Anda di halaman 1dari 11

BAB 2 LANDASAN TEORI

Suatu karya tulis terbentuk berdasar pada buah pikiran yang dikemas oleh bahasa
dengan hasil akhir berupa suatu karya yang memiliki nilai untuk dijadikan bagian dari suatu
budaya. Bahasa yang berperan sebagai penghubung antara buah pikiran penulis dengan
subyek (dalam hal ini para pembaca) sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan tertentu.
Ketentuan tersebut haruslah mempunyai karakteristik yang kuat sebagai suatu pedoman
dalam penulisan karya tulis. Dan dengan kedudukannya sebagai suatu pedoman, ia harus
mempunyai sifat universal, suatu sifat yang dapat dijadikan panduan umum bagi
keseluruhan karya tulis dan dapat dipahami oleh semua pembaca (yang beragam suku,
budaya dan bahasa daerah). Demikianlah, ketentuan tersebut dikumpulkan dan dibuat
menjadi sebuah sebuah pedoman baku yang dikenal sebagai EYD.
Bila melihat uraian sebelumnya, dapat diketahui bahwa EYD dan bahasa (dalam hal
ini bahasa Indonesia) adalah suatu hal yang saling berkaitan dan mendukung satu sama
lainnya. Dengan adanya EYD, bahasa menghasilkan rangkaian kata yang dapat membentuk
karya tulis dengan ketentuan yang universal sesuai dengan pedoman baku tanpa
menghilangkan nilai-nilai estetika yang ada. EYD pun tidak dapat berdiri sendiri tanpa
bahasa, EYD membutuhkan bahasa dalam penerapannya di dalam karya tulis. Seperti di
dalam sebuah balapan mobil, mobil balap membutuhkan lintasan balap untuk melakukan
balapan dan lintasan balapan membutuhkan mobil balap agar terjadi balapan. Itulah
gambaran antara keterkaitan bahasa dan EYD satu sama lainnya.

Wahyu R. N., Tri. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma.

BAB III PEMBAHASAN

RUANG LINGKUP EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)


Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :

1) Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan
huruf abjad. Pemakaian huruf tersebut dibagi menjadi 5. Pertama adalah huruf abjad yang
digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia. Kedua huruf vocal yang melambangkan vokal
dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u. Ketiga adalah huruf konsonan
yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g,
h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Keempat adalah huruf diftong yang terdiri dari
ai, au, dan oi. Yang terakhir adalah gabungan huruf konsonan di dalam bahasa Indonesia
terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan
sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
2) Penulisan Huruf
Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1)
penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
pembahasan berikut :
a. Penulisan Huruf Besar (Kapital)
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :\
1. Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
3. Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
4. Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang
diikuti nama orang.
5. Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama

orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
6. Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7. Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
8. Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
9. Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
10. Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah,
ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
11. Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
12. Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
13. Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
14. Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
15. Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar, dan
karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.
b. Penulisan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
1) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

2) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
3) Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
3) Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :

1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai
suatu kesatuan.
2. Kata Turunan (Kata berimbuhan)

Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :


Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran,
kata itu ditulis serangkai.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
3. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis-jenis kata ulang
yaitu :
Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.
Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.
Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.
Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
4. Gabungan Kata
Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus. Bagian-bagiannya
pada umumnya ditulis terpisah.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat
diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.
Gabugan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.
5. Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata
ganti ku, mu, nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
6. Kata Depan (di, ke, dari)
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada

gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
7. Kata Sandang (si dan sang)
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
8. Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas
atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai
berikut :
Partikel lah, -kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah
menyatu.
Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan
bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
9. Singkatan dan Akronim
Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
10. Angka dan Lambang Bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu : (1) Angka
Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X.
Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :
1) Bilangan utuh.
2) Bilangan pecahan.
3) Bilangan tingkat.

4) Kata bilangan yang mendapat akhiran an.


5) Angka yang menyatakan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah
dibaca.
6) Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu
diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya
dan maknanya sama.

7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.
4) Penulisan Unsur Serapan
Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia
menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa
Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan
kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses
sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a)
konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b)
unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam
bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia.
sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut,
maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa
Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan
hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu
terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan
setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat

terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam
masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep radio dan televisi, maka
diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal
adanya konsep bambu dan sarung, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam
bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua
bagian, yaitu :
1. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan
maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu :
editor, civitas academica, de facto, bridge.
2. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa
Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong
secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.
5) Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
Akhir singkatan nama orang.
Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.
Bila singkatan itu terdiri atas tiga huruf atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan tabel.

2. Tanda koma (,)


Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh
kata tetapi atau melainkan.
Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya.
Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada
awal kalimat. Termasuk kata :
(1) Oleh karena itu, (2) Jadi, (3) lagi pula, (4) meskipun begitu, dan (5) akan tetapi.
Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan
tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat.
Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya
dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
3. Tanda Titik Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada :
Akhir kalimat tanya.
Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau

kurang dapat dibuktikan kebenarannya.


4. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
5. Tanda Titik Koma ( ; )
Tanda titik koma dipakai :
Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata
penghubung.
6. Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai :
Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
Di antara jilid atau nomor dan halaman.
Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
7. Tanda Elipsis ()
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa
dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka
dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
8. Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di pakai :

Dalam penomoran kode surat.


Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
9. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( )
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
10. Tanda Petik Tunggal ( )
Tanda petik tunggal dipakai :
Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
11. Tanda Petik Ganda( )
Tanda petik Ganda dipakai :
Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum
dikenal.
Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis
lain.

B) PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF


Pengertian kalimat efektif: adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang
disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
Ciri-ciri kalimat efektif:
1. Kesepadanan Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu subjek,
predikat, objek dan keterangan. Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan
dalam pemakaian struktur bahasa.

2. Kecermatan dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata


Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu
(menimbulkan tafsiran ganda)
3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata,
frasa atau bentuk lain yang di anggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
4. Kelogisan
Bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan
yang berlaku.
5.Kesatuan atau Kepaduan
Maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang
disampaikannya tidak terpecah-pecah.
6. Keparalelan atau Kesejajaran
Adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu.

Anda mungkin juga menyukai