksanaan
pemerintahan yang didasarkan pada UU dan bukan nafsu atau keinginan
pribadi. Menurut Anwar, masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang khas:
1. Terhadap kemajemukan budaya
2. Terhadap hubungan timbal balik
3. Terhadap sikap saling memahami dan menghargai
Anwar juga mengatakan bahwa karakter dari masyarakat madani merupakan
petunjuk, atau guiding ideas dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari
masyarakat madani; moral, keadilan, kesamaan, musyawarah, demokrasi.
Menurut Dewam Rahardjo, masyarakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama.
Menurutnya, di dalam masyarakat madani warga negara bekerja sama dalam

membangun ikatan atau hubungan sosial, jaringan produktif dan solidaritas


kemanusiaan yang bersifat nonnegara. Rahardjo juga menjelaskan bahwa
dasar utama dari masyarakat madani ialah persatuan dan integrasi sosial
yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, penghindaran diri dari konflik
dan permusuhan yang dapat menyebabkan perpecahan dan memilih hidup
dalam suatu persaudaraan.
Pendapat lain dari seorang cendikiawan muslim Indonesia, Azyumardi,
mengemukakan bahwa masyarakat madani adalah lebih dari sekedar
gerakan pro demokrasi, karena ia juga mengacu pada pembentukan
masyarakat dengan kualitas dan tamaduh. Sedangkan cendikiawan muslim
lainnya, Nurcholish Madjid, mengartikan masyarakat madani dari asal kata
civillity yang berarti toleransi, sehingga menurutnya masyarakat madani
adalah kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam
pandangan politik dan tingkah laku sosial.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, dimana masyarakat
tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat madani adalah sebuah
masyarakat demokratis dimana anggota-anggotanya menyadari akan
kewajiban dan hak nya dalam menyuarakan pendapat, serta mewujudkan
kepentingan-kepentingannya. Dalam masyarakat madani, pemerintah
memberikan peluang kepada warga negara untuk berkreatifitas. Akan tetapi,
konsep masyarakat madani merupakan konsep cair yang dibentuk dari
proses sejarah dan perjuangan panjang yang terus menerus.
http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-masyarakat-madanimenurut-pakar.html
B. Pengertian Menurut Islam
Terdapat kata kunci dari masyarakan madani yang dapat
menghampirkan kita pada konsep masyarakat madani, yakni kata "ummah"
dan "madinah". Dua kata kunci ini memiliki eksistensi kualitatif, dan inilah
yang menjadi nilai-nilai dasar dari konsep terbentuknya masyarakat madani.
Kata "ummah" dalam bahasa arab menunjukan pengertian komunitas
keagamaan tertentu, yakni komunitas dengan keyakinan agama yang sama.
Al-Quran menyaratkan bahwa "ummah" menunjukan suatu komunitas yang
mempunyai basis solidaritas tertentu atas dasar komitmen agama, etnis, dan
moralitas.
Dalam perspektif sejarah, "ummah" yang dibangun oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah dimaksudkan untuk membina solidaritas di
kalangan para pemeluk Islam (Kaum Muhajirin dan Kaum Ansahar). Khusus

