Anda di halaman 1dari 8

TEKNIK PERTAMBANGAN

TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

ANALISIS PENGARUH BAHAN BAKAR, BAHAN REDUKTOR


DAN BAHAN IMBUHAN TERHADAP KADAR NIKEL DALAM PRODUKSI
SPONGE FERONIKEL DARI BIJIH NIKEL LATERIT
INFLUENCE ANALYSIS
OF FUEL, REDUCTOR MATERIAL AND EXTRA MATERIAL
TO NICKEL CONCENTRATION
IN SPONGE FERRONICKEL PRODUCTION
FROM NICKEL LATERIT ORES
1

Agung Permadhi AHP., 2Prof. Dr. Ir. Pramusanto, 3Ir. Sri Widayati, M.T.
1,2,3
Program Studi Teknik Pertambangan, Universitas Islam Bandung,
Jln. Tamansari No. 1 40116
Email: agungpermadhi.ahp@gmail.com
Kontak: 083820029446

Abstrak - PT Putra Mekongga Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha pertambangan
komoditi bahan galian bijih nikel dengan cadangan tertambang yang dimiliki adalah sebesar 28,5 jt.wmt
dengan konsentrasi kadar 0,8-3,0%.Ni.
Pada periode sebelumnya, banyak perusahaan tambang hanya melakukan ekspor raw material / bijih,
sehingga revenue yang diperoleh pun tidak begitu maksimal. Melalui Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara dan PERMEN. ESDM No. 1 Tahun 2014 mengenai nilai tambah
pengusahaan sumberdaya mineral dan batubara PT Putra Mekongga Sejahtera memutuskan kebijakan baru
untuk segera membangun pabrik pengolahan dan pemurnian sponge feronikel dengan kadar >5%.Ni dengan
target produksi sebesar 75.000 ton/tahun yang bersumber dari bijih nikel laterit sebanyak 375.000 wmt/tahun.
Untuk memenuhi target produksi sponge feronikel sebesar 75.000 ton/tahun dengan kadar nikel >5%,
maka dibutuhkan teknologi proses pre-treatment dari mulai pengeringan, kalsinasi, pemanggangan, hingga
agglomerasi.
Berdasarkan kondisi nyata hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa penentuan berat antara
bahan baku dan bahan pendukung tidak bisa menggunakan sistem kesetimbangan reaksi kimia karena dengan
begitu nilai perolehan nikel hanya 61,46%, padahal seharusnya nilai perolehan dapat mencapai >90%. Sehingga
dilakukan pengujian dengan metode trial & error dan sifat linieritas, sehingga kadar nikel dapat mencapai 9,15%
dengan bahan baku bijih nikel hasil blending antara saprolit dengan limonit sebanyak 5 ton, dan bahan
pendukung seperti batubara -3mm 0,75 ton, batubara 3-15mm 0,375 ton, kokas 0,875 ton, batugamping 0,3 ton,
dan fluorit 0,02 ton.
Kata Kunci: Bijih Nikel, Cadangan, Metalurgi, Nikel Laterit, Pengolahan, Pemurnian, Sponge Feronikel, Teknis, dan Keekonomian

Abstract - PT Putra Mekongga Sejahtera constituting moving firm deep material commodity mining effort
graving ore nickel with supernumerary most proprietary mine is as big as 28,5 jt.wmt by concentrates rates 0,8
- 3,0%. Ni.
On previous period, there are many mine firm just do raw's export significant/ore, so revenue which is
gotten even don't just after maximal. Within Mining Law No. 4 - 2009 about Mineral and Coal mining and
Law Ministry of ESDM No. 1 - about enterpasing value added resources minerals and coal, PT Putra
Mekongga Sejahtera deciding new policy for shortly build sponge feronikel's processing and purification factory
by titrates >6%. Ni with production target as big as 75.000 tons/years of laterite nickel ore as much 375.000
wmt/years.
For meeting sponge feronikel's production target as big as 75.000 tons / years by titrates nickel
>5%, therefore needed technology processes pre treatment of drying up beginning, calcination, broil, until
agglomeration.
Base yielding real condition examination at laboratory points out that heavy determination among raw
material and supporting material can't utilize balancing system chemical reaction because with so nickel
acquisition point just 61,46%, eventually necessarily assesses acquisition can reach>90%. So done by
examination by methodics trial & error and linieritas's character, so nickel rate can reach 9,15% by nickel ore
raw materials usufruct blending among saprolit with limonit as much 5 tons, and supporting material as 3mm's
coal 0,75 tons, coal 3 15mm 0,375 tons, kokas 0,875 tons, limestone 0,3 tons, and fluorite 0,02 tons.
Key word: Nickel Ore, Reserve, Metallurgy, Laterite Nickel, Processing, Purification, Sponge Ferronickel, Technical, and Economic.

