Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pelatihan
1. Pengertian Pelatihan
Kamil (2010:3) mengemukakan istilah pelatihan merupakan terjemahan
dari kata training adalah train yang berarti memberi pelajaran dan praktik,
menjadi berkembang dalam arah yang dikehendaki, persiapan dan praktik.
Michael J. Jucius dalam Kamil (2010:3) menyatakan pelatihan yang
dipergunakan di sini adalah pelatihan yang menunjukkan setiap proses untuk
mengembangkan bakat, keterampilan, dan kemampuan guna menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Lebih jauh lagi Milis (dalam Fauzi, 2009:8)
menjelaskan bahwa pelatihan yang dibarengi dengan penuh pengertian
merupakan pendidikan lanjutan dan menjadi dasar yang lebih luas sehingga
pekerja akan menjadi lebih terampil, lebih bangga dalam pekerjaannya, dan akan
membuat dirinya sadar terhadap kesempatan-kesempatan untuk mencapai
kemajuan.
Menurut Pusdiklat Pegawai Depdikanas (2003:2) pelatihan adalah proses
pembelajaran yang memungkinkan seseorang melaksanakan pekerjaan yang
sesuai dengan standar. Istilah pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sering
berkaitan satu dan lainnya bahkan kadang saling terkait dengan lainnya. Menurut

10

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online) pelatihan adalah suatu proses atau cara
dan perbuatan melatih atau kegiatan melatih. Pelatihan merupakan usaha-usaha
atau kegiatan-kegiatan berkelanjutan yang diselenggarakan untuk mencapai
penguasaan skill, pengetahuan dan sikap seseorang atau anggota organisasi.
Menurut Sofo (dalam Kusweni, 2009:33) pelatihan merupakan proses terencana
dalam memodifikasi sikap, pengetahuan, dan perilaku keahlian melalui
pengalaman pembelajaran untuk mencapai kinerja efektif dalam kegiatan atau
sejumlah kegiatan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pelatihan
ditekankan pada perolehan pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu bagian dari pendidikan
yang menyangkut proses belajar untuk meningkatkan tiga aspek pokok. Ketiga
aspek itu meliputi pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan bakat dalam
upaya meningkatkan keterampilan seseorang agar kinerjanya meningkat. Kinerja
dalam hal ini dapat diartikan sebagai meningkatnya prestasi kerja yang lebih
efisien dan ektif bagi dirinya sendiri maupun organisasinya.
Dalam kegiatan pelatihan, perolehan pengetahuan dan keterampilan ini
dilakukan secara sengaja, terorganisir, sistematik, dalam waktu relatif singkat, dan
dalam penyampaiannya menekankan pada praktek dibanding teori.
2. Rencana Pembelajaran dalam Pelatihan
Perencanaan pelatihan merupakan kegiatan pemikiran yang sistematis
mengenai apa yang akan dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, langkahlangkah, metode, pelaksana (tenaga) yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan
suatu pelatihan. Menurut Sonhadji (2001:21) tujuan utama perencanaan pelatihan

12

adalah mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan pada suatu kegiatan organisasi


atau dikenal dengan istilah training needs.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses yang ditata dan diatur
sedemikian rupa, menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya
dapat mencapai hasil yang diharapkan. Perencanaan pembelajaran yang
memperkirakan atau memproyeksikan mengenai tindakan apa yang akan
dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Meurut Sudjimat dalam Seels dan Richey (2009:13) menyatakan:
perancangan sistem pembelajaran adalah an organized procedure that
includes the steps of analyzing, designing, developing, implementing and
evaluating instruction. Istilah analyzing mengacu pada proses
mendefinisikan apa (material) yang akan dipelajari; designing mengacu
pada proses menspesifikasi bagaimana material tersebut dipelajari;
developing mengacu pada proses menulis dan memproduksi material
pembelajaran, implementing mengacu penggunaan material dan strategi
dalam konteks yang nyata; dan evaluating proses menetapkan ketetapan
pembelajaran.
Dalam web page UNY, perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan
rencana, model, pola, bentuk, kunstruksi yang melibatkan, guru, peserta didik, serta
fasilitas lain yang dibutuhkan yang tersusun secara sitematis agar terjadi proses
pembelajaran yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Perencanaan pembelajaran sendiri merupakan suatu proses memahami
beragam dokumen normatif (Permen 22, 23, 24, lainnya) dan alternatif (buku teks atau
sumber lain) serta realitas kontekstual (siswa dan kebutuhannya), dan selanjutnya
mewujudkan hasil pemahaman itu menjadi dokumen aplikatif (silabus dan RPP) yang
siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah (UM Web Page).

