Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asset dan Liabilitas/kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk
informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu
ekuitas.Terdapat beberapa sumber dari definis asset dan kewajiban, diantaranya adalah
menurut FASB. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya (SFAC No. 6, prg.
25) sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau
dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Hampir sama dengan itu IASC juga mendefinisi aset sebagai suatu sumber daya yang
dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis
masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan. Dan FASB mendefinisikan kewajiban
yaitu Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang
timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.
Dalam penilaian apakah suatu pos memenuhi definisi asset, liabilitas entitas, perlu
diperhatikan substansi yang mendasari realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya.
Misalkan dalam transaksi sewa (leasing), untuk menentukan apakah suatu asset atau
liabilitas telah timbul dan harus dilaporkan dalam neraca lesse, maka perlu dikaji substansi
ekonominya. Bila resiko dan manfaat yang melekat pada kepemilikan diserahkan kepada
lesee, menurut standard akuntansi sewa, transaksi tersebut tergolong sebagai sewa
pembiayaan (financial lease), dan dalam neraca lesse harus dilaporkan adanya asset dan
liabilitas yang timbul dari transaksi sewa pembiayaan tersebut.untuk lebih jelasnya kita akan
mempelajari lebih luas mengenai asset dan leabilitas dalam makalah ini.

\
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Jelaskan pengertian dan karakteristik asset?
2. Bagaimana pengakuan,pengukuran asset?
3. Bagaimana penilaian dan penyajian suatu asset?
1

4.
5.
6.
7.

Jelaskan pengertian dan karakteristik liabilitas?


Bagaimana pengakuan,pengungkapan,pengukuran liabilitas?
Bagaiamana pelunasan suatu liabilitas?
Bagaimana penilaian dan penyajian liabilitas?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui pengertian dan karakteristik asset?


Mengetahui cara pengakuan, pengukuran asset?
Mengetahui bagaimana penilaian dan penyajian suatu asset?
Mengetahui pengertian dan karakteristik liabilitas?
Mengetahui cara pengakuan,pengungkapan,pengukuran liabilitas?
Mengetahui cara pelunasan suatu liabilitas?
Mengetahui bagaimana penilaian dan penyajian liabilitas?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aset/Aktiva
FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6, prg
25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular entity as
a result of past transactions or events.(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang
cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau
kejadian masa lalu.)
Banyak definisi aset lainnya. Akan tetapi, definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding
definisi yang lain karena aset disifati sebagai manfaat ekonomik dan bukan sebagai sumber
ekonomik karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomik
2

yang dapat dimasukkan sebagai aset. Definisi tersebut tidak membedakan antara aset real
dan aset finansial dan antara sumber ekonomik dengan sumber nonekonomik.
APB No. 4 mengenai aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik, yaitu :
1. Sumber produktif (productive resources).
2. Produk yang merupakan keluaran satuan usaha terdiri atas barang jadi yang
menunggu penjualan dan barang dalam proses.
3. Uang.
4. Klaim untuk menerima uang.
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain.
APB juga menggolongkan aset sebagai sumber nonekonomik, yaitu diantaranya goodwill,
rugi selisih kurs, kos organisasi, dan beberapa kos yang timbul akibat penyesuaian (pos-pos
transitoris).
Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai
mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai sumber
ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau jenis sumber
ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
ASSET ATAU AKTIVA adalah semua harta atau kekayaan yg dimiliki perusahaan .
Kekayaan yang dimiliki perusahaan tentu jumlahnya cukup banyak, oleh karena aktiva dapat
dikelompokan lagi kedalam pos-pos seperti berikut ini .
1. Aktiva Lancar (Current Asset) adalah harta yg berupa uang tunai, yg cepat menjadi
uang atau yg cepat menjadi biaya dalam waktu kurang dari satu tahun.
Contoh :
a) Kas : alat pembayaran yang siap dan bebas diprgunakan untuk membiayai
kegiatan umum perusahaan.
b) Surat surat berharga
c) Piutang Dagang : adalah sejumlah tagihan kepada pelanggan yang timbul dari
operasional normal perusahaan.
d) Piutang wesel
e) Persediaan barang dagang : aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
normal usaha, dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan atau dalam
bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
f) Pendapatan yang masih harus di tagih
g) Biaya dibayar dimuka : Pos ini merupakan biaya yang telah dibayar namun
1)
2)
3)
h)

pembebanannya baru akan dilakukan pada periode yang akan datang, seperti :
Sewa dibayar dimuka
Iklan dibayar dimuka
Assuransi dibayar dimuka
Perlengkapan : Kertas, Pencil,Penggaris,dll

2. Aktiva Tetap : aktiva yang diperoleh dalam bentuk siap pakai, baik melalui
pembelian atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam kegaiata usaha
perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai manfaat lebih dari satu tahun.
Aktiva tetap ada 3 macam :
a) Investasi jangka panjang :
Investasi dalam saham
Investasi dalam obligasi
b) Aktiva tetap berwujud :
Tanah-Gedung/Bangunan
Mesin-Peralatan
Truk Pengangkutan
c) Aktiva tak berwujud : aktiva non moneter dan tidak memiliki wujud fisik, yang
dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau pemasokan barang/jasa untuk
disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administrative lainnya.
Goodwi
Paten
Merk dagang
B. Karakteristik Asset
Karakteristik aktiva berkaitan dengan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
apakah transaksi tertentu diakui sebagai elemen aktiva dalam laporan keuangan.
Karakteristik tersebut berhubungan dengan definisi aktiva. Karakteristik umum aktiva
sebagai berikut :
1. Adanya karakteristik manfaat dimasa mendatang
2. Adanya pengorbanan ekonomi untuk memperoleh aktiva
3. Berkaitan dengan entitas tertentu
4. Menunjukkan proses akuntansi
5. Berkaitan dengan dimensi waktu
6. Berkaitan dengan karakteristik keterukuran
FASB mendefinisikan aktiva adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa
mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat
transaksi atau peristiwa masa lalu.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa definisi aktiva memiliki 3 karakteristik
utama:
1. Memiliki Manfaat Ekonomi Dimasa Mendatang
Sesuatu dikatakan sebagai aktiva apabila memiliki manfaat atau potensi jasa yang cukup
pasti dimasa mendatang. Artinya sesuatu tersebut memiliki kemampuan baik secara individu
maupun bersama-sama dengan aktiva lain untuk menghasilkan aliran kas masuk dimasa
mendatang, baik secara langsung maupun tidak langsung.

