LAPORAN KASUS
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HEPATITIS A
oleh:
Rocherman Gema Aditama
NIM. 0708015033
Pembimbing:
dr. RR Ignatia Shinta Murti, Sp.PD
Universitas Mulawarman
2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
HEPATITIS A
Dipresentasikan pada tanggal 21 Januari 2012
Disusun oleh:
Pembimbing:
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab tersering hepatitis akut adalah hepatitis A virus
(HAV), yang pertama kali diisolasi oleh Purcell tahun 1973. HAV pertama kali
divisualisasikan melalui mikroskop elektron pada sampel feses manusia yang
terinfeksi. Manusia adalah satu-satunya reservoir dari virus ini. Karena tersedianya
pemeriksaan serologis sejak tahun 1980an, epidemiologi, manifestasi klinik, dan
gejala-gejala HAV menjadi semakin jelas. Peningkatan higiene dan sanitasi
memiliki efek bermakna dalam berkembangnya HAV, demikian halnya dengan
imunisasi pasif dan vaksinasi telah merduksi angka kesakitan akibat HAV (Gilroy,
2011).
Vaksinasi memiliki kemampuan proteksi terhadap penyakit hampir 100%.
Penelitian sekarang ini telah berfokus terhadap hepatitis C virus (HCV), karena
sering menyebabkan infeksi kronis. HAV hanya menyebabkan hepatitis akut dan
tidak berhubungan dengan infeksi kronis. Hal ini terjadi karena infeksi HAV akan
menginduksi kekebalan seumur hidup. Meski insidensi hepatitis A telah menurun
secara dramatis sejak penggunaan vaksinasi, HAV masih merupakan masalah
kesehatan di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat. Pada tahun 1888, jumlah
kasus yang dilaporkan di A mencapai 27.000. pada tahun 1995, sekitar 32.000
infeksi dilaporkan. US Centers for Disease and Control Prevention (CDC) bahkan
melaporkan angka infeksi HAV mencapai 150.000. Pada rentang tahun 1995
hingga 2006, kasus HAV mengalami penurunan sekitar 90 %, dengan insidensi 1,2
kasus per 100.000. Angka penurunan yang paling memuaskan terjadi pada anakanak yang telah mendapat vaksinasi rutin sejak tahun 1999. Karena temuan
tersebut, sejak tahun 2006, CDC merekomendasikan vaksinasi secara rutin HAV
pada setiap anak di AS usia 12-23 bulan. Meski demikian, hepatitis virus akut
masih menempati urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia,
bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Di Indonesia
berdasarkan data yang berasal dari Rumah Sakit, hepatitis A masih merupakan
bagian terbesar dari kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68 %
(Gilroy, 2011; Longo, Fauci, 2010).
Masa inkubasi penyakit adalah sekitar 28 hari, tapi dapat bervariasi dari
15 hingga 45 hari. Secara klinis sulit membedakan infksi hepatitis virus A akut
dengan infeksi hepatitis virus yang lain. Diagnosis pasti HAV ditegakkan dengan
pemeriksaan IgM anti-HAV. Antibodi HAV (Anti HAV) dapat terdeteksi pada fase
akut penyakit ketika serum aminotransferase meningkat dan feses masih
mengandung kuman HAV. IgM anti-HAV dapat menetap untuk beberapa bulan,
namun jarang lebih dar 6-12 bulan. Setelah melewati masa akut, anti HAV dari
kelas IgG akan menetap dalam tubuh sehingga pasien yang pernah terinfeksi
hepatitis A tidak akan mengalami infeksi ulang. Penanganan HAV bersifat terapi
suportif karena penyakit ini bersifat self-limiting. Tidak ada terapi anti viral yang
spesifik. Angka komplikasi hanya sekitar 1%, yakni terjadi hepatitis fulminan atau
hepatitis relaps, dengan atau tanpa keterlibatan sistem bilier (Heathcote, 2003).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Usia
: 40 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Guru
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
lalu)
Pasien pernah merawat anaknya (19 tahun) yang menderita hepatitis A
selama 10 hari di Rumah Sakit (Jakarta) 1 bulan yang lalu. Pasien
sering minum, makan dan mandi di tempat yang sama dengan
anaknya selama masa perawatan. Anak pasien tinggal di asrama yang
saat itu sebagian besar penghuninya terinfeksi hepatitis A.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis, GCS E4 V5 M6
Keadaan sakit
: Sakit ringan
b. Tanda Vital :
Pernafasan
thorakoabdominal
Tekanan darah
Nadi
: 120/80 mmHg
: 88 x/menit, reguler, kuat
angkat.
