Anda di halaman 1dari 22

SCABIES

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok


Mata kuliah: Keperawatan pada Sistem Integumen

Disusun oleh :
Tutor 4
Kelompok I
Lisa MeiliaKhairunnisa

220110140027

Nina Aminah Amaliyah

220110140045

Nisa Nur Shidqi

220110140074

Rani Asyuni Sipayung

220110140102

Elizabeth Sarah A.

220110140142

Siti Maemunah

220110140143

Irza Mardhiyah Puteri

220110140169

DosenTutor :Ai Mardhiyah, S.Kp., M.Kep


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Pengertian..............................................................................................3
2.2 Etiologi..................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..............................................................................................4
2.4 Faktor Resiko........................................................................................6
2.5 Penularan...............................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................7
2.7 Patofisilogi............................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................8
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................13
3.1 Pengkajian............................................................................................13
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................13
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................14
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN..............................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

BAB I
0

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan
manusia. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Menurut World Health Organitation (WHO), sehat adalah keadaan
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat. (Notoatmodjo, 2010).
Salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam status kesehatan
seseorang adalah faktor lingkungan, baik lingkungan mental, sosial, ekonomi,
fisik maupun biologik. Lingkungan biologik terdiri atas organisme-organisme
hidup yang berada di sekitar manusia, baik yang berguna bagi kesehatan
maupun yang merugikan bagi manusia. Lingkungan biologik tersebut ada
yang nampak oleh mata dan ada pula yang tidak dapat dilihat secara langsung
oleh mata. (Notoatmodjo, 2010).
Beberapa jenis gangguan kesehatan pada manusia yang berasal dari
lingkungan biologik disebabkan oleh hewan-hewan kecil yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Salah satunya adalah gangguan kulit yang
disebut dengan scabies atau gudik. (Shariasih, dalam majalah ARSIP Edisi
55).
Scabies disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptus scabiei
varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year
itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera.
(Hararap,2008). Scabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, dan
didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita
penyakit ini. Tungau scabies ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm
pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina. (Brown dkk, 2002).
Menurut Depkes RI, prevalensi scabies di Puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6% - 12,95% dan scabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit tersering. Begitu pula pada tahun 2010,
penyakit kulit dengan jaringan subkutanlainnya seperti scabies masih

menduduki peringkat ketiga dari 10 besar penyakit rawat jalan di Indonesia.


(Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011).
1.2 Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan scabies.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Skabies (scabies, bahasa latin : keropeng, kudis ,gatal). Scabies memiliki
persamaan nama yaitu acariasi, penyakit ini disebabkan oleh parasit Sarcoptes
scabiei var yang biasa disebut dengan tungau termasuk dalam filum Arthropoda,
famili Sarcoptidae, ordo Arachnida. Parasit ini memiliki bentuk tubuh yang oval
dan gepeng, tungau yang betina memiliki ukuran yang lebih besar dari pada
tungau yang jantan. Memiliki 8 kaki yaitu, dua pasang kaki depan, dan dua pasang
kaki belakang (Sungkar, 2004).
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya
(Isa Marufi, Soedjajadi K, Hari B N, 2005).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai
semua ras dan golongan diseluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau
mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).
Jadi, scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman
parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular dari manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan yang
ada dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensititasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim
dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan dan gatal agogo.
2.2 Etiologi
Penyebab utama dari scabies yaitu akibat tertularnya tungau yang
menyerang kulit. tungau (kutu) ini kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei)
termasuk dalam kelas arachnida. Tungau ini tidak dapat dilihat karena ukurannya
sangat kecil dan hanya bias dilihat dengan mikroskop. Tungau didapatkan melalui
kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini seringkali
berpegangan tangan dengan waktu yang sangat lama merupakan penyebab umum
terjadinya penyebaran penyakit ini. Selain terjangkit dengan tungau, lingkungan

yang kotor dan personal hygiene yang kurang dapat juga menyebabkan penyakit
ini.
Secara morfologik, Sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk
oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan
tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Kutu tersebut
memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli (terowongan) lurus atau
berkelok sepanjang 0,6 cm 1,2 cm.. didalam terowongan inilah Sarcoptes betina
bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni
sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang
memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.
Tungau betina ini berukuran kisaran 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Kecepatan tungau betina menggali terowongan 2-3mm sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal di terowongan maupun keluar. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu 8-12 hari.
2.3 Klasifikasi
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia
adalah sebagai berikut:
a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)
Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular
lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.
Kutu biasanya hilang akibat mandi teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran lkinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun


