M. ICHSAN. F - 134010470
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN
BAB I
PENDAHULUAN
Transaksi Repo merupakan salah satu instrumen transaksi pasar uang yang banyak
digunakan oleh berbagai perusahaan, industri keuangan, dan pelaku pasar lainnya untuk
mengelola likuiditas, sekaligus sebagai salah satu alternatif pembiayaan jangka pendek
perusahaan. Selain itu, transaksi Repo saat ini juga sudah menjadi salah satu instrumen
penting dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh otoritas keuangan dan bank sentral
di berbagai negara.
Dalam perkembangannya secara global, seiring dengan membaiknya perekonomian
dunia paska terjadinya krisis keuangan pada tahun 2008, transaksi Repo dari tahun-ke
tahun terus meningkat baik dari sisi volume, maupun nilai. Dalam prakteknya di
Indonesia, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) total volume tahunan
transaksi REPO tertinggi, telah mencapai 150,2 triliun dengan nilai transaksi Rp136,8T.
Ini menunjukkan perkembangan transaksi yang cukup signifikan dibandingkan periode
2006-2011, dimana volume transaksi tahunan tertinggi yang pernah dilaporkan Baru
mencapai 42,6 triliun dengan nilai transaksi Rp35,78T.
Namun demikian, perkembangan transaksi Repo di Indonesia yang cukup
menggembirakan tersebut ternyata diikuti dengan munculnya beragam permasalahan
dalam implementasinya, terutama munculnya berbagai variasi transaksi Repo yang tidak
terstandarisasi dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Dua hal utama yang
mendasari permasalahan tersebut adalah tidak adanya aturan mengenai standarisasi
praktik transaksi Repo di Indonesia dan keengganan pelaku untuk menggunakan
perjanjian yang terstandarisasi meskipun dalam format yang telah disepakati bersama
oleh para pelaku transaksi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Repurchase Agreement (REPO) adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua
belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan
di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan
harga tertentu yang telah disepakati.
REPO juga berfungsi seperti secured loan, dimana pihak pembeli akan memperoleh
instrumen efek sebagai jaminan atas jumlah dana yang diserahkan kepada pihak
penjual. Pada saat yang disepakati, bila sejumlah dana dibayarkan kembali dari pihak
penjual kepada pihak pembeli, maka instrumen efek tersebut juga dikembalikan dari
pihak pembeli kepada penjual. Walaupun dari mekanismenya mirip seperti pinjaman,
namun dari sudut pandang hukum, dalam transaksi REPO terjadi perpindahan
kepemilikan atas efek yang ditransaksikan.
Instrumen yang biasanya digunakan dalam transaksi REPO diantaranya adalah Obligasi
korporasi, Obligasi Negara (Surat Utang Negara), SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan
Saham.
Transaksi Repo merupakan salah satu alternatif atau memiliki peluang investasi
keuangan. Hal ini dapat dilihat dari sisi pembeli (buyer), dimana mereka akan
memperoleh return untuk jangka waktu pendek (short term) dengan tingkat bunga
menarik dan relative aman karena pihak pembeli akan memegang jaminan berupa asset
atau efek milik penjual. Efek tersebut juga bisa digunakan untuk menghindari terjadinya
short positions. Sedangkan dari sisi penjual, tranasksi Repo merupakan alternatif
sumber pendanaan yang relatif murah (cheap funding cost) dan aman, dengan cara
menyerahkan atau menjaminkan asetnya yang berupa efek tersebut.
Yang paling umum adalah Overnight (hanya satu hari) dan Term Repo, dengan tanggal
jatuh tempo yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak dalam Repurchase
Agreement, bisa sampai 1 (satu) bulan atau lebih.
Sedangkan dilihat dari transaksinya, terdapat 2 metode yang biasa digunakan, yaitu :
Sebagai contoh; misalkan Broker A bertransaksi Repo jual dengan Bank B, maka pada
tanggal penyelesaian pertama (biasa disebut 1st leg) terjadi perpindahan efek dari
Broker A ke Bank B yang diikuti pula dengan perpindahan dana dari Bank B ke Broker
A. Sedangkan pada tanggal penyelesaian kedua (biasa disebut 2nd leg yang juga
merupakan jatuh tempo Repo), jumlah dan instrument efek yang sama akan berpindah
dari Bank B ke Broker A yang diikuti dengan perpindahan dana sesuai dengan
kesepakatan dari Broker A ke Bank B. Umumnya, harga pada saat penebusan lebih
tinggi dibandingkan harga penjualan.
