Anda di halaman 1dari 14

SALMONELLOSIS

SALMONELLOSIS
PENDAHULUAN
Bakteri Salmonella spp.merupakan bakteri saluran pencernaan terutama di usus,.
Salmonellosis merupakan masalah yang sangat besar, terutama di daerah berkembang yang
memiliki sanitasi yang kurang memadai. Di Inggris, sanitasi relatif baik tetapi 90%
salmonellosis disebabkan oleh keracunan makanan dengan case fatality rate 0, 4% (Subronto,
2003).
Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella spp walaupun bekteri ini utamanya hanya menghuni usus,
ternyata Salmonella spp tersebar luas di lingkungan yang berhubungan dengan peternakan
atau pembuangan limbah (tinja) manusia. Penyakit ini menjadi problem yang sangat besar,
terutama di daerah yang berkembang dengan tingkat sanitasi yang kurang memadai. Di
Inggris yang memiliki sanitasi relatif baik, salmonellosis merupakan 90% dari penyebab
keracunan makanan dengan case fatality rate 0,4%. (Subronto, 2003).
Nama lain salmonellosis adalah Typhoid fever,Paratyphoid fever, Foodborne fever,
Berak kapur pada ayam(http://id.wikipedia.org/wiki/ Salmonella).
ETIOLOGI
TOXONOMI
Kingdom : Bakteri
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriakceae
Genus : Salmonella
Spesies : Samonella enterica

Salmonella bongori
(http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella)
Salmonellosis yang disebabkan oleh berbagai spesies dan serotype kuman salmonella
pada pedet dan sapi dewasa, atau pada spesies ternak lainnya, mengakibatkan septisemia dan
radang usus yang akut maupun kronik. Pada hewan betina yang sedang bunting salmonelosis
dapat menyebabkan keluron.
Salmonela sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan lain bila masuk melalui
mulut. Bakteri ini ditularkan melalui hewan, produk hewan kepada manusia dan
menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik.
Penyebab salmonellosis adalah genus Salmonella. Bakteri ini bersifat gram negatif
dan terbagi-bagi dalam grup, subgroup, dan serotipe. Berdasarkan nomenklatur yang disusun
tahun 1996, genus Salmonella hanya dibagi menjadi 2 spesies, yakni Salmonella
enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica dibagi menjadi 6 subspesies,
yakni enterica, salamae, arizonae, diarizonae, houtanae, dan indica. Menurut klasifikasi
Kauffmann-White, yang didasarkan atas antigen somatic O dan antigen flagella H
ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia.
Salmonella enteric
Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan
pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari
dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering,
agen farmakeutika
dan
feses
(http://s.wordpress.com/wpcontent/plugins/akismet/akismet.gif).
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah
komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H
adalah protein labil panas (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).
Menurut Kauffmann-White, klasifikasi salmonella yang didasarkan atas antigen
somatic O dan antigen flagella H ditemukan sekitar 2.000 serotipe di dunia (Subronto,
2003).
Sampai sekarang kuman Salmonella spp. diketahui terdiri sedikitnya 1300 serotipe
yang semuanya mampu menimbulkan penyakit. Kuman kuman Salmonella typhimurium
dan Salmonella Dublin, kadang kadang Salmonella Heidelberg dan Salmonella saint pauli
sering dilaporkan menyerang pedet maupun sapi dewasa. Pada pedet, kuman kuman
tersebut dapat diisolasi dari penderita yang berumur 6 14 hari.
Infeksi kuman dalam suatu kandang sapi dapat t6erjadi karena dimasukkannya sapi baru
untuk bibit yang berasal dari pasar atau dari kandang lain yang tertular. Kuman salmonella
yang mempunyai arti zoonotik, dapat tinggal dalam suatu kandang dalam jangka waktu yang
panjang, terutama bila ada hewan hewan yang infeksinya bersifat laten. Dalam air yang

