Anda di halaman 1dari 11

MEKANISME ADAPTASI SEL (PROSES CEDERA FISIK,

PENYEMBUHAN DAN PEMULIHAN DAN KEMATIAN


JARINGAN/NEKROSIS SEL MELIPUTI : ATROPI,
HYPERTROPI, ISKHEMIK)

OLEH : KELOMPOK 5

1. NI PUTU DESYA WIYANTI

P07120015085

2. I WAYAN KARTIKA BUANA

P07120015090

3. DESAK GEDE VANIA LERISA PUTRI

P07120015099

4. NI PUTU HERA WAHYU ASTIANI

P07120015104

5. NI PUTU EKA PRADNYA KARTINI

P07120015113

6. NI KADEK VICKY WULANDARI

P07120015118

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015/2016

PEMBAHASAN
A. Pengertian Jejas Sel
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat.
Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis
cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami
perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat
transportasinya.
Cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama berdasarkan
tingkat kerusakannya yaitu jejas Reversible (Degenerasi sel) dan jejas Irreversible
(kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi
dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible
adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak
dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya
pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
B. Penyebab Jejas Sel
Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :
1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :
a) Iskemia (kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit
vaskuler atau bekuan didalam lumen.
b) Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya
pneumonia.
c) Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan
karbon monooksida.
Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan,
terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel
otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini
mencapai keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen

yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau
kematian sel.

2. Faktor fisik
a) Trauma
Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada
organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat
merusak sel secara keseluruhan.
b) Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan
darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai
vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang pembekuan
intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel akan
mengalami kristalisasi.
c) Suhu Tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum
titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat
hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam
metabolit yang merendahkan pH sel sehingga mencapai tingkat bahaya.
d) Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik
akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel
maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal panas bebas
yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi
juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau membunuh
sel.
e) Tenaga Listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu
dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi
3.

saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung.


Bahan kimia dan obat-obatan
Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya
perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput,
homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen
biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan
tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan

pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut.
Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan dikeluarkan
melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak utama pada
alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain yang dapat
menyebabkan jejas sel :
a. Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol).
b.

Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol.

4. Bahan penginfeksi atau mikroorganisme


Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus,
ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi
manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain
menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya melalui
sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara
langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang dikeluarkannya, atau
secara tidak langsung akibat reaksi imun dan perandangan yang muncul
sebagai respon terhadap mikroorganisme.
5. Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen.
Antigen endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.
6. Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu
enzim kelangsungan.
7. Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a) Defisiensi protein-kalori.
b) Avitaminosis
c) Aterosklerosis, dan obesitas.
8. Penuaan.
C. Proses Adaptasi Sel
Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu :
1. Atrofi
Atrofi Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat
terjadi akibat sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang
mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga
dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel
atau jaringan. Adanya penurunan aktifitas endokrin dengan cakupan pengaruh
atas baik target sel maupun target organ yang berbeda, merupakan contoh atrofi
umum dan lokal yang bersifat fisiologik (degenerasi senilis) atau patologik
(disebabkan keadaan patologik, melisut pasca peradangan atau sebagai akibat
pemakaian preparat hormonal tanpa kontrol sehingga timbul feed back

mechanism keadaan kurus kering sebagai akibat kurang makan berkepanjangan


dapat menimbulkan kelainan patologik yang disebut marasmus (defisiensi
cukup), emasiasi atau inanisi (menderita penyakit kronik berat, fungsi pencernaan
melemah atau nafsu makan hilang).
Mekanisme terjadinya : perubahan adatif terhadap
- Pengaruh jejas eksogen( radiasi, keracunan atau intoksikasi)
- Pengaruh jejas endogen (berkurang beban kerja, hilang rawatan saraf,
gangguan perbekalan darah dan nutrisi, rangsang hormonal yang bersifat
khas)
Akibatnya :
Gangguan fungsi yang sifatnya berkurang dari pada normal
2. Hipertrofi
Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi
merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban
kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu :
a. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu
sel secara sehat.
b. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit
c. Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran
sel lain yang telah mati.
Misalnya perbesaran ukuran organ terutama disebabkan oleh proliferasi sel
unsur stroma atau substansi antar sel, sel parenkim dapat terdesak, sehingga
fungsi organ akan menurun. Keadaan ini disebut pula sebagai pseudo hipertrofi.
Bila yang menjadi banyak atau membesar sel parenkim akan timbul peningkatan
fungsi. Hipertrofi yang murni adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas
sel permanen misalnya otot skelet pada jaringan yang terdiri atas sel permanen
misalnya otot skelat pada binaragawan atau muskulus gastroknemius pada tukang
becak, karena dipicu atau distimulus oleh peningkatan fungsi
Mekanisme terjadinya :
Perubahan adaptatif terhadap peningkatan beban kerja atau pengaruh rangsang
hormoneyang bersifat khas.
-