Suhu
c. Status Gizi:
Berat Badan
Tinggi Badan
IMT
: 62 kg
: 168 cm
:
- Leher
Umum
: simetris
Kelenjar limfe
: tidak terdapat pembesaran
Trachea
: di tengah, tidak ada deviasi
V. jugularis : JVP tak meningkat dengan posisi berbaring 300
Bruit Arteri Carotis : (-)
e. Thorax
-
Paru
Inspeksi
Palpasi
(D=S)
Perkusi
Auskultasi
: Sonor (+/+)
: Vesikuler (+/+), tidak ada ronkhi atau wheezing
Jantung
Inspeksi
Palpasi
kiri
Peekusi
Batas kiri
Auskultasi
f.Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
dullness (-), batas paru hepar ICS 6 midklavikula kanan, ukuran hepar
8 cm
Palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Jenis
20/12/201
Pemeriksaan
Leukosit
Hb
Hct
Trombosit
HbsAg
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin
1
9.600
15,7
44,6
29,8
(-)
7,0
5,0
2,0
indirek
SGOT
SGPT
Kolesterol
Trigliserida
HDL
LDL
Ureum
478
1146
223
263
36
134
22,0
24/12/2011
27/12/201
2
4,1
3,0
1,1
96
357
Kreatinin
IgM Anti HAV
0,5
Urine lengkap
BJ
Keton
Nitrit
Warna
Sel epitel
Leukosit
Eritrosit
2.4.
Hepatitis virus akut A
2.5.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
2.8.
FOLLOW UP
Bonam
Tanggal Perawatan
20 Desember 2011
Assasement
Hepatitis Akut (A / B)
Plan
Infus three way
Infus KAEN 3B 10 tpm
Infus Aminofusin hepar 10
tpm
Inj Vit.K 1 amp/12 jam
Inj Ondansetron 1 amp/24
jam
Urdafalk 1-0-1
Curcuma 1-0-1
21-26 Desember
Hepatitis Akut A
2011
BAB III
10
PEMBAHASAN
Pasien dengan nama Tn.S usia 40 tahun dengan keluhan demam, mual,
muntah, sklera ikterik, dan warna urine pekat. Pasien didiagnosis menderita
hepatitis A akut. Berikut perbandingan antara teori dan fakta yang terjadi pada
perjalanan pasien tersebut
1. Anamnesis
Fakta
Teori
Demam
Kehilangan
nafsu
makan
(anoreksia)
Cefalgia
Fatik (badan lemas)
Sklera ikterik
o
d
r
o
m
a
l
:
-
Flulike symptoms
Demam ( umumnya low
grade, < 39,50 C)
Mual, muntah, kembung
Fatik, malaise, anoreksia
Mialgia, athralgia, cefalgia
Fotofobia, faringitis, batuk,
coryza
11
a
s
e
i
k
t
e
r
i
k
:
-
Sklera ikterik
Urine gelap
Feses pucat
Abdominal pain
Pruritus
Penurunan berat bdan
ringan
Nyeri RUQ
F
a
s
e
p
o
s
i
k
t
e
12
r
i
k
-
Kuning
Urine berwarna gelap
Lelah/lemas
Hilang nafsu makan
Nyeri & rasa tidak enak diperut
Tinja berwarna pucat
Mual dan muntah
Demam kadang-kadang menggigil
Sakit kepala
Nyeri pada sendi (arthralgia)
Pegal-pegal pada otot (myalgia)
40-80 %
68-94 %
52-91 %
42-90 %
37-68 %
32-73 %
28-73 %
26-73 %
15-52 %
16-25 %
0-20 %
Gejala hepatitis virus akut terjadi setelah virus meleawati masa inkubasi,
yakni selama 15-45 hari (rata-rata 4 minggu). Pada kasus ini didapatkan hasil
anamnesa yang sesuai dengan manifestasi klinis dari hepatitis virus akut. Pada
fase prodromal, muncul keluhan gastrointestinal dan muncul gejala flu like
syndrome yang dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini
antara lain berupa demam (demam berupa low grade fever 380 - 390 C lebih
sering terjadi pada hepatitis A), mual, muntah, kembung, anoreksia, cefalgia,
13
malaise dan fatik. Keluhan mual, muntah dan anoreksia sering kali disebabkan
oleh perubahan sistem penghidu dan perasa (Fauci et al, 2008, Martin, 2006).
