Disusun oleh :
Tutor 4
Kelompok I
Lisa MeiliaKhairunnisa
220110140027
220110140045
220110140074
220110140102
Elizabeth Sarah A.
220110140142
Siti Maemunah
220110140143
220110140169
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Pengertian..............................................................................................3
2.2 Etiologi..................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..............................................................................................4
2.4 Faktor Resiko........................................................................................6
2.5 Penularan...............................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis.................................................................................7
2.7 Patofisilogi............................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................8
2.9 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................13
3.1 Pengkajian............................................................................................13
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................13
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................14
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN..............................................................18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19
BAB I
0
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan
manusia. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009, kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Menurut World Health Organitation (WHO), sehat adalah keadaan
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat. (Notoatmodjo, 2010).
Salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam status kesehatan
seseorang adalah faktor lingkungan, baik lingkungan mental, sosial, ekonomi,
fisik maupun biologik. Lingkungan biologik terdiri atas organisme-organisme
hidup yang berada di sekitar manusia, baik yang berguna bagi kesehatan
maupun yang merugikan bagi manusia. Lingkungan biologik tersebut ada
yang nampak oleh mata dan ada pula yang tidak dapat dilihat secara langsung
oleh mata. (Notoatmodjo, 2010).
Beberapa jenis gangguan kesehatan pada manusia yang berasal dari
lingkungan biologik disebabkan oleh hewan-hewan kecil yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Salah satunya adalah gangguan kulit yang
disebut dengan scabies atau gudik. (Shariasih, dalam majalah ARSIP Edisi
55).
Scabies disebabkan oleh infestasi dan sensitasi Sarcoptus scabiei
varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year
itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera.
(Hararap,2008). Scabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, dan
didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita
penyakit ini. Tungau scabies ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm
pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina. (Brown dkk, 2002).
Menurut Depkes RI, prevalensi scabies di Puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6% - 12,95% dan scabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit tersering. Begitu pula pada tahun 2010,
penyakit kulit dengan jaringan subkutanlainnya seperti scabies masih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Skabies (scabies, bahasa latin : keropeng, kudis ,gatal). Scabies memiliki
persamaan nama yaitu acariasi, penyakit ini disebabkan oleh parasit Sarcoptes
scabiei var yang biasa disebut dengan tungau termasuk dalam filum Arthropoda,
famili Sarcoptidae, ordo Arachnida. Parasit ini memiliki bentuk tubuh yang oval
dan gepeng, tungau yang betina memiliki ukuran yang lebih besar dari pada
tungau yang jantan. Memiliki 8 kaki yaitu, dua pasang kaki depan, dan dua pasang
kaki belakang (Sungkar, 2004).
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya
(Isa Marufi, Soedjajadi K, Hari B N, 2005).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai
semua ras dan golongan diseluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau
mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997).
Jadi, scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi kuman
parasitik (Sarcoptes scabiei) yang mudah menular dari manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan yang
ada dimuka bumi ini. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensititasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim
dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan dan gatal agogo.
2.2 Etiologi
Penyebab utama dari scabies yaitu akibat tertularnya tungau yang
menyerang kulit. tungau (kutu) ini kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei)
termasuk dalam kelas arachnida. Tungau ini tidak dapat dilihat karena ukurannya
sangat kecil dan hanya bias dilihat dengan mikroskop. Tungau didapatkan melalui
kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini seringkali
berpegangan tangan dengan waktu yang sangat lama merupakan penyebab umum
terjadinya penyebaran penyakit ini. Selain terjangkit dengan tungau, lingkungan
yang kotor dan personal hygiene yang kurang dapat juga menyebabkan penyakit
ini.
Secara morfologik, Sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk
oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan
tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Kutu tersebut
memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli (terowongan) lurus atau
berkelok sepanjang 0,6 cm 1,2 cm.. didalam terowongan inilah Sarcoptes betina
bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni
sarcoptes muda. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang
memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.
Tungau betina ini berukuran kisaran 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Kecepatan tungau betina menggali terowongan 2-3mm sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal di terowongan maupun keluar. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu 8-12 hari.
2.3 Klasifikasi
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia
adalah sebagai berikut:
a. Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)
Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular
lain. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan.