SFAC No 6 menyebutkan bahwa manfaat ekonomi merupakan esensi sebenarnya dari


aktiva. Artinya aktiva harus memiliki kemampuan bagi suatu entitas untuk ditukar dengan
sesuatu yang lain yang memiliki nilai, atau digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang
bernilai atau digunakan untuk melunasi hutang. Jadi manfaat ekonomi masa mendatang yang
melekat pada aktiva merupakan potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan,
baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Manfaat
ekonomi masa mendatang dapat juga berhubungan dengan sumber-sumber ekonomi. Ada
dua karakteristik utama yang dapat digunakan untuk menunjukkan sumber-sumber ekonomi
yaitu kelangkaan dan kemanfaatan. APB dalam statement No 4 memberikan contoh sumber
ekonomi perusahaan sebagai berikut:
Sumber-sumber ekonomi yang produktif yaitu:
a) Bahan baku, tanah, peralatan, paten, dan sumber-sumber lain yang digunakan dalam
produksi.
b) Hak kontrak untuk menggunakan sumber-sumber ekonomi milik unit usaha lain
seperti hak guna bangunan dsb.
c) Produk yaitu barang yang siap untuk dijual/ barang yang masih dalam proses
produksi.
d) Uang
e) Klaim untuk menerima uang
f) Hak pemilikan pada perusahaan lain
2. Dikuasai Oleh Suatu Unit Usaha Sesuatu
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas
tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikian (ownership) mempunyai makna yuridis atau
legal. Artinya, untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik
(transfer of title). Bila pemilikan menjadi kriteria aset, akan banyak pos yang tidak masuk
sebagai aset sehingga tidak dapat dilaporkan dalam neraca. Dengan kata lain, pemilikan
sebagai kriteria akan menyebabkan banyak pos dilaporkan diluar neraca. Most
mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek dapat diperoleh
dengan cara :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Pembelian (by purchase)


Pemberian (by gift)
Penemuan (by discovery)
Perjanjian (by agreement)
Produksi/transformasi (by production/transformation)
Penjualan (by sale)

g) Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial (by
commercial transactions) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.
3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Kriteria ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai
kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset tetapi tidak cukup untuk
mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Aset harus timbul akibat transaksi atau
kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk
pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan hak atas manfaat saja tidak cukup
untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen
keuangan (neraca). Kriteria pengakuan yang lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan,
dan keterukuran).
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik. Sebagai contoh,
manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah (akresi) dalam industri
pertanian atau kehutanan secara automatis dikuasai oleh kesatuan usaha. Akan tetapi,
manfaat tersebut tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai aset kesatuan usaha karena
kriteria pengakuan lain juga harus dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan sebagai
suatu kejadian (event) masa lalu yang menimbulkan manfaat ekonomik sehingga akresi
memenuhi definisi aset.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau
kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Aset
atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau keadaan yang sebagian atau seluruhnya
di luar kemampuan kesatuan usaha atau manajemennya untuk mengendalikan misalnya
kenaikan harga, perubahan tingkat bunga, pertumbuhan alamiah (akresi), penyusutan
(shrinkage), pencurian, huru-hara, kecelakaan, dan bencana alam. Berbagai transaksi,
kejadian, atau keadaan pada akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat
ekonomik suatu objek (aset).
Karakteristik Pendukung
Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung
yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan, terpisahkan, dan berkekuatan hukum.
Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi
tiadanya karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat
sebagai aset.
6

1. Melibatkan Kos
Pemrolehan aset pada umumnya melibatkan kos (pengluaran sumber ekonomik misalnya
kas) sebagai penghargaan sepakatan. Bila kos terjadi karena pemrolehan suatu objek terjadi
akibat pertukaran atau pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset. Akan
tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai aset. Jadi, meskipun suatu
kesatuan usaha umumnya mengeluarkan atau mengorbankan sumber ekonomik (menjadi
kos), kos yang terjadi tersebut tidak dengan sendirinya membentuk aset. Esensi aset lebih
terletak pada manfaat ekonomik masa datang daripada terjadinya kos. Walaupun demikian,
terjadinya kos merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kos karena dua hal yaitu :
a) sebagai bukti pemrolehan suatu aset
b) sebagai pengukur atribut aset yang cukup objektif.
2. Berwujud
Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia memang lebih kuat untuk
disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan kriteria untuk mendefinisi aset. Most
mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke dalam aset tak berwujud
yaitu :
1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak independen? Hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih atas aset tak berwujud.
2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan diidentifikasi? Dapat
diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan mendatangkan
laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa objek tak
berwujud memenuhi kriteria utama aset.
Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang diperoleh? Misalnya suatu
kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang secara khusus dirancang oleh perusahaan lain
melalui riset dan pengembangan.
4. Tertukarkan
Untuk memenuhi syarat sebagai aset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan
dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat
ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai
daya atau nilai tukar.
5. Terpisahkan
Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat ditukarkan suatu sumber
ekonomik harus dapat dipisahkan dengan sumber ekonomik lain atau berdiri sendiri. Syarat
ini diajukan oleh Chambers dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan
pengukuran nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini
7

dimasukkan sebagai kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan
diakui sebagai aset.
6. Berkekuatan Hukum
Penguasaan atau hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis formal. Klaim seperti
piutang usaha tidak harus didukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara
hukum untuk memenuhi definisi aset. Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada
hak-hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya aset kalau suatu
entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain.
C. Pengakuan, Pengukuran Asset
1. Pengakuan
Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah rupiah tersebut timbul
akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Pada umumnya
pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian atau keadaan
tersebut. Di samping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan dan
keterandalan harus dipenuhi pula. Mengutip Sterling (1993, 194-195) kondisi perlu dan
kondisi cukup yang yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk mengetahui aset
adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Deteksi adanya aset


Sumber ekonomik dan kewajiban
Berkaitan dengan entitas
Mengandung nilai
Berkaitan dengan waktu pelaporan
Verifikasi

