MAKALAH
DisusundalamrangkamemenuhitugasmatakuliahAgamadanEtikaIslamTahun
2016/2017
Oleh
Abdul Aziz / 11215002
Afriansyah Danu Permana / 11415001
Ghassani Muzakki S. H. / 11215018
Irfan Imad / 11415013
Mohamad Khairul Lisan Sidqi / 11215020
M. Farid Mahfuzh Abrar / 11215041
Ragil Anas Islamudin / 11215010
Sholahuddin Izza Falih / 11415052
BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
MASYARAKAT MADANI
1.
Tahap Pertama
Thomas Hobbes, John Locke, Cicero dan Aristoteles memahami
konsep masyarakat madani sebagai tahap lanjutan evolusi
natural dari masyarakat. Menurut Locke, kemunculan
masyarakat madani ditujukan untuk melindungi kebebasan dan
hak milik warga negara.
2.
Tahap Kedua
Adam Ferguson (1767) memaknai masyarakat madani sebagai
visi etis dalam kehidupan bermasyarakat demi memelihara
tanggung jawab sosial yang bercirikan solidaritas sosial, moral
serta sikap saling menyayangi antar warga secara natural.
Secara garis besarnya, masyarakat madani dipahami sebagai
kebalikan dari masyarakat primitif atau barbar.
3.
Tahap Ketiga
Thomas Paine (1792) memaknai masyarakat madani sebagai
pertentangan atau kebalikan dari negara. Masyarakat madani
lah yang mengontrol negara demi keperluannya
4.
Tahap Keempat
George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) mengembangkan
pemaknaan masyarakat madani sebagai wujud yang cenderung
melumpuhkan diri sendiri. Maka dari itu diperlukan supervisi
hukum, administrasi dan politik dari negara. Dikatakan juga
bahwa masyarakat madani modern dalam realitanya tidak
Tahap Kelima
Alexis De Tocqueville memaknai masyarakat madani sebagai
wujud penyeimbang kekuatan negara. Menurutnya, masyarakat
madani memiliki sifat otonom dan kapasitas politik yang cukup
tinggi sehingga mampu untuk menjadi penyeimbang untuk
menahan kecenderungan intervensi negara.
bisa dinikmati oleh siapa pun bahkan untuk segala usia (Tim ICCE UIN,
2003:257).
Masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde
Baru karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan
birokratisasi di hampir seluruh aspek kehidupan, terutama terbentuknya
organisasi-organisasi kemasyarakatan dan profesi dalam wadah tunggal,
seperti MUI, KNPI, PWI, SPSI, HKTI, dan sebagainya. Organisasi-organisasi
tersebut tidak memiliki kemandirian dalam pemilihan pemimpin maupun
penyusunan program-programnya, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan
kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan.
Kebijakan ini juga berlaku terhadap masyarakat politik (political
societies), sehingga partai-partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol
terhadap pemerintah dan tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan
aspirasi rakyat. Hanya beberapa organisasi keagamaan yang memiliki basis
sosial besar yang agak memiliki kemandirian dan kekuatan dalam
mempresentasikan diri sebagai unsur dari masyarakat madani, seperti
Nahdlatul Ulama (NU) yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid dan
Muhammadiyah dengan motor Prof. Dr. Amien Rais. Pemerintah sulit untuk
melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan organisasi keagamaan
tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam pemahaman ajaran Islam.
Penegakan masyarakat madani di indonesia dapat mencapai hasil
optimal apabila dilakukan dengan menerapkan strategi pemberdayaan yang
tepat. Menurut Dewan sebagai mana dikutip Tim ICCE UIN (2003:257), ada
tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam
memberdayakan masyarakat madani di indonesia.
a. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran
berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi
penganut paham ini
pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan
konflik,
dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang
diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan,
karena
pembangunan lebih-lebih yang terbuka terhadap
perekonomian global
membutuhkan resiko politik yang minim.
Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan
dari demokrasi.
b. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik
demokrasi. Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun
demokrasi tidak usah
menunggu
rampungnya
tahap
berkumpul serta mempublikasikan pendapat dan informasi kepada publik atau masyarakat
luas.