bagi kaum muhajirin, konsep "ummah" merupakan sistem alternatif sebagai


pengganti dari sistem sosial tradisional. Sistem kekabilahan dan kesukuan
yang mereka tinggalkan lantaran memeluk Islam.
Hal tersebut menunjukan bahwa konsep "ummah" mengandung
konotasi sosial ketimbang politik. Istilah-istilah yang sering dipahami sebagai
cita-cita sosial Islam dan memiliki konotasi politik adalah "Khalifah", "Dawlah"
dan "Hukumah", bukan "Ummah" (masyarakat).
Al-Quran menyebutkan kata "ummah" sebanyak 45 kali, baik dalam
bentuk tunggal maupun jamak. Penyebutan dalam Al-Quran serta hadits
cenderung kepada masyarakat madani. Sebagai masyarakat madani, konsep
umat Islam ditegaskan atas dasar solidaritas keagamaan dan merupakan
wujud hasil dari keprihatinan moral terhadap eksistensi dan kelestarian
masyarakat yang berorientasi kepada nilai-nilai Islam.
Madinah, satu kata kunci lainnya yang berhubungan erat dengan
pembangunan masyarakat madani. Jika konsep ummah merupakan
perangkat lunak dari cita-cita sosial islam (masyarakat madani), maka konsep
"madinah" merupakan perangkat kerasnya. Madinah yang berarti kota,
memilikii akar kata yang sama dengan kata "tamaddun" yang berarti
peradaban. Maka madinah merupakan lambang peradaban yang kosmopolit
atau tidak memandang asal individu.
Dengan mengambil pengertian dari "masyarakat" dan "madani" diatas,
maka "masyarakat madani" dalam pandangan Islam dapat diartikan sebagai
sekumpulan manusia dalam suatu wilayah yang hidup secara ideal dan taat
pada aturan-aturan hukum, serta tatanan kemasyarakatan yang telah
ditetapkan. Dalam konsep umum, masyarakat madani sering disebut sebagai
al-mujtama' al madani yang pengertiannya selalu mengacu pada "pola hidup
masyarakat yang berkeadilan dan beradab".
Dalam istilah Al-Quran, kehidupan masyarakat madani dikontekskan
sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafir, yang diartikan sebagai negeri
yang baik dalam kerihaan Allah. Istilah tersebut sejalan dengan makna
masyarakat yang ideal, dimana masyarakat tersebut berada dalam ampunan
dan keridhaan-Nya. "Masyarakat ideal" inilah yang diartikan sebagai
"Masyarakat Madani" dalam Islam.

2.3 Ciri-ciri Masyarakat Madani


1. Menjunjung tinggi nilai
Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang ditopang dengan iman, ilmu, dan tekhnologi.
Itu artinya masyarakat madani hidup berdasarkan aturan-aturan yang berlaku, seperti nilai,
norma, dan hukum. Ketaatan tersebut dilandaskan pada ilmu dan tekhnologi yang telah
dipelajari dan dikembangkannya beserta kekuatan iman atau keyakinannya kepada Sang
Maha Pencipta.
2. Memiliki perabadan yang tinggi
Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan atau iman kepada Sang Maha Pencipta,
masyarakat madani telah membuktikan bahwa mereka merupakan manusia yang memiliki
peradaban, yaitu beradab atau bertata krama. Selain bertata krama terhadap Tuhan, tentunya
juga bertata krama pada sesama manusia.
3. Mengedepankan kesederajatan dan transparansi.
Ciri masyarakat madani dalam hal ini adalah mereka menganggap bahwa status mereka
sama, baik pria atau perempuan. Transparansi atau keterbukaan berarti mereka menjalankan
hidupnya harus dengan sikap jujur dan tidak perlu ada hal-hal yang harus ditutupi sehingga
menumbuhkan rasa saling percaya antar satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
masyarakat madani terdapat nuansa demokrasi, di mana demokratisasi dapat diwujudkan
dengan adanya fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers yang bebas, supremasi
atau kekuasaan tertinggi dalam hukum, partai politik, perguruan tinggi, dan toleransi.
Hal ini dikarenakan dalam masyarakat sosial memiliki kaitan dengan wacana kritik rasional
masyarakat yang secara eskplisit atau jelas mensyarakat munculnya demokrasi. Sedemikian
sehingga masyarakat madani hanya bisa dijamin di negara yang menganut sistem demokrasi,
seperti Indonesia. Demikianlah pendapat yang disampaikan oleh Neera Candoke. Toleransi
sebagaimana telah disinggung dalam poin keempat di atas, memiliki artian bahwa kesedian
individu atau perseorangan untuk menerima pandangan, pendapat serta sikap yang berbeda
mengenai politik dan sosial. Toleransi yang demikian juga merupakan sikap yang
dikembangkan dalam masyarakat madani sebagai bentuk dari rasa saling menghargai dan
menghormati antar sesama, baik perorangan maupun kelompok terkait pendapat dan sikap
yang berbeda-beda.
4. Ruang publik yang bebas
Ruang public yang bebas atau dikenal dengan istilah free public sphere merupakan wilayah
yang memungkinkan masyarakat sebagai warga negara untuk memiliki hak dan kewajiban
warga negara melalui akses penuh terhadap kegiatan politik, menyampaikan pendapat
dengan status orang yang merdeka (yang berarti bebas), berserikat atau bekerjasama,

berkumpul serta mempublikasikan pendapat dan informasi kepada publik atau masyarakat
luas.

