Anda di halaman 1dari 9

1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak kita jumpai masyarakat, baik itu bapak-bapak, ibu-ibu,
muda-mudi, pedagang, nelayan atau profesi apapun yang hanya ikut memilih, mencalonkan
diri atau tidak mau ikut serta sekalipun (apatis) dalam pemilu. Semuanya adalah cerminan
budaya politik.
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan
bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat,
dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya
politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang
memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Dengan kata lain budaya politik diartikan sebagai bagian dari pada kebudayaan
masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi legitimasi,
pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah, kegiatan partai-partai
politik, perilaku aparat negara, serta gejolak Masyarakat terhadap kekuasaan yang
memerintah.
Dalam makalah ini, penulis mencoba mengkaji pengertian budaya politik serta unsurunsurnya dan menganalisis kasus budaya politik negara Indonesia yaitu pemilihan umum
sebagai ruang partisipasi masyarakat serta untuk mengisi jabatan-jabatan politik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan defenisi dari budaya politik?
2. Apa saja bentuk budaya politik khususnya yang ada di negara Indonesia?
3. Bagaimana penguraian budaya politik?
4. Apa saja praktik budaya politik di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian budaya politik.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis budaya politik, khususnya yang ada di negara
Indonesia.
3. Untuk ikut berpartisipasi memberikan pandangan tentang budaya politik dan unsurunsurnya.
4. Untuk menganalisa salah satu praktik budaya politik yaitu Pemilihan Umum.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Defenisi Budaya Politik
1. Pengertian
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti para
masyarakat dengan para elitnya.
Menurut Almond dan Powell, budaya politik merupakan dimensi psikologis dari
sistem politik, yang mana sistem politik bersumber dari perilaku lahiriah manusia pada
penalaran-penalaran yang sadar.
Pembahasan mengenai budaya politik (political culture) seharusnya bersamaan
dengan struktur politik (political srtucture) karena berhubungan dengan fungsi konversi
(conversation functions) dan kapabilitas (capabilities) sistem.
2. Defenisi
Beberapa defenisi budaya politik menurut para ahli dapat kita lihat sebagai berikut:
a. Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik yang dihayati oleh anggota sistem politik.
b. Roy Macridis mengatakan bahwa budaya politik sebagai tujuan bersama dan peraturan
yang harus diterima bersama.
c. Finer mengungkapkan bahwa budaya politik lebih menekankan pada aspek legitimasi
peraturan-peraturan, lembaga politik serta prosedur.
Dari defenisi-defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya politik sebagai hal
yang berhubungan dengan lingkungan, perasaan, dan sikap dimana sistem politik itu
berlangsung yang termasuk didalamnya sistem tradisi, kenangan sejarah, motif, norma, dan
sistem atau secara lebih tegas sebagaimana yang digambarkan Almond dan Verba
menyangkut aspek:
-

Orientasi kognitif : tentang pengetahuan dan kepercayaan pada politik, peranan dan
segala kewajibannya serta input dan outpunya.
Orientasi afektif : kecendrungan emosi dan perasaan terhadap sistem politik,
peranannya, para aktor, dan penampilannya.
Orientasi evaluatif : pertimbangan terhadap sistem politik menyangkut keputusan dan
pendapat tentang objek-objek politik secara tipikal yang melibatkan kombinasi
standar nilai sistem dengan informasi dan perasaan.
Pentingnya budaya politik
Kebudayaan politik menjadi penting untuk dianalisis karena ada dua sistem :
Pertama : sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan
pelaksanaan sistem politik. Sikap dan orientasi politik sangat mempengaruhi
bermacam-macam tuntutan, hal yang diminta, cara tuntutan itu diutarakan, respon,
dan dukungan terhadap golongan elit politik, respon dan dukungan terhadap rezim
yang berkuasa. Kedua : dengan diketahui sifat dan hubungan antara kebudayaan

politik dan pelaksanaan sistemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang
lebih membawa perubahan sehingga sistem politik lebih demokratis dan stabil.
3. Hubungan Budaya Politik dengan Perilaku Politik
Menurut Robert K Carr, merumuskan bahwa perilaku politik adalah suatu telaah
mengenai tindakan manusia dalam situasi politik. Situasi politik itu sendiri sangat luas
cakupannya, antara lain respon emosional berupa dukungan atau tuntutan (supply or demand)
maupun sikap apatis terhadap pemerintah dan kebijakan publik.
Tindakan dan pola perilaku individu sangat ditentukan oleh pola orientasi umum
(common orientation patterns) yang nampak secara jelas sebagai cerminan budaya politik.
Dengan demikian cerminan budaya politik merupakan alat pembentuk konsep (conceptual
tool) yang sangat berharga, yang dapat menghubungkan atau mempertemukan telaah tentang
individu dalam lingkungan politik dengan sistem politik sebagai kesatuan.
B. Bentuk-bentuk Budaya Politik
1. Tipe Budaya Politik
a. Budaya Politik Parokial (parochial political culture)
Menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau ruang lingkup kecil, sempit
misalnya yang bersifat provincial.
b. Budaya Politik Kaula
Anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga kesadaran terhadap
sistem sebagai keselurahan terutama pada aspek outputnya.
c. Budaya Politik Partisan
Anggota masyarakat memiliki kesadaran secara utuh bahwa mereka adalah aktor politik.
Oleh karena masyarakat dan budaya politik partisan dapat menilai dengan penuh
kesadaran baik sistem sebagai totalitas, input, dan output maupun posisi dirinya sendiri.
d. Budaya Politik Campuran
Gabungan karakteristik tipe-tipe kebudayaan politik yang murni yang diuraikan diatas.
2. Budaya Politik Indonesia
Penelaahan terhadap politik di Indonesia harus memperhatikan peranan budaya politik
karena ternyata mempunyai refleksi pada pelembagaan politik bahkan pada proses politik.
Dengan demikian pembangunan politik di Indonesia dapat diukur berdasarkan keseimbangan
atau harmoni yang dicapai antara lain oleh budaya politik dengan pelembagaan politik yang
ada atau yang akan ada.
Konstalasi tentang budaya politik di Indonesia dapat ditelaah melalui beberapa
variabel :
-

Konfigurasi subkultur di Indonesia. Fenomena pluralisme di Indonesia disatu pihak


menjadi mozaid dan keindahan dan dilain pihak menjadi sumber konflik. Oleh
karenanya upaya nation building melalui character building harus menjadi pilihan.
Budaya politik di Indonesia bersifat parochial kaula disatu pihak dan budaya politik
partisan dipihak lain, disatu pihak massa masih ketertinggalan dalam menggunakan
hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya.

Sifat ikatan primordil yang masih kuat berakar yang dikenal indikator berupa
sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap
keagamaan tertentu. Puritanisme dan non-puritanisme.
Kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih diwarnai dengan sikap
paternalisme dan sifat patrimonial, sebagai indikatornya : bapakisme (asal bapak
senang) dan lain-lain.
Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya)
dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

Ciri-ciri kecendrungan militansi perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari


alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang, bila terjadi krisis
maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah dan
masalah yang mempribadi selalu positif serta membakar emosi.
Sedangkan ciri-ciri kecendrungan toleransi adalah pemikiran berpusat pada masalah
atau kritis uang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu
membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral dan krisis terhadap ide orang, tetapi bukan
curiga terhadap orang.
Budaya politik yang absolut memiliki nilai dan kepercayaan yang dianggap sempurna
dan permanen. Tipe budaya politik absolut berasumsi bahwa perubahan sebagai yang
membahayakan.
David Apter menjelaskan bahwa kondisi politik yang menimbulkan agama, politik
yaitu kondisi politik yang sentralistik dengan peranan birokrasi dan militer yang kuat.
Ada tiga model kebudayaan politik yaitu antara lain :
-

Model masyarakat demokratik


Model sistem otoriter
Model demokratik pra industrial.

C. Praktik Budaya Politik Partisan Di Indonesia


Sebagai analisis kasus :
1. Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan salah satu budaya politik dan sarana demokrasi
khususnya di Indonesia. Pesta demokrasi yang merupakan perwujudan tatanan kehidupan
negara dan masyarakat yang berkedaulatan rakyat, pemerintah dari dan untuk rakyat. Melalui
pemilu, setidaknya dapat dicapai tiga hal. Pertama, lewat pemilu kita dapat menguji hak-hak
politik rakyat secara pasif dan serempak. Kedua, melalui pemilu kita dapat berharap
terjadinya proses rekruitmen politik secara adil, terbuka, dan kompetitif. Ketiga, dari pemilu
kita menginginkan adanya pola pergiliran kekuasaan yang damai. Para pemilih dalam pemilu
juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta pemilu menawarkan janji-janji
dan program-programnya jika terpilih nanti.

Pemilihan umum atau disingkat dengan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan diselenggarakannya pemilihan umum adalah untuk menetukan kepala negara
(presiden dan wakil presiden), kepala daerah/provinsi (gubernur dan wakil gubernur),
kabupaten/kota (bupati/walikota dan wakilnya), sampai pada pedesaan/kelurahan (kepala
desa/lurah), DPD, dan juga wakil rakyat baik pusat maupun daerah (DPR RI, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/kota) serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat,
dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
3. Manfaat Pemilihan Umum
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada ditangan
rakyat, serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh
karena itu, sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena
melalui penataan, sistem, dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar
mewujudkan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
4. Sistem Pemilihan Umum
- Sistem distrik
- Sistem perwakilan berimbang
- Sistem proporsional
5. Azas Pemilihan Umum
- Langsung
- Umum
- Bebas
- Rahasia
- Jujur
- Adil
6. Praktik Pemilu yang baik di Indonesia
Bangsa indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelenggarakan Pemilu
2004 dengan format berbeda dari sebelumnya, sehingga azas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil dapat dilaksanakan secara benar, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan
baik secara hukum, moral, maupun politis.
a. Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih
anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955
dan dipersiapkan dibawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali

Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan
telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
Tahap pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan
pada tanggal 29 September 1955 dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
Tahap kedua adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pemilu 1971 pada tanggal 15 Desember 1955. Lima besar dalam pemilu ini
adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nadhlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan
Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli
1971. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah orde baru dan diikuti oleh 9 partai politik dan
1 organisasi masyarakat. Lima besar dalam pemilu ini adalah Golongan Karya, Nadhlatul
Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik
dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi dua partai politik
(yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan
Karya.
b. Pemilu 1977-1997
Pemilihan umum anggota DPR dan DPRD Indonesia 1977, pemilihan umum anggota
DPR dan DPRD Indonesia 1982, pemilihan umum anggota DPR dan DPRD Indonesia 1987,
pemilihan umum anggota DPR dan DPRD Indonesia 1992, dan pemilihan umum anggota
DPR dan DPRD Indonesia 1997.
Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu ini seringkali
disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan fusi partai politik tahun 1975, pemilupemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu tersebut
semuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
c. Pemilu 1999
Pemilihan umum anggota DPR dan DPRD Indonesia 1999, pemilu berikutnya
sekaligus pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan
pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) dibawah pemerintahan Presiden BJ
Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Lima besar pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan
Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan
perolehan suara sekitar 35%), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu,
yaitu Megawati Soekarnoputri melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu
Abdurrahman Wahid. Pada saat itu Megawati hanya menjadi calon presiden. Hal ini
dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota

MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh
anggota MPR.
d. Pemilu 2004
Pada pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru
yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilihan umum presiden dan wakil
presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan
dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih
dari 50%. Putaran kedua digunakam untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara
Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang
belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada
pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai presiden.
e. Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan
memperoleh suara 60,80% mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo
Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
f. Pemilu 2014
Pemilu 2014 dilaksanakan dua kali yaitu pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014
untuk memilih anggota dewan legislatif dan pemilu presiden pada tanggal 9 Juli 2014 untuk
memilih presiden dan wakil presiden. Tiga besar pemilu legislatif 2014 adalah Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golongan Karya, dan Partai Gerakan Indonesia
Rakyat (Gerindra). Pada pilpres 2014 ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko WidodoJusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan
KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan wakil presiden terpilih dilantik pada tanggal 20
Oktober 2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti
antara masyarakat dengan para elitnya.

2. Menurut Almond dan Powell budaya politik merupakan dimensi psikologis dari sistem
politik, yang mana budaya politik bersumber dari perilaku lahiriah manusia pada
penalaran-penalaran yang sadar.
3. Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik yang dihayati oleh anggota sistem politik.
4. Roy Macridis mengatakan bahwa budaya politik sebagai tujuan bersama dan peraturan
yang harus diterima bersama.
5. Finer mengungkapkan bahwa budaya politik lebih menekankan pada aspek legitimasi
peraturan-peraturan, lembaga politik serta prosedur.
6. Tipe Budaya Politik
- Budaya Politik Parokial (parochial political culture)
- Budaya Politik Kaula
- Budaya Politik Partisan
- Budaya Politik Campuran
7. Tiga model kebudayaan politik yaitu :
- Model masyarakat demokratik
- Model sistem otoriter
- Model demokratik pra industrial
8. Salah satu praktik budaya politik adalah Pemilihan Umum.

B. Saran
Dari awal analisa dan pengkajian materi makalah ini yang penulis utarakan hingga
pada penyampaian saran ini, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca
sebagai acuan pengenalan budaya politik khususnya di negara kita Indonesia. Dengan adanya
makalah ini penulis mengkaji dan menganalisa dari berbagai literatur yang tentunya
memperjelas tentang budaya politik, terutama analisis kasus budaya politik partisan yang ada
di Indonesia.
Tentunya semua uraian materi makalah ini banyak kekurangan yang ditemukan
maupun banyak penjelasan yang kurang tepat, baik dari segi bahasanya atau dari segi
penyusunannya. Oleh karena itu, masukan yang bersifat membangun dan berupa saran, kritik,
sanggahan, maupun yang lainnya penulis terima dengan senang hati sebagai bahan
penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_politik
http://www.miung.com/2013/09/tipe-dan-jenis-budaya-politik.html
http://www.slideshare.net/levanadhealumi/pkn-budaya-politik-25885857
http://www.pemilu.com/pemilu-2014/

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2014

Anda mungkin juga menyukai