PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Asma berasal dari terminologi Asthma yang berasal dari
bahasa Yunani yang memiliki makna sukar bernapas 1. Penyakit Asma
merupakan penyakit paru restriktif dengan mekanisme inflamasi kronis
saluran pernafasan yang ditambah dengan hiperaktivitas bronkus dan
obstruksi jalan napas. Proses ini memiliki efek bronkokonstriksi, dan edema
yang mengakibatkan menyempitnya jalan nafas 1. Asma menyebabkan gejala
seperti wheezing, shortness of breath, chest tightness, cough yang bervariasi
intensitas dan frekuensinya.
Penyakit Asma diperkirakan menjangkit 300 juta orang diseluruh dunia
dengan berbagai lapisan umur masyarakat 2. Pada sebuah National Health
Intervew Survey di Amerika Serikat, dideklarasikan bahwa sekitar 6,5 juta
orang terinfeksi Asma 1. Menurut WHO, pada tahun 2025 diperkirakan
penderita Asma mencapai 400 juta orang 1. Sementara berdasarkan Riskesdas
tahun 2013, prevalensi Asma di Indonesia terakumulasi sejumlah 4.5% dari
jumlah penduduk Indonesia dengan perincian perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki 3. Sumber dari Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI ( Infodatin ) menyebutkan bahwa Bali berada di urutan ke-6
dalam provinsi yang memiliki prevalensi asma yang melebihi angka
nasional4.
Bagi negara berkembang, penyakit asma memiliki tendensi prevalensi
yang meningkat. Penyakit asma juga memiliki beban tersendiri bagi negara
berkembang, dengan meningkatnya treatment costs, selain itu asma juga
merupakan beban untuk health care systems, dan beban untuk masyarakat
karena hilangnya produktivitas 2. (GINA). Selain itu, berdasarkan estimasi,
meskipun asma kronis telah terkontrol dengan baik, beberapa pasien akan
membutuhkan kunjungan mendadak ke berbagai fasilitas kesehatan dari
mulai layanan kesehatan primer hingga Instalasi Gawat Darurat (IGD).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Mengenai Asma
2.1.1. Definisi Asma
Dikutip dari GINA, berikut ini adalah kriteria yang termasuk riwayat
gejala respirasi dan sumbatan aliran udara ekspirasi (tabel2)
Tabel 2. Kriteria gejala respirasi dan kriteria variabilitas limitasi aliran
udara ekspirasi
dalam,
respons
Forced
informasi tambahan dan membuat pasien menjadi tidak nyaman. Pada kasus
asma eksaserbasi berat, terapi harus dilaksanakan segera. Derajat eksaserbasi
ditentukan oleh pemeriksaan fisik singkat. Hal ini berkaitan dengan derajat
eksaserbasi yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat.
(Tabel1)4. Derajat eksaserbasi menentukan penatalaksanaan asma. Asma
dengan eksaserbasi derajat ringan ke eksaserbasi derajat sedang mampu untuk
ditangani dirumah atau self-care, sedangkan asma dengan eksaserbasi derajat
berat membutuhkan penatalaksanaan dan monitoring ketat di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) atau rawat inap.4
Diluar
penatalaksanaan
primer
tersebut,
terapi
dengan
prednisone
yang
menunjukkan
efek
yang
setara
dengan
dan
Expert
merekomendasikan
panel
dari
pemakaian
American
dari
Thoracic
isoproterenol
Society
intravena
tidak
sebagai
penatalaksanaan asma akibat bahaya myocardial toxicity. Selain itu, tidak ada
evidence cukup untuk penggunaan leukotriene modifiers.14 atau noninvasive
ventilation15 sebagai penatalaksanaan asma akut.4
2.2.11. Intubasi pada Asma Eksaserbasi Berat
Expert panel dari American Thoracic Society membuat rekomendasi
sebagai berikut dalam kaitannya dengan intubasi : (1) Pasien dengan apnea
atau coma harus segera diintubasi. Apabila terdapat hypercapnia yang
persistent atau bahkan meningkat, kelemahan keadaan umum pasien, dan
menurunnya status mental pasien merupakan indikasi untuk penggunaan
ventilator. (2) Konsultasi dan sinergisme antar profesi, terutama dalam
manajemen ventilator sangat esensial karena ventilasi pada pasien dengan
asma berat memiliki resiko yang besar dan rumit. (3) Karena intubasi sulit
dilakukan pada pasien asma eksaserbasi berat, maka intubasi harus dilakukan
semielective dan sebelum terjadi henti nafas. Intubasi tidak boleh ditunda dan
oleh karena itu harus dilakukan di IGD. (4) Ada 2 hal yang dipertimbangkan
saat intubasi. Yang pertama : volume intravascular harus selalu dibuat dalam
keadaan stabil karena resiko hipotensi yang menyertai inisiasi ventilasi
tekanan positif. Yang kedua : tekanan ventilator yang tinggi harus dihindari
karena resiko barotrauma yang menyertai. (5) Strategi ventilator yang
direkomendasikan adalah strategi permissive hypercapnia atau controlled
hypoventilation karena strategi ini menyediakan oksigenasi yang adekuat
sementara meminimalisasi tekanan jalan nafas dan memperkecil resiko
barotrauma.16-18 Namun, strategi tersebut tidak selalu berhasil pada kasus
asma eksaserbasi berat dengan kondisi kritis. Terapi tambahan sangat
diperlukan untuk mengatasi problematika tersebut.4
2.3. Aspek Perioperatif pada Asma Berat Eksaserbasi Akut
Penilaian dan intervensi preoperasi merupakan salah satu pilar penting
dalam penatalaksanaan asma berat eksaserbasi akut. Ketika asma telah
terkontrol dengan baik, maka resiko komplikasi perioperatif menjadi
berkurang. Sebaliknya apabila asma tidak terkontrol dengan baik, maka
resiko komplikasi perioperarif menjadi meningkat.19
9
2.3.1. Anamnesis
Dalam anamnesis gejala klinis tak selalu ditemukan. Namun ada
beberapa kata kunci untuk asma berat yaitu riwayat frekuensi eksaserbasi,
riwayat masuk rumah sakit, riwayat tentang intubasi trakea dan riwayat
penggunaan ventilasi mekanik sebagai penanganan dari serangan asma berat.