tergenang yang terdapat dipadang pengembalaan, kuman dapt hidup hingga sembilan bulan
(Subronto, 2003).
Morfologi salmonella bervariasi. Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum
gallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrika. Bakteri ini mudah tumbuh pada
perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini
membentuk asam dan kadang kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya
membentuk H2S.
http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&q=+site:www.fao.org+salmonellosis
Salmonella resisten terhadap zat zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium
tertrationat dan natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya karena
senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi
salmonella dari tinja.
Berdasarkan spesifitas induk semang, serotipe yang ada dapat dikelompokkan
menjadi :
a. S. typhi, S. paratyphi A,B dan C penyebab demam enteric (typhoid) hanya pada manusia.
b. S. dublin (sapi), S. cholera suis (babi), S. gallinarum dan S. pullorum (unggas), S. abortus
equi (kuda), dan S abortus ovis (domba). Salmonella spp yang beradaptasi pada hewan
jenis tertentu jarang menimbulkan penyakit pada manusia dan bersifat Salmonellosis non
typhoid.
Golongan O

Spesies

S.typhi

S.paratyphi

C1

S.choleraesuis

S.typhimurium

S.enteritis

Sumber ; mikrobiologi kedokteran


Salmonella sp. Berkembangbiak dengan baik pada suhu di atas 240C, terhambat
perkembangannya pada suhu 100C, dan tidak berkembang sama sekali pada suhu di bawah
50C.(Subronto, 2003).
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S.
paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang
disebabkan oleh S. typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi
salmonella yng lain (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).
DISTRIBUSI PENYAKIT
Tersebar di seluruh dunia; lebih banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa karena sistem
pelaporannya baik. Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui
makanan (foodborne disease) oleh karena makanan yang terkontaminasi, terutama

kontaminasi oleh binatang, merupakan cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja
dari kasus-kasus ini yang diketahui secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar
1% kasus yang dilaporkan.Incidence rate tertinggi pada bayi dan anak kecil. Secara
epidemiologis, gastroenteritis Salmonella bisa terjadi berupa KLB kecil di lingkungan
masyarakat umum. Sekitar 60-80% dari semua kasus muncul secara sporadis; namun KLB
besar di rumah sakit, institusi anak-anak, restoran dan tempat penitipan anak-anak atau orang
tua jarang terjadi dan biasanya muncul karena makanan yang terkontaminasi, atau yang lebih
jarang terjadi, adalah pencemaran yang terjadi karena makanan diolah orang yang menjadi
carrier, penularan dari orang ke orang dapat terjadi. Diperkirakan bahwa sekitar 5 juta kasus
salmonellosis terjadi setiap tahun di AS. KLB yang pernah terjadi di AS menyebabkan 25.000
orang jatuh sakit disebabkan oleh suplai air minum perkotaan yang tidak diklorinasi; wabah
tunggal etrbesar yang pernah terjadi disebabkan oleh susu yang tidak dipasteurisasi
menyebabkan 285.000 orang jatuh sakit.(Anonim, 2005)
Distribusi di Eropa
Distribusi di Oceania
Distribusi di Amerika
Di luar negeri salmonellosis banyak dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa. Di
Amerika ada beberapa kejadian, yaitu di Amerika Serikat tahun 1991 (S. Typhimurium, S.
Enteritidis, dan S. Newport pada manusia) dan tahun 2001 (S. Enteritidis, S. Heidelberg, S.
Kentucky, S. Typhimurium, dan S. Senftenberg pada ayam), Kanada tahun 2000 (S.
Typhimurium,S. Enteritidis, dan S. Heidelberg pada manusia), Amerika Selatan tahun 2001
(S. enteritidis pada manusia dan hewan). Di Eropa juga terjadi di Inggris tahun 1990 (S.
enteridis pada telur ayam mentah), Belanda tahun 1990 (S. enteritidis pada puding yang
terbuat dari telur ayam), Uni Eropa tahun 2004 karena kontaminasi makanan. Di Singapore
tahun 1995 ditemukan telur ayam mentah yang mengandung S. enteritidis yang berasal dari
Indonesia (http://www.safe-poultry.com)
KEJADIAN SALMONELLOSIS
KEJADIAN DI INDONESIA
Salah satu penyakit yang cukup menimbulkan masalah serius di Indonesia adalah
penyakit tifoid yang merupakan penyakit infeksi yang juga menjadi masalah serius di dunia.
Di Indonesia penyakit ini adalah suatu penyakit endemis dengan angka kejadian termasuk
yang tertinggi ,yaitu antara 358-810/100.00 penduduk/tahun. Penyakit ini disebabkan
olehSalmonella typhi dan Salmonella paratyphi(http://www.pppl.depkes.go.id)
Angka kematian demam tifoid di beberapa daerah adalah 2-5% pasien menjadi
karier asimtomatik, sehingga merupakan sumber infeksi baru bagi masyarakat
sekitarnya.Kecenderungan meningkatnya angka kejadian demam tifoid di Indonesia terjadi
karena banyak faktor, antara lain urbanisasi, sanitasi yang buruk, karier yang tidak terdeteksi,
dan keterlambatan diagnosis. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis penyakit demam