Istilah Reverse Repo digunakan untuk menggambarkan kejadian sebaliknya dari
transasksi Repo. Jika penjualan efek dengan perjanjian membeli kembali disebut
transaksi Repo, maka Reverse Repo merupakan pembelian efek yang ditawarkan dalam
transaksi Repo untuk dijual kembali, atau juga disebut Buy/Sell Back, karena Reverse
Repo merupaka transaksi Repo Jual bila dilihat dari sudut pandang pembeli (buyer).
Dalam pelaksanaan transaksi Repo, terdapat beberapa issue atau kendala yang dihadapi
oleh para pihak, diantaranya adalah :
BAB III
PEMBAHASAN
Mengantisipasi kondisi yang sebagaimana telah dijelaskan pada bab pertama, OJK
bersama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan para pelaku pasar telah
menyusun suatu pedoman pelaksanaan transaksi Repurchase Agreement (repo) yang
berlaku bagi seluruh Lembaga Jasa Keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK,
yaitu Global Master Repurchase Agreement Indonesia (GMRA) Indonesia.
(Hadad, 2016)Peluncuran GMRA Indonesia merupakan salah satu implementasi dari
program strategis tersebut, selain pengaturan transaksi repo, pengembangan produk
Repo, serta layanan penyelesaian transaksi repo yang dilengkapi monitoring dan konsep
3rd party repo, yang sebagian besar menjadi program strategis kami di tahun 2016 ini.
Berikut adalah ruang lingkup cakupan kebijakan peraturan Global Master Repurchase
Agreement Indonesia, yang dimuat dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor
9/pojk.04/2015 tentang pedoman transaksi repurchase agreement bagi lembaga jasa
keuangan tersebut:
3.1 Ketentuan Umum
Pasal 1 menjelaskan tiap entitas yang terkait dengan GMRA dan transaksi Repo pada
umumnya. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo
adalah kontrak jual atau beli Efek dengan janji beli atau jual kembali pada waktu
dan harga yang telah ditetapkan.
2. Global Master Repurchase Agreement yang selanjutnya disingkat GMRA adalah
standar perjanjian Transaksi Repo yang diterbitkan oleh International Capital
Market Association.
3. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor
Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
3.2 Perjanjian
Pasal 4 mengatur elemen-elemen yang wajib terdapat pada sebuah surat perjanjian
transaksi Repo:
1. Setiap Transaksi Repo wajib berdasarkan pada perjanjian tertulis.
2. Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit wajib memuat
ketentuan sebagai berikut:
a. peralihan atas hak kepemilikan Efek;
b. kewajiban penyesuaian nilai Efek dengan nilai pasar wajar (mark-tomarket);
c. marjin awal dan/atau haircut Efek dalam Transaksi Repo;
d. pemeliharaan marjin termasuk substitusi Efek marjin;
e. hak dan kewajiban para pihak terkait kepemilikan Efek dalam Transaksi
Repo termasuk waktu pelaksanaannya dan kewajiban perpajakan;
f. peristiwa kegagalan;
g. tata cara penyelesaian peristiwa kegagalan serta hak dan kewajiban yang
mengikutinya;
h. perjanjian tunduk pada hukum Indonesia;
i. kedudukan Lembaga Jasa Keuangan dalam Transaksi Repo sebagai agen
atau bertindak untuk dirinya sendiri; dan
j. tata cara konfirmasi atas Transaksi Repo dan/atau perubahan material
terkait Transaksi Repo tersebut.
Pasal 5 mengatur kewajiban penerapan GMRA Indonesia dalam perjanjian transaksi
Repo, serta beberapa pengecualian penerapan yang dapat terjadi:
1. Setiap perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 wajib
menerapkan GMRA Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
atau pihak lain yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan.
2. GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari:
a. Perjanjian Induk Global Pembelian Kembali (GMRA);
b. Lampiran Transaksi Domestik di Indonesia (Indonesia Annex);
c. Lampiran I Syarat dan Ketentuan Tambahan (Annex I Supplemental
Terms & Condition)
d. Lampiran II Format Konfirmasi (Annex II Confirmation);
e. Lampiran Pembelian/Penjualan Kembali (Buy/Sell Back Annex);
f. Lampiran Ekuitas (Equity Annex); dan
g. Lampiran Keagenan (Agency Annex).
3. Para pihak dapat menyepakati perubahan klausul dalam perjanjian Transaksi
Repo yang dibuat berdasarkan GMRA Indonesia sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
4. Dalam hal Lembaga Jasa Keuangan melakukan Transaksi Repo dengan lembaga
negara yang melaksanakan kebijakan fiskal atau moneter, Lembaga Jasa
Keuangan tersebut tidak wajib menerapkan GMRA Indonesia.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai GMRA Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.
3.3 Kewajiban
Pasal 6 mengatur kewajiban-kewajiban Lembaga Jasa Keuangan sebagai pelaku
transaksi Repo:
1. Lembaga Jasa Keuangan yang melakukan Transaksi Repo wajib terlebih dahulu
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. mempunyai direktur dan/atau pegawai yang berwenang untuk melakukan
Transaksi Repo;
b. mempunyai pegawai yang memiliki pengetahuan dan pengalaman kerja
yang memadai dalam Transaksi Repo serta memahami peraturan terkait
Transaksi Repo;
c. memastikan adanya Efek dan/atau dana untuk penyelesaian Transaksi
Repo; memastikan setiap Transaksi Repo dilakukan oleh direktur atau
pegawai yang berwenang sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. memiliki kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal yang memadai;
dan
e. memiliki manajemen risiko dalam menangani risiko yang timbul dari
Transaksi Repo.
2. Lembaga Jasa Keuangan yang melakukan Transaksi Repo wajib:
a. melakukan pembukuan dan pencatatan serta memiliki dokumentasi yang
memadai atas Transaksi Repo yang dilakukan Lembaga Jasa Keuangan;
b. menerapkan perlakuan akuntansi pada laporan keuangan Lembaga Jasa
Keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku; dan
c. melakukan pencatatan identitas pihak-pihak dalam Transaksi Repo
secara benar.
Pasal 7 mengatur kewajiban bagi Lembaga Jasa Keuangan pelaku transaksi Repo
perihal manajemen risiko secara spesifik:
1. Dalam rangka menangani risiko yang timbul dari Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf f, Lembaga Jasa Keuangan wajib:
d.
e.
f.
g.
2. Sanksi
huruf f, atau huruf g dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
1 huruf a.
3. Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat dikenakan secara
tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g.
Pasal 12 mengatur kebijakan sanksi-sanksi diluar yang telah ditentukan pada pasal
sebelumnya:
1. Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1,
Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan tertentu terhadap setiap pihak
yang melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
Pasal 13 mengatur perihal hak OJK untuk melakukan publikasi atas pengenaan sanksi
yang diberikan:
1. Otoritas Jasa Keuangan dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 dan tindakan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 kepada masyarakat.
3.7 Ketentuan Peralihan
Pasal 14 mengatur perlakuan terhadap mekanisme transaksi Repo sebelum
diterbitkannya peraturan GMRA Indonesia ini:
1. Semua perjanjian Transaksi Repo yang sedang berjalan dan sudah ada sebelum
berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, tidak perlu disesuaikan dengan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
3.8 Ketentuan Penutup
BAB IV
KESIMPULAN
References
(2016, January 29). Retrieved from Situs Resmi Otoritas Jasa Keuangan:
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/berita-dankegiatan/publikasi/Pages/sambutan-ketua-ojk-dalam-peluncuranglobal-master-repurchase-agreement-indonesia.aspx
chafifah. (2013, June 23). Retrieved from 2016 Cara Jadi Kaya. All Rights
Reserved.: https://www.carajadikaya.com/transaksi-repo-repurchaseagreement/
Hadad, M. D. (2016, January 29). Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan. (2015, June 26). PERATURAN OTORITAS JASA
KEUANGAN NOMOR 9/POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TRANSAKSI
REPURCHASE AGREEMENT BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN.
Indonesia.