KAJIAN PUSTAKA
A. Pelatihan
1. Pengertian Pelatihan
Kamil (2010:3) mengemukakan istilah pelatihan merupakan terjemahan
dari kata training adalah train yang berarti memberi pelajaran dan praktik,
menjadi berkembang dalam arah yang dikehendaki, persiapan dan praktik.
Michael J. Jucius dalam Kamil (2010:3) menyatakan pelatihan yang
dipergunakan di sini adalah pelatihan yang menunjukkan setiap proses untuk
mengembangkan bakat, keterampilan, dan kemampuan guna menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Lebih jauh lagi Milis (dalam Fauzi, 2009:8)
menjelaskan bahwa pelatihan yang dibarengi dengan penuh pengertian
merupakan pendidikan lanjutan dan menjadi dasar yang lebih luas sehingga
pekerja akan menjadi lebih terampil, lebih bangga dalam pekerjaannya, dan akan
membuat dirinya sadar terhadap kesempatan-kesempatan untuk mencapai
kemajuan.
Menurut Pusdiklat Pegawai Depdikanas (2003:2) pelatihan adalah proses
pembelajaran yang memungkinkan seseorang melaksanakan pekerjaan yang
sesuai dengan standar. Istilah pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sering
berkaitan satu dan lainnya bahkan kadang saling terkait dengan lainnya. Menurut
10
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online) pelatihan adalah suatu proses atau cara
dan perbuatan melatih atau kegiatan melatih. Pelatihan merupakan usaha-usaha
atau kegiatan-kegiatan berkelanjutan yang diselenggarakan untuk mencapai
penguasaan skill, pengetahuan dan sikap seseorang atau anggota organisasi.
Menurut Sofo (dalam Kusweni, 2009:33) pelatihan merupakan proses terencana
dalam memodifikasi sikap, pengetahuan, dan perilaku keahlian melalui
pengalaman pembelajaran untuk mencapai kinerja efektif dalam kegiatan atau
sejumlah kegiatan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pelatihan
ditekankan pada perolehan pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu bagian dari pendidikan
yang menyangkut proses belajar untuk meningkatkan tiga aspek pokok. Ketiga
aspek itu meliputi pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan bakat dalam
upaya meningkatkan keterampilan seseorang agar kinerjanya meningkat. Kinerja
dalam hal ini dapat diartikan sebagai meningkatnya prestasi kerja yang lebih
efisien dan ektif bagi dirinya sendiri maupun organisasinya.
Dalam kegiatan pelatihan, perolehan pengetahuan dan keterampilan ini
dilakukan secara sengaja, terorganisir, sistematik, dalam waktu relatif singkat, dan
dalam penyampaiannya menekankan pada praktek dibanding teori.
2. Rencana Pembelajaran dalam Pelatihan
Perencanaan pelatihan merupakan kegiatan pemikiran yang sistematis
mengenai apa yang akan dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, langkahlangkah, metode, pelaksana (tenaga) yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan
suatu pelatihan. Menurut Sonhadji (2001:21) tujuan utama perencanaan pelatihan
12
3. Pelaksanaan Pelatihan
Merupakan kegiatan mempertemukan peserta dengan pengajar yang
dibatasi oleh materi kurikulum/ silabus dengan metode dan media tertentu yang
13
ditunjang dengan sarana dan sumberdaya dengan aspek legalitas. Jadi proses
pelatihan dapat berjalan dengan baik apabila ada (a) materi/ silabus, (b) peserta
pelatihan, (c) pengajar/ pelatih/ instruktur, (d) metode, (e) sarana, yaitu fasilitas,
ruang kelas, tempat praktik, peralatan peraga, dan (f) sumber daya yang terdiri
dari uang, material,
14
b. Peserta pelatihan
Dalam menentukan peserta pelatihan harus selektif, karena pemilihan calon
peserta pelatihan berkaitan dengan keberhasilan proses pelatihan. Ketelitian
dalam seleksi sangat diperlukan agar memperoleh peserta yang bisa memenuhi
kriteria, antara lain: (1) akademik, adalah jenjang pendidikan dan pelatihan, (2)
jabatan,
pekerjaan tertentu,
atau
15
pelatih
untuk
menyusun
perencanaan
pembelajaran,
mulai
16
17
18
agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga
proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa
dapat berlangsung tepat guna dan berdaya guna.
Menurut Oemar Hamalik (2001:68) ada beberapa jenis media yang
digunakan dalam pelatihan, antara lain: a) media berupa benda asli atau
sebenarnya, (b) model, yakni benda tiruan dari benda aslinya, (c) media bagan
(chart), (d) media grafik (grafik diagram), (e) media gambar, (f) media bentuk
papan, (g) media yang diproyeksikan, (h) media dengar (audio), (i) media
pandang dengar (audio visual), dan (j) media cetak.