Hal tersebut di atas disebut dengan kaidah pengakuan yang merupakan petunjuk teknis atau
prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan FASB yaitu definisi, keterukuran,
keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan
sifatnya konseptual dan umum. penerapan kaidah tersebut berkaitan dengan masalah apakah
kos dikapitalisasi atau dibiayakan.
a) Beban Tangguhan
Kaidah untuk menetapkan apakah suatu kos memenuhi syarat untuk ditangguhkan
pembebanannya ke pendapatan berkaitan dengan masalah pengeluaran, faktor manfaat dan
waktunya. Kos yang mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah
penangguhan pembebanan misalnya adalah kos yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau
keadaan berikut:
1) Sewaguna
8

2)
3)
4)
5)
6)
7)

Bunga selama masa konstruksi aset tetap


Riset dan pengembangan
Eksplorasi minyak dan gas bumi
Rugi selisih kurs valuta asing
Sumber daya manusia
Kos organisasi

b) Sewa Guna
Sewaguna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset karena di Amerika
pada mulanya sewa guna digunakan sebagai sarana pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis
tanpa harus menunjukkan utang yang timbul dari pemerolehan tersebut. Oleh karena itu,
dengan konsep dasar substansi diatas bentuk (Substance Over Form), FASB mewajibkan
untuk mengakui dan melaporkan kewajiban yang timbul dari sewaguna dan mengakui
(mengkapitalisasi) fasilitas yang disewaguna sebagai aset perusahaan kalau secara substantif
perjanjian sewaguna tersebut sebenarnya merupakan pembelian angsuran. Yang menjadi
masalah adalah apa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu sewaguna dapat dinyatakan
sebagai pembelian angsuran. FASB mengajukan empat kriteria berikut ini (SFAS No. 13,
prgf. 7):
1) Kontrak sewaguna menyebutkan adanya transfer hak milik barang atau properitas
(property) kepada tersewaguna (lessee) pada akhir jangka sewaguna.
2) Kontrak sewaguna memuat pasal bahwa tersewaguna boleh pilih untuk membeli
pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka sewaguna dengan harga yang ditetapkan
dan harga tersebut cukup murah sehingga dapat dipastikan di muka bahwa
tersewaguna akan memilih membeli properitas bersangkutan. Pasal semacam ini
disebut Bargain Purchase Option.
3) Jangka sewaguna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomis taksiran properitas
sewagunaan sejak penandatanganan kontrak. Bila sisa umur ekonomik mulai dari
penandatanganan kontrak kurang dari 25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak
berlaku.
c) Kos Bunga
Kos suatu aset adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk untuk menyiapkan aset
tersebut sampai siap dipakai atau dikonsumsi sebagaimana direncanakan. Masalah yang
berkaitan dengan hal ini adalah perlakuan kos bunga sebagai unsur kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.
1) Argumen Pendukung : Berisi argumen untuk mendukung kapitalisasi kos bunga.
2) Argumen Penolak
: Berisi argumen yag menolak kapitalisasi kos bunga.

3) Alternatif Pengakuan : Alternatif pengakuan kos bunga, yaitu bunga tidak


dikapitalisasi dan diperlakukan sebagai biaya periode, bunga dikapitalisasi dan
dimasukkan sebagai bagian dari kos dasilitas fisis yang dibangun sendiri, dan bunga
dikapitalisasi tetapi tidak dimasukkan sebagai elemen kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.
d) Aset Memenuhi Syarat
Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu dilakukan. Standar akuntansi
menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup disebut aset memenuhi) untuk dilekati kos
bunga (qualifying assets) yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu. FASB (SFAS
No.34, prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya aset yang
memenuhi syarat:
1) Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh perusahaan
(termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain atas pesanan
perusahaan dan untuk pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan pembayaran
uang muka atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan pekerjaan pembangunan
aset bersangkutan)
2) Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu unit atau
projek yang berdiri sendiri terpisah dari orijek atau kegiatan operasi lainnya
(misalnya kapal, kawasan industri, estat real, jembatan, atau semacamnya)
3) Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas) yang
diperlakukan dengan metoda ekuitas sementara terinvestasi (investee) sedang
melaksanakan kegiatan pembangunan fasilitas fisis asalkan kegiatan tersebut
menggunakan dana investasi itu untuk memperoleh fasilitas fisis tersebut.
e) Besarnya Kapitalisasi Bunga
Besarnya bunga yang harus dikapitalisasi adalah bagian dari kos bunga yang terjadi
selama perioda-perioda pemerolehan aset yang secara teoritis dapat dihindari seandainya
kesatuan usaha tidak membangun fasilitas fisis yang bersangkutan. Secara teknis, jumlah
rupiah bunga yang dikapitalisasi dalam suatu perioda pemerolehan adalah tingkat bunga atau
tarif kapitalisasi (capitalization rate) dikalikan dengan rata-rata pengeluaran dana untuk
konstruksi selama perioda akuntansi tersebut.

f) Perioda Kapitalisasi
10

Kapitalisasi kos bunga diperhitungkan untuk perioda pemerolehan (acquisition period)


sehingga perioda tersebut menjadi perioda kapitalisasi. Perioda kapitalisasi dimulai ketiaka
tiga kondisi berikut dipenuhiPerioda kapitalisasi dimulai ketiaka tiga kondisi berikut
dipenuhi:
1) Pengeluaran untuk pembangunan aset telah dilakukan atau terjadi.
2) Kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan sampai siap
dipakai masih berlangsung
3) Kos bunga telah terhimpun (occured) atau terjadi bersamaan dengan berjalannnya
pembangunan aset.
4) Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan untuk tiap perioda akuntansi selama ketiga
kondisi diatas dipenuhi.
g) Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasitentu saja akan ada sebagian informasi
yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan (disclosure) tentang hal ini sehingga
statemen keuangan tidak menyesatkan. Agar statemen keuangan tetap informatif, hal-hal
berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelesan statemen keuangan:
1)

Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang

2)

terjadi selama perioda dan dibebankan sebagai biaya perioda tersebut.


Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi
dan bagian yang dikapitalisasi.