vesikel lebih banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala,
leher, telapak tangan, dan telapak kaki.
c. Skabies noduler (Nodural Scabies)
Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah
tertutup. Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun
walaupun telah diberikan obat antiskabies.
d. Skabies in cognito
Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala
klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan tetap menular.
e. Skabies yang ditularkan oleh hewan (animal transmitted scabies)
Gejala ringan rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri
bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
f. Skabies krustoma (crustes scabies / scabies keratorik)
Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi
keterlambatan diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.
g. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
h. Skabies yang disertai penyakit menular seksual yang lain
Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan
penyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan
atau gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis.
i. Skabies dan AIDS
Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.
j. Skabies dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula
pada tangan dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat
antiskabies (Emier, 2007).
2.4 Faktor Resiko
Faktor resiko dari skabies (Mukono, 2010), yaitu :
1. Faktor host.
Merupakan faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh sifat
genetik manusia yaitu salah satunya dari sistem kekebalan dari

individu itu sendiri. Sistem imun yang rendah maka akan mudah untuk
tertular skabies.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan sanitasi yang buruk dapat mempermudah
penularan skabies. Penyakit skabies ini sering ditemukan pada
penderita yang tinggal pada tempat yang kumuh dan tidak memiliki
sanitasi yang baik.
3. Faktor penularan oleh hewan.
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya
peternak dan gembala.
4. Faktor usia
Skabies dapat menyerang semua usia namun lebih sering
menyerang pada anak-anak khususnya pada daerah yang berkembang
yang tingkat ekonominya rendah (Johnston and Sladden, 2005).
2.5 Penularan
Penularan penyakit scabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2) Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal
tersebut memegang peranan penting dalam penularan scabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut. Skabies
norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah
sakit, panti jompo, pemondokkan/asrama dan rumah sakit jiwa, karena
banyak mengandung tungau.
2.6 Manifestasi Klinis

1. Gatal gatal terutama pada malam hari (pruritus noktural).


Diakibatkan oleh aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas
2. Terdapat papula atau vesikel yang dapat berbentuk terowongan di
dalam kulit yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis
lurus maupun berkelok-kelok, rata-rata panjang 1cm.
3. Terkadang disertai eritema disekeliling area luka.
4. Terdapat agen parasitik. Ini merupakan ciri khas.
5. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. Biasanya
seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
2.7 Patofisiologi
Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak
fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei, tempat tidur,
perabot rumah, jarang terjadi. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan
pada suhu kamar 21o C dengan kelembaban relatif 40-80%.
Kutu betina berukuran 0,3-0,4 mm. Kutu jantan membuahi kutu betina,
dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lubang ke
dalam epidermis, kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum.
Kecepatan menggali terowongan 1-5 mm/hari. Dua hari setelah fertilisasi, scabies
betina mulai mengeluarkan telur yang kemudian berkembang melalui stadium
larva, nimpa, dan kemudian menjadi kutu dewasa dalam 10-14 hari. Lama hidup
kutu betina kira-kira 30 hari. Kemudian kutu mati di ujung terowongan.
Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak
mengandung folikel pilosebasea.
Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala. Mellanby menunjukkan sensitisasi
dimuai 2-4 minggu setelah penyakit dimulai. Selama waktu itu kutu berada diatas
kulit atau sedang menggali terowongan tanpa menimbulkan gatal. Gejala gatal
timbul setelah penderita tersensitasi oleh ekskreta kutu.
Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik
lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh
sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi
ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini

disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi yang terjadi


atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator lainnya
yang berasal dari sel mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga
menyebabkan rasa gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan
kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein
plasma

melintasi

endotel

yang

menimbulkan

kemerahan

dan

panas

(Baratawidjaja, 2007).
Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum
dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik
akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan
yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem
imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007).