Pasien harus ditanyakan mengenai triggering agent yang paling sering . Type,
dose, frekuensi terapi merupakan hal penting lain untuk ditanyakan. Infeksi
saluran respirasi, seperti infeksi sinus dapat memicu serangan asma. Pasien
dengan moderate-severe asma sebaiknya dicek mengenai PEFR ( peak
expiratory flow rate ) meter . Normalnya PEFR adalah 200-600 l/min .
Berbeda tergantung umur, jenis kelamin, tinggi, dan berat badan.19 Riwayat
menyeluruh secara umum dan pemeriksaan fisik memberikan informasi
mengenai identifikasi yang tepat dari keparahan penyakit, kontrol keparahan
gejala, dan stratifikasi risiko anestesi. Ulasan mengenai baseline exercise
tolerance, riwayat kunjungan ke rumah sakit untuk asma (termasuk riwayat
penggunaan intubasi endotrakeal karena causa asma atau pemasangan infus iv
karena asma), riwayat alergi, dan riwayat bedah / anestesi sangat penting.
regimen obat pasien harus ditinjau. Regimen obat pasien memberikan
petunjuk penting untuk tingkat keparahan penyakit. Misalnya, seorang pasien
dengan regimen agen tunggal seperti albuterol inhalasi cenderung memiliki
penyakit terkontrol ringan sementara pasien lain yang membutuhkan
beberapa kombinasi yang berbeda dari obat asma mungkin memiliki penyakit
yang lebih parah. Pasien harus ditanyakan tentang obat asma baru yang
dikonsumsi, perubahan frekuensi obat atau perubahan dosis obat. Ulasan
mengenai riwayat asma dan Persiapan preoperatif yang sesuai (ditambah
dengan pendekatan multidisiplin) mampu Mengurangi prognosis yang buruk.
Risiko bronkospasme intraoperatif merupakan salah satu komplikasi asma
yang mungkin terjadi, dapat ditingkatkan apabila terdapat faktor yang
memperberat sebelumnya, seperti kehadiran atopi, eksim, rhinitis alergi.
Riwayat asma dan riwayat atopi pada keluarga harus diidentifikasi dan
merupakan penanda peningkatan resiko perioperatif. Merokok atau perokok
pasif memberikan kontribusi untuk kontrol asma yang buruk dan merupakan
faktor resiko yang berkontribusi besar terhadap komplikasi pernafasan
10
untuk
menilai
hiperinflasi
paru.
Pengukuran
peak
flow
cara
untuk
menghindari
12
anxiety,
memperkecil
resiko
bronkospasme,
dan
13
pelepasan
histamin,
aktivitas
muscarinic
dapat
menginduksi
asma
karena
risiko
efek
samping
muskarinik
termasuk
14
15
anestesi
dalam
dapat
dilakukan
untuk
mengurangi
risiko
16
respiratory
harus
sepenuhnya
dinilai
sebelum
ekstubasi
dan
kegawatdaruratan.
Apabila bronkospasme akut berlanjut pada akhir operasi atau
bronkospasme tidak membaik atau jika pasien memiliki difficult airway,
trauma, atau keadaan lambung yang penuh, maka ventilasi mekanis harus
dipertimbangkan pasca operasi untuk menghindari pasien mengalami
reversed neuromuscular block dan untuk memberikan waktu untuk pemulihan
jalan napas. Pengulangan administrasi dari 2-agonis seperti albuterol
sebelum munculnya kegawatdaruratan disarankan. Neostigmin meningkatkan
risiko bronkospasme akibat efek muscarinic dan pro-sekresi. Hal ini dapat di
netralisir dengan co-administrasi atropin atau glikopirolat.
Deep
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Insiden asma meningkat di seluruh dunia, tetapi morbiditas dan kematian
menurun karena perbaikan dalam perawatan medis. Meskipun kejadian parah
bronkospasme perioperatif relatif rendah pada penderita asma menjalani
anestesi, ketika hal itu terjadi dapat mengancam nyawa.
Kunci untuk sebuah perioperatif yang uncomplicated adalah atensi
terhadap detail dalam penilaian pra operasi, dan mempertahankan obat antiinflamasi dan regimen bronkodilator melalui periode perioperatif. Agen
pemicu harus diidentifikasi dan dihindari pada anak-anak, tetapi memiliki
bahaya yang melekat sendiri.
Sekarang tersedia pedoman pengelolaan asma. Meskipun sebagian besar
fokus pada penilaian dan manajemen terhadap pasien rawat jalan, namun
beberapa pedoman untuk tindakan perioperatif untuk pasien dengan asma
dan bronkospasme. Selain itu di era kedokteran modern ini juga telah dibuat
pedoman mengenai teater operasi dan unit perawatan pasca-anestesi atau unit
perawatan intensif. Mengingat prevalensi asma berat eksaserbasi akut dan
perjalanan penyakit yang bersifat subklinis, pendekatan standar dan rutin
untuk bronkospasme akut memungkinkan respon yang cepat dan lebih baik
18
Daftar Pustaka
1.
19
20