2. Pengukuran
Pengukuran adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek
asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek
tersebut. Dengan konsep kontinuitas usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga
tahap perlakuan sejalan dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition),
pengolahan (processing), dan penjualan/penyerahan (sales/delivery). Tahap terakhir
(penjualan) melibatkan penyerahan barang atau jasa (keluarnya sumber ekonomik).
Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber ekonomik atau objek harus
dipresentasi dalam jumlah rupiah sehingga hubungan antar objek bermakna sebagai
informasi. Kos merupakan representasi kuantitatif suatu objek. Kos menjadi data dasar
untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha. Sebagai aliran informasi, kos
juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis yaitu:

11

a) Pengukuran (measurenment), pengakuan (recognition), dan klasifikasi (clasification)


pertama kali saat terjadinya. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahapini
disebut pengukuran.
b) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset berupa alokasi,
distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk
kepentingan pengkosan produk. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut penelusuran (tracing).
c) Pembebanan ke pendapatan perioda berjalan atau perioda-perioda yang akan dating.
Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan tetap melekat pada objek
menjadi asset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut pembebanan kependapatan (charging to revenues).
Secara konseptual suatu sumber ekonomik harus diperlakukan dahulu sebagai asset dan baru
kemudian diperlakukan sebagai biaya pada saat asset tersebut dianggap telah keluar dari
kesatuan usaha dan mendatangkan pendapatan. Secara teknis pembukuan atau karena alas an
kepraktisan, dapat saja suatu sumber ekonomik langsung dicatat sebagai upaya (biaya)
sehingga kasnya langsung didebit ke akun biaya tanpa melalui akun asset.
Secara konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah
diperlakukan sebagai asset walaupun hanya sesaat. Akibatnya, pos asset misalnya sediaan
sering dinyatakan dalam pengukurnya sebagai kos sediaan; sediaan sering diidentikkan
dengan kos sediaan. Sementara itu kos juga melekat pada biaya sehingga biaya sering
disebut dengan kos saja. Karena kos mempresentasi manfaat ekonomik, bila kos
diperlakukan sebagai asset, kos tersebut disebut dengan kos belum habis atau takterhabiskan
(unexpired cost) artinya kos yang belum habis dimanfaatkan dalam menghasilkan
pendapatan. Bila manfaat ekonomik telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan,
bagian dari kos asset yang mempresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos
terhabiskan (expired cost) dan menjadi pengukur biaya.

a) Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi


Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur asset pada saat
pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi
pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak (arms length
barganing). Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat harga (price agregat)
dalam perolehan suatu asset.

12

Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi dasar


pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan untuk mendekati/
mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek pada
saat transaksi. Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena
penyebarannya lebih terpusat atau variansi (variance) lebih kecil atau sempit daripada kos
yang didasarkan atas penilaian secara subjektif atau selain penghargaan sepakatan.
b) Penghargaan Sepakatan Sebagi Bukti
Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk menetukan kos yang
terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas
sehingga tia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar
sempurna (perfect market). Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki agar:
1) Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman.
Kondisi ini menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-transaksi seperti
merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan secara sepihak atas kehendak
pihak yang lebih berkuasa.
2) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas.
Kondisi ini menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi nilai
wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif. Bila pihak yang
bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan dan informasi sama (terjadi asimetri
informasi) penghargaan sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.
3) Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup banyak di
pasar bebas. Kondisi ini dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasar
penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-menawar anatara
pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar yang berlaku pada saat
transaksi.
Jadi bila kondis-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang
terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai

pengukur kos yang objektif.

Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti (veriviable objective


evidence) dapat dianggap bahwa penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan
bukti yang terbaik diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan kos.
c) Pengukuran Kos

13

Dalam praktiknya, pemerolehan asset merupakan proses yang tidak terjadi begitu saja
selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri dari serangkaian kegiatan, misalnya menempatkan
order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang,
menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang. Besar kecilnya
kos yang harus dicatat pertama-kali sebagai pengukur suatu asset pada saat pemerolehan
ditentukan oleh dua hal yaitu:
1) Batas kegiatan
Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber ekonomik apa saja
yang membentuk kos suatu asset. Secara teoritis dan sebagai ketentuan umum, batas akhir
kegiatan untuk memasukkan unsur kos sebagai bagian dari kos asset, adalah saat dimulainya
penggunaan asset. Kos utama merupakan unsur kos yang mempresentasi penghargaan
sepakatan pada waktu suatu asset diperoleh atau pada saat pertukaran.
2) Jenis Penghargaan
Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat. Dalam transaksi
pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk sumber
ekonomik atau instrument yang diserahkan oleh pemeroleh asset. Bentuk instrument
mempengaruhi dasar penentuan kos utama.
Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam system akuntansi,
penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Bila transaksi terjadi dalam
mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai (cash cost) adalah pengukur asset
yang paling valid dan objektif. Kalau sumber ekonomik nonkas, pengukur yang ideal untuk
adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut
dijual dulu secara tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai
(money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implicit (implied cash cost) dari
penghargaan yang diserahkan oleh pemeroleh asset.
d) Kos dalam Barter.
Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan asset adalah pemerolehan asset
(biasanya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan berupa asset berwujud atau
nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset yang diperoleh bergantung pada
apakah asset yang dipertukarkan sejenis (similar) atau taksejenis (dissimilar). Asset sejenis
artinya asset yang fungsinya sama dan tidak harus asset yang identik.
Bila suatu usaha menukarkan asset sejenis, secara konseptual dianggap bahwa
perusahaan tersebut melakukan pemeliharaan atau pemertahanan capital (daya produksi)
14

dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan asset dan penyerahan asset dianggap
sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan. Dengan demikian, fungsi asset
dalam memberi kontribusi untuk pembentukan pendapatan belum berhenti atau habis.
Bila kesatuan usaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual dianggap
transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan pembelian. Dalam hal ini
dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang diserahkan secar tunai kemudian
seketika itu pula menggunakan seluruh

kas yang diterima untuk membeli asset yang

diterima (baru).
Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan prinsip-prinsip penentuan kos
asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.
1) Pertukaran tak sejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang diterima dicatat
sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan atau nilai wajar asset yang diterima,
mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui
pada saat pertukaran.
2) Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok : asset yang diterima dicatat
sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar
asset yang diterima, dalam hal ini nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan kas
yang akan diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau rugi yang timbul
diakui pada saat pertukaran.
3) Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok : asset yang diterima dicatat sebesar
nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini berarti
bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi
rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.
4) Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima dicatat sebasar
nilai buku asset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai pasar asset yang
diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih rendah. Ini juga berarti bahwa kalau
terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi
tersebut diakui pada saat transaksi.
5) Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok:
a. Bila terjadi rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset yang
diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang terjadi diakui
semua pada saat terjadinya transaksi.
b. Bila terjadi untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset yang
diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan yang dianggap