2.8 Penatalaksanaan Scabies


Dengan memperhatikan pemilihan obat, cara pemakaian obat, syarat
pengobatan, serta menghilangkan factor predisposisi, penyakit ini dapat diberantas
dan memberi prognosis yang baik. Pengobatan yang dilakukan berupa farmako
dan non farmako :

Farmako
1) Lindane (gamma benzenahexachloride = GBHC)
Merupakan obat pilihan untuk scabies karena dapat membunuh
tungau S.scabiei (bersifat skabisid), mempunyai 2 efek sebagai
antiskabies dan antigatal, efektif terhadap semua stadium, dan mudah
digunakan. Tersedia dalam bentuk krim, lotion, dan gel yang tidak
berbau dan tidak bewarna dengan konsentrasi 1%. Pemakaiannya
dengan mengoleskan ke seluruh tubuh, didiamkan selama 12-24 jam,
lalu dicuci bersih.Penggunaan hanya satu kali dan dapat diulang
seminggu kemudian dengan maksimum pengobatan 2 kali (interval 1
minggu).Tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita
hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.
2) Permetrin

Merupakan obat antiskabies pilihan yang relative baru dalam


bentuk krim konsentrasi 5% dengan tingkat keamanannya cukup
tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak megiritasi kulit.Dapat
digunakan di kepaladan di leher anak usia kurang dari 2 tahun.
Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi kurang 8 jam
kemudian dicuci bersih. Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2
bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping berupa rasa
terbakar, perih,dan gatal jarang ditemukan.
3) Krotamiton (crotonyl-N-ethyl-O-toluidine)
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion dengan konsentrasi
10%, tidak mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap scabies, tidak
mempunyai efek sistematik, serta aman digunakan pada bayi, wanita
hamil, dan anak-anak. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
4) Sulfur
Tersedia dalam bentuk paraffin padat, lunak, dan berwarna
dengan konsentrasi 10%. Umumnya aman dan efektif sehingga dapat
dipakai pada bayi, anak-anak, serta wanita hamil dan menyusui
dengan konsentrasi 2-4% (anak), 6-8% (wanita) dan 10% (laki-laki).
Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 hari.
5) Benzil benzoat
Tersedia dalam bentuk emulsi atau lotion dengan konsentrasi
25-30%. Pada anak-anak dilakukan pengenceran dengan 2 atau 3
bagian air. Cara pemakaian dengan dioleskan dan dibiarkan pada kulit
berturut-turut dengan interval 1 minggu. Obat ini efektif dan secara
kosmetik dapat diterima, walaupun dapat menimbulkan gatal dan
iritasi.
6) Malation
Malation 0,5% dengan dasar air dalam bentuk salep digunakan
selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari
kemudian.

Non farmako

Pada pasien secara umum dianjurkan untuk menjaga kebersihan,


meningkatkan

kebersihan

lingkungan

maupun

perorangan

dan

meningkatkan status gizinya, dengan langkah seperti;


1) Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara
direbus semua pakaian, sprei, dan handuk kemudian menjemurnya
hingga kering.
2) Menghindari pemakaian baju, handuk, sprei secara bersama-sama.
3) Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat untuk
memutuskan rantai penularan.
4) Mandi dengan air hangat dan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa
kulit yang mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.
5) Mencegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar
tetap bersih dan sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena
sinar matahri serta menjaga kebersihan diri anggota keluarga dengan
baik.

2.9 Pemeriksaan penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menemukan S. scabiei.
1. Kerokan kulit
Tungau biasanya dapat ditemukan pada ujung terowongan, namun
pemeriksaan ini memerlukan keterampilan dan latihan. Kerokan kulit dari
lesi berupa papul atau terowongan, bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis skabies.Pertama-tama, satu tetes minyak mineral diletakkan pada
pisau skapel steril, kemudian dilakukan pengerokan pada 5-6 lesi yang
dicurigai. Hasil kerokan dan minyak selanjutnya diperiksa di bawah
mikroskop.

Kegagalan

dalam

menemukan

tungau

tidak

dapat

menyingkirkan diagnosis skabies.


2. Pemeriksaan apusan kulit

10

Pada pemeriksaan apusan kulit, kulit dibersihkan dengan eter,


kemudian dengan gerakan cepat selotip dilekatkan dan ditekan pada lesi
dan setelah beberapa detik selotip diangkat. Selotip lalu diletakkan di atas
gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek), dan
diperiksa di bawah mikroskop.
3. Burrow ink test
Pemeriksaan lain yaitu burrow ink test, dengan cara mengoles
kantin taat augentian violet kepermukaan kulit yang terdapat lesi, tinta
akan terabsorbsi dan kemudian akan terlihat terowongan. Selain itu, dapat
digunakan tetrasiklin topical dan dengan bantuan lampu wood terowongan
akan tampak sebagai garis lurus berwarna kuning kehijauan. Dermoskopi
juga dapat dilakukan untuk membantu mengidentifikasi terowongan atau
tungau beserta produknya.

4. Biopsi
Pada pemeriksaan biopsi, tungau dapat ditemukan terpotong pada
stratum korneum. Selain itu tampak proses inflamasi ringan serta edema
stratum granulosum.
5. Pengambilan tungau dengan jarum
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke
dalam bagian yang gelap dan degerakkantangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

11

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan untuk penyakit scabies ini terutama ditujukan
pada warna kulit, kelembapan kulit dan tekstur kulit.
Diagnosis ditegakkan atas dasar:
1) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok, panjangnya beberapa milimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula
2) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola
mamae (wanita), imbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria)
3) Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies yang efektif

12

4) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies (Mawali,
2000)
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya destruksi
lapisan kulit.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus nokturia.
d. Gangguan bodi image berdasarkan perubahan dalam penampilan
sekunder
e. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak.

3.3 Intervensi Keperawatan


N
Diagnosa
o
Keperawatan
.
1 Nyeri akut
. berhubungan
dengan agen
cidera biologis.

Tujuan

Intervensi

Dalam waktu 3x24


jam:
1. Mampu
mengoontrol
nyeri.
2. Melaporkan
nyeri
berkurang.
3. Menyataka
n rasa
nyaman
setelah
nyeri
berkurang .

1. Kaji intensitas
nyeri,
karakteristik,
dan lokasinya.
2. Berikan
perawatan
kulit sesering
mungkin.
3. Kolaborasi
pemberian
analgetik
dengan
dokter.

Rasional
1. Mengetahui dimana
letak nyeri yang
dirasakan klien dan
berapa besar tonkat
nyeri yang
dirasakna klien.
2. Supaya tidak terjadi
luka tambahan pada
daerah kulit yang
diserang oleh kutu.

3. Membantu
mengurangi rasa
nyeri yang
dirasakan oleh

13

2 Gangguan
. integritas kulit
berhubungan
dengan destruksi
lapisan kulit

Dalam waktu 3x24


jam terdapat
penurunan respon
gatal dengan
kriteria hasil :
1. Klien
menyatakan
rasa gatal
berkurang,
kemerahan
pada kulit
berkurang,
erosi, krusta
pun
berkurang.

1. Anjurkan
mandi
setidaknya
satu kali
sehari

2. Gunakan air
hangat
jangan air
panas.

3. Kolaborasika
ndengan
dokter
mengenai
pemberian
antibiotik
oral atau
topical.
4. Kolaborasika
n dengan
obat anti
scabies.

3 Gangguan pola
. tidur
berhubungan

Dalamwaktu 3x24
jam:
1. Klien

5. Kolaborasika
ndengan
tindakan
invasif
( pembedahan,
bila perlu).
1. Nasihati
klien untuk
menjaga

klien.
1. Mandi dapat
membuat
perkembangan kutu
terhambat karena
kulit selalu terjaga
untuk tetap bersih.

2. Panas akan
meningkatkan
vasodilatasi
sehingga
meningkatkan
pruritus.
3. Untuk mencegah
terjadinya infeksi.

4. Agar kutu atau


tunggau yang ada
dalam kulit mati.

5. Untuk
menghilangkan kutu
yang masih ada
dalam terowongan
di dalam kulit.

1. Udara yang kering


membuat kulit
terasa gatal,

14

dengan pruritus
nokturia

menyatakan
dapat tidur
tanpa
terganggu
akan rasa
gatal-gatal
yang sudah
jarang
timbul lagi.

kamar tidur
agar tetap
memiliki
ventilasi dan
kelembaban
yang baik.

lingkungan yang
nyaman
meningkatkan
relaksasi.

2. Mandi hanya
diperlukan,
gunakan
sabun
lembut,
oleskan krim
setelah
mandi.

2. Mandi akan
membuat bdan
terasa nyaman
sehingga akan dapat
tidur dengan
nyaman.

3. Menghindari
minuman
yang
mengandung
kafein
menjelang
tidur.

4. Kolaborasi
untuk
pemberian
obat
antihistamin
/ obat anti
gatal.

4 Gangguan bodi
. image
berhubungan
dengan

Dalamwaktu 3x24
jam:
1. Bodi image

1. Dorong
pasien untuk
menerima
dan dan

3. Kafein memiliki
efek puncak 2-4 jam
setelah dikonsumsi
sehingga dapat
menggangu pola
tidur.

4. Antihistamin dapat
menurunkan rasa
gatal pada klien.
1. Penerimaan
perasaan sebagai
respon normal
terhadap apa yang

15

perubahan
dalam
penampilan
sekunder

positif.
2. Mampu
mengidentif
ikasi
kekuatan
personal.
3. Mendeskrip
sikan secara
faktual
perubahan
fungsi
tubuh.
4. Mempertah
ankan
interaksi
sosial.
5. Konsep diri
dipertahank
an dan
ditingkatka
n.

mengakui
ekspresi
frustasi
ketergantung
a, marah,
perhatikan
perilaku
menarik.