5. Supremasi hukum
Supremasi hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam hukum
memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya keadilan yang bisa dicapai bila
menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Tentu keadilan
tersebut akan tercipta apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam artian tidak adanya
pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama hukum.
6. Keadilan sosial
Keadilan sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan pembagian yang
proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar warga dan negara yang meliputi
seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang warga negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap negaranya. Begitupula pula sebuah negara juga memiliki hak dan kewajiban atas
warganya. Yang mana hak dan kewajiban tersebut memiliki porsi atau ukuran yang sama
sehingga berimbang. Plural atau keberagaman pasti akan terjadi dalam kalangan masyarakat
terlebih dalam suatu negara yang merupakan kesatuan atau kumpulan dari berbagai
kelompok masyarakat, terlepas dari masyarakat asli maupun pendatang yang menutuskan
untuk tinggal di dalamnya.
Sedemikian sehingga yang dimaksud dengan pluralisme adalah sebuah sikap menerima dan
mengakui fakta serta tulus bahwa masyarakat itu bersifat majemuk atau beragam dan dapat
menjadi penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Mulai dari kebiasaan,
nilai norma, dan kebudayaannya, seperti contohnya Negara kita sendiri, yaitu Indonesia.
Banyak sekali keragaman masyarakat, mulai dari bahasa, suku, agama, etnis, dan
budayanya. Sebagai masyarakat madani, tentunya sikap tersebut, yaitu pluralisme harus
dimiliki dan dijaga serta berkeyakinan bahwa keberagaman itu bernilai positif yang
dirahmatkan oleh Sang Maha Pencipta.
7. Partisipasi sosial
Berpatisipasi dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan
dan kerjasama antar individu maupun kelompok untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
Partisipasi sosial yang bersih tanpa rekayasa merupakan awal yang baik untuk menciptakan
masyarakat madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat nuansa yang memungkinkan
otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan baik. Artinya dalam masyarakat madani
harus seimbang antara hak dan kewajibannya sesama individu. Sedemikian sehingga tercipta
keadilan sosial atau social justice sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada poin
kedelapan.

Ciri ciri Khusus

Sebagai tambahan, beberapa tokoh juga berpendapat tentang pengertian masyarakat


madani, antara lain:

Syamsudin Haris mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu lingkup


interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang tersusun dari
lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan
kemasyarakatan, dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi antar warga masyarakat serta
pengaruh globalisasi.

Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa masyarakat madani adalah wilayahwilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma
dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

Ryaas Rasyid mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu gagasan


masyarakat yang mandiri, yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari
kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta lembaga-lembaga
yang saling berhadapan dengan negara.
Adapun ciri-ciri khusus dari masyarakat madani di Indonesia sebagaimana disampaikan oleh
Prof. Dr. M. A. S. Hikan, diantaranya:
1. Kesukarelaan (voluntary) Kesukarelaan atau kemauan sendiri merupakan suatu sikap
yang dimiliki warga negara Indonesia dalam melakukan atau patuh akan sesuatu meski tidak
ada peraturan yang mewajibkannya untuk melakukan maupun mematuhinya. Contohnya
adalah mematuhi dan menghormati norma-norma masyarakat yang ada dalam suatu wilayah,
padahal norma-norma tersebut tidaklah tertulis dan tidak ada pula tuntutan untuk
mematuhinya. Namun masyarakat Indonesia tetap saja menjaga dan melestarikannya
sebagai sebuah tradisi dan peninggalan nenek moyang mereka.
2. Kemandirian yang tinggi terhadap Negara Kemandirian di sini adalah sikap yang tidak
terlalu bergantung diri kepada negara. Namun bukan berarti juga bahwa mengabaikan negara
karena kemandirian tersebut. Artinya tidak mencanpuradukkan antara masalah negara dan
bukan masalah negara (pribadi atau kelompok).
3. Keswasembadaan (self-generating) Swasembada artinya sebuah usaha untuk bisa
mencukupi kebutuhan sendiri. Sedemikian sehingga keswasembadaan merupakan hal-hal
terkait usaha untuk bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Dalam artian masyarakat madani di
Indonesia memiliki ciri dan cara tersendiri mengenai usaha yang akan dilakukan untuk bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri.
4. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama Dalam hal ini berarti
masyarakat madani di Indonesia dalam menjalani aktivitas kehidupannya berlandaskan pada
nilai-nilai hukum yang telah disepakati bersama melalui para wakil-wakil masyarakat yang
duduk di tampuk pemerintahan. Terlebih lagi Indonesia memang merupakan salah satu
negara yang menganut paham negara hukum di dunia dalam menjalankan roda
pemerintahan sebagai suatu negara.