15

dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar asset yang diterima
dikurangi untung tangguhan (deferred gain).
c. Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebanarnya merupakan
transaksi campuran yaitu asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset
sejenis dan sebagaian yang lain ditukar dengan asset taksejenis (kas). Oleh
karena itu, bila terjadi untung, hanya untung yang berasal dari pertukaran
taksejenis (kas) yang dapat diakui dan sisa untung diperlakukan sebagai
untung tangguhan yang melekat pada (mengurangi kos) asset yang diterima.
e) Saham Sebagai Penghargaan
Merupakan salah satu bentuk pemerolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus
transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang dan jasa
yang diperoleh, nilai nominal ataupun nilainyataan (stated value) untuk tiap saham tidak
dapat merepresentasi kos yang sebenarnya (true value) pada saat transaksi.
Pengukur yang tepat untuk menentukan kos dalam situasi semacam itu adalah rupiah
uang tunai yang akan diterima oleh perusahaan seandainya perusahaan menerbitkan sahamsaham yang digunakan untuk penghargaan diatas. Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai
saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk
memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan penyerahan
saham untuk memperoleh aset bersangkutan.
f) Kos Dalam Reorganisasi
Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami
reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data kos yang memadai untuk
menentukan kos aset yang dikuasainya. karena tujuan reorganisasi biasanya adalah
menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh
aset perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu.
1) Hadiah atau Hibah
Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas mempunyai manfaat
ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang
tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan tanahnya
yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh pemerolehan
aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk menentukan

16

secara tepat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang biasanya


ditunjukkan oleh tingkat kembalian investasi.
2) Temuan
Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan
dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk
memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan
pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan dengan hasilnya).
Demikian juga suatu peralatan atau teknik pemrosesan yang mempunyai harga pasar
yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu
pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang
khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar jumlah tunai
implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk
memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya sudah
dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan.
g) Kos Dalam Pembelian Kredit
Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam
mengukur kos yang sebenarnya (true cost). kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit
bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi
berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi kontrak pembelian dengan
harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga pembelian
tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai efektif baik
dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskun
nilai kontrak dengan tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah
bahwa kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak pendek
maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga nilai kontrak dapat
dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk mencatat kos.
h) Potongan tunai dan Keringanan
Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash disount) dan keringanankeringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis, pembukuan
memang dimuungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto ke dalam akun aset
yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah
yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai. Dalam perusahaan yang dikelola dengan
17

baik, melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan rugi. Rugi
bukan sumber ekonomik dan kerananya tidak selayaknya kalau dicatat sebagai aset.
Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar
dalam suatu transaksi.
i) Rugi dalam Pemerolehan Aset
Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi olh biaya,
kos semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang
terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan sebagai
biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuau hal (atau keadaan yang tidak normal)
potensi jasa tertentu menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam
menghasilkan pendapatan pada waktu mendatang. Pengikatan atau kontrak yang tidak
bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekadar musibah belaka tidak jarang mengakibatkan
hangusnya (dissipation) manfaat ekonomik dalam perioda pendirian badan usaha atau
pembangunan pabrik. Pemogokan yang berkepanjangan, kebakaran besar, banjir bandang
atau bencana lainnya adalah contoh keadaan khusus yang tidak normal yang dapat
mengakibatkan rugi besar.

D. KONSEP PENILAIAN ASSET


Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu pos aset
pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada periode tertentu.
tujuan dari penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan
tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Penilaian
dapat didasarkan pada nilai masukan atau nilai keluaran, tergantung pada tujuan
merepresentasi aset.
1. Nilai keluaran : Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan
lainnya yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya
keluar dari kesatuan usahamelalui pertukaran atau konversi. Terdapat beberapa
prosedur penilaian dalam kategori nlai keluaran, yaitu:harga jual masa lalu, harga
jual sekarang, dan nilai terealisasi harapan.
2. Nilai masukan : Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan
atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam
unit usaha. Nilai masukan secara konservatif menunjukkan nilai maksimum objek
atau jasa yang bersangkutan. Beberapa dasar dalam penilaian yang masuk dalam
kategori nilai masukan adalah; kos historis, kos pengganti, dan kos harapan.
18

Menyebutkan dan menjelaskan berbagai dasar atau atribut penilaian asset.


Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena
adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna
ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya
digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus
dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk
proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen
keuangan pada saat penyajian.
Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut
dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai.
Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu
investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas bersih ke
badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan
keuangan.
FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan
dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan
sediaan dilaporkan atas dasar cost, historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya
yang dikorbankan untuk memperolehnya. cost historis ini tentunya disesuaikan
dengan jumlah bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.
b. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau
penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau
aset tertentu diperoleh sekarang.
c. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas
dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat
diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan
yang normal (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset
yang kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
d. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang
disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang
akan diterima (tanpa didiskon) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan
(biaya) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya
biaya yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut.
19

PENILAIAN SUATU ASET


1. Nilai Likuidasi (Liquidity Value)
Sejumlah uang yang dapat direalisasikan jika aktiva atau sekelompok aktiva dijual
secara terpisah dari organisasi operasionalnya.
2. Nilai berkesinambungan (Going Concern Value)
Sejumlah uang yang dapat direalisasikan jika perusahaan dijual sebagai suatu bisnis
operasi yang berkesinambungan.
3. Nilai buku dari aktiva (Book Value)
Nilai akuntansi dari aktiva dikurangi akumulasi penyusutan. Terdapat dua jenis nilai
buku, yaitu:
4. Nilai buku dari perusahaan
Total aktiva perusahaan dikurangi kewajiban dan saham preferen yang tertera dalam
neraca.
5. Nilai pasar dari aktiva
Harga pasar dimana aktiva diperdagangkan pada dasar pasar bebas. Bagi
perusahaan, nilai pasar terkadang dipandang sebagai nilai tertinggi dibandingkan
nilai likuiditas atau nilai berkesinambungan.
6. Nilai intrinsik sekuritas
Harga sekuritas yang seharusnya, jika dihargai secara benar berdasarkan faktor
faktor penunjang penilaian aktiva, pendapatan, prospek masa depan, manajemen, dll
atau berdasarkan fakta fakta yaitu nilai sekarang (Present Value) dari arus kas yang
disediakan untuk investor, didiskontokan pada tingkat pengembalian yang ditentukan
sesuai dengan jumlah resiko yang menyertainya.

