Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Nama

: An. R

Alamat

: Pakis haji

Umur

: 6 tahun

Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: sekolah TK

Status

: Belum menikah

Tanggal periksa

: 11 april 2014

II.

RIWAYAT KASUS

Keluhan Utama : Pasien mau mencabut gigi di rahang bawah depan.

Riwayat penyakit sekarang : Gigi permanen pasien tumbuh dan gigi susunya belum
tanggal, orang tua pasien baru mengetahui bila gigi permanen pasien tumbuh 1 hari
yang lalu. Gigi susunya hanya goyang dan belum tanggal. Pasien tidak pernah
mengeluh sakit gigi sebelumnya.

Riwayat perawatan
a. Gigi: b. Jaringan lunak rongga mulut dan sekitarnya : -

Riwayat kesehatan

Kelainan darah

: (-)

Kelainan endokrin

: (-)

Gangguan nutrisi

: (-)

Kelainan jantung

: (-)

Kelainan kulit/ kelamin

: (-)

Gangguan pencernaan

: (-)

Gangguan respiratori

: (-)

Kelainan imunologi

: (-)

Gangguan TMJ

: (-)
1

Tekanan darah

: (-)

Diabetes mellitus

: (-)

Lain-lain

: (-)

Obat-obatan yang telah /sedang dijalani : (-)

Keadaan sosial/kebiasaan :
a. Pasien berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi cukup
b. Sikat gigi 2x sehari saat mandi pagi dan sore
c. Suka makan permen, coklat dan jajan yang manis manis.
d. Pasien minum susu dengan menggunakan botol dot.

Riwayat Keluarga :
a. Kelainan darah

: tidak ada kelainan

b. Kelainan endokrin

: tidak ada kelainan

c. Diabetes melitus
d. Kelainan jantung
e. Kelainan syaraf
f. Alergi
g. lain-lain

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan

III. PEMERIKSAAN KLINIS


1. EKSTRA ORAL :
a. Muka
: Simetris
b. Pipi kiri
: tidak ada kelainan
Pipi kanan
: tidak ada kelainan
c.
Bibir atas
: tidak ada kelainan
bibir bawah
: tidak ada kelainan
d. Sudut mulut
: tidak ada kelainan
e. Kelenjar submandibularis kiri : tidak teraba/ tidak ada kelainan
kanan : tidak teraba/ tidak ada kelainan
f. Kelenjar submentalis
: tidak teraba/ tidak ada kelainan
g. Kelenjar leher
: tidak teraba/ tidak ada kelainan
h. Kelenjar sublingualis
: tidak teraba/ tidak ada kelainan
i. Kelenjar parotis
: tidak teraba/ tidak ada kelainan
2. INTRA ORAL :
a. Mukosa labial atas
Mukosa labial bawah
b. Mukosa pipi kiri
Mukosa pipi kanan
c. Bukal fold atas
Bukal fold bawah
d. Labial fold atas

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
2

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
8

Labial fold bawah


Ginggiva rahang atas
Ginggiva rahang bawah kiri
Lidah
Dasar mulut
Palatum
Tonsil
Pharynx
Lain lain
7

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
1
7

8 8

karies
V
IV
II I I

III

V IV III II

I
I I

II III IV
II III IV
karies

karies
8

Keterangan Gambar :
I I
= Persistensi
1 1
= Eruption
II I I II = Rampan Karies
III IV

1
7
eruption

2
8

IV. DIAGNOSE SEMENTARA :


-

I I Persistensi
II I I II Rampan karies
III IV

V. RENCANA PERAWATAN :
- I I
= Pro Ekstraksi
- II I I II = Pro Observasi
III IV
1. Pengobatan : 2. Pemeriksaan Penunjang :
Lab.Rontgenologi mulut/ Radiologi
Lab.Patologi anatomi
Sitologi
Biopsi
Lab.Mikrobiologi
Bakteriologi
Jamur

:::::::3

Lab.Patologi Klinik

:-

Poli Penyakit Dalam


Poli THT
Poli Kulit & Kelamin

:::-

3. Rujukan :

VI. DIAGNOSE AKHIR :


- I I
- II I I II
III IV

= Persistensi
= Rampan Karies

LEMBAR PERAWATAN
Tanggal
11- 4 -2014

Elemen
I I

Diagnosa
Persistensi

Therapi
Pro Extraksi

Keterangan
KIE:
Menjaga kebersihan

II I I II

Rampan

III

Karies

IV

Observasi karies

rongga mulut dengan


menggososk gigi 2 x
sehari sesudah makan
dan sebelum tidur
Periksa ke dokter gigi 6
bulan sekali
Pasien disarankan untuk
tidak terlalu sering
makan permen atau
coklat.
Pasien disarankan
berhenti untuk
ngedot.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1Persistensi Gigi Sulung
II.1.1 Definisi
Persistensi gigi sulung adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal,
disusul dengan erupsinya gigi permanen. Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia 6 12
tahun. Berikut ini merupakan jadwal erupsi dari gigi permanen (Boedihardjo, 1985).