5. Supremasi hukum
Supremasi hukum atau dalam KBBI diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam hukum
memiliki arti bahwa terdapat jaminan terciptanya keadilan yang bisa dicapai bila
menempatkan hukum sebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Tentu keadilan
tersebut akan tercipta apabila hukum diberlakukan secara netral, dalam artian tidak adanya
pengecualian untuk memperoleh suatu kebenaran atas nama hukum.
6. Keadilan sosial
Keadilan sosial atau social justice merupakan suatu keseimbangan dan pembagian yang
proporsional atau sesuai antara hak dan kewajiban antar warga dan negara yang meliputi
seluruh aspek kehidupan. Artinya seorang warga negara memiliki hak dan kewajiban
terhadap negaranya. Begitupula pula sebuah negara juga memiliki hak dan kewajiban atas
warganya. Yang mana hak dan kewajiban tersebut memiliki porsi atau ukuran yang sama
sehingga berimbang. Plural atau keberagaman pasti akan terjadi dalam kalangan masyarakat
terlebih dalam suatu negara yang merupakan kesatuan atau kumpulan dari berbagai
kelompok masyarakat, terlepas dari masyarakat asli maupun pendatang yang menutuskan
untuk tinggal di dalamnya.
Sedemikian sehingga yang dimaksud dengan pluralisme adalah sebuah sikap menerima dan
mengakui fakta serta tulus bahwa masyarakat itu bersifat majemuk atau beragam dan dapat
menjadi penyebab terciptanya masyarakat majemuk dan multikultural. Mulai dari kebiasaan,
nilai norma, dan kebudayaannya, seperti contohnya Negara kita sendiri, yaitu Indonesia.
Banyak sekali keragaman masyarakat, mulai dari bahasa, suku, agama, etnis, dan
budayanya. Sebagai masyarakat madani, tentunya sikap tersebut, yaitu pluralisme harus
dimiliki dan dijaga serta berkeyakinan bahwa keberagaman itu bernilai positif yang
dirahmatkan oleh Sang Maha Pencipta.
7. Partisipasi sosial
Berpatisipasi dalam lingkungan sosial merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan
dan kerjasama antar individu maupun kelompok untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
Partisipasi sosial yang bersih tanpa rekayasa merupakan awal yang baik untuk menciptakan
masyarakat madani. Hal ini bisa saja terjadi apabila terdapat nuansa yang memungkinkan
otonomi (hak dan kewajiban) individu terjaga dengan baik. Artinya dalam masyarakat madani
harus seimbang antara hak dan kewajibannya sesama individu. Sedemikian sehingga tercipta
keadilan sosial atau social justice sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada poin
kedelapan.
Muhammad AS Hikam mengatakan bahwa masyarakat madani adalah wilayahwilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain kesukarelaan
(voluntary), keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan
kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma
dan nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Referensi :
http://guruppkn.com/ciri-ciri-masyarakat-madani
1
Langkah yang dapat ditempuh oleh umat islam dalam mewujudkan
masyarakat madani antara lain melalui pendidikan, pemberantasan korupsi,
penyadaran akan hukum, dan penyadaran politik.
2
1. Konsep Pendidikan Islam dalam Membangun Masyarakat Madani.
Konsep pendidikan adalah sebuah pemikiran yang akan menjadi dasar
pengaplikasian kegiatan pendidikan atau model desain suatu lembaga
pendidikan (Purtanto,1994:30). Sebagai konsep pendidikan Islam yang telah
ditawarkan oleh hasyim Amir yang dikutip oleh A.Malik Fajar,untuk
menghadapi perubahan pendidikan dalam masyarakat madani adalah
pendidikan yang idealistik yaitu suatu konsep pendidikan yang integralistik,
1 hp://www.sayanda.com/masyarakat-madani/ (12-09-2016)
2 hps://www.academia.edu/9824709/Masyarakat_Madani (11-09-2
humanistik, pragmatik yang berdasarkan pada budaya yang kuat.