Ada berbagai media pembelajaran yang dapat dikembangkan dan/atau
digunakan pelatih dalam proses pelatihan, baik yang tergolong media audio,
media visual, maupun media audio-visual (Agus Sudjimat 2012:4). Penggolongan
media lebih lanjut beserta contoh-contohnya ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penggolongan Media Pembelajaran
No.
Penggolongan Media Pembelajaran
1.
Media Audio
2.
Media Visual
a. Media visual dua dimensi
f. Fasilitas pelatihan
Salah satu fasilitas yang juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan
pelatihan adalah tempat penyelenggaraan pelatihan. Pengaturan tempat pelatihan
biasanya meliputi : 1) tata ruang pelatihan, 2) tata perabot dan peralatan yang akan
19
20
REKRUITMEN
KEPUTUSAN
Y
X
RPL
KEPUTUSAN
Z
PELAKSANAAN
PELATIHAN
(Off JT) dan OJT)
ASESMEN
KEPUTUSAN
SERTIFIKAT
PELATIHAN
UJK
DOKUMEN
SELESAI
21
22
23
h. Keputusan Penilaian
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan memenuhi seluruh unjuk kerja yang
dipersyaratkan, dinyatakan lulus.
2. Peserta pelatihan yang dinyatakan tidak memenuhi seluruh/ sebagian
unjuk kerja yang dipersyaratkan, diharuskan mengikuti proses pelatihan
terhadap unjuk kerja yang dinyatakan belum lulus.
i. Sertifikat Pelatihan
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus akan diberikan sertifikat
pelatihan.
2. Sertifikat pelatihan diterbitkan oleh lembaga penyelenggara pelatihan
yang bersangkutan.
j. Dokumen
1. Dokumen peserta pelatihan diarsipkan.
2. Sertifikat peserta pelatihan teregistrasi di lembaga penyelenggara
pelatihan.
k. Uji Kompetensi
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus, direkomendasikan untuk
mengikuti uji kompetensi.
l. Uji kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi.
4. Evaluasi pada Proses Pelatihan
a. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti pengukuran. Dalam arti
spesifik evaluasai merupakan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang
direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan, hal ini dikemukakan oleh
24
25
26
27
28
peserta diklat menguasai kompetensi yang dipelajari dan hasilnya menjadi bahan
untuk menetapkan keberhasilan belajar peserta diklat (lazim disebut sumatif).
Oleh karena itu penilaian proses minimal dilaksanakan pada akhir pembelajaran
setiap subkompetensi. Artinya, apabila satu subkompetensi terdiri dari beberapa
kegiatan belajar maka terhadap setiap kegiatan belajar dilakukan penilaian,
sehingga sangat memungkinkan untuk satu subkompetensi dilakukan beberapa
kali penilaian.
Metode dan bentuk penilaian berbasis kelas
Pada dasarnya ada dua metode dalam penilaian berbasis kelas, yaitu tes dan
nontes, yang secara rinci macam dan bentuknya ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi Metode dan Bentuk Penilaian Berbasis Kelas
No.
Metode
1.
Tes
(gradasi benar-salah)
a.
b.
c.
d.
2.
Tes tulis
Tes lisan
Tes kinerja
Penugasan
Bentuk
Nontes
(positif-negatif, setuju-tidak, suka- tidak)
a.
b.
c.
d.
Observasi
Wawancara
Inventori
Self report
Pedoman observasi
Pedoman wawancara
Skala inventori
kuesioner
Keterangan:
Tes
a) Tes Tulis.
Tes tulis bisa dalam bentuk tes pilihan, uraian dan isian. Tes isian
merupakan tes yang memerlukan jawaban singkat. Tes uraian menuntut
peserta diklat mengorganisasikan ide, gagasan, argumen dan kesimpulan
berdasarkan olah pikirnya, sedangkan tes pilihan menuntut peserta diklat
29
pedoman
hal-hal
yang
akan
diamati
dan
cara
penyekorannya.
d) Penugasan
Tes ini dapat berbentuk proyek, portofolio dan tugas rumah. Proyek
adalah sejumlah kegiatan yang dapat dirancang, dilakukan dan
diselesaikan oleh peserta diklat di luar kelas dan harus dilaporkan secara
tertulis dalam waktu tertentu. Portofolio adalah kumpulan karya-karya
terbaik peserta diklat dalam bidang tertentu. Tugas rumah merupakan
kegiatan yang diperintahkan pelatih kepada peserta diklat yang harus
diselesaikan di rumah dalam waktu tertentu, biasanya selama seminggu.
Penugasan memerlukan pedoman penyekoran.