Gambar 1. Waktu normal erupsi dan tanggal gigi sulung

II.1.2 Etiologi
Secara normal gigi susu akan diresorpsi sempurna oleh sel-sel osteoklas sehingga gigi
menjadi goyang dan akhirnya tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen penggantinya
muncul.

Persistensi gigi sulung tidak mempunyai penyebab tunggal, tetapi merupakan

gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, diantaranya: ankilosis, lambatnya resorpsi akar
5

gigi susu, hipotiroid, dan malposisi benih gigi permanen. Persistensi gigi juga dapat
disebabkan karena gangguan nutrisi. Gangguan akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan
terganggunya proses kalsifikasi dari dentin dan enamel. Hal ini mengakibatkan proses erupsi
menjadi terhambat sehingga menjadi persistensi (Boedihardjo, 1985).

2.1.3 Mekanisme Terjadinya Persistensi Gigi


Akar gigi susu yang akan diganti oleh gigi tetap secara alamiah akan diserap oleh
tubuh dan gigi akan kehilangan akarnya yang berfungsi sebagai penyangga, sehingga gigi itu
akan goyang sejalan dengan munculnya gigi tetap yang muncul dari bawah. Gigi tetap yang
sudah semakin muncul ke permukaan akan memperbesar derajat kegoyangan gigi susu dan
menandakan gigi susu sudah perlu untuk dicabut. Adakalanya gigi tetap muncul sementara
gigi susu masih ada dan tidak goyang sama sekali. Hal itu disebabkan benih gigi tetap tidak
terletak persis dibawah gigi susu yang digantikannya, melainkan terletak di depan atau di
belakang gigi susu, sehingga bisa timbul variasi seperti ini. Kasus ini dalam kedokteran gigi
disebut sebagai persistensi gigi susu. Dokter gigi melakukan pencabutan gigi susu.
Pencabutan gigi susu yang masih kuat membutuhkan obat anastesi (penghilang rasa sakit).
kemajuan teknologi, saat ini telah diciptakan alat suntik yang mempunyai jarum sangat kecil,
sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Pencabutan gigi yang sudah goyang berbeda dengan
pencabutan gigi yang masih kuat tertanam di dalam gusi. Pada kasus ini, yang dipergunakan
hanya anastesi topikal. Saat gigi tercabut, umumnya anak tidak merasakan sakit dan biasanya
pada saat itu dia baru merasa ketakutan (Boedihardjo, 1985).
2.1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi Sulung
Sebelum melakukan pencabutan pada gigi sulung, perlu dipertimbangkan beberapa hal,
yaitu, Harus diketahui lebih dahulu umur anak untuk mengetahui gigi tersebut tanggal atau
diganti dengan gigi tetap. Namun usia bukan satu satunya criteria dalam menentukan apakah
gigi sulung harus dicabut atau tidak, misalnya pada pasien usia 11 12 tahun (kecuali ada
indikasi khusus : Orto). Beberapa pasien premolar dua akan erupsi pada usia 11 14 tahun,
sementara pada pasien lain gigi yang sama belum menunjukkan tanda erupsi. Gigi sulung
yang kuat dan utuh di dalam lengkung seharusnya tidak dicabut kecuali ada evaluasi klinis
dan radiografi. Oklusi, perkembangan lengkung, ukuran gigi, resorpsi akar, tingkat
perkembangan benih gigi permanen di bawahnya, gigi bersebelahan, gigi antagonis, gigi

kontra lateral, ada atau tidak infeksi, semua faktor faktor ini harus dipertimbangkan dalam
menentukan kapan gigi sulung dicabut (Barid Izzata dkk, 2007).