Referensi :
http://guruppkn.com/ciri-ciri-masyarakat-madani

2.4 Mewujudkan masyarakat Madani dengan Islam


Terciptanya masyarakat yang menjunjung tinggi adab dan nilai-nilai
kemanusiaan merupakan cita-cita semua bangsa. Agar cita-cita tersebut
dapat tercapai, tentunya diperlukan kerja keras dari setiap komponen
masyarakat. Dalam mewujudkan masyarakat madani tersebut, ada beberapa
tantangan yang perlu dihadapi, antara lain:
1.
2.
3.
4.

Masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap aturan


hukum
Perilaku korupsi masih tumbuh subur di Indonesia.
Kualitas sumber daya manusia masih yang masih
tergolong rendah.
Masih banyaknya masyarakat yang apatis terhadap isu-isu
yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.

1
Langkah yang dapat ditempuh oleh umat islam dalam mewujudkan
masyarakat madani antara lain melalui pendidikan, pemberantasan korupsi,
penyadaran akan hukum, dan penyadaran politik.
2
1. Konsep Pendidikan Islam dalam Membangun Masyarakat Madani.
Konsep pendidikan adalah sebuah pemikiran yang akan menjadi dasar
pengaplikasian kegiatan pendidikan atau model desain suatu lembaga
pendidikan (Purtanto,1994:30). Sebagai konsep pendidikan Islam yang telah
ditawarkan oleh hasyim Amir yang dikutip oleh A.Malik Fajar,untuk
menghadapi perubahan pendidikan dalam masyarakat madani adalah
pendidikan yang idealistik yaitu suatu konsep pendidikan yang integralistik,
1 hp://www.sayanda.com/masyarakat-madani/ (12-09-2016)
2 hps://www.academia.edu/9824709/Masyarakat_Madani (11-09-2
humanistik, pragmatik yang berdasarkan pada budaya yang kuat.
(Mastuhu,1999:132)
3
a. Konsep Pendidikan Integralistik
Yaitu pendidikan yag diorientasikan pada komponen kehidupan
meliputi orientasi Robbaniyyah (ketuhanan), insaniyya (kemanusiaan) dan
alamiyah. Sebagai sesuatu yag integralistik bagi perwujudan kehidupan
yang baik serta pendidikan yang menganggap manusia sebagai pribadi
jasmani, rohani, intelektual, perasaan, dan individu sosial yang akan

menghasilkn manusia yang memiliki integritas yang tinggi.


b. Konsep Pendidikan Humanistik.
Pendidikan yagn berorientasi dengan memandang manusia sebagai
manusia yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya, manusia makhluk
hidup yang harus mampu melangsungkan dan mempertahankan hidupnya.
Posisi pendidikan dapat menghasilkan manusia yang manusiawi,
mengembangkan damn membentuk manusia yang berfikir, berasa dan
berkemauan untuk bertindak sesuai dengan nilai luhur kemanusiaan.
c. Konsep Pendidikan Pragmatik
Pendidikan yang memandang manusia sebagai makhluk hidup yang
selalu membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan dan mengembangkan
hidupnya baik bersifat maupun rohani. Dengan demikian, model
pendidikan ini diharapkan dapat mencetak manusia pragmatik yang sadar
akan kebutuhan hidupnya dan peka terhadap masalah sosial kemanusiaan.
d. Pendidikan yang Berakar dari Budaya
Yaitu pendidikan yang tidak meninggalkan akar sejarah baik secara
kemanusiaan umumnya maupun sejarah kebudayaan suatu bangsa.
Pendidikan ini diharapkan dapat membentuk manusia yang mempunyai
kepribadian, harga diri dan percaya pada diri sendiri untuk membangun
peradaban berdasarkan budaya.
3 hp://documentslide.com/documents/aan55cf8d045503462b139152c0.html
(11-09-2016)

