Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KEBIJAKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN JAMINAN

KESEHATAN
Landasan SJSN yang digunakan adalah Undang-undang Republik Indonesia No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan amanat dari UUD
Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 28H ayat 3 dan pasal 34 ayat 2.
Sedangkan penyelenggara SJSN tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Istilah BPJS telah
disebut dalam UU No.40/2004. Ada rentang waktu yang cukup lama, yaitu tujuh tahun (dari
2004 ke 2011), untuk membuat peraturan mengenai BPJS ini. Setelah dikeluarkannya UU
BPJS tersebut, pemerintah telah mengeluarkan 2 peraturan, yaitu PP No 101 tahun 2012
tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden no. 12 tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Pembiayaan Jaminan Kesehatan ini diatur dalam PP No. 12 tahun 2013 pasal39 yang
berbunyi:
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan secara praupaya
berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama.
(2) Dalam hal Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan
diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih
berhasil guna.
(3) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan berdasarkan cara Indonesi Case Based Group (INA CBGs)
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam pola pembiayaan Jaminan Kesehatan
tersebutadalah adanya penyebaran yang tidak merata dalam hal jumlah fasilitas kesehatan

dalam suatu daerah/kabupaten/kota. Jika dalam suatu area terdapat terlalu banyak fasilitas
kesehatan, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu jumlah kapitasi yang didapat
setiap fasilitas kesehatan akan sedikit atau ada fasilitas kesehatan yang tidak mendapatkan
kapitasi.
Dalam ayat kedua disebutkan bahwa ada mekanisme lain pembayaran bagi fasilitas
kesehatan yang tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi. Mekanisme ini
belum diatur secara jelas sampai dengan saat ini.
Untuk pembiayaan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan maka berdasarkan tarif Ina
CBGs.
Alur pembiayaan diatur dalam pasal 29 tentang Prosedur Pelayanan sebagai berikut:
(1) Untuk pertama kali setiap Peserta didaftarkan olehBPJS Kesehatan pada satu Fasilitas
Kesehatan tingkatpertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelahmendapat
rekomendasi dinas kesehatankabupaten/kota setempat.
(2) Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulanselanjutnya Peserta berhak memilih
FasilitasKesehatan tingkat pertama yang diinginkan.
(3) Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan padaFasilitas Kesehatan tingkat pertama
tempat Pesertaterdaftar.
(4) Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) tidak berlaku bagi
Peserta yang:
a. ada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkatpertama tempat Peserta terdaftar; atau
b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
(5) Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatantingkat lanjutan, Fasilitas Kesehatan
tingkat pertamaharus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkatlanjutan terdekat sesuai
dengan sistem rujukan yangdiatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatantingkat pertama dan pelayanan
kesehatan rujukantingkat lanjutan diatur dengan Peraturan Menteri.
Menurut prosedur yang berlaku saat ini untuk peserta Askes, maka jika peserta Askes
tersebutakan berobat, peserta harus membawa Kartu Askes (jika di tingkat rujukan lanjutan,
maka peserta juga harus membawa surat rujukan). Peserta mendaftarkan diri di loket Askes.
Petugas Askes akan memberikan Surat Jaminan Pelayanan (SJP). Setelah mendapatkan surat
tersebut, baru peserta Askes tersebut boleh mendapatkan pelayanan kesehatan.
Bagi peserta Jamkesmas, prosedur ini agak berbeda. Peserta Jamkesmas yang akan
berobat harus mendaftarkan diri di loket Askes dengan membawa Kartu Jamkesmas dan
rujukan (jika di tingkat lanjut). Peserta Jamkesmas akan mendapatkan Surat Keabsahan
Peserta (SKP). SJP dikeluarkan oleh pihak RS.Sejauh ini belum diketahui apakah prosedur
ini masih akan berlaku setelah PT. Askes menjadi BPJS. Pengaturan mengenai hal ini belum
disahkan secara jelas.

Sumber: Makalah Mahasiswa MARS FKM Unair


Disampaikan pada Seminar Nasional 6 Juli 2013

Anda mungkin juga menyukai