Kutu biasanya hilang akibat mandi teratur.
b. Skabies pada bayi dan anak kecil
individu itu sendiri. Sistem imun yang rendah maka akan mudah untuk
tertular skabies.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan sanitasi yang buruk dapat mempermudah
penularan skabies. Penyakit skabies ini sering ditemukan pada
penderita yang tinggal pada tempat yang kumuh dan tidak memiliki
sanitasi yang baik.
3. Faktor penularan oleh hewan.
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya
peternak dan gembala.
4. Faktor usia
Skabies dapat menyerang semua usia namun lebih sering
menyerang pada anak-anak khususnya pada daerah yang berkembang
yang tingkat ekonominya rendah (Johnston and Sladden, 2005).
2.5 Penularan
Penularan penyakit scabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan scabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2) Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal
tersebut memegang peranan penting dalam penularan scabies dan
dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut. Skabies
norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah
sakit, panti jompo, pemondokkan/asrama dan rumah sakit jiwa, karena
banyak mengandung tungau.
2.6 Manifestasi Klinis
melintasi
endotel
yang
menimbulkan
kemerahan
dan
panas
(Baratawidjaja, 2007).
Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum
dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik
akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan
yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem
imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007).
Farmako
1) Lindane (gamma benzenahexachloride = GBHC)
Merupakan obat pilihan untuk scabies karena dapat membunuh
tungau S.scabiei (bersifat skabisid), mempunyai 2 efek sebagai
antiskabies dan antigatal, efektif terhadap semua stadium, dan mudah
digunakan. Tersedia dalam bentuk krim, lotion, dan gel yang tidak
berbau dan tidak bewarna dengan konsentrasi 1%. Pemakaiannya
dengan mengoleskan ke seluruh tubuh, didiamkan selama 12-24 jam,
lalu dicuci bersih.Penggunaan hanya satu kali dan dapat diulang
seminggu kemudian dengan maksimum pengobatan 2 kali (interval 1
minggu).Tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita
hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.
2) Permetrin
Non farmako
kebersihan
lingkungan
maupun
perorangan
dan
Kegagalan
dalam
menemukan
tungau
tidak
dapat
10
4. Biopsi
Pada pemeriksaan biopsi, tungau dapat ditemukan terpotong pada
stratum korneum. Selain itu tampak proses inflamasi ringan serta edema
stratum granulosum.
5. Pengambilan tungau dengan jarum
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke
dalam bagian yang gelap dan degerakkantangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan untuk penyakit scabies ini terutama ditujukan
pada warna kulit, kelembapan kulit dan tekstur kulit.
Diagnosis ditegakkan atas dasar:
1) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok, panjangnya beberapa milimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula
2) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola
mamae (wanita), imbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria)
3) Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies yang efektif
12
4) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies (Mawali,
2000)
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya destruksi
lapisan kulit.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus nokturia.
d. Gangguan bodi image berdasarkan perubahan dalam penampilan
sekunder
e. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak.
Tujuan
Intervensi
1. Kaji intensitas
nyeri,
karakteristik,
dan lokasinya.
2. Berikan
perawatan
kulit sesering
mungkin.
3. Kolaborasi
pemberian
analgetik
dengan
dokter.
Rasional
1. Mengetahui dimana
letak nyeri yang
dirasakan klien dan
berapa besar tonkat
nyeri yang
dirasakna klien.
2. Supaya tidak terjadi
luka tambahan pada
daerah kulit yang
diserang oleh kutu.
3. Membantu
mengurangi rasa
nyeri yang
dirasakan oleh
13
2 Gangguan
. integritas kulit
berhubungan
dengan destruksi
lapisan kulit
1. Anjurkan
mandi
setidaknya
satu kali
sehari
2. Gunakan air
hangat
jangan air
panas.
3. Kolaborasika
ndengan
dokter
mengenai
pemberian
antibiotik
oral atau
topical.
4. Kolaborasika
n dengan
obat anti
scabies.
3 Gangguan pola
. tidur
berhubungan
Dalamwaktu 3x24
jam:
1. Klien
5. Kolaborasika
ndengan
tindakan
invasif
( pembedahan,
bila perlu).
1. Nasihati
klien untuk
menjaga
klien.
1. Mandi dapat
membuat
perkembangan kutu
terhambat karena
kulit selalu terjaga
untuk tetap bersih.
2. Panas akan
meningkatkan
vasodilatasi
sehingga
meningkatkan
pruritus.
3. Untuk mencegah
terjadinya infeksi.