Indikasi
1. Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi:
-

Mobiliti
Dapat mengiritasi : menyebabkan ulserasi pada lidah
Mengganggu untuk menyusui

2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi sebaiknya
dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan
pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
10. Gigi penyebab abses dentoalveolar
Dalam mempertimbangkan perawatan konservatif pada gigi sulung dengan infeksi
pulpa/periapikal, kondisi sistemik pasien sama pentingnya dengan kondisi lokal. Bila tidak
dapat menghilangkan infeksi di dalam atau sekitar gigi, prosedur konservatif akan
membahayakan bagi pasien dengan rhematik fever dan lain-lain. Prosedur konservatif kontra
indikasi penyakit jantung kongenital, kelainan ginjal dan kasus fokal infeksi. Fokal infeksi
dapat menyebabkan bakterimia pada penderita jantung kongenital sehingga menyebabkan
perjalaran penyakit di organ lain.
Kontra Indikasi :
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya.
Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini
disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.
7

2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya


perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan
dokter ahli tentang penyakit darah.
3. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis,
penyakit ginjal/kidney disease.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat
menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.
6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.
Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi haruslah lebih
dahulu mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut atau konsultasi
ke bagian internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan :
- Penyembuhan lukanya agak sukar.
- Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan
- Bisa terjadi perdarahan berulang kali.
7. Irradiated bone
Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.
2.1.5

Aspek yang harus diperhatikan saat pencabutan gigi sulung


1. Aspek Psikologis
Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter gigi
harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana sikap anak
untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan, berinteraksi dengan
bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter gigi untuk mengetahui hal
ini. Bisa dilihat sikap dan apresiasi anak tersebut, takut, senang, penasaran dan ingin tahu,
acuh (cuek), dan bermacam sikap lainnya. Dengan mengetahui ini, dokter gigi bisa dengan
mudah untuk mencoba berkomunikasi sesuai dengan sikap yang ditunjukkan anak. Bila
komunikasi sudah tercapai jelas akan mudah didapat apa yang tepat untuk dilakukan dalam
perawatan gigi si anak. Peran serta orang tua juga perlu bagi seorang dokter gigi dalam
berkomunikasi dengan pasien anak. Dengan berbagai informasi dari orang tua akan bisa
memperkuat dokter gigi dalam menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang dibutuhkan
(Barid Izzata dkk, 2007).
2. Aspek Etiologis
8

Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi anak tidak
dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan gigi anak jelas
karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi patologis yang sering
sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada umumnya. Karies pada anak, bisa
mulai terjadi saat anak mulai tumbuh gigi. Bila orang tua tidak memperhatikan kondisi
kesehatan gigi dan mulut anak, sering sekali terjadi rampan karies. Rampan karies merupakan
kondisi terdapat karies yang sangat meluas hampir terdapat di setiap gigi. Bila gigi anak
terkena karies dan tidak dirawat, maka akan menyebabkan patologis pada gigi, dengan gejala
rasa sakit gigi (linu, sakit saat makan dan tidur,gusi mudah berdarah). Kondisi ini sudah
memasuki tahap pulpitis, adanya peradangan pada gigi anak. Dan bila tetap segera ditangani,
makan akan menyebabkan gigi masuk dalam tahap kondisi non vital, disebut dengan gangren
pulpa. Gigi dengan kondisi ini akan mudah cepat rusak dengan cepat. Tindakan ekstraksi
sangat perlu dilakukan.
3. Aspek Tumbuh dan Kembang Anak
Selain mengetahui kondisi psikologis anak, serta penyebab utama dalam penentuan
pencabutan gigi anak. Dokter gigi juga harus bisa mengetahui, proses tumbuh dan kembang
anak. Penting untuk diperhatikan, dengan mengetahui hal ini, seorang dokter gigi bisa
memperkirakan, efek-efek yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan
terhadap gigi geligi anak selanjutnya pasca pencabutan. Tidak hanya berdasarkan etiologi
pencabutan karena karies gigi. Pencabutan gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan
adanya keterlambatan dalam faktor pertumbuhan gigi geligi anak. Misalnya saja, seorang
anak umur 10 tahun, dalam kondisi normal gigi taring dewasa (Kaninus Tetap) sudah mulai
erupsi, bila belum erupsi harus dicek (biasanya lebih baik dengan foto rontgen panoramik)
apakah gigi taring sulungnya dalam kondisi menetap atau sudah ada kegoyangan. Dengan
kondisi ini, dokter gigi bisa mengambil suatu kesimpulan apakah segera dilakukan
pencabutan atau memang tetap ditunggu hingga tanggalnya gigi taring sulung tersebut.
Dengan perencanaan yang tepat dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan gigi
geligi sulung (gigi anak) akan mempermudah dokter gigi dalam menentukan perawatan gigi
anak (tentunya tidak hanya pencabutan).Serta memberikan informasi yang tepat dan sesuai
untuk diberikan kepada orang tua anak dalam menjaga dan merawat gigi geliginya
(Boedihardjo, 1985).
2.1.6 Komplikasi pencabutan Gigi Sulung
1. Fraktur Akar
Untuk menghindari terjadinya fraktur tulang akar gigi sulung, perlu teknik yang
9