A.

PENDAHULUAN

1
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

Indonesia merupakan negara produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen
nikel dunia yang secara bersama menyumbang lebih dari 60% produksi nikel dunia. Produksi
nikel Indonesia mencapai 190.000 ton per tahun berasal dari bijih nikel laterit. Sampai saat
ini, lebih dari 50% nikel diekspor dalam bentuk bijih nikel sehingga tidak memberikan nilai
tambah yang tinggi di dalam negeri.
Pada tahun 2011, Indonesia telah mengekspor nikel dalam bentuk bahan baku bijih
dengan jumlah yang sangat besar, yaitu lebih dari 40 jt.ton/tahun dengan total nilai lebih dari
USD 1,4 miliar. Sedangkan ekspor dalam bentuk hasil olahan seperti ferronickel, Nickel Pig
Iron (NPI), dan nickel matte masih sangat kecil. Pada tahun 2011, ekspor ferronickel
berjumlah 78.800 ton dengan nilai USD 260 juta (harga FeNi USD 3.300). Sedangkan ekspor
nickel matte mencapai 82.200 ton dengan nilai USD 1.11 miliar (Harga nickel matte USD
7.700), adapun dalam proses produksi ferronickel, Nickel Pig Iron dan nickel matte secara
rata-rata membutuhkan bijih nikel sebanyak 8 40 ton.bijih untuk menghasilkan 1 ton
produk olahan nikel tersebut. (PSDG Kota Bandung, 2013)
Dari data hasil penjualan nikel di atas pada tahun 2011 jika dibandingkan dengan profit
penjualan bijih nikel (harga bijih nikel dengan rata-rata kadar Ni 1-2% USD 96/wmt), maka
margin of profitable mencapai USD 131 juta (FeNi) dan USD 802 juta (Nickel Matte). Pada
kondisi tersebut nilai tambah untuk FeNi naik sebesar 202% dan untuk Nickel Matte naik
sebesar 360%. (PSDG Kota Bandung, 2013)
Mencermati uraian di atas, pembangunan dan pengembangan proyek pengolahan bijih
nikel sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks sehingga harus
diperhitungkan secara cermat dan integratif dari setiap aspek yang berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan proyek ini. Selain itu, secara finansial, pembangunan pabrik
pengolahan bijih nikel memerlukan biaya investasi yang sangat besar dengan tingkat resiko
yang sangat besar pula. Oleh karena itu, untuk mengurangi berbagai resiko diperlukan
tahapan yang baik dan cermat dalam perencanaan pembangunannya mulai dari pra studi
kelayakan, studi kelayakan dan seterusnya. Untuk itu, akan diteliti mengenai 3 hal yang
berkaitan dengan permasalahan di atas yaitu:
1. Potensi cadangan bijih nikel laterit terhadap kwalitas dan kwantitas sponge feronikel
hingga umur tambang,
2. Komposisi bahan bakar, bahan reduktor dan bahan imbuhan, dan
3. Komposisi paling optimum dan kadar logam yang diperoleh di dalam sponge feronikel.
B. LANDASAN TEORI
B.1 Bijih Nikel Laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses
pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil
dari bahasa latin later yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh MF. Buchanan
(1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang
merupakan wilayah India bagian selatan. (Harmon Yunaz, 2013)
Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama
terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat. Smith (1992) mengemukakan
bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang
tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil
transportasi yang masih tampak batuan asalnya. (Harmon Yunaz, 2013)

2
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

Gambar B.1 - Profil Nikel Laterit Kering sampai Basah

Gambar B.2 Produk-produk Olahan Bijih Nikel Laterit

B.2 Pengolahan.
Pengolahan
bahan
galian
(mineral
beneficiation/mineral
processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan dengan memanfaatkan
perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan galian untuk memperoleh produkta bahan galian yang
bersangkutan. Adapun proses tahapan pengolahan adalah sebagai berikut:
1. Kominusi,
2. Sizing,
3. Konsentrasi,
4. Dewatering, dan
5. Penanganan Material.
B.3 Metalurgi.
Metalurgi adalah ilmu, seni, dan teknologi yang mengkaji proses
pengolahan dan perekayasaan mineral dan logam. Ruang lingkup metalurgi meliputi: (Yavuz
A., 2008)
Pengolahan mineral (mineral dressing)
Ekstraksi logam dari konsentrat mineral (metalurgi ekstraksi)
Proses produksi logam (metalurgi mekanik)
Perekayasaan sifat fisik logam (metalurgi fisik)
Metalurgi ekstraksi berkaitan dengan aktivitas pemurnian konsentrat nikel yang sering
menggunakan teknologi pirometalurgi yang termasuk kedalamnya sebagai bagian dari
metalurgi ekstraksi.
Metalurgi ekstraksi adalah praktik memperoleh logam berharga dari suatu bijih dan
pemurnian logam mentah yang diekstrak ke dalam bentuk logam murni. Dalam rangka untuk