a. Mengukur Aktiva yang Digunakan


Dalam memutuskan dasar investasi apa yang akan digunakan untuk mengevaluasi pusat
investasi,kantor pusat menanyakan 2 hal : (1) Praktik-praktik apa saja yang akan membuat
para manajer unit usaha menggunakan aktiva mereka dengan dengan efisien dan untuk
mendapatkan jumlah dan jenis yang tepat dari aktiva baru? Mungkin, ketika laba mereka
berkaitan dengan aktiva yang digunakan, para manajer unit usaha akan mencoba untuk
meningkatkan kinerja mereka yang diukur dengan cara ini. Manajemen senior ingin agar
tindakan yang mereka lakukan untuk tujuan ini adalah yang terbaik bagi kepentingan
perusahaan secara keseluruhan. Yang ke (2) Praktik-praktik apa saja yang paling baik
mengukur kinerja suatu entitas ekonomi?

20

1) Kas
Hampir semua perusahaan mengendalikan kas secara terpusat karena pengendalian
pusat memungkinkan penggunaan saldo kas yang lebih kecil daripada jika setiap unit
usaha memegang saldo kas yang dibutuhkannya untuk menyeimbangkan perbedaan
antara kas masuk dan arus kas keluar.
2) Piutang
Manajer unit usaha dapat mempengaruhi tingkat piutang secara tidak langsung
melalui kemampuan mereka untuk menghasilkan penjualan dan secara langsung
melalui penetapan persyaratan kredit dan persetujuan atas kredit individual dan batas
kredit serta melalui wewenang mereka dalam menagih kredit yang jatuh tempo.
Piutang diukur dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu nominal piutang
dikurangi dengan penyisihan kerugian piutang tidak tertagih.
3) Persediaan
Persediaan biasanya diperlakukan sama seperti piutang- yaitu dicatat pada jumlah
akhir periode meskipun rata-rata antar periode lebih baik secara konsep.Metode yang
dapat digunakan adalah FIFO, Average, atau LIFO costing.
E. PENYAJIAN
Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi menetapkan penyajian
dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset didefinisi secara umum sebagai manfaat
ekonomik di masa datang yang dikuasai kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari
transaksi yang sah, tiap pos aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos
tersebut. secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan
pengungkapan aset sebagai berikut:
1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau di bagian atas
dalam neraca berformat laporan.
2. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan tetap.
3. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling
lancar dicantumkan pada urutan pertama.
4. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan
(misalnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang).

21

F. Liabilitas atau Kewajiban


FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC
No. 6, prg. 35):
Liabilities are probable future sacrifice of economic benefits arising from present
obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other
entities in the future as a result of past transactions events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang
timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.)
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup
lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau
kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber lain.
Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan definisi FASB.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations
yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti
bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan
dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa
memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB kurang lengkap dan
kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini
berbeda daripada AASB yang memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap)
22

dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB
memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan
sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit
tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues).
Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama
yaitu :
1. Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi,
menunaikan atau melaksanakan dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup
pasti dimasa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau
penggunaan aset kesatuan usaha.
Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tida termasuk dalam
pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena
untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar
kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah
maupun dalam saat transfer.
Secara umum, keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat
menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti. Kesatuan
usaha tidak mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal
kesatuan usaha dilikuidasi. Walaupun secara konseptual ekuitas juga merupakan kewajiban
bagi perusahaan, pengorbanan sumber ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah
maupun saat sehingga kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah dengan
ekuitas.
2. Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus
timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang dalam hal ini mengacu pada dua
hal : waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya :
pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan secara yuridis, etis, atau rasional
pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan itu telah ada.
Keharusan kewajiban mencakupi keharusan kontraktual, keharusan konstruktif atau
bentukan, keharusan demi keadilan dan keharusan bergantung atau bersyarat.
a) Keharusan Kontraktual

23

Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalam nya
kewajiban bagi suatu kesatuan udaha di nyatakan secara eksplit atau implicit dan
mengikat.
Contoh : utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, dan utang obligasi
b) Keharusan Konstruktif
Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan
dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik
atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Contoh : servis gratis sepeda motor yang dijanjikan oleh dealer sepeda motor,
pengembalian uang untuk barang yang ternyata cacat atau rusak, dan tunjangan hari
raya
c) Keharusan Demi Keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata
mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau
praktik bisnis yang sehat.
Contoh : kewajiban memberikan donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan
kewajiban member hadiah kepada penduduk yang tinggal di sekitar pabrik karena
ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
d) Keharusan Bergantung atau bersyarat
Keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa
datang atau terpenuhinya syarat syarat tertentu dimana datang.
3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Sama seperti definisi aset, criteria ini sebenarnya menyempurkan criteria keharusan sekarang
dan sekaligus sebagai tes pertama pengakuan suatu pos sebagai kewajiban tetapi tidak cukup
untuk mengakui secara resmi dalam system pembukuan. Untuk mengakui sebagai
kewajiban, selain definisi, criteria yang lain seoerti keterukuran, keberpautan, dan
keterandalan juga harus dipenuhi. Transaksi atau kejadian masa lalu adalah criteria untuk
memenuhi definisi tetapi bukan criteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban
kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.
Hak-Kewajiban Tak bersyarat
Konsep ini menyatakan tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada
kewajiban tanpa hak. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul
bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-kontrak semacam ini
24

dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting


contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan hak dan
kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most :
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang:
a.
Suatu titik selama konstruksi berjalan.
b.
Pada saat kontruksi dimulai.
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan saksama
dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal
yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Berkekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat bahwa
pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung Kewajiban


Keharusan membayar kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk
mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu:
1. Sebagai bukti adanya suatu kewajiban dan
2. Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Yang terpenting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan
sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau
dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus
teridentifikasi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk
mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis (legal claims) yang
mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa
kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun
demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat
mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau

25

kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber


ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.
G. Pengakuan, Pengukuran dan Penilaian Liabilitas
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan,
pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan
yaitu: penangguhan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian).
Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos)
kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat
disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan
tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya
transaksi atau kejadian yang membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari
keharusan untuk melunasinya.
Pengakuan
Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu :
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya
paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini
tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif
adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan penjabaran teknis
kriteria

keterandalan.