(Mastuhu,1999:132)
3
a. Konsep Pendidikan Integralistik
Yaitu pendidikan yag diorientasikan pada komponen kehidupan
meliputi orientasi Robbaniyyah (ketuhanan), insaniyya (kemanusiaan) dan
alamiyah. Sebagai sesuatu yag integralistik bagi perwujudan kehidupan
yang baik serta pendidikan yang menganggap manusia sebagai pribadi
jasmani, rohani, intelektual, perasaan, dan individu sosial yang akan
Pemberantasan korupsi
Menurut Drs. H. Ahmad Supardi Hasibuan, MA, korupsi dapat dicegah dan
diselesaikan dengan beberapa cara
4
:
a. Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama & Meluruskan Pemahaman
Keagamaan
b. Mengubah sistem menjadi lebih baik
c. Meningkatkan mental individu
d. Meningkatkan penghasilan
e. Penegakan hukum yang lebih tegas
f. Menumbuhkan malu dan bersalah
g. Menanamkan kejujuran sejak kecil
h. Menanamkan sifat kerja keras
3. Penyadaran akan hukum
Kesadaran hukum secara sempit adalah apa yang diketahui orang
tentang apa yang demi hukum harus dilakukan, harus tidak dilakukan dan
tidak harus dilakukan. Pengertian secara luas yakni meliputi tidak hanya
fenomena sudah menjadi tahu, akan tetapi juga lebih lanjut mejadi sudah
berkemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hukum.
(Suparman : 156)
Peningkatan kesadaran hukum dapat melalui jalur pendidikan formal
dan non formal (penyuluhan). Melalui pendidikan formal dimulai sejak
pendidikan TK. Pada tahap TK diajarkan untuk mulai menghafal poin-poin
penting hukum, terutama pada bagian moral terhadap teman-temannya, guru,
dan orang tua serta pematuhan terhadap tata tertib di sekolah. Yang paling
penting bahwa mereka diberi tau bahwa aturan tersebut tidak boleh dilanggar,
apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi.
Kemudian untuk tahap selanjutnya seperti SD,SMP, dan SMA,
ditanamkan secara intesif mulai dari hak dan kewajiban, ideologi negara,
undang-undang dasar negara, dan bagaimana cara memperoleh
perlindungan
hukum. Lalu untuk tingkat universitas lebih baik di masukkan mata kuliah
pengenalan hukum sesuai dengan kebutuhan jurusan masing-masing.
5
4 hp://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=ar-kel&id=327
5 Kuncorowa-, Puji Wulandari, 2009, Menurunnya Tingkat Kesadaran Hukum
Masyarakat di
Indonesia, Yogyakarta : Jurnal Civics
Peningkatan kesadaran hukum nonformal melalui rangkaian
penyuluhan undang-undang atau peraturan pemerintah baru di tingkat desa,
kabupaten/kota, dan seterusnya secara berkesinambungan. Selain itu peran
keluarga dalam pembiasaan akan pentingnya hukum juga sangat besar.
Pembiasaan tersebut misalnya adanya jadwal piket keluarga, jadwal mengaji
dan membaca hadist bersama.
4. Penyadaran politik
Penyadaran politik yang utama dimulai dari keluarga. Seperti memberikan
kesempatan untuk mengeluarkan ide dan pendapat ketika berkumpul
bersama
keluarga. Kemudian dapat juga disisipkan bersamaan dengan pendidikan
formal, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan tingkat universitas.
Pada tingkat SD dimulai dengan melatih untuk berani mengangkat tangan
untuk menjawab pertanyaan guru. Untuk tingkat SD penyadaran politik
ditambahkan dengan peran dalam pembentukan perangkat kelas dan dalam
bekerja kelompok. Sementara pada tingkat SMP dan SMA mulai dikenalkan
dengan adanya rapat dan forum yang memerlukan pendapat tiap anggota
forum tersebut, serta pembekalan untuk berani mengemukakan pendapat di
muka umum. Selanjutnya pada tingkat universitas dihadapkan pada pengikutsertaan dalam pembuatan kebijakan kabinet kampus, pada pemilihan umum
ketua BEM, dan sebagainya.
Untuk pendidikan non formal penyadaran politik dapat diasah dengan
mengikuti rapat desa dan karang taruna, penyelenggaraan event lomba di
tingkat dusun dan desa, hingga ikut serta dalam pemilihan umum NKRI.