3
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

mengubah logam oksida, atau sulfida untuk sebuah logam murni, bijih harus dikurangi secara
fisik, kimiawi atau elektrolisasinya. (Yavuz A., 2008)
Teknologi metalurgi ekstraktif ini dibagi menjadi 3 jenis proses yang dikelompokkan
berdasarkan prinsip kerjanya, 3 jenis tersebut terdiri dari: (Yavuz A., 2008)
1. Pirometalurgi (pyrometallurgy), menggunakan energi panas sampai 2.0000C.
2. Hidrometalurgi (hydrometallurgy), menggunakan larutan dan reagen organik.
3. Elektrometalurgi (electrometallurgy), memanfaatkan teknik elektro-kimia.
B.4 Pre-Treatment. Keterdapatan unsur mineral dalam suatu bijih logam tidak selalu pada
kondisi yang optimum berdasarkan sifat kimia dan fisikanya sehingga perlu penanganan
khusus sehingga unsur logam dapat terekploitasi secara efisien.
Seperti halnya sifat kimia oksida yang lebih mudah tereduksi jika dibandingkan dengan
sulfida, sehingga dalam penanganan untuk memperoleh logamnya lebih mudah.
Dalam hal ini, kriteria proses yang digunakan untuk menangani hal tersebut di atas
adalah proses pra pemurnian atau pre-treatment proccess yang mana proses ini termasuk ke
dalam tahapan awal proses pemurnian. Adapun tahapan-tahapan pre-treatment proccess
adalah sebagai berikut: (Yavuz A., 2008)
Adapun proses-proses pre-treatment adalah sebagai berikut:
1. Pengeringan,
2. Kalsinasi,
3. Pemanggangan, dan
4. Agglomerasi.
C.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Secara umum proses pengolahan bijih nikel yang diuraikan disini adalah proses
pengolahan dengan jalur pirometalurgi yang melibatkan proses reduksi hingga peleburan.
Pada tahap awal akan dihasilkan sponge feronikel dan selanjutnya produksi logam feronikel
(mengikuti ketersediaan modal).
Tabel C.1 - Konsentrasi Material Hasil Blending S&L
Blending (SAP69% & LIM31%)
Kategori
Nilai
Berat Jenis (ton/m)
1,97
% Total Moisture
33,16
% Ni
1,88
% Co
0,15
% Fe
19,59
% MgO
7,18
% SiO
38,04
Cadangan 28,5 juta.wmt
S/M
5,30
Produk Fe-Ni

C.1 Analisis Produksi Penambang. PT PMS memiliki kapasitas produksi rata-rata


pertahun sebesar 1.800.000 wmt. Nilai ini bersesuaian dengan ketersediaan alat penambangan
yang dimiliki. Sehingga supply bijih untuk keperluan pabrik dan ekspor dapat terpenuhi.
Dengan produksi 1.800.000 wmt/tahun dan cadangan tertambang sebesar 28.500.000 wmt,
maka sisa umur tambang PT PMS adalah 76 tahun.
C.2 Analisis Kualitas Sponge Feronikel. Pada dua percobaan awal, konsentrasi material
yang diumpankan ke dalam mesin rotary kiln skala pilot plant sesuai dengan kaidah reaksi
kesetimbangan kimia, namun Sp. FeNi yang diperoleh hasilnya hanya mencapai kadar Ni
6,38%, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa hanya 68,29% nikel yang dapat diperoleh,
ini sangat jauh dari kenyataan bahwa seharusnya nikel dapat diperoleh sepenuhnya
berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia.