Pada fase ikterik, pasien mengeluhkan mata dan badan menjadi kuning
yang disebabkan peningkatan bilirubin dalam darah dan pada akhirnya
menyebabkan terjadinya warna kuning pada sklera. Pasien juga mengeluhkan
buang air kecil berwarna sperti teh, hal ini juga karena disebabkan peningkatan
bilirubin. Pasien masuk Rumah Sakit pada fase ikterik. Pada fase ikterik keluhan
sistemik umumnya berkurang. Pasien justru merasa jauh lebih baik. Demam,
mual, dan muntah tidak lagi dirasakan oleh pasien (Fauci et al, 2008, Martin,
2006).
Pada fase ikterik bilirubin akan terus meningkat, menetap, kemudian
menurun secara perlahan-lahan. Proses ini berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada
usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa
berlangsung lebih lama.
Pada fase post ikterik perbaikan klinis timbul secara nyata. Namun
hepatomegali masih ada dan nilai biokimia hepar masih abnormal. Keadaan ini
bertahan selama 2-12 minggu, umumnya akan lebih lama pada infeksi hepatitis B
dan C. Perbaikan klinis dan laboratoris diharapkan terjadi pada 1-2 bulan pasca
infeksi hepatitis A dan E. Serta 3-4 bulan pasca onset ikterik pada infeksi hepatitis
B dan C tanpa komplikasi (Gilroy, 2011).
Dari kumpulan gejala yang dialami pasien di atas, telah sesuai degan
gejala dan tanda yang muncul pada kasus hepatitis akut. Selain itu, pasien juga
pernah merawat anaknya yang menderita hepatitis A selama 10 hari. Karena
transmisi HAV adalah melalui jalur fekal oral, maka riwayat kontak dengan
penderita HAV merupakan sebuah faktor risiko. Darah dan serum juga bersifat
infektif dan penyakit dapat ditransmisikan secara parenteral. Belum dapat
dipastikan apakah urine atau droplet nasofaringe.
Secara teoritis, faktor risiko paparan terhadap HAV antara lain (Gilroy,
2011):
a.
b.
c.
d.
e.
f.
2. Pemeriksaan Fisik
Fakta
T
Teori
F
a
p
V
N: 84 x/menit
TD : 140/100
mmHg
RR
20
:
x/menit
-
Suhu : 35,50C,
aksiler
K
e
p
a
l
a
Faring hiperemia
Low grade fever (380 390 C)
F
a
s
e
i
k
t
15
i
k
L
:
e
h
e
r
Konjungtiva
Skelra ikterik
Kuning pada permukaan
tangan dan kaki
Hepatomegali
Splenomegali
Anemis (-/-)
Sk
le
ra
ikt
er
ik
(+
)
T
h
o
r
a
x
Paru
I
simetris,
retraksi
ICS
(-/-)
Pa:
fremitus
raba simetris,
16
nyeri (-/-)
Per: sonor
A:
vesikuler,
rhonki
(-/-),
wheeze (-/-)
J
a
n
t
u
n
g
I:
IC
tidak
terlihat
Pal: IC tidak
teraba
Per:
batas
S1S2
tunggal
reguler,
A
b
d
o
m
e
n
17
I: Cembung
Pa: Soef, NTE
(-)
Hepatomegali
(-)
Splenome
gali (-)
Pe:
dominan
timpani
Aus:
Bu
dalam
(+)
batas
normal
E
x
t
r
e
m
i
t
a
s
akral hangat,
tidak terdapat
edema
Pada fase prodromal pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan
tanda yang spesifik. Pasien dengan infeksi HAV cenderung merasakan gejalagejala mirip flu dan gastrointestinal yang telah dibahas pada bagian anamnesis.
Pada fase ikterik temuan yang paling nyata adalah timbulnya ikterik yang paling
jelas diamati pada slera mata. Ikterik juga dapat diamati di kulit, selaput lendir
18
dan langit-langit mulut. Pembesaran hati dan limpa dapat teraba (pada 67%
kasus hepatitis akut) dan juga bisa tidak teraba (33% kasus). Hepar mungkin
membesar dan nyeri pada palpasi. Sumber lain meyebutkan splenomegali dapat
terjadi pada 10 -20 % pasien dengan hepatitis akut (Sherman, 2004).
Ikterik dan tubuh yang menguning terjadi sebagai akibat hambatan aliran
empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direk
dan indirek dalam serum. Ada tiga kelompok kerusakan yaitu di daerah portal,
dalam lobules dan dalam sel hati sendiri. Daerah lobules yang mengalami nekrosis
terutama yang terletak di bagian sentral. Kadang-kadang hambatan aliran empedu
ini mengakibatkan tinja pucat seperti dempul (feses acholis). Hambatan aliran
empedu (cholestasis) yang lama dapat menetap setelah gejala klinis sembuh. P ada
f ase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan sisa gejala klinis, ikterus mulai
menghilang, penderita merasa segar kembali walau mungkin masih terasa
cepat capai (Sherman, 2004; Longo, Fauci, 2010).
3. Pemeriksaan laboratorium
Fakta
DL (20 / 12/ 2011)
Teori
- Pada fase akut dapat
Leukosit 9.600
terjadi peningkatan
Hb 15,7
Hct 44,6 %
yang kadarnya
Trombosit 170.000
mencapai puncak
LED 30
ikterik.
Bilirubin mengalami
2011)
BJ 1020
Keton (+)
Nitrit (+)
Warna kuning tua
Sel epitel (+)
Leukosit 0-2 / lpb
mg/dl.
Neutropenia dan
limphopenia transien.
ALP dapat normal
atau meningkat.
19
KDL
HbsAg (-)
2011)
(24/
12/
-
SGOT 478
Prothombin time
memanjang.
Diagnosis parti : IgM
anti HAV (+)
SGPT 1146
SGOT 96
SGPT 357
Kolesterol 223
Bilirubin
Trigliserida 263
1,1
indirek
HDL 36
LDL 134
Ureum 22,0
2011)
Kreatinin 0,5
Serum SGOT
selama fase prodromal infeksi hepatitis akut. Meski demikian peningkatan level
enzim ini tidak terlalu berkorelasi dengan kerusakan sel hati. Peningkatan nilai
enzim ini bervariasi, dari 40 hingga 4000 IU. Level puncak terjadi pada saat
pasien secara klinis ikterik dan menurun secara progresif selama fase
penyembuhan hepatitis akut. Jaundice (ikterik) biasanya terlihat jika serum
bilirubin lebih dari 43 mol (2,5 mg/ dl). Saat timbul ikterik, serum bilirubin
umumnya mengalami peningkatan di rentang 85-340 mol (5-20 mg/ dl). Serum
bilirubin mungkin akan terus meningkat meski serum aminotransferase telah
menurun. Pada pasien ini, penurunan bilirubin serum (dari 7,0 mg/dl ke 4,1 mg/dl)
juga diikuti oleh penurunan level aminotransferase (penurunan SGPT dari 1146
menjadi 357 IU) (Sherman, 2004; Gilroy, 2011).