tifoid antara lain disebabkan oleh masa tunas penyakit yang dapat berlangsung 10-14 hari
(bahkan dapat lebih panjang sampai 30 hari) (www.pppl.depkes.go.id).
KEJADIAN DI LUAR NEGERI
Salmonellosis dikategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui makanan
yang terkontaminasi (foodborne disease), terutama kontaminasi oleh binatang, merupakan
cara penularan yang utama. Hanya sebagian kecil saja dari kasus-kasus ini yang diketahui
secara klinis dan di negara-negara industri hanya sekitar 1% kasus yang
dilaporkan. Incidence ratetertinggi pada bayi dan anak kecil(http://www.pppl.depkes.go.id).
Diperkirakan setiap tahunnya di Amerika Serikat muncul 76 juta kasus penyakit
bawaan makanan. Sebagian besar dari kasus ini adalah kasus ringan dimana gejala hanya
muncul selama satu hingga dua hari. Kasus-kasus lainnya lebih serius, per tahunnya CDC
(Center of Disease Control) membukukan 325.000 perawatan di rumah sakit dan 5.000
kematian. Kasus-kasus terberat umumnya muncul pada rentang usia lanjut dan usia sangat
muda, pada penderita yang sudah memiliki penyakit yang menyebabkan turunnya sistem
imun tubuh, dan pada orang sehat yang terkontaminasi organisme dengan jumlah yang sangat
besar (http://www.fightbac.org/main.cfm)
Di Singapore juga pernah dilaporkan kejadian salmonellosis pada tahun 1995. Pada
saat itu dilakukan razia produk telur ayam yang berasal dari Indonesia dan setelah diteliti
ternyata telur tersebut tercemar bakteri S. enteritidis(http://www.fightbac.org/main.cfm)
Distribusi kejadian salmonellosis tersebar di seluruh dunia baik pada hewan ataupun
manusia. Adapun kejadian salmonellosis pada hewan dan manusia adalah sebagai berikut:
a. Hewan
Macam-macam hewan yang peka terhadap infeksi bakteri Salmonella sp.adalah sebagai berikut:
Unggas
Ayam : S. gallinarum dan S. pullorum
Burung : S. enteritidis
Hewan Ternak
Sapi : S. dublin
Domba dan Kambing :S. typhimurium, S. bovis morbicans, S. derby, dan S. havana
Kuda : S. typhimurium, S. bovis-morbificans dan S. Newport
Babi : S. Cholerasuis
(Subronto, 2003).
Hewan Liar
Pernah dilaporkan bahwa satwa liar juga bisa menularkan salmonellosis seperti
primata, iguana, ular, dan burung.(Anonim, 2008)
b. Manusia
Dalam zoonosis, kasus salmonellosis yang menyerang manusia adalah bakteri salmonella
yang berasal dari hewan sehingga Salmonella typhi yang hospes alami adalah manusia