baik dan hati-hati waktu melakukan pencabutan.


3. Terjadinya trauma pada benih gigi tetap.
Kemungkinan benih gigi permanenikut tercabut atau berubah tempat/posisi.
Untuk menghindari kemungkinan ini perlu teknik pencabutan yang baik dan hatihati
dan harus diingat posisi benih gigi tetapnya.
3. Dry Socket
Komplikasi ini jarang terjadi karena vaskularisasinya pada anak cukup baik.
Apabila ini terjadi di bawah umur 10 tahun mungkin ada gangguan secara
sistemik seperti pada penderita anemia, defisiensi vitamin, gangguan nutrisi dsb
atau adanya infeksi.
4. Perdarahan
Hal ini mungkin terjadi bila anak menderita penyakit darah atau kemungkinan ada sisa akar
atau tulang yang menyebabkan iritasi terhadap jaringan (Barid Izzata dkk, 2007).
2.2 Rampan Karies
Prevalensi karies gigi sulung lebih tinggi dibandingkan gigi tetap, hal ini disebabkan
proses kerusakannya kronis dan asimptomatis. Disamping banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya karies pada gigi sulung, struktur enamelnya kurang padat karena banyak
mengandung air dan pemeliharaannya yaitu sikat gigi tidak teratur (Dowl W, 2014).
2.2.1 Definisi
Rampan karies ialah suatu jenis karies yang proses terjadinya dan meluasnya sangat
cepat dan tiba-tiba, sehingga menyebabkan lubang pada gigi, terlibatnya pulpa dan cenderung
mengenai gigi yang imun terhadap karies yaitu gigi insisivus depan bawah. Tidak ada
keterangan yang menyatakan bahwa terjadinya rampan karies berbeda dengan karies biasa,
hanya waktunya lebih cepat. Dikatakan cepat karena dalam waktu satu tahun, gigi yang
terlibat bisa mencapai 10 buah, dan dikatakan tiba-tiba karena pulpa langsung terlibat.
Rampan karies dapat terjadi pada mulut yang relatif bersih (Dowl W, 2014).
2.2.2 Etiologi
1. Konsumsi makanan.
Seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat
terutama diantara waktu makan. Waktu makan merupakan faktor yang dihubungkan dengan
perkembangan rampan karies.
2. Saliva.

10

Berkurangnya sekresi serta kekentalan saliva. Saliva dapat menghambat karies karena
aksi buffer, kandungan bikarbonat, amoniak dan urea dalam saliva dapat menetralkan
penurunan pH yang terjadi saat gula dimetabolisme bakteri plak. Kecepatan sekresi saliva
berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya. Bila sekresi berkurang akan terlihat
peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme (streptococus mutans) akan
bertambah.
3. Faktor psikologis.
Pada umumnya dapat mengakibatkan timbulnya kebiasaan buruk dalam makan atau
memilih makanan. Stress juga dihubungkan sebagai penyebab berkurangnya sekresi dan
kekentalan saliva.
4. Faktor sistemik, misalnya penderita diabetes melitus.
5. Faktor turunan.
Orang tua yang peka terhadap karies akan mempunyai anak yang juga peka terhadap
karies. Hal ini disebabkan karena dalam keluarga mempunyai pola kebiasan makan yang
sama dan pemeliharaan kesehatan gigi yang sama pula (Hari S, 2014; Deritana N, 2007).
2.2.3 Gejala Klinis
Pada umumnya yang terkena adalah anak-anak usia 4 8 tahun atau remaja usia 11
19 tahun. Bila anak-anak usia 2 4 tahun sudah terserang rampan karies pada gigi sulung, hal
ini dihubungkan dengan enamel hipoplasia dan kepekaan terhadap karies yang tinggi. Gigi
yang terkena rampan karies biasanya sudah mengalami kerusakan hebat, beberapa gigi atau
semuanya dapat menjadi gangren atau menjadi radiks. Konsistensi lesi karies sangat lunak
dengan warna kuning sampai coklat muda. Pada umumnya karies sudah dalam. Terkenanya
pulpa akan menyebabkan rasa sakit, terlebih bila disertai abses yang mengakibatkan anak
susah / tidak mau makan. Hal ini menyebabkan kurang optimalnya fungsi pengunyahan
sehingga mengakibatkan pertumbuhan rahang berkurang terutama arah vertikal. Bila terjadi
gangguan pada jaringan penyangga, melalui ronsen foto terlihat gambaran radiolusen
disekitar apeks gigi (Dowl W, 2014).