Neutropenia dan limphopenia dapat terjadi namun hanya bersifat
sementara dan sering diikuti oleh timbulnya limfositosis, terutama pada fase akut.
Penilaian terhadap prothrombin time (PT) penting dilakukan pada penderita
hepatitis viral akut. Nilai PT yang memanjang dapat menunjukkan defek sintesis
hepar yang berat, nekrosis hepatoseluler yang luas, dan berhubungan dengan
20
prognosis yang buruk. Perpanjangan nilai PT dapat terjadi meski hanya terjadi
sedikit peningkatan pada bilirubin atau serum aminotransferase. Serum alkaline
fosfatase dapat normal atau sedikit meningkat. Penurunan nilai albumin hanya
terjadi pada kasus yang berat dengan komplikasi. Mual, muntah, masukan
karbohidrat yang kurang jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan
hipoglikemia, yang sering timbul pada pasien dengan hepatitis yang berat. Pada
pasien ini tidak dialkukan pemeriksaan PT dan albumin (Sherman, 2004; Gilroy,
2011).
Diagnosis pasti HAV ditegakkan dengan pemeriksaan IgM anti-HAV.
Serum IgG dan IgM dapat meningkat pada sepertiga pasien dengan hepatitis viral
akut, dan peningkatan IgM merupakan karakteristik dari HAV. Antibodi HAV
(Anti
HAV)
dapat
terdeteksi
pada
fase
akut
penyakit
ketika
serum
aminotransferase meningkat dan feses masih mengandung kuman HAV. IgM antiHAV dapat menetap untuk beberapa bulan, namun jarang lebih dar 6-12 bulan.
Setelah melewati masa akut, anti HAV dari kelas IgG akan menetap dalam tubuh
sehingga pasien yang pernah terinfeksi hepatitis A tidak akan mengalami infeksi
ulang (Sherman, 2004; Gilroy, 2011).
Tabel. Pemeriksaan serologis hepatitis akut
HBsAg IgM anti-HAV
+
+
+
IgM antiHBc
+
-
Anti-HCV Interpretasi
-
Hepatitis B akut
Hepatitis B kronik
Hepatitis
A
akut
dengan
+
-
+
+
+
+
+
hepatitis
kronik
Hepatitis A dan B akut
Hepatitis A akut
Hepatitis A dan B akut
(HbsAg di bawah nilai
treshold)
Hepatitis
(HbsAg
B
di
deteksi treshold)
21
akut
bawah
Hepatitis C akut
Penatalaksanaan
Fakta
Infus three way
Aminofusin hepar 10 tpm
KAEN 3 B 10 tpm
Teori
-
Urdafalk 1-0-1
Curcuma 1-0-1
Injeksi vitamin K 1 amp/12 jam
Injeksi ondanstron 1 amp/24 jam
Metioson 2 x 1 tab
Curcuma 2 x 1 tab
Tidak ada terapi spesifik terhadap hepatitis A. Pencegahan merupakan
pendekatan yang paling efektif terhadap penyakit ini. Terapi bersifat suportif dan
bertujuan untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat (1 gr protein/ kg
BB, atau 30-35 kalori/ kg BB). Tidak terdapat bukti bahwa restriksi asupan lemak
mempengaruhi perjalanan penyakit. Konsumsi alkohol harus dihentikan selama
fase akut karena efek hepatotoksik dari alkohol itu sendiri. Hospitalisasi umumnya
tidak diperlukan.
Kortikosteroid dan imunoglobulin tidak terlalu bermanfaat pada fase akut,
kasus tanpa komplikasi karena tidak memiliki efek dalam proses resolusi penyakit.