5. Untuk
menghilangkan kutu
yang masih ada
dalam terowongan
di dalam kulit.
14
dengan pruritus
nokturia
menyatakan
dapat tidur
tanpa
terganggu
akan rasa
gatal-gatal
yang sudah
jarang
timbul lagi.
kamar tidur
agar tetap
memiliki
ventilasi dan
kelembaban
yang baik.
lingkungan yang
nyaman
meningkatkan
relaksasi.
2. Mandi hanya
diperlukan,
gunakan
sabun
lembut,
oleskan krim
setelah
mandi.
2. Mandi akan
membuat bdan
terasa nyaman
sehingga akan dapat
tidur dengan
nyaman.
3. Menghindari
minuman
yang
mengandung
kafein
menjelang
tidur.
4. Kolaborasi
untuk
pemberian
obat
antihistamin
/ obat anti
gatal.
4 Gangguan bodi
. image
berhubungan
dengan
Dalamwaktu 3x24
jam:
1. Bodi image
1. Dorong
pasien untuk
menerima
dan dan
3. Kafein memiliki
efek puncak 2-4 jam
setelah dikonsumsi
sehingga dapat
menggangu pola
tidur.
4. Antihistamin dapat
menurunkan rasa
gatal pada klien.
1. Penerimaan
perasaan sebagai
respon normal
terhadap apa yang
15
perubahan
dalam
penampilan
sekunder
positif.
2. Mampu
mengidentif
ikasi
kekuatan
personal.
3. Mendeskrip
sikan secara
faktual
perubahan
fungsi
tubuh.
4. Mempertah
ankan
interaksi
sosial.
5. Konsep diri
dipertahank
an dan
ditingkatka
n.
mengakui
ekspresi
frustasi
ketergantung
a, marah,
perhatikan
perilaku
menarik.
2. Berikan
penguatan
positif
terhadap
kemajuan
dan
dorongan
usaha untuk
mengikuti
tujuan
pengobatan.
3. Bersikap
realistis dan
positif
selama
pengobatan
pada
penyuluhan
kesehatan
dan
menyusun
tujuan dalam
keterbatasan
.
4. Dorong
interaksi
keluarga.
terjadi membantu
perbaikan .
2. Kata-kata penguatan
dapat mendukung
klien.
3. Meningkatkan dan
menjalin rasa saling
percaya antara
pasien dengan
perawat.
16
4. Mempertahankan
atau membuka garis
komunikasi dan
memberikan
dukungan secara
terus-menerus pada
pasien dan keluarga.
5 Resiko infeksi
. berhubungan
dengan jaringan
kulit rusak.
1. Klien bebas
dari tanda
dan gejala
infeksi.
2. Mendeskrip
skan proses
penularan
penyakit
dan faktor
yang
mempengar
uhi
penularan
serta
pelaksanaan
nya.
3. Menunjukk
an perilaku
hidup sehat.
4. Menunjukk
an
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi.
1. Bersihkan
lingkungan
setelah
dipakai oleh
pasien lain. .
2. Batasi
pengunjung
bila perlu.
3. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
mencuci
tangan saat
berkunjung
dan setelah
berkunjung
meninggalka
n pasien
(gunakan
sabun anti
mikroba).
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
keperawatan.
1. Untuk
meminimalisir
kemungkinan
terjadinya penularan
kuman dari pasien
lain agar mencegah
infeksi.
2. Mengurangi resiko
infeksi yang mampu
memperburuk
kondisi pasien.
3. Saat berkunjung
bertujuan untuk
mencegah
terjadinya infeksi
untuk pasien dan
setelah berkunjung
untuk mencegah
penularan penyakit
kepada pengunjung
yang datang.
4. Meminimalisir
resiko infeksi pada
klien dan pebularan
pada perawat (yang
memberikan
17
tindakan).
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Penyakit skabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal
Sarcoptes scabiei. Kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk
kanalikuli lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2cm. Akibatnya penyakit
ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan.
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Meskipun obat menjadi prioritas jalan keluar setiap penyakit tetapi,
pencegahan merupakan langkah yang terpenting. Melakukan tindakan pencegahan
jauh lebih mudah dan murah bila dilakukan dengan penuh kesadaran dan
kepedulian terhadap kesehatan. Karena dengan melakukan pencegahan dengan
prinsip mengutamakan kebersihan diri dan lingkungan turut mencegah kita untuk
terjangkit penyakit lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20