Pada miometrium semasa kehamilan dan otot skelet serta otot jantung
olahragawan(dalam pengertian batas fisiologik) otot jantung pada
hipertomi maupun kelainan katup(dalam keadaan patologi) parenkim
ginjal sebagai usaha kompensasi pada keadaan aplasi atau hipoplasi ginjal

kontralateral hipertropi payudara wanita muda pengidap tumor ovarium


yang memproduksi hormone.
3. Iskhemik(kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit
vaskuler atau bekuan didalam lumen. Iskemi (yunani: ischein=menekan,
haima=darah): defisiensi darah pada suatu bagian, akibat konstiksi fungsional
atau obstruksi aktual pembuluh darah.
Etiologi : pada kontsruksi (mengerut=striktur) fungsional pembuluh darah,
tidak ada kelinan dinding pembuluh. Konstriksi fungsional dapat disebabkan
neurogen dan biasanya berhubungan dengan sistem persyarafan otonom ; stimuli
dapat bersifat psikis atau rangsang mediator vasokontriksi lokat akibat adanya
kerusakan jaringan lokat dan atau sistemik bila mediator vasokontriksi beredar
dalam darah. Obstruksi (sumbmbatan) aktual pembuluh darah dapat disebabkan
oleh banyak hal, baik yang bersifat lokal maupun yang datang bersama aliran
darah berupa zat komponen darah atau benda asing (trombosit, embolus, tromboembolus; akan dibahas dalam bab lain)
Akibat : jejas sel, berdasarkan beratnya defisiensi pendarahan yang
ditimbulkannya, dapat refersibel (degenerasi) atau ireversibel (nekrosus). Proses
intraseluler telah ditampilkan dalam skema umum. Dampak senmtral yang
tampak adalah gangguan toksidasi fosforirasi mitokondria sehingga timbul
penurunan ATP (adenosin trifosfat), yang berdampak luas atas aktifitas sel,
seperti : gangguan pompa NA+, Glokolisis Anaerob meningkat diikuti penurunan
glikogen sebagai konsekuensi upaya menetralisir penurunan ATP diserati
penurunan pH intraseluler yang berdampak agregasi (penggumpalan) partikel
romatin inti; retikulum endoplasma bergranula akan melepaskan ikatan ribosom
dan polisommenjadi monosom. Penurunan pompa Na+ (influks), sesuai
mekanisme transfor aktif pompa Na+ K+yang melibatkan enzim Atpase yang
terikat pada membran sel, dalam kedaan normal akan mempertahankan kadar K+
intrasel tinggi dan kadar Na+ intrasel rendah. Kadar K+ intarasel yang tinggi
menjaga homeostatis dan bebrbagai proses penting, seperti biosintesis protein,
aktifitas enzim tertentu, dll. Pom pa Na+ yang menurun menyebabkan
penyeluaran K ke medium ekstraseluler, sehingga aktifitas Atpase meningkat,
disertai peningkatan kadar Na+ intrasel vs penurunan K intrasel, diikuti
pemasukan air isoosmotik; sel jadi bengkak, dan terjadi dilatasi retikulum

endoplasma. Pembengkakan sel dalam proses ini dapat disebabkan oleh


peningkatan tekanan osmotik intrasel akibat berlangsungnya proses katabolisme
intrasel. Sehingga terbentuk ion anorganik senyawa fosfat, laktat, nukleosida
purine. Koreksi iskemik sampai dengan tahap ini, jejas reversibel.
4. Perbaikan Pemulihan Kerusakan Dan Penyembuhan
Perbaikan atau perubahan kerusakan jaringan, pada dasarnya berupa
penggantian jaringan rusak/mati dengan jaringan baru yang sehat, setelah terlebih
dahuu dilakukan pembersihan daerah kerusakan tersebut sebagai persiapan
meletakan dan menumbuhkan sel-sel jaringan batu penggantinya tersebut.
Caranya :
- Regenerasi atau perbaikan parenkimal
Yaitu penggantian oleh sel-sel penyusun jaringan yang sejenis, melalui
proliferasi multiplikatif sel-sel yang masih tertnggal dan sehat bila
terjadinya secara lengkap sehingga tidak tampak bekas kerusakan
sebelumnya, penyembuhan disebut :
Restitution ad interim.
Yang terjadi pada jejas yang ringan dengan resolusi/pembersihan local
-

lengkap missalnya bekas tusukan jarum suntikan.