tidak dibahas sepenuhnya dalam kasus ini. Kejadian zoonosis Salmonellosis pada
manusia yang disebabkan penularan dari hewan yaitu dari Salmonella
cholerasuis dan Salmonella enteritidis (serotype spesifik dan non spesifik) (Soeharsono,
2002).
PATOGENESIS
Setelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus.
Dalam waktu yang relatif singkat infeksi tersebut akan menyebabkan septisemia (sepsis),
yang dalam waktu pendek akan dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi
cuma bakterimia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada
yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati,
limpa, dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau
air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila
keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stres
pengangkutan atau oleh gangguan faali yang lain(Subronto, 2003).
S. typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian
bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Setelah
mencapai usus, S. typhi menembus ileum dan ditangkap oleh sel mononuklear
(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/ akismet/akismet.gif). Di dalam ileum terjadi
kolonisasi bakteri dan terjadi invasi mukosa akibat adanya bakteri Salmonella spp.Di
intestinum Salmonella
spp. mengeluarkan sitotoksin danenterotoksin sehingga
akan
menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan sehingga terjadi peradangan akut.
Terkadang muncul adanya ulcerasi, sintesis prostaglandin, enterotoksin, dan sitokine yang
mengaktivasi adenil siklase. Aktivasi ini menyebabkan peningkatan cAMP sehingga epitel
intestinum memproduksi cairan di dalam lumen usus (baik besar maupun kecil) yang
mengakibatkan diare. Kejadian Salmonellosis tinggi pada hewan muda. Hal ini disebabkan
karena tingginya pH lambung pada hewan muda, tidak adanya flora dalam usus (flora
intestinal) yang stabil, dan rendahnya kekebalan (http://www.gsbs.utmb.edu microbook.htm).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal
(patch of payer) akibatnya terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala
panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang, dll
(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet. gif).
Respon imun humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi
mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Respon imun humoral sistemik, di usus
diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Respon
imun seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (http://s.wordpress.com/wpcontent/plugins/akismet/ akismet.gif).
GEJALA KLINIS
Hewan

Ayam
Pada ayam, S. pullorum dapat menimbulkan kerugian besar karena cepat menyebar
dan menimbulkan kematian tinggi, terutama pada anak ayam. Penularan terjadi dari induk
ayam ke telur lewat ovarium (penularan vertikal). Anak ayam yang tidak tertular lewat
telur dapat tertular secara kontak dengan cangkang telur, lewat inhalasi, atau lewat mulut.
Anak ayam yang tertular terlihat septikemik, kotor, dan mengantuk. Anak ayam yang
sembuh akan tetap membawa agen penyakit dan mengakibatkan penurunan fertilitas,
produksi serta daya tetas telur.
Burung dan Bebek
Pada burung, S. enteritidis dapat bersifat fatal pada burung, seperti ditemukan oleh
BPPH Wilayah VI Denpasar di suatu taman burung di Bali tahun 2000. S. enteritidis juga
sering mencemari telur unggas, sehingga banyak negara mensyaratkan telur konsumsi
harus berasal dari peternakan bebas S. Enteritidis. Salmonelosis bebek ( S.typhi dan S.
anatum) biasanya menyebabkan bebek bebek tersebut lambat mati. Korban kurus,
kering, gemetar dan sesak nafas. Didalam hati bebek terlihat sarang sarang nekrosa.
Disamping itu juga terlihat enteritis dan nefritis.
Sapi
Pada sapi, Salmonellosis dapat terjadi pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak sapi yang diberi susu lewat tangan pengasuh. Anak sapi tertular mengalami
gastroenteritis atau septicemia. Pada induk sapi, infeksi S. dublin sering menimbulkan
keguguran, distokia, dan retensi plasenta. Pada anak sapi, infeksi S. dublin dapat
menimbulkan poliartritis, gangrene pada daun telinga dan ekor. Penularan dapat terjadi
lewat susu, makanan penguat (bone meal). Anak sapi tertular terlihat depresi, lemah,
kehilangan berat badan, demam, tinja encer dan berbau anyir, kadang-kadang tinja
bercampur dengan darah. S. dublin diekskresikan pula dalam air liur, sehingga anak sapi
yang diberikan susu secara bersama dalam ember (bucket feeding) dapat tertular dalam
jumlah banyak. Saliva juga merupakan bahan penular utama pada peternak atau anakanak.
Salmonelosis pedet bentuk septisemia perakut ditandai dengan kelemahan umum
yang terjadi secara mendadak, kenaikan suhu tubuh yang mencolok (40 41 0C),
kemudian diikuti dengan koma. Kematian biasanya terjadi dalam waktu 24 48 jam.
Kuda
Kuda umur peka terhadap salmonellosis. Faktor predisposisi terjadinya penyakit
antara lain: kelelahan akibat transportasi jarak jauh, digunakan dalam pacuan, dan
cacingan. Gejala klinik yang ditemukan berupa diare hebat dan kondisi badan menurun
drastis. Anak kuda dapat mengalami arthritis dan abses visera.
Kolik pada kuda akibat salmonella
Babi

Pada babi gejala, yang paling sering adalah gastroenteritis olehS. cholerasuis.
(Subronto, 2003).
Manusia
Salmonellosis pada hakekatnya dalah penyakit gastrointestinal yang muncul dalam waktu
singkat. Masa inkubasi bervariasi antara 6 72 jam, namun umumnya dari 12 36 jam.
Gejala klinik yang sering ditemukan adalah gangguan pencernakan mulai dari rasa mual,
diare, nyeri lambung, dan muntah. Dapat pula ditemukan nyeri kepala, keringat dingin, dan
pada keadaan yang lebih parah kekakuan otot serta kehilangan kesadaran sesaat (syncope).
Terkadang ditemukan kenaikan suhu menjadi 37,1 C 38,5 C, tetapi ada pula yang tidak
disertai demam. Jarang ditemukan darah atau lendir pada tinja. Perbaikan kondisi umumnya
cepat terjadi, diikuti kesembuhan dalam waktu 6-8 hari. Gejala paling serius adalah dehidrasi.
Pada anak, dehidrasi dapat menimbulkan kematian apabila tidak segera diobati. (Subronto,
2003).
DIAGNOSIS
Diangnosis ditegakkan dengan isolasi dan identifikasi bakteri penyebab. Isolasi bakteri
penyebab dilakukan dengan pengambilan spesimen berupa tinja (pada gejala gastroenteritis),
darah (pada bentuk septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas.
(Subronto, 2003)
Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat gejala gejala klinis pada hewan atau
manusia yang terinfeksi. Untuk mendukung diagnosis dilakukan isolasi dan identifikasi
bakteri penyebab penyakit salmonellosis. Isolasi bakteri penyebab dilakukan dengan
pengambilan spesimen berupa feses (pada gejala gastroenteritis), darah (pada bentuk
septikemik), dan eksudat purulen dari lesi yang bersifat terbatas (Subronto, 2003).
Uji laboratorium dapat juga dilakukan untuk mendukung diagnosis, misalnya Differensial
leukosit, ELISA, PCR (http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).
Diagnosis juga dapat ditegakkan dengan menghubungkan gejala klinik yang sesuai
dengan demam tifoid dan adanya titer antibodi yang meningkat dalam darah terhadap antigen
O dan/atau antigen H S. typhi, uji ini biasa disebut dengan uji Widal
(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).
Diagnosa Banding
1. Influenza 5. Malaria
2. Bronchitis 6. Sepsis
3. Broncho Pneumonia 7. Tuberculosa - Lymphoma
4. Gastroenteritis 8. Leukemia
(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif)
SUMBER DAN CARA PENULARAN
CARA CARA PENULARAN

Cara penularan penyakit ini dapat berupa kontak langsung dengan hewan sakit atau
carrier, via vektor mekanik, dan makanan yang tercemar bakteri Salmonella spp. Makanan
yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella spp.lewat sisa-sisa bahan makanan
mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, telenan, dll. Tikus, lalat,
kecoa, dan serangga lain juga merupakan penular potensial bagi manusia dan ternak. Letupan
salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran atau jasa
catering (www.pppl.depkes.go.id).
Bakteri salmonella dapat berkembang biak pada berbagai jenis makanan, terutama
susu, sampai mencapai jumlah yang infektif suhu yang tidak tepat selama pengolahan dan
kontaminasi silang yang terjadi selama makanan tersebut sampai kepada konsumen adalah
faktor risiko yang paling penting. Kejadian luar biasa ini biasanya dimulai dari makanan yang
terkontaminasi dan menular dari orang ke orang melalui tangan yang tercemar dari orang
yang mengolah makan atau melalui melalui alat yang digunakan. Kontaminasi suplai air
minum publik yang tidak diklorinasi dan yang tercemar oleh feses dapat menyebabkan
kejadian luar biasa ekstensif. Beberapa tahun terakhir kejadian yang terjadi yang meluas ke
wilayah geografis tertentu diketahui karena mengkonsumsi tomat atau melon
dari supplier tunggal (www.pppl.depkes.go.id).
Penularan rute fekal-oral dari orang ke orang menjadi sangat penting, terutama pada
saat orang tersebut terkena diare. Feses dari anak dan orang dewasa yang menderita diare
mempunyai risiko penularan yang lebih besar daripada penularan oleh carrier yang
asimtomatik. Dari beberapa serotipe, hanya beberapa jenis organisme yang tertelan yang
dapat menyebabkan infeksi karena adanya penahan dari asam lambung, biasanya untuk
terjadi infeksi dibutuhkan jumlah organisme > 102-3 (www.pppl.depkes.go.id).
Sumber penularan kepada manusia adalah hampir semua jenis ternak (sapi, babi, kerbau,
kambing, domba dan lain-lain), ayam, burung, hewan liar dan hewan kesayangan.
Berdasarkan urutan potensial penularan, babi dan ayam merupakan penular yang utama pada
manusia. Air dan produk asal hewan seperti daging, telur dan susu dapat tercemar Salmonella
sp. Sehingga merupakan sumber penular bagi manusia.
Penularan pada hewan ataupun pada manusia terjadi per-os melalui bahan-bahan tertular oleh
tinja hewan ataupun manusia. Makanan, termasuk daging dan hasil olahan daging, telur, ikan,
susu, produk dari susu dan sayuran yang tercemar tinja dapat pula tercemar oleh bakteri ini.
Makanan yang telah dimasak dapat tercemar bakteri Salmonella sp. Lewat sisa-sisa bahan
makanan mentah yang masih menempel pada peralatan dapur seperti pisau, talenan, dll.
Tikus, lalat, kecoa da serangga lain juga merupakan penular yang potensial bagi manusia dan
ternak. Letupan salmonellosis dapat terjadi berupa keracunan makanan lewat produk restoran
atau jasa katering. (Subronto, 2003).
Cara-cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan

1) Lakukan penyuluhan kepada pengolah makanan tentang pentingnya:


a) mencuci tangan sebelum, selama dan sesudah mengolah makanan.
b) mendinginkan makanan yang sudah diolah didalam wadah kecil.
c) Memasak dengan sempurna semua bahan makanan yang berasal dari binatang,
terutama unggas, babi, produk telur dan produk daging.
d) Hindari rekontaminasi didalam dapur sesudah memasak.
e) Menjaga kebersihan di dapur dan melindungi makanan dari kontaminasi tikus
dan insektisida.
2) Lakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk menghindari mengkonsumsi telur
mentah atau setengah matang, seperti telur yang dimasak over easy atau sunny
side, minuman eggnog atau es krim buatan sendiri dan menggunakan telur yang
kotor atau retak.
3) Orang yang menderita diare sebaiknya tidak mengolah atau menjamah makanan dan
tidak boleh merawat penderita di rumah sakit atau rumah penitipan baik untuk
penitipan anak maupun orang tua.
4) Sampaikan kepada mereka yang menjadi carrier, akan pentingnya mencuci tangan
yang benar sesudah buang air besar (dan sebelum menjamah makanan) dan
sebaiknya mereka yang tidak mengolah dan menjamah makanan selama mereka
menjadi carrier.
5) Perlu diketahui oleh semua anggota keluarga tentang risiko infeksi Salmonella pada
binatang peliharaan. Ayam, bebek dan kura-kura adalah binatang peliharaan yang
berbahaya untuk anak kecil.
6) Sediakan fasilitas radiasi dan Anjurkan masyarakat untuk menggunakan daging dan
telur yang sudah diradiasi.
7) Lakukan inspeksi dan supervisi yang ketat terhadap tempat-tempat pemotongan
hewan, pabrik pengolahan makanan, tempat pengolahan susu, tempat pensortiran
telur dan toko daging.
8) Buat rencana program pemberantasan Salmonella(pengawasan makanan, kebersihan
dan disinfeksi, pemberantasan vektor dan upaya sanitasi lain).
Pakan ternak yang berasal dari binatang (daging,, tulang ikan, makanan binatang peliharaan)
sebaiknya dimasak atau dipanaskan dengan benar (termasuk pasterurisasi dan iradiasi). Untuk
Menghilangkan patogen; Hindari rekontaminasi.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan, Kelas 2B
(lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2) Isolasi: Untuk penderita yang dirawat di rumah sakit, lakukan tindakan
kewaspadaan enterik dalam penanganan tinja dan baju serta alas tempat tidur yang
terkontaminasi. Orang yang terinfeksi dan menunjukkan gejala dilarang untuk

mengolah dan menjamah makanan dan dilarang merawat langsung orang tua,
anak-anak, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah atau penderita yang
dirawat di rumah sakit. Larangan ini berlaku juga bagi orang yang terinfeksi tanpa
gejala dimana kebiasaan kebersihan perorangannya diragukan, hal ini mungkin
juga perlu diatur dalam peraturan daerah setempat.
Jika peraturan larangan ini ada, maka syarat orang tersebut untuk boleh kembali
bekerja adalah kultur tinja untuk Salmonella setidaknya 2 kali berturut-turut
hasilnya negatif dimana tinja ini masing-masing dikumpulkan dalam waktu tidak
kurang dari 24 jam; apabila telah diberikan antibiotika maka kultur pertama
sebaiknya dilakukan paling cepat 48 jam sesudah pemberian obat terakhir.
Kebiasaan mencuci tangan dengan baik harus ditekankan.
3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap tinja dan barang-barang lain
yang terkontaminasi. Pada kelompok masyakat dengan sistem pembuangan
kotoran yang modern dan baik, tinja dapat dibuang langsung ke saluran
pembuangan tanpa disinfeksi awal. Pembersihan menyeluruh.
4) Karantina: Tidak dilakukan.
5) Imunisasi kontak: Tidak ada imunisasi yang tersedia.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Lakukan kultur tinja bagi semua kontak
yang ada di rumah yang pekerjaannya mengolah makanan, merawat orang sakit,
merawat anak-anak dan merawat orang tua di panti-panti asuhan.
7) Pengobatan spesifik: Untuk penderita enterokolitis tanpa komplikasi tidak ada
pengobatan spesifik kecuali tindakan rehidrasi dan Penggantian elektrolit dengan
larutan rehidrasi oral (lihat Kolera, 9B7). Pemberian antibiotika mungkin tidak
Menghilangkan status carrier dan malah bisa menyebabkan terjadinya strain yang
resisten atau infeksi akan menjadi lebih parah. Namun terhadap bayi dibawah usia
2 bulan, orang tua, orang debil, orang dengan penyakit sickle-sel, orang yang
terinfeksi HIV, atau penderita dengan demam tinggi yang terus-menerus atau
orang yang dengan manifestasi infeksi ekstra intestinal sebaiknya diberi terapi
antibiotika. Tingkat resistensi antimikroba dari salmonella non Tifoid biasanya
bervariasi, pada orang dewasa, siprofloksasin sangat efektif tetapi obat ini tidak
digunakan pada anak-anak; ampisilin atau amoksisilin juga bisa digunakan. TMPSMX dan kloramfenikol merupakan alternative antimikroba bagi strain yang
resisten. Penderita yang terinfeksi HIV bisa membutuhkan pengobatan jangka
panjang untuk mencegah septicemia karena Salmonella.
C. Upaya penanggulangan wabah: Lihat penyakit yang ditularkan melalui makanan,
intoksikasi makanan karena Stafilokokus, 9 C1 dan 9C2. Cari tempat dimana
terjadinya kesalahan dalam pengolahan makanan, seperti penggunaan bahan makanan
mentah yang terkontaminasi, makanan dimasak kurang sempurna, suhu yang kurang