2. Berikan
penguatan
positif
terhadap
kemajuan
dan
dorongan
usaha untuk
mengikuti
tujuan
pengobatan.
3. Bersikap
realistis dan
positif
selama
pengobatan
pada
penyuluhan
kesehatan
dan
menyusun
tujuan dalam
keterbatasan
.
4. Dorong
interaksi
keluarga.

terjadi membantu
perbaikan .

2. Kata-kata penguatan
dapat mendukung
klien.

3. Meningkatkan dan
menjalin rasa saling
percaya antara
pasien dengan
perawat.

16

4. Mempertahankan
atau membuka garis
komunikasi dan
memberikan
dukungan secara
terus-menerus pada
pasien dan keluarga.
5 Resiko infeksi
. berhubungan
dengan jaringan
kulit rusak.

1. Klien bebas
dari tanda
dan gejala
infeksi.
2. Mendeskrip
skan proses
penularan
penyakit
dan faktor
yang
mempengar
uhi
penularan
serta
pelaksanaan
nya.
3. Menunjukk
an perilaku
hidup sehat.
4. Menunjukk
an
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi.

1. Bersihkan
lingkungan
setelah
dipakai oleh
pasien lain. .
2. Batasi
pengunjung
bila perlu.
3. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
mencuci
tangan saat
berkunjung
dan setelah
berkunjung
meninggalka
n pasien
(gunakan
sabun anti
mikroba).
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
keperawatan.

1. Untuk
meminimalisir
kemungkinan
terjadinya penularan
kuman dari pasien
lain agar mencegah
infeksi.
2. Mengurangi resiko
infeksi yang mampu
memperburuk
kondisi pasien.
3. Saat berkunjung
bertujuan untuk
mencegah
terjadinya infeksi
untuk pasien dan
setelah berkunjung
untuk mencegah
penularan penyakit
kepada pengunjung
yang datang.

4. Meminimalisir
resiko infeksi pada
klien dan pebularan
pada perawat (yang
memberikan

17

tindakan).
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Penyakit skabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal
Sarcoptes scabiei. Kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk
kanalikuli lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2cm. Akibatnya penyakit
ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Meskipun obat menjadi prioritas jalan keluar setiap penyakit tetapi,
pencegahan merupakan langkah yang terpenting. Melakukan tindakan pencegahan
jauh lebih mudah dan murah bila dilakukan dengan penuh kesadaran dan
kepedulian terhadap kesehatan. Karena dengan melakukan pencegahan dengan
prinsip mengutamakan kebersihan diri dan lingkungan turut mencegah kita untuk
terjangkit penyakit lain.

18

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, KR. 2012. Bab 2 TinjauanPustakaPenyakitSkabiesdiaksesmelalui


repository.usu.ac.id padatanggal 18 Februari 2016
Lakswinar, S. 2012. BAB II TinjauanPustakadiaksesmelalui repository.usu.ac.id
padatanggal 20 Februari 2016
Hakiki, Imam. 2013. PemeriksaanPenunjangSkabiesdan Diagnosis
diaksesmelalui ml.scribd.com padatanggal 20 Februari 2016
Notoadmodjo S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hararap M. 2008. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia.
Brown R.G., Burns T. 2002. Lecture Notes Dermatology. Jakarta: Erlangga.
Suabranks.2010.Scabies. 21 Februari 2016.
http://www.scribd.com/doc/37758807/skabies#scribd
Sofyano.TinjauanPustakaSkabiesdiaksesmelalui digilib.unimus.ac.id padatanggal
18 Februari 2016
TinjauanPustakaSkabiesdiaksesmelalui digilib.unila.ac.id padatanggal 18 Februari
2016
Amin & Hardhi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
E-Learning Keperawatan Sistem Integumen. Tersedia dalam http://ners.unair.ac.id
diakses pada tanggal

19

20

Anda mungkin juga menyukai