Agen antivirus juga tidak memiliki efek klinis yang bermakna karena pada
dasarnya belum ada age antiviral yang spesifik dan kerusakan pada hepar lebih
disebabkan faktor imunopatologi. Pasien dengan hepatitis A fulminan harus
dirujuk untuk transplantasi liver, maski menentukan pasien yang memerlukan
transplantasi cukup sulit. Sejumlah besar (60 %) pasien dengan ensefalopati
derajat 4 masih akan survive meski tanpa transplantasi.
Imunisasi pasif dengan IG atau imunisasi aktif dengan vaksin telah
tersedia. Semua preparat IG mengandung HAV dengan konsentrasi yang cukup
untuk memberikan efek protektif. Saat diberikan sebelum paparan atau pada awal
masa inkubasi, IG efektif untuk untuk mencegah timbulnya gejala kllinis dari
22
hepatitis A. Jika dicurigai terjadi kontak dengan penderita HAV ( melalui kontak
serumah, seksual, atau institusional), IG 0,02 mg/kgBB direkomendasikan
sesegera mungkin setelah paparan, dan masih dapat efektif saat diberikan 2
minggu pasca paparan. Profilaksis tidak diperlukan bagi kelompok yang telah
mendapat vaksinasi, atau pada orang dewasa kebanyakan telah imun, atau pada
kelompok dengan Anti HAV di serumnya. Pada tahun 2006, Advisory Comittee on
Imunization Practice of the US Public Health Service telah merekomendasikan
vaksinasi rutin hepatitis A pada anak-anak.
Pada Tn. S terapi yang diberikan selama masa perawatan bersifat suportif.
Hal ini dikarenakan penyakit bersifat self limited dan seperti yang telah dibahas
sebelumnya, tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis A. Selama perawatan terapi
yang diberikan adalah infus Aminofusin hepar 10 tpm, KAEN 3 B 10 tpm,
Urdafalk 1-0-1, Curcuma 1-0-1, Injeksi vitamin K 1 amp/12 jam, Injeksi
ondanstron 1 amp/24 jam, Metioson 2 x 1 tab, Curcuma 2 x 1 tab
Terapi
Infus KAEN 3B 10 tpm
Analisa
Mengandung Na 50 meq/L, Cl 20 meq/L, dan K 20
mEq/L. Cairan ini berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan harian air dan elektrolit dengan jumlah
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian.
Sesuai digunkan pada pasien HAV dimana terjadi
Methioson 2 x 1 tab
Urdafalk 2 x 250 mg
karbohidrat
dan
protein
pada
insufisiensi hati.
Mengandung asam ursodeoxycholic, merupakan
hepatoprotektor
23
Curcuma 2 x 500 mg
level fosfolipid
Inj. Ondansetron 1 amp/24 Merupakan anti emetik golongan antagonis reseptor
jam
terjadi
ikterus
obstruktif
24
yang
dapat
BAB IV
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis menderita hepatitis A akut.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan bersifat terapi suportif.
3. Keluhan pasien selama masa perawatan berangsur berkurang dan pasien
pulang setelah perawatan hari ke 8.
4. Prognosis dari pasien ini baik vitam maupun fungsionam adalah bonam
25
DAFTAR PUSTAKA
Fauci, A., Braunwald, E., Kasper, D., Hauser, S., Longo, D., Jameson, L.,
et al. (2008). Harrison's Manual of Medicine (Vol. 17): McGraw Hill.
Friedman, H. (1996). Problem Oriented Medical Diagnosis (Vol. 6):
Little and Brown Company.
Heathcote, Elewaut, A., Fedail, S., Gangl, A., Hamid, S., Shah, M., et al.
(2007). Management of Acute Hepatitis. World Gastroenterology Organisation
Practice Guidelines.
Longo, D., & Fauci, A. (2010). Gastroenterology and Hepatology (Vol.
17): McGraw Hill.
Martin, A. (Hepatitis A Virus). 2006. American Association for Study of
the Liver Disease, 43.
Sherman, M. (2004). Management of Viral Hepatitis. A Canadian
Consensus Conference.
26