Fibrosis atau eprbaikan berparut jaringan ikat
Yaitu penggantian oleh proliferasi multiplikatif sel-sel fibrolas jaringan
mesenkim yang terjadi bila kerusakan jaringan cukup luas karena pengaruh
jejasnya kat dan berlangsung lama, dengan resolusi yang tidak lengkap atau
rusaknya kerangka dasar maupun pada kerusakan jaringan yang sel-selnya
tidak ada daya regenerasinya; penyembuhannya disebut :
Restutio ad secundam
Dengan cacat deformitas structural dan gangguan fungsi seeprti misalnya
kaku kontraktur sendi, cacat deformitas raut muka dan alat tubuh lainnya,
perlekatan-perlekatan sesora(pleura, pericardium,peritoneum), struktur
uretra.
Restitution ad primam
Terjadi pada penyembuhan luka operasi dan radang sucihama, dengan
sebagian cara regenerasi lengkap dengan hanya sedikit saja fibrosis yang
tidak mengakibatkan gangguan fungsi
Berdasarkan daya generasinya, sel somatic jaringan tubuh dapat buat
klasifikasinya sebagai beikut ;
-

Sel labil yang dalam keadaan fisiologikselalu berproliferasi membentuk


sel-sel baru, menggantkan sel-sel baru, menggantikan sel yang rusak
atau mati maupun yang sudah usai masa hidupnya. Sel-sel cadangan dan

sel-sel induk jaringan tersebut selalu berada dalam daur sel aktif.
-

Contohnya epitel pelapis/ penutup permukaan dan sel-sel darah.


Sel stabil memiliki daya regenerasi laten, sel-sel parenkim berada dalam
tahap non proliferative istirahat/statis pada daur sel, yang sewaktu-waktu
bila diperlukan dapat kembali masuk daur sel aktif dengan kegiatan
mitiosis berproliferasi multiplikatif menggantikan sel-sel sejenisnya
yang rusak atau mati nekrosis. Contohnya hati, pancreas dan epitel tubuli

ginjal.
Sel permanen tidak memiliki daya regenerasi yang dinyatakan oleh
keadaan sel-sel yang berada dalam tahap non proliferative
berdiferensiasi matur atau dewasa pada daur sel, yang bila rusak atau
mati nekrosis, perbaikan pemulihannya secara restitution ad secundam,
berarti deformitas berparut. Contohnya sel saraf(neuron) dan sel

miokardium(otot jantung).
5. Proses Kematian Sel
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian
umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas
atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu
apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = dari dan ptosis =
jatuh) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death), yang normal
terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme
multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan
selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu
regulasi yang teratur.
1. Apoptosis
Apoptosis adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan
teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak
ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang
akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di
sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan
merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak
diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi
DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan

apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan


sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus
yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada
akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini
merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk
melawan infeksi virus.
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
a.

Sel mengkerut

b.

Kondesasi kromatin

c.

Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies

d. Fagositosis oleh sel di sekitarnya


2. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi
tertentu dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang
bersifat patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik
adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan
radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel.
Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang
menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat
menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu.
Istilah nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan
terjadi terus-menerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan
epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ,
peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan
enzim serum.
a. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :
Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel
mati) atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna
dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit
imigran dan menimbulkan abse.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan
denaturasi protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat
proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan.
Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan

akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik


intraseluler (autolysis).
3. Akibat Kematian Sel
Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan
sebagai kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan
sebagai kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas,
umumnya terjadi akibat hipoksia berkepanjangan. Gangren basah adalah
suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di organ
dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati
tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh
manivestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering.
Gangren ren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon
terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut
clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat
dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel
disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila
terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini
dapat mematikan.

PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan makalah di atas dapat disimpukan :
1. Jejas sel adalah cedera pada sel yang disebabkan suatu sel tidak lagi dapat
beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut
terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung
pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami
cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk,
sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
2. Penyebab jejas sel antara lain :
a. Hipoksia (pengurangan oksigen)

b. Faktor fisik, termasuk trauma, panas, dingin, radiasi, dan tenaga listrik.
c. Bahan kimia dan obat-obatan
d. Bahan penginfeksi
e. Reaksi imunologik
f. Kekacauan genetic
g. Ketidakseimbangan nutrisi
h. Penuaan.
3. Proses adaptasi sel dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Displasia
b. Metaplasia
c. Hiperplasia
d. Hipertrofi
e. Atrofi
4. Proses kematian sel dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis. Akibat
dari kematian sel dalam jumlah besar disebut Gangren.
B.

SARAN

Hal yang menyebabkan jejas sel atau bisa disebut cedera sel patut dihindari untuk
mencegah terjadinya kematian sel.

DAFTAR PUSTAKA

Atmodjo, Andokoprawiro.1987. Catatan Kuliah Patologi Umum : Dasar-dasar Ilmu


Penyakit/Andoko Prawiro AtmodjoI.Jakarta : EGC.
Ilmu Patologi/Penulis, janti Sudiono(et.al):editor, Janti Sudiono, Lilian
Juwono.Jakarta:EGC, 2003.
Tambayong,Jan.2000.Patofisiologi Untuk Keperawatan/Jan Tambayong.Jakarta:EGC.
http://triaoktaviamaulan.blogspot.co.id/2014/04/makalah-jejas-adaptasi-dan-kematiansel.html . Diakses pada tanggal 27 Januari 2016.

Anda mungkin juga menyukai