4
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

Pada proses percobaan awal tersebut ditemukan terak yang cukup tebal, sehingga saya
memprediksi bahwa hal tersebutlah yang mengakibatkan perolehan logam yang tereduksi pun
jauh dari reaksi kesetimbangan. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan suhu yang pada saat
itu mencapai > 1.400OC, sedangkan kondisi ini sangat dihindari pada proses pre-treatment ini
karena suhu tersebut sudah sangat mendekati titik lebur bijih nikel laterit.
Pembuatan Sp. FeNi pada prosesnya cukup tereduksi dibawah titik leburnya, atau
dikisaran 900-1.200OC, hal ini pula yang mengakibatkan Sp. FeNi memiliki rongga-rongga
pada fisiknya karena material olahan tidak melebur.
Sehingga, dicoba konsetrasi baru pembakaran batubara berdasarkan ukuran dan juga
perubahan konsentrasi pada batugamping dan fluorit pada percobaan kedua sampai dengan
hasil pengujian mencapai kadar > 9%.Ni dengan metoda trial and error berdasarkan grafik
reaksi perbandingan.

Gambar C.1 Pengaruh Komposisi Batubara

Gambar C.2 Komposisi Bahan Pendukung

5
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

Gambar C.3 Perubahan Kadar Unsur di Dalam Sponge Feronikel sesuai Perubahan Komposisi (lihat Gambar C.2)

Berdasarkan target kadar nikel mencapai >9%, dimana pada percobaan keenam kadar nikel
mencapai 9,15%, kadar Fe hanya mencapai 65,57%, Co 0,7%, CaO 5,26%, MgO 11,87% dan
SiO2 7,64%. Sehingga hipotesa dari penelitian ini adalah komposisi yang tepat dalam
produksi sponge feronikel berkadar logam tinggi dan rendah pengotor adalah bijih nikel
blending 5 ton (1,88%.Ni: Saprolit = 3,45 ton dan Limonit = 1,55 ton), batubara -3 mm 0,75
ton (berdasarkan percobaan keenam), batubara 3-15 mm 0,152 ton (berdasarkan percobaan
ketiga), kokas 0,875 ton (berdasarkan percobaan keenam), batugamping 2,148 ton dan fluorit
0,97 ton. Sehingga kemungkinan akan dihasilkan produk sponge feronikel dengan kadar
9,15%.Ni, 66,4%.Fe, 0,76%.Co, 3,02%.CaO, 7,21%.MgO dan 7,64%.SiO2.
C.4 Neraca Massa. Pada akhir percobaan, diperoleh Sp. FeNi dengan kadar >9%.Ni
dengan tingkat recovery >90%. Adapun material yang diproses berbeda jauh dengan standar
reaksi kesetimbangan kimia, hal ini dapat dipengaruhi oleh spesifikasi alat, kualiatas material
dan alat, serta kondisi lingkungan sekitar.
Tabel C.3 Neraca Massa
No
1
2

3
4
5
1
2

Deskripsi
Bahan Baku
Bijih Nikel (1,88%.Ni; 19,6%.Fe; dan
33,2%.TM)
Batubara
1. BBA
2. BBB
3. BBK
Batugamping
Fluorit
Fuel
Output
Sp. FeNi
Panas dari Waste Gas

Jumlah
5 ton
0,75 ton
0,152 ton
0,875 ton
2,148 ton
0,97 ton
16,7 L
1 ton
1.356 kWh

6
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

Gambar C.4 Neraca Panas dalam Memproduksi 1 ton Sponge Feronikel

D.
1.

KESIMPULAN
Untuk memenuhi target produksi sponge feronikel sebesar 75.000 ton/tahun,
dibutuhkan bijih nikel laterit jenis saprolit sebanyak 258.750 ton dan limonit sebanyak
116.250 ton (material blending 1,88%.Ni sebanyak 375.000 ton), sehingga dengan
cadangan sebesar 28.500.000 ton yang dimiliki PT PMS maka aktivitas produksi dapat
berjalan selama 76 tahun (umur tambang).
Komposisi bahan bakar (batubara), bahan reduktor (kokas dan batubara) dan bahan
imbuhan (batugamping dan fluorit), sangat menentukan kwalitas sponge feronikel yang
diperoleh (berdasarkan hasil percobaan dimana variabel tersebut merupakan yang
dirubah komposisinya selama percobaan), sehingga variabel tersebut merupakan
variabel penting dalam memproduksi sponge feronikel.
Untuk memperoleh sponge feronikel sebanyak 1 ton dengan kadar nikel > 9%, maka
komposisi yang paling tepat adalah menggunakan bijih nikel blending 5 ton (1,88%.Ni:
Saprolit = 3,45 ton dan Limonit = 1,55 ton), batubara -3 mm 0,75 ton (berdasarkan
percobaan keenam), batubara 3-15 mm 0,152 ton (berdasarkan percobaan ketiga),
kokas 0,875 ton (berdasarkan percobaan keenam), batugamping 2,148 ton dan fluorit
0,97 ton. Sehingga kemungkinan akan dihasilkan produk sponge feronikel dengan
kadar 9,15%.Ni, 66,4%.Fe, 0,76%.Co, 3,02%.CaO, 7,21%.MgO dan 7,64%.SiO2.