11

2.2.4 Penatalaksanaan
1. Relief of pain (menghilangkan rasa sakit).

Tindakan yang dapat dilakukan pada kunjungan pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan
melenyapkan peradangan. Untuk menghilangkan rasa sakit pada peradangan gigi yang masih
vital (pulpitis) dapat dilakukan pemberian zinc oksid eugenol (ZnO). Untuk gigi yang non
vital (gangren pulpa) lakukan trepanasi kemudian diberikan obat-obatan melalui oral
(antibiotik, analgetik). Bila dijumpai abses, berikan premedikasi terlebih dahulu, kemudian
lakukan insisi.
2. Menghentikan proses karies.

Tiap kavitas meskipun kecil mempunyai jaringan nekrotik. Setelah rasa sakit hilang kavitas
dipreparasi untuk membuang semua jaringan yang nekrotik sehingga proses karies terhenti.
Pada beberapa kasus yang tidak dapat ditambal langsung, lakukan tambalan sementara lebih
dahulu, misal pada hiperemi pulpa, berikan pulp capping (Ca hidroksid).
3. Diet.
Anjuran untuk melakukan diet kontrol dan jelaskan mengenai DHE dan oral higene. Lakukan
oral profilaksis pada gigi.

12

4. Perawatan dan restorasi.


Perawatan dan pembuatan restorasi tergantung pada diagnosa masingmasing gigi misalnya
pulpotomi, pulpektomi, pencabutan, pembuatan amalgam atau crown.
5. Topikal aplikasi .
Lakukan topikal aplikasi dengan larutan fluor pada gigi sebagai preventif. Pada evaluasi bila
tidak dijumpai karies baru, topikal aplikasi tidak dilakukan lagi, cukup dengan pemakaian
pasta gigi yang mengandung fluor.
6. Evaluasi
Evaluasi secara periodik setiap 3 bulan sampai diperoleh keadaan oral higene yang baik dan
diet yang sesuai dengan anjuran. Koreksi faktor sistemik (bila ada), saliva (terutama bila
berhubungan dengan stress) bila perawatan yang telah dilakukan tidak berhasil (Hari S,
2014).

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien didiagnosa persistensi
gigi sulung dan Rampan Karies. Kondisi klinis pasien memungkinkan untuk dilakukan
ektraksi gigi sulung yang mengalami persistensi. Penyebab Rampan Karies pada pasien ini
kemungkinan adalah karena kebiasaan makn makanan manis seperti permen, coklat dan
minum susu menggunakan botol dot.
KIE untuk pasien adalah untuk rajin menggosok gigi, mengurangi makanan manis dan
berhenti mengedot, dan rutin untuk control ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali.

DAFTAR PUSTAKA
14

Barid Izzata dkk. 2007. Biologi Mulut. Jember: Jember University Press.
Boedihardjo. 1985. Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga. Surabaya:Airlangga
University Press
Bursa Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.1994.
Diktat Kuliah gigi. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya:
Surabaya.
Deritana N, Kombong A. 2007. Gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan. J.WATCH
Jayawijaya.;p.5-18
Dowl W. Rampan Caries on children and teenagers.[internet]. Available at
URL:http://www.EzineArticles/childandac.html. Accesses 11 April 2014.
Hari S. Rampan Caries: Review of etiology and clinical management. K.D.J.
[Internet] Available at:http://www.trivandrum.co.uk. Accessed 11 April 2014.
Tydesley WR. 1991. A colour atlas of Orofacial Disease (Atlas Berwarna Penyakit
Orofasial) Alih Bahasa Lilian Yuwono, Edisi 3. Jakarta : Widya Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai