Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kunjungan rumah adalah suatu aspek penting dalam program puskesmas. Sebagai wujud

nyata program puskesmas. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan individu pada
pasien-pasien penyakit kronis, bumil resti, lansia, bayi, dan balita resti dimana staf puskesmas
dapat memonitor langsung perkembangan pasien dan dapat memberikan edukasi kepada pasien
dan keluarganya sehingga mencapai pelayanan kesehatan yang holistik.
Perkesmas merupakan suatu bidang dalam keperawatan yang merupakan perpaduan antara
keperawatan

dan

kesehatan

masyarakat

dengan

dukungan

peran

aktif

masyarakat.

Mengutamakan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Perkesmas
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang
utuh melalui proses keperawatan, untuk ikut serta meningkatkan fungsi kehidupan manusia
secara optimal sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya.Tuberkulosis (TB) masih merupakan
masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara
berkembang.1
Menurut WHO Global Tuberculosis Control 2010, Indonesia merupakan penyumbang
kasus TB nomor lima terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 429.730 orang. Lima negara
dengan jumlah kasus insidens terbanyak adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia. Menurut WHO tahun 2009, di Indonesia TB merupakan penyebab kematian nomor
dua yang menyerang semua kelompok usia dan penyebab kematian nomor satu dari seluruh
penyakit infeksi.2
Berdasarkan WHO Global Tuberculosis Report 2013, prevalensi semua tipe TB di
Indonesia sebesar 297 per 100.000 penduduk. Insidensi semua tipe TB sebesar 185 per 100.000
penduduk, sedangkan kematian TB 27 per 100.000 penduduk.3

1.2.

Tujuan

Kegiatan kunjungan rumah (Home visite) bertujuan meningkatkan kemandirian individu, dan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatannya sehingga tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
1.3.

Metode

Program ini dilaksanakan dengan metode observasi dan survey, dikarenakan program ini
melakukan pendekatan langsung ke pasien dan mengadakan kunjungan ke rumah pasien yang
bersangkutan, serta memberikan beberapa pertanyaan yang menyangkut dengan kesehatan pasien
dan keluarganya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.1
2.2. Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia namun hingga saat ini TB masih
menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. 1,2
Secara persentase 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada
negara-negara berkembang. Prevalensi tertinggi terjadi pada Asia dengan 65% kasus, hal ini
berhubungan dengan tingkat kepadatan penduduk (gambar 1 ).
Dari kasus-kasus diatas sebanyak 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (20-49 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB global antara lain antara lain :1
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB yang diakibatkan oleh:
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,

diagnosis kasus yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya)


Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,

gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)


Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis

ekonomi atau pergolakan masyarakat


Peningkatan penduduk dunia umur
Dampak pandemi infeksi HIV.2
Gambar 1 Insiden TB dunia
3

Sumber : Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis


Indonesia merupakan penyumbang kasus TB nomor lima terbanyak di dunia dengan jumlah
penderita 429.730 orang. Lima negara dengan jumlah kasus insidens terbanyak adalah India,
Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Menurut WHO tahun 2009, di Indonesia TB
merupakan penyebab kematian nomor dua yang menyerang semua kelompok usia dan penyebab
kematian nomor satu dari seluruh penyakit infeksi.1
2.3.

Faktor Risiko

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru adalah:
1. Umur
Insidensi tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai pada usia dewasa muda, pada
usia produktif, yaitu umur 20 49 tahun.
Berdasarkan penelitian kohort Gustafon, et all terdapat suatu efek dosis respon, yaitu
semakin tua umur akan meningkatkan risiko menderita tuberkulosis dengan odds rasio
pada usia 25-34 tahun adalah 1, 36 dan odds rasio pada kelompok umur > 55 tahun
adalah 4,08.
2. Jenis Kelamin
Hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas.
Namun, menurut penelitian Gustafon P., et all menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai
risiko 2,58 kali untuk menderita tuberkulosis dibandingkan dengan wanita. Mungkin hal
ini berhubungan interaksi sosial. Walaupun insiden tuberkulosis paru pada wanita lebih
4

rendah daripada pria, perkembangan infeksi TB paru menjadi penyakit TB paru pada
wanita lebih cepat dibandingkan dengan pria.
3. Gizi
Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap
penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang dewasa maupun pada
anak. Menurut Hernilla, et all, orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90 mg/hari
dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan, dan berry, secara
signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit tuberkulosis.
4. Kondisi Lingkungan Rumah
Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi lingkungan rumah dalam risiko kejadian
infeksi tuberkulosis adalah kepadatan rumah, intensitas cahaya yang masuk, dan
kelembapan udara.
Intensitas cahaya yang alami, yaitu sinar matahari, sangat berperan dalam penularan
kuman TB karena kuman TB relatif tidak tahan terhadap terhadap sinar matahari
(Depkes, 2006). Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko 3,7 kali
untuk menularkan tuberkulosis dibandingkan dengan rumah yang tidak dimasuki sinar
matahari.
Kelembapan udara mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Rumah yang memiliki
kelembapan lebih dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberkulosis. 10,7 kali
dibandingkan dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau masyarakat
dan perilaku terhadap penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang tersedia. Proporsi
kejadian TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan yang
rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional dibandingkan
pelayanan medis.
6. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan
penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada kemampuan
menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat
dan makanan yang bergizi. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk

dengan status ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk
Indonesia.
7. Riwayat Penyakit Penyerta
Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberkulosis seperti
penderita penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan ginjal,
diabetes melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (1998) mendapatkan bahwa dari 733 penderita
TB paru, penderita juga menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi 9,28%, kelainan
hati 2,7%, kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma 0,4%.
Penderita diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena penyakit
tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes melitus sangat berperan
terhadap mudahnya pasien diabetes mellitus terkena infeksi. Pada penderita TB paru
dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus
infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih
banyak positif. Selain itu, pasien TB dengan diabetes melitus memiliki respon yang
rendah terhadap pengobatan OAT dan sering terjadi multi-drug resistant.
Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan
insidens TB serta masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-TB.
Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya penderita
tersebut terinfeksi kuman TB dan cepatnya perkembangan infeksi TB menjadi penyakit
TB.2,3
2.4.

Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.1
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
6

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi


percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.1
2.5.

Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,
yaitu:1
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun
menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik
(biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.1

2.6.

Gejala Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah:1


1) Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
2) Gejala tambahan : dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam haritanpa kegiatan
fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
3) Pemeriksaan dahak mikroskopis
Dilakukan untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
S (sewaktu)

: dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.


Pada

saat

pulang,

suspek

membawa

sebuah

pot

dahak

untuk

mengumpulkan dahakpagi pada hari kedua.


P (Pagi)

: dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

S (sewaktu)

: dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak


pagi.2

2.7.

Diagnosis
Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi
-sewaktu (SPS).1

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman


TB(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan da
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.1

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.1
8

Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.


Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.1
Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.1

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2011


2.8.

Terapi

Menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) dari WHO.
Pengobatan diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan, sesuai dengan
kategori sebagai berikut:1

Kategori 1
Obat yang diberikan adalah 2(HRZE)/4(HR)3. Obat ini diberikan kepada:

Pasien baru TB paru BTA positif.


Pasien TB paru BTA negatif, foto toraks positif.
Pasien TB ekstra paru.

Tahap intensif terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol (E) yang diberikan tiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari pemberian Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali
dalam seminggu selama 4 bulan.
Kategori 2
Obat yang diberikan adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Obat ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya namun mengalami kekambuhan, gagal
pengobatan dan pasien dengan pengobatan setelah default atau putus berobat (penderita
yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai)1
Tahap intensif diberikan setiap hari selama 3 bulan. Terdiri dari pemberian Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin (S) yang
diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
Tahap lanjutan diberiakn tiga kali seminggu selama 5 bulan, terdiri dari Isoniazid (H),
Rifampisin (R) dan Etambutol (E).

Pengobatan Sisipan
Obat yang diberikan adalah HRZE. Sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari). Obat ini diberikan jika pada akhir tahap intensif
pengobatan kategori 1 pada penderita baru BTA positif atau pada penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahaknya masih BTA positif.1
2.9.

Komplikasi
10

Penyakit tuberkulosis paru tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura empisema, laringitis, usus.

Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas, SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca


Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat SOPT /fibrosis paru, Kor Pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada
TB Milier dan Kavitas TB. 1

BAB III
MATERI
Puskesmas

: Pedes

Data Riwayat Keluarga:


I.

Identitas Pasien:
a. Nama
b. Umur

: Ny. M
: 60 tahun
11

c.
d.
e.
f.
II.

III.

IV.

V.

Jenis Kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Perempuan
: Tidak bekerja
: Tidak sekolah
: Jln. Jatimulya RT 05 RW 09, Desa Jatimulya, Kecamatan Pedes

Riwayat Biologis Keluarga


a. Keadaan kesehatan sekarang
b. Kebersihan perorangan
c. Penyakit yang sering diderita
d. Penyakit keturunan
e. Penyakit kronis/menular
f. Kecacatan anggota keluarga
g. Pola makan
h. Pola istirahat
i. Jumlah anggota keluarga

: kurang
: kurang
: batuk terus menerus
: hipertensi, diabetes melitus
: hipertensi, diabetes melitus, TB
: tidak ada
: baik
: baik
: 1 orang

Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk
b. Pengambilan keputusan
c. Ketergantungan obat
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan
e. Pola rekreasi

: tidak ada
: pribadi
: tidak Ada
: Puskesmas keliling
: Kurang

Keadaan Rumah/ Lingkungan


a. Jenis bangunan
b. Lantai rumah
c. Luas rumah
d. Penerangan
e. Kebersihan
f. Ventilasi
g. Dapur
h. Jamban keluarga
i. Sumber air minum
j. Sumber pencemaran air
k. Pemanfaatan pekarangan
l. Sistem pembuangan air limbah
m. Tempat pembuangan sampah
n. Sanitasi lingkungan

: Tanah, kayu, sebagian semen


: semen
: 27 m2 (1 tingkat)
: kurang (1 lampu)
: kurang
: kurang
: ada, tidak baik
: tidak ada
: air sumur
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: ada
: kurang baik

Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah
b. Keyakinan tentang kesehatan

: baik
: kurang (tidak rutin control)

12

VI.

VII.

VIII.

Keadaan Sosial Keluarga


a. Tingkat pendidikan
b. Hubungan antar anggota keluarga
c. Hubungan dengan orang lain
d. Kegiatan organisasi sosial
e. Keadaan ekonomi

: rendah
: kurang
: baik
: baik
: rendah

Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh
b. Lain-lain

: Sunda
:-

Daftar Anggota Keluarga


Mempunyai 3 orang anak, tidak tinggal di rumah.

IX.
X.
XI.

Keluhan Utama

: Batuk berdahak sejak 6 bulan lalu.

Keluhan Tambahan

: Badan lemas, berat badan menurun, dan tidak nafsu makan.

Riwayat Penyakit Sekarang

OS mengeluh batuk berdahak sejak 1 tahun lalu, darah (-), dahak (+), bau(-), warna putih.
Keluhan batuk memang sudah sering dirasakan oleh OS namun tidak pernah dihiraukan, hanya
meminum obat warung dan obat yang didapat dari puskesmas keliling yang datang ke desanya.
Keluhan disertai dengan badan lemas sejak, berat badan menurun, dan tidak nafsu makan.
Dua minggu lalu, dilakukan puskesmas keliling di desanya, OS datang memeriksakan diri.
Dianjurkan datang ke puskesmas untuk pemeriksaan dahak lebih lanjut. OS menyangkal adanya
sesak nafas, menyangkal adanya keringat malam, menyangkal adanya demam meriang,
XII.

XIII.

Riwayat Penyakit Terdahulu


- Hipertensi
- Diabetes melitus

Pemeriksaan Fisik
:
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Pernafasan
: 22x/menit
Nadi
: 72x/menit
Suhu
: 37,1oC
Berat badan
: 42 kg
Keadaan Umum : sadar penuh, aktif

13

Pemeriksaan fisik :
Kepala : Normocefali
THT
: Dalam batas normal
Mata
: CA -/- SI-/Leher
: Teraba pembesaran KBG multiple region coli dextra dan sinistra, diameter 2mm,
nyeri tekan (-), immobile.
Thorax :
Cor
: BJ I/II murni reguler
Pulmo
: I : retraksi (-), bentuk normal
P : dalam batas normal
Per : sonor pada seluruh lapang paru
Aus : SN vesikuler, Wh-/-, Rh-/-

XIV.

XV.

XVI.
XVII.

Abdomen : BU (+), Nyeri tekan (-), hepar dan lien dalam batas normal
Ekstrimitas : Atas : dalam batas normal
Bawah : sensoris
Pemeriksaan Penunjang
:
- Usulkan pemeriksaan Sputum SPS
- Usulkan pemeriksaan Gula Darah Sewaktu dan Gula Darah Puasa
- Usulkan pemeriksaan Kadar lipid
Diagnosis Penyakit
- Susp. TB paru
- Diabetes Melitus
- Hipertensi

Diagnosis Keluarga

: Tidak Ada

Anjuran Penatalaksanaan Penyakit:


a. Promotif
: Hidup sehat demi meningkatan daya tahan tubuh,
b. Preventif
: Rutin mengikuti posyandu Lansia untuk timbang dan tensi
Menjaga kebersihan diri dan rumah
Melancarkan sirkulasi udara dalam rumah
Menambah pencahayaan dalam rumah.
Memakai sandal/ sepatu setiap saat untuk menghindari luka
Mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi
Mengurangi makanan mengandung gula dan garam
c. Kuratif
: Memeriksakan pemeriksaan anjuran ke Puskesmas
Kontrol rutin kesehatan di Puskesmas
Minum obat darah tinggi dan gula darah secara rutin
Bila terdiagnosa TB, minum OAT rutin sesuai kategori hingga selesai
14

d. Rehabilitatif

XVIII.

XIX.

Prognosis:
a. Penyakit
b. Keluarga
c. Masyarakat

: Memberikan ventilasi yang cukup agar terdapat sirkulasi udara


Membuka jendela agar cahaya matahari masuk kedalam rumah.

: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam

Resume:

Ny. M, 60 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 1 tahun lalu, darah (-), dahak (+),
bau(-), warna putih. Keluhan batuk memang sudah sering dirasakan oleh OS namun tidak pernah
dihiraukan, hanya meminum obat warung dan obat yang didapat dari puskesmas keliling yang
datang ke desanya. Keluhan disertai dengan badan lemas sejak, berat badan menurun, dan tidak
nafsu makan.
Dua minggu lalu, dilakukan puskesmas keliling di desanya, OS datang memeriksakan diri.
Dianjurkan datang ke puskesmas untuk pemeriksaan dahak lebih lanjut. OS menyangkal adanya
sesak nafas, menyangkal adanya keringat malam, menyangkal adanya demam meriang,

Terdapat riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Kebersihan rumah kurang, ventilasi
kurang. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 160/100mmHg, teraba pembesaran
KGB multipel regio coli dextra dan sinistra dengan diameter 2mm, imobile, nyeri tekan (-).
Diusulkan pemeriksaan penunjang sputum SPS, pemeriksaan gula darah puasa, gula darah
sewaktu, dan kadar lipid. OS didiagnosa Susp. TB paru, diabetes melitus, dan hipertensi.

15

16

BAB IV
PEMBAHASAN & PENYELESAIAN MASALAH
4.1. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit
Sesuai dengan pendekatan dokter keluarga, maka penatalaksaan terbagi atas promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Pada tingkat promotif, petugas kesehatan Puskesmas bisa memberikan pasien
pengetahuan tentang penyakit menular TB dan penyakit tidak menular. Pemberian informasi ini
akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan metode penyuluhan perorangan ataupun
kelompok serta melibatkan kader. Tujuan promotif ialah memperlengkapi pasien dengan
informasi kesehatan walau dengan keterbatasan tingkat pendidikan, keterbatasan ekonomi, &
sarana kesehatan.
Pada tingkat preventif, seorang dokter keluarga harus mendorong dan mengajak keluarga
pasien ikut serta dalam menjaga kesehatan. Penyuluhan mengenai TB, cara penularan, dan cara
pengobatan yang tepat. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan
pertemuan dengan pasien dan keluarga, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan.
Pada tingkat kuratif dilaksanakan apabila terdeteksi faktor risiko seperti tanda-tanda TB,
hipertensi atau tanda-tanda diabetes dari hasil pemeriksaan atau dari keluhan langsung yang
membawa pasien tersebut memeriksakan diri ke puskesmas setempat. Pemberian terapi yang
sesuai, baik medikamentosa ataupun non medikamentosa diberikan sesuai dengan diagnosis
klinis.
Pada tahap rehabilitatif, dilakukan terutama bagi kelompok risiko tinggi yang sudah
mengalami penyakit yang menurunkan aktivitas maupun kemandiriannya. Seperti pada TB, bila
sudah mengalami sesak nafas yang permanen akibat kerusakan parenkim paru, mulai diberi
pengetahuan untuk menghirup udara segar, hindari rokok, dan mengurangi aktivitas fisik terlalu
berat yang menyebabkan kerja paru meningkat. Seperti pada DM, bila telah mengalami
penurunan sensoris, yang sering mengganggu aktivitas, harus di latih cara menjaga dan merawan
ekstrimitas. Dengan pengetahuan yang baik untuk menjaga dan merawat, serta pengontrolan
metabolik tubuh dan penerapan pengobatan yang tepat, dapat memperbaiki angka kesembuhan.

4.2. Penyelesaian Masalah


17

Pasien jarang mencari pertolongan medis dan tidak minum obat teratur dengan alasan
transportasi yang sulit dan keterbatasan dana. Oleh sebab itu, perlu dilakukan motivasi khusus
pada pasien dan keluarganya tentang pentingnya datang ke pelayanan kesehatan bila mengalami
keluhan yang tidak sembuh-sembuh. Kontrol rutin kesehatan dan mengkonsumsi obat-obat
metabolik secara teratur. Perlu dilakukan edukasi cara menjaga kebersihan rumah, sirkulasi
udara, cahaya matahari, makanan yang dapat dikonsumsi, cara menjaga kebersihan, cara
menjaga kesehatan, dan cara menjaga diri. Pasien dan keluarga diedukasi agak mengetahui
tentang penyakit menular TB dan penyakit tidak menular seperti DM dan hipertensi pada kausu
ini yang dapat menyebabkan penurunan aktivitas dan keterbatasan dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.
Sebagai tambahan, perlu dilakukan motivasi kepada keluarga untuk mendaftarkan diri
dalam pelayanan kesehatan gratis yang sudah disediakan oleh pemerintah, sehingga keluarga dan
pasien dapat mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa mengkhawatirkan biaya.

DAFTAR PUSTAKA
18

1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011.
2. Tuberculosis.
World
Health
Organization.
Diunduh
dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/ pada tanggal 25 Oktober 2014.
3. WHO.
Global
Tuberculosis
Report
2013.
Diunduh
dari:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/91355/1/9789241564656_eng.pdf pada tanggal
25 Oktober 2014.

LAMPIRAN

19

20

21

22

23

Anda mungkin juga menyukai