tinggi dan terjadinya kontaminasi silang. Di AS, KLB S. enteritidis yang disebabkan
oleh konsumsi makanan yang mengandung telur, dilakukan pelacakan ulang asal telur
dan disarankan untuk melaporkannya ke Departemen Pertanian.
D. Implikasi bencana: KLB bisa terjadi di tempat penampungan pengungsi atau pada
institusi dengan higiene dan sanitasi yang buruk dimana pemberian makanan
dilakukan secara massal.
E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.
(Anonim,2005)
Berdasarkan sumber dari internet dengan alamat Error! Hyperlink reference not valid. ada
10 langkah pencegahan dan pengendalian Salmonellosis, yaitu sebagai berikut :
1.Memelihara ternak pada tempat yang tertutup
2.Menjaga hewan agar tetap dalam kelompok yang kecil
3.Belilah ternak pengganti dari peternakan yang sama
4.Hindari percampuran hewan-hewan dari berbagai sumber yang berbeda
5.Sterilisasi bahan makanan hewan
6.Sediakan air minum untuk ternak
7.Mencegah adanya burung liar dan hewan pengerat di kandang hewan
8.Keluarkan semua hewan dan bersihkan dan desinfeksi kandang
9.Monitor perkembangbiakan unggas dan bersihkan kotorannya
10.Desinfeksi telur yang akan ditetaskan dan dipanasi dengan incubator
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembalikan kehilangan cairan tubuh akibat
diare. Antibiotika kurang memberikan efek yang bagus, meskipun pada umumnya diberikan
pada penderita salmonellosis. Ampicillin dan amoxillin merupakan antibiotika yang sering
diberikan. Clorampenicol digunakan apabila kondisi pasien sangat mengkhawatirkan,
meskipun dapat menimbulkan reaksi samping yang cukup serius.(Subronto,2003)
Pengobatan dengan antibiotik dan sulfonamid segera setelah terjadi diare dan demam akan
mengurangi kematian tetapi merupakan kontraindikasi bagi carier yang sehat dimana
pengobatan ini akan memperpanjang lamanya carier. (Anonim, 2008)
Antibotik
yang
digunakan
dalam
pengobatan
salmonellosis
adalah kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3 4 kali
pemberian dan diberikan secara oral atau intravena, selama 14 hari. Jika terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenikol, diberiampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 34 kali pemberian yang diberikan secara intravena selama 21 hari
atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 34 kali pemberian yang
diberikan secara oral/intravena selama 21 hari. Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari
terbagi dalam 2 3 kali pemberian yang diberikan secara oral selama 14 hari
(http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif).

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali diberikan
2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari diberikan sekali sehari secara intravena selama 5-7 hari.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem,
azithromisin
dan
fluoroquinolon
(http://s.wordpress.com/wpcontent/plugins/akismet/akismet.gif).
Tahun 1972 dilaporkan di Mexico bakteri S. typhi telah resisten terhadap antibiotik
kloramfenikol. Di Amerika Serikat, India, Thailand, dan Vietnam dilaporkan juga bahwa
beberapa strain bakteri salmonella sudah resisten terhadap kloramfenikol
(http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.html).
VAKSINASI
Terdapat vaksin untuk S. dublin dan S. typhimurium pada anak sapi. Sediaan vaksin hidup
dari strain kasar S. dublin memberikan perlindungan yang baik bagi anak sapi untuk
melawan S. dublin dan S. typhimurium. (Anonim,2008)
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus,2005. Salmonellosis, Paratyphoid, Non-typhoidal Salmonellosis. Institute for
International
Cooperation
in
Animal
Biologics
.An OIECollaborating Center. Iowa State University. Collegeof Veterinary
Medicine
ERSKINE V. MORSE, DVM, PhD, MARGO A. DUNCAN, DAVID A. ESTEP, MS,
WENDELL A. RIGGS, MD, AND BILLIE 0. BLACKBURN, DVM. 1976, Canine
Salmonellosis: A Review and Report of Dog to Child Transmission of Salmonella
enteritidis. The Caraka Samhita (Ayurvedic medicine) Shree Gulabkunverba
Ayurvedil Society Jamnagar, India.
Giovanni M. Giammanco,1* Sarina Pignato,2 Caterina Mammina,1 Francine Grimont,3
Patrick A. D. Grimont,3 Antonino Nastasi,4 and Giuseppe Giammanco2.2002.
Persistent Endemicity ofSalmonella bongori 48:z35:_ in Southern Italy: Molecular
Characterization of Human, Animal, and Environmental Isolates. JOURNAL OF
CLINICAL MICROBIOLOGY, Sept. 2002, p. 35023505
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
http://komunitas-dokterhewan.blogspot.com/2008_03_01_archive.html
http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/kamus_detail_klik.asp?
abjad=S&id=2005111810220104830722&count=16&page=1

http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Salmonella.html
http://www.fightbac.org/main.cfm

http://www.gsbs.utmb.edu microbook.htm
http://komunitas-dokterhewan.blogspot.com
http://www.medscape.com
http://www.pppl.depkes.go.id
http://www.profauna.or.id/Indo/penyakit-menular-dari-satwa-liar.htm http://www.safepoultry.com
http://www. unbc.ca
http://www.washingtonpost.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella
http://s.wordpress.com/wp-content/plugins/akismet/akismet.gif

Anda mungkin juga menyukai