2.

3.

E.
1.

SARAN
Sebaiknya perusahaan menggunakan komposisi bijih nikel blending 5 ton (1,88%.Ni:
Saprolit = 3,45 ton dan Limonit = 1,55 ton), batubara -3 mm 0,75 ton (berdasarkan
percobaan keenam), batubara 3-15 mm 0,152 ton (berdasarkan percobaan ketiga),
kokas 0,875 ton (berdasarkan percobaan keenam), batugamping 2,148 ton dan fluorit
0,97 ton. Sehingga akan dihasilkan produk sponge feronikel dengan kadar 9,15%.Ni,
66,4%.Fe, 0,76%.Co, 3,02%.CaO, 7,21%.MgO dan 7,64%.SiO2.
Untuk pembiayaan smelter diharapkan kebijakan pemerintah sehingga masih dapat
ekspor dan sebagian keuntungan akan disisihkan untuk biaya pembuatan smelter
tersebut. Diasumsikan pembelian nilai jual ore adalah USD 97 ton untuk grade rata-rata
1,88%.Ni (hasil blending).
Diperlukan berbagai insentif dari pemerintah misalnya dalam pembebasan bea masuk
peralatan dan penurunan royalti dalam pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian
bijih nikel.
Sebaiknya Pemerintah membantu kemudahan kebutuhan utama energi dan alternatif
untuk Proses Pengolahan dan Pemurnian sehingga Ekonomi Nasional akan tumbuh dan
berkembang demi kesejahteraan rakyat.
Pembinaan terpadu diperlukan untuk menumbuhkan etika bisnis yang sehat dan
kompetitif dalam persaingan global yang kian sulit.

2.

3.
4.
5.
F.

DAFTAR PUSTAKA

7
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

TEKNIK PERTAMBANGAN
TAHUN 2016 M./1437 H.

AGUNG PERMADHI AHP. 100.701.09.027

AUDITOR PT Putra Mekongga Sejahtera, 2013, Feasibility Study Pembangunan Mini Plant
Smelter produk FeNi dan NPI Bahan Tambang Bijih Nikel Laterit PT Putra Mekongga
Sejatera, PT Putra Mekongga Sejahtera, Pomaala SULTRA.
ESDM-SULTRA, 2009, Petunjuk Praktis Eksplorasi Geologi Bijih Nikel Laterit di
SulawesiTenggara,https://www.academia.edu/11593900/Petunjuk_Eksplorasi_Nikel_L
aterit.
Harmon Yunaz, 2013, Meningkatkan nilai tambah SDA dengan mengembangkan Industri
Nikel Terintegrasi, Seminar Peningkatan Nilai Tambah Mineral, Kementerian ESDM,
Jakarta.
John Willey & Sons, 1987, Extractive Metallurgy of Nickel, Imperial College of London,
London-England.
Joseph R. Boldt, Jr., 1967, The Winning of Nickel Its Geology; Mining; and Extractive
Metallurgy, Methuen & Co. Ltd., London-England.
LAPI-ITB, 2012, Kajian Teknis dan Keekonomian Pembangunan Pabrik Pengolahan dan
Pemurnian 5 Komoditas Mineral Logam di Indonesia (Besi, Nikel, Aluminium,
Tembaga, Timbal-Seng), Seminar Nasional Hilirasisi II : Hilirisasi Sektor
Pertambangan, Jakarta.
TEKMIRA Bandung, 2010, Dokumen Teknis Nilai Tambah Teknologi Proses Pengolahan
Mineral Nikel Laterit, ESDM TEKMIRA, Bandung.
P. C. Hayes & P. M. J. Gray, 1985, Process Selection in Extractive Metallurgy, Hayes
Publishing Co., Brisbane - Australia.
Pusat Sumberdaya Geologi (PSDG), 2013, Komoditas Unggulan Sumberdaya Nikel Laterit
Sulawesi Tenggara, PSDG-Kota Bandung.
(KEM. DAG) PERMEN. DAG. No. 115 Tahun 2015 tentang Peraturan Persyaratan Produk
yang Dapat Dijual.
(KEM. ESDM) - Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 7 Tahun 2012
tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral.
(PEMERINTAH RI) - UU. No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(PERPRES) - Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai
Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri.
(PERPRES) Intruksi Presiden No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Sumberdaya Mineral dan Batubara

8
ANALISIS PENGARUH BAHAN PENDUKUNG DALAM PEMBUATAN SPONGE FERONIKEL

Anda mungkin juga menyukai