Keadaan-keadaan

tertentu

yang

menjadikan

konsep

konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya


konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan
untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi dapat memicu
pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara
yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat
keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi
informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk
mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata
cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan
sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hendriksen
dan van Breda menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:

26

1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum
dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.

Pengakuan Kewajiban Bergantung


FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang
berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan piutang usaha.
2. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran,
ledakan, dan bahaya lainnya.
4. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible)
terjadi.
7. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas utang pihak lain.
9. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.
Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya
adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut
dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya
untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga
jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan
sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos
pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap
tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang
(current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya
kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
1. Kewajiban Dalam Pembelian Kredit

27

Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai
implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin asset,
pengukuran juga mengikuti pengukuran asset.
2. Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah
kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar
pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan
pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran
jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah
kos tunai implisit.
3. Makna Harga Efektif Obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi
penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak
memperhatikan perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlah rupiah utang
obligasi tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila
dinyatakan sebesar nominalnya.
4. Diskun Obligasi
Diskun utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang
menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian,
diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh
tempo) utang obligasi.
5. Premium Obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai pendapatan tangguhan (deferred income) jelas
tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses
pemerolehan utang.
6. Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa
datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal
maupun beberapa pembayaran secara berkala)
Kewajiban Nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan
jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena timbul karena penerimaan
pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.

H. Penilaian dan Pelunasan


Penilaian

28

Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of
current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan
sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin
mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face
value) kewajiban
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk
memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due
course of business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut.
Pada mulanya FASB menetukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76
(prg. 3) sebagai berikut:
1. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan
dengan utang.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang
(obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat
dipastikan (probable) bahwa kreditor tidak akan diharuskan untuk melakukan
pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam
bentuk apapun (debt under any guarantees).
3. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga
serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor
untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan
pinjaman tersebut.
Ketentuan di atas telah diganti melalui SFAS No. 125 yaitu:
1. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada
kewajiban.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang
(obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.
a. Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk kas),
barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara
penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas.
Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban
29

dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat
takbersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara
tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
b. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama
dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi
selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama
beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang
berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor.
Dengan kata lain, debitor tidak mengakui adanya untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh
karena itu, bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai
early extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya
sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
c. Utang Terkonversi
Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan
sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau
konvertibel (convertible debt) merupakan salah satu instrumen finansial tersebut. Sekuritas
utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus.
Artinya, pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang
menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrumen
semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid
securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi
(convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para
investor karena mereka dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi
lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi
tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu,
harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa (nonterkonversi/nonconvertible)
dengan tingkat risiko (rating) yang sama. Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak
konversi yang setara dengan hak opsi atau waran (options atau warrants) seandainya saham
diterbitkan secara terpisah.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi
biasanya mempunayai karakteristik sebagai berikut:
30

1. Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang
setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham
biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.

I. Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan
dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancar disajikan
menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti
kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari
segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada
umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi
utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban
disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai
kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu
kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44):
1. diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan; atau
2. jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
a. Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca
dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan.
Ada kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini
biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat (conditional
contracts) dan kontrak pertukaran (exchange contracts).
1) Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada
timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat
mengubah saat (timing) penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau
instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah futures contracts
dan forward purchase-sale contract.

31

2) Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan
kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh
kontrak semacam ini misalnya adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Hak mengkompensasi adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk
menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi
utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak
mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1) Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah
rupiah tertentu.
2) Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang
diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3) Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4) Hak mengkompensasi terpaksakan secara hukum.
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial termasuk kas,
barang, atau jasa. Bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas,
barang, atau jasa ke debitor maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi
terlibat dengan asset atau kreditor secara financial. Perlunasan kewajiban dengan asset
financial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan
dianggap sebagai penjualan. Artinya, asset finasial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transferan asset financial yang menimbulkan
keterlibatan berlanjut (continuing involvement) pentransferan (transferor) dengan asset
transferan (transferred assets) atau tertransfer (transferee). Dalam hal ini kewajiban tidak
lenyap secara tuntas atau ada kewajiban baru yang berkaitan dengan asset transferan.
Perlunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama
dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi
selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama
beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang
berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor.
32

Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang mempengaruhi kontrak
debitor atau kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda dengan transaksi aliran kegiatan
operasi dan transaksi penggunaan asset (investasi). Dengan demikian, terdapat pandangan
bahwa untung atau rugi yang berasal dari transaksi tersebut harus dilaporkan sebagai suatu
penyesusian modal. Bergantung pada sifatnya untung atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos
diner atau pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut
merupakan akibat dari transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha
2. Tidak diharapkan akan sering terjadi
3. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan
APB berargumen bahwa sifat semula pelunasan utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya
sama. Untuk perlunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan alternative
untuk selisih yaitu:
1.
2.
3.

Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan distatemen laba rugi tahun
bersangkutan

Perlunasan utang sebelum jatuh tempo sama sifatnya dengan perlunasan pada saat jatuh
tempo tanpa memperhatikan cara untuk melaksanakan hal tersebut (dengan pendanaan
kembali atau tidak). Untung atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos ordiner atau ektraordiner
tergantung pada penilaian terhadap kondisi yang melingkupi transaksi.
Utang Terkonversi
Instrument financial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau pinjaman sehingga
dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkontroversi atau
convertible (convertible debt) merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas
utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus.
Artinya, pemegang instrument mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang
menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instumen
semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid
securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi. Obligasi
terkontroversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat
menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak
konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang
terlalu rendah dibandingka tingkat bunga umum. Harga perdana biasanya jauh lebih tinggi
33

dari obligasi biasa dengan tingkat resiko yang sama. Jadi, investor bersedia membeli hak
konversi dalam bentuk bunga yang lebih rendah dari bunga obligasi setara yang dijual secara
terpisah. Obligasi terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasanya yg
setara
2) Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa
3) Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham
biasa seperti dalam hal terjadi poemecahan saham atau dividen saham
Hal diatas menjadi karakteristik obligasi terkontroversi karena pada umumnya
perusahaan penerbit merupakan perusahaan yang agresif dan sedang berkembang sehingga
memerlukan dana yang cukup murah. Bila prospek perusahaan sangat baik, obligasi
terkontroversi masih tetap menarik bagi investor. Walaupun harga konversi cukup tinggi
pada saat ditawarkan, pada saatnya harga saham dapat menjadi lebih tinggi dari harga
konversi dan prediksi kenaikan harga saham dapat menjadi cukup pasti memicu investor
untuk mengkonversi obligasinya. Karakteristik obligasi terkontroversi menimbulkan
masalah akuntansi pada saat pengakuan, pengkonversian, dan perlunasan.
Pendukung alokasi berargumen bahwa karena utang terkonversi mengandung sifat utang dan
ekuitas, kedua komponen harus diakui secara terpisah. Pandangan ini didasarkan atas
pemikiran sebagai berikut:
a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak
opsi atau waran. Oleh karena itu, nilai tersebut harus dilaporkan secara terpisah
dengan nilai utang sejalan dengan perlakua hak opsi atau waran. Analogi dengan
goodwill, nilai hak konversi secara logis juga harus dipisahkan. Bila tidak
dipisahkan, akan terjadi inkonsistensi perlakuan akuntansi.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak konversi)
dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk
mengimplementasi pemisahan tersebut. Nilai ionformasional pemisahan jauh lebih
penting dari masalah kepraktisan sehingga kepraktisan tidak relevan sebagai basis
penolakan pemisahan.
c. Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan
ekuitas. Sifat utang semata-mata untuk melindungi investor dari keadaan jelek yang
dapat menimpa perusahaan (dalam likuidasi, utang diprioritaskan). Oleh karena itu,
pelunasan utang bukan merupakan hal yang diharapkan oleh penerbit.

34

Sementara itu, pendukung semata-mata utang mengajukan argument sebaliknya. Dasar


pikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-mata dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hak kontroversi tidak independen
terhadap utang obligasi.
b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua
komponen (utang dan hak konversi). Alasannya adalah adanya ketidakpastian dalam
hal saat pengambilan hak konversi dan nilai saham pada saat konversi. Kesulitan
praktis akan lebih terasa bila tidak ada sekuritas sejenis yang dijual secara bebas
tanpa hak konversi.
Pembebasan Substantif
Pada mulanya, FASB menetapkan bahwa kewajiban dapat dianggap lenyap bila kreditor
menaruh kas atau lainnya misalnya obligasi pemerintah yang tidak dapat ditarik kembali
dalam satu perwalian dan aliran kas dari aset tersebut akan cukup untuk pelunasan
pembayaran bunga serta pokok pinjaman.
Bila telah dicapai saat sehingga debitor sehingga tidak perlu lagi melakukan pembayaran di
masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut, maka pada saat tersebut secara
substansif debitor sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan aset
dalam perwalian meskipun utang belum jatuh waktu. Bila debitor membentuk dana
pelunasan utang obligasi, pada saat debitor sudah tidak perlu lagi membayar atau menyetor
kas ke dana tersebut karena kas yang telah disetor dan pendapatan dari dana tersebut sudah
pasti akan cukup untuk menutup utang pada saat jatuh tempo, maka pada saat itu kewajiban
debitor secara substantive dianggap lenyao meskipun kewajiban belum jatuh tempo. Jadi,
pada saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam standar ini FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif,
kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau
criteria kritis sebagai berikut :
a. Debitor tidak hanya sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya
lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
b. Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwalian.
c. Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam
perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
35

d. Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
Alasan lain yang sering dikemukakan adalah pengawakan kewajiban pada saat tercapainya
pembebasan substantive sama saja dengan mengkompensasi kewajiban dengan aset. Kritik
lain adalah pengawaakuan kewajiban pada saat terjadinya pembebasan substantive dapat
dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan peningkatan kinerja secara
kosmetik.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset
merepresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan usaha untuk
menyediakan barang dan jasa.
Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua pengeluaran (pengorbanan
sumber ekonomik) yang terjadi atau yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset
sampai tia ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan
pemerolehannya.
1. Dasar penilaian asset dapat terdiri dari: Historical cost, Current (replacement) cost,
Current market value, Net realizable value dan Present (or discounted) value of
future cash flows.
FASB mendefinisikan Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang
cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer
aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang.
Kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang,menjadi keharusan sekarang dan timbul akibat transaksi atau kejadian masa lampau.

B. SARAN

36

Sebagai seorang akuntan perlu memahami berbagai model penilaian asset dan
manajemen prosesnya untuk menentukan input yang digunakan untuk pengukuran yang di
gunakan karena asset adalah salah satu komponen dalam laporan keuangan.Untuk
mengembangkan pendekatan audit yang efektif, auditor perlu memahami proses dan
pengendalian penentuan fair value dan melakukan judgement apakah metode pengukuran
klien sudah memadai untuk menghasilkan pengukuran yang reasonable
Kelengkapan kewajiban yang diakui pada neraca dan pengungkapan catatan tentang
kontinjensi dan kewajiban terkadang menjadi masalah bagi suatu akuntan, Mereka
diharuskan untuk mengumpulkan bukti bahwa hutang, akrual, dan kewajiban lainnya
termasuk jumlah yang terhutang oleh entitas kepada pihak lain. Akuntan perlu
mempertimbangkan kemungkinan penyimpangan waktu, di mana kewajiban yang terjadi
sebelum akhir periode keuangan tidak dicatat oleh entitas sampai dimulainya periode
akuntansi yang baru. Selain itu, Akuntan perlu menguji apakah kewajiban dicatat sebesar
nilai yang tepat.

37

Anda mungkin juga menyukai