Pemberantasan korupsi
Menurut Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA, korupsi dapat dicegah dan
diselesaikan dengan beberapa cara
4
:
a. Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama & Meluruskan Pemahaman
Keagamaan
b. Mengubah sistem menjadi lebih baik
c. Meningkatkan mental individu
d. Meningkatkan penghasilan
e. Penegakan hukum yang lebih tegas
f. Menumbuhkan malu dan bersalah
g. Menanamkan kejujuran sejak kecil
h. Menanamkan sifat kerja keras
3. Penyadaran akan hukum
Kesadaran hukum secara sempit adalah apa yang diketahui orang
tentang apa yang demi hukum harus dilakukan, harus tidak dilakukan dan
tidak harus dilakukan. Pengertian secara luas yakni meliputi tidak hanya
fenomena sudah menjadi tahu, akan tetapi juga lebih lanjut mejadi sudah
berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum.

(Suparman : 156)
Peningkatan kesadaran hukum dapat melalui jalur pendidikan formal
dan non formal (penyuluhan). Melalui pendidikan formal dimulai sejak
pendidikan TK. Pada tahap TK diajarkan untuk mulai menghafal poin-poin
penting hukum, terutama pada bagian moral terhadap teman-temannya, guru,
dan orang tua serta pematuhan terhadap tata tertib di sekolah. Yang paling
penting bahwa mereka diberi tau bahwa aturan tersebut tidak boleh dilanggar,
apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi.
Kemudian untuk tahap selanjutnya seperti SD,SMP, dan SMA,
ditanamkan secara intesif mulai dari hak dan kewajiban, ideologi negara,
undang-undang dasar negara, dan bagaimana cara memperoleh
perlindungan
hukum. Lalu untuk tingkat universitas lebih baik di masukkan mata kuliah
pengenalan hukum sesuai dengan kebutuhan jurusan masing-masing.
5
4 hp://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=ar-kel&id=327
5 Kuncorowa-, Puji Wulandari, 2009, Menurunnya Tingkat Kesadaran Hukum
Masyarakat di
Indonesia, Yogyakarta : Jurnal Civics
Peningkatan kesadaran hukum nonformal melalui rangkaian
penyuluhan undang-undang atau peraturan pemerintah baru di tingkat desa,
kabupaten/kota, dan seterusnya secara berkesinambungan. Selain itu peran
keluarga dalam pembiasaan akan pentingnya hukum juga sangat besar.
Pembiasaan tersebut misalnya adanya jadwal piket keluarga, jadwal mengaji
dan membaca hadist bersama.
4. Penyadaran politik
Penyadaran politik yang utama dimulai dari keluarga. Seperti memberikan
kesempatan untuk mengeluarkan ide dan pendapat ketika berkumpul
bersama
keluarga. Kemudian dapat juga disisipkan bersamaan dengan pendidikan
formal, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan tingkat universitas.
Pada tingkat SD dimulai dengan melatih untuk berani mengangkat tangan
untuk menjawab pertanyaan guru. Untuk tingkat SD penyadaran politik
ditambahkan dengan peran dalam pembentukan perangkat kelas dan dalam
bekerja kelompok. Sementara pada tingkat SMP dan SMA mulai dikenalkan
dengan adanya rapat dan forum yang memerlukan pendapat tiap anggota
forum tersebut, serta pembekalan untuk berani mengemukakan pendapat di
muka umum. Selanjutnya pada tingkat universitas dihadapkan pada pengikutsertaan dalam pembuatan kebijakan kabinet kampus, pada pemilihan umum
ketua BEM, dan sebagainya.
Untuk pendidikan non formal penyadaran politik dapat diasah dengan
mengikuti rapat desa dan karang taruna, penyelenggaraan event lomba di
tingkat dusun dan desa, hingga ikut serta dalam pemilihan umum NKRI.

Anda mungkin juga menyukai