30
Nontes
a) Observasi
Observasi dilakukan secara formal atau informal terhadap perilaku yang
ditampilkan peserta diklat. Observasi formal dilakukan secara sistematik
dan
terencana,
sedangkan
observasi
informal
dilakukan
tanpa
merupakan
skala
psikologis
yang
dipakai
untuk
31
dapat pula
bekerja sama dengan dunia usaha/ industri yang terkait yang mempunyai
kredibilitas untuk berperan sebagai pengganti lembaga sertifikasi.
B. Kompetensi
Menurut Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Dan
Produktivitas, kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Kompetensi (competence) menurut Hall dan Jones (1976) dalam Muslich
(2009:15) adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan
tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan
kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
Sementara itu, Puskur Balitnang Depdiknas (2002) dalam Muslich
(2009:16) memberikan rumusan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Pengertian tentang kompetensi juga dijabarkan oleh Mardapi (dkk) (2001)
dalam Muslich (2009:15) yang merumuskan bahwa kompetensi merupakan
perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan kedua hal tersebut
dalam melaksanakan tugas di lapangan pekerjaan.
32
33
rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi pekerja terhadap upah yang ada
sekarang dan krisis ekonomi; (f) Minat (interest), adalah kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari
teknik perbaikan/ tune up sepeda motor untuk menambah wawasan.
Mulyasa (2003:73) menyatakan identifikasi kompetensi, sub kompetensi,
dan tujuan khusus perlu dilakukan dengan berbagai pendekatan, agar hasil yang
dirumuskan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta
didik. Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi dibutuhkan untuk mengetahui
kompetensi pada acuan pendidikan atau kurikulum yang nantinya akan dikuasai
oleh peserta didik. Standar kebutuhan (kompetensi) SDM dapat diwujudkan
dalam bentuk standar kompetensi keahlian yang merupakan refleksi dari
kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap orang yang akan bekerja pada
bidang keahlian tersebut. Disamping itu, standar kometensi keahlian tersebut
harus memiliki kesetaraan dengan standar sertifikasi yang telah dimiliki oleh
masing-masing produk yang telah berlaku mengikuti produk bidang keahlian
tersebut.
Sedangkan kompetensi kerja adalah spesifikasi dari sikap pengetahuan dan
keterampilan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan
sesuai dengan standard kerja yang dipersyaratkan (web page BNSP).
C. Pelatihan Berbasis Kompetensi (CBT)
Salah satu pendekatan pada peserta pelatihan dirancang dengan
pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Training = CBT).
Pendekatan pelatiahan berbasis kompetensi merupakan pelatihan yang ditekankan
untuk membekali kompetensi secara tuntas kepada peserta diklat yang mencakup
34
sebagai
Pelatihan
Berbasis
Kompetensi
(Competency
Based
35
jasa. Pelatihan berbasis kompetensi ini berorientasi dengan dunia kerja, dimana
program dan materinya merupakan turunan dari
memberikan
pedoman
bagi
penyelenggara
pelatihan
dalam
a. Orientasi pendekatan.
Pada prinsip non-CBT lebih mengarah pada penyiapan penyediaan tenaga kerja
(supply driver), sedangkan pada prinsip CBT lebih mengarah pada kebutuhan
pasar akan tenaga kerja (demand driven).
36
b. Sifat pendekatan.
Pada prinsip CBT, lebih menekankan aspek kompetensi menimal yang telah
ditetapkan. Sedangkan pada pendekatan non-CBT lebih menekankan aspek
sertifikat/ ijasah.
c. Sistem yang dianut
Pada prinsip CBT, mengarah pada sistem pendidikan dan pelatihan dengan
proses yang fleksibel, multy-entry dan multi-exit.sedangkan pada non-CBT
sistem yang dianut adalah sistem persekolahan dengan proses yang formal dan
kaku.
d. Keberadaan kemampuan awal pebelajar.
Kemampuan awal yang dimili pebelajar dalam pendekatan CBT diakomodasi
dalam pembelajaran. Sedangkan pada non-CBT hal tersebut biasanya kurang
terakomodasi.
e. Acuan melakukan ekvaluasi unjuk kerja hasil belajar.
Pada pendekatan CBT menggunakan acuan patokan (criteria refrenced)
(menganut tolak ukur yang absolut) , sedangkan pada pendekatan non-CBT
acuan penetapan keberhasilan belajar dalam pembelajaran dilakukan dengan
acuan norma (norm referenced) (menganut tolak ukur yang relatif.
f. Fokus pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Pada pendekatan CBT lebih memungkinkan pendidikan dan pelatihan melalui
3 jalur: jalur formal SMK, jalur non formal di pusat-pusat pelatihan dan jalur
pelatihan sambil bekerja. Sedangkan pada non-CBT hanya dilaksanakan dalam
pembelajaran di SMK.
37