3. Pelaksanaan Pelatihan
Merupakan kegiatan mempertemukan peserta dengan pengajar yang
dibatasi oleh materi kurikulum/ silabus dengan metode dan media tertentu yang

13

ditunjang dengan sarana dan sumberdaya dengan aspek legalitas. Jadi proses
pelatihan dapat berjalan dengan baik apabila ada (a) materi/ silabus, (b) peserta
pelatihan, (c) pengajar/ pelatih/ instruktur, (d) metode, (e) sarana, yaitu fasilitas,
ruang kelas, tempat praktik, peralatan peraga, dan (f) sumber daya yang terdiri
dari uang, material,

peralatan pelaksanaan dan metode penyelenggaraan

pelatihan. (Sonhadji, 2001b:23)


a. Materi pelatihan
Materi dalam pelaksanaan pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan para
peserta pelatihan. Sesuai dengan kebutuhan pelatihan maka materi pelatihan
juga harus sesuai dengan tingkat kualifikasi profesi. Irmin Soejitno (2004:53)
menjelasakan mengenai materi dalam pelatihan terbagi menjadi tiga, yaitu:
Pelatihan keterampilan, sifatnya adalah motorik sehingga pelatihan ini
cocok diberikan untuk pekerja yang tugasnya banyak menangani langsung
pekerjaan-pekerjaan. Pelatihan ini dapat diberikan kepada karyawan yang
baru sama sekali atau dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan
karyawan tertentu.
Pelatihan khusus, merupakan pelatihan yang diberikan kepada karyawan
yang memang diberi tugas khusus, disamping itu pelatihan khusus ini
diberikan kepada pegawai atau guru yang memegang mata pelajaran khusus
atau sesuai dengan profesinya.
Pelatihan manajerial, yaitu pelatihan yang diberikan kepada calon manajer
atau manajer dalam rangka meningkatkan kemampuan manajerialnya.

14

b. Peserta pelatihan
Dalam menentukan peserta pelatihan harus selektif, karena pemilihan calon
peserta pelatihan berkaitan dengan keberhasilan proses pelatihan. Ketelitian
dalam seleksi sangat diperlukan agar memperoleh peserta yang bisa memenuhi
kriteria, antara lain: (1) akademik, adalah jenjang pendidikan dan pelatihan, (2)
jabatan,

yang bersangkutan telah menepati

pekerjaan tertentu,

atau

ditempatkan, (3) pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh


dalam pekerjaan, (4) motivasi dan minat, yang bersangkutan terhadap
pekerjaannya, (5) pribadi, menyangkut aspek moral dan sifat-sifat yang
diperlukan untuk pekerjaan tersebut, (6) intelektual, tingkat berfikir, dan yang
diketahui melalui tes seleksi. (Oemar Hamalik, 2001:35)
c. Pelatih/ Instruktur
Dalam penyelenggaraan pelatihan, pelatih mempunyai peran yang dapat
mendukung proses pelatihan. Berikut ini adalah beberapa peranan pelatih
dalam penyelenggaraan pelatihan: (Ahmad Sonhadji, 1995a:47)
Peranan sebagai pengajar
Pelatih berperan menyampaikan pengetahuan dengan cara menyajikan
berbagai informasi lainnya yang memperkaya pengetahuan para peserta
pelatihan dengan cara memberikan informasi yang diperlukan yang dapat
memperkaya pengetahuan peserta pelatihan dengan cara melibatkan mereka
secara aktif untuk mencari sendiri pengetahuan yang mereka butuhkan.
Peranan sebagai pembimbing
Pelatih perlu memberikan bantuan dan pertolongan yang mengalami
kesulitan/ masalah dalam kegiatan belajar. Bimbingan yang diberikan

15

berupa bimbingan untuk mengarahkan, memotivasi, membuat pemecahan


masalah, dan bimbingan yang lain.
Peranan sebagai fasilitator
Pelatih berperan menciptakan suasana lingkungan belajar yang aktif.
Salahsatunya dengan cara penataan lingkungan kelas yang baik yang akan
menunjang proses belajar yang efektif dan efisien.
Peranan sebagai peserta aktif
Pelatih mengadakan diskusi kelompok untuk pemecahan masalah dan
proses belajar. Disini pelatih dapat berperan dengan cara mengarahkan para
peserta, memberi informasi dan menunjukkan sumber-sumber yang
diperlukan.
Peranan sebagai perencana pembelajaran
Peran

pelatih

untuk

menyusun

perencanaan

pembelajaran,

mulai

perencanaan materi pelatihan hingga perencanaan lain yang berkaitan


dengan kurikulum materi pelatihan.
Peranan sebagai motivator
Pelatih harus bisa memberikan motivasi belajar pada para peserta pelatihan
yang diharapkan pada setiap kesempatan yang ada motivasi itu bisa
dibeberkan, khususnya selama berlangsungnya proses pembelajaran. Pelatih
diharapkan mampu mengawasi proses pembelajaran di kelas agar proses
belajar bisa senantiasa berjalan kondusif.
d. Metode Pelatihan
Pelatihan (training) pada dasarnya merupakan suatu proses pembelajaran.
Karena pelatihan merupakan proses pembelajaran, maka tingkat keberhasilan

16

pelaksanaan pelatihan ditentukan oleh banyaknya faktor, diantaranya adalah


metode pelatihan yang digunakan. Metode adalah teknik yang dipergunakan oleh
instruktur untuk menyampaikan materi yang disampaikan. Teknik dan metode
yang efektif adalah melibatkan para peserta pelatihan dalam berbagai kegiatan
yang diselenggarakan.
Beberapa metode pendidikan dan pelatihan yang lebih bervariasi
dikemukakan Suaedy (2011:1) adalah sebagai berikut:
a. Ceramah/ tutorial: yaitu salah satu cara penyampaian materi pembelajaran
dengan menuturkan secara lisan. Metode ini biasanya hanya terdapat
komunikasi satu arah (one way communication).
b. Tanya jawab, yaitu penyampaian dan pengembangan materi pembelajaran
dengan mengajukan pertanyaan. Metode ini berfungsi mengembangkan
pengetahuan dan sikap serta melatih peserta berkomunikasi lisan dan
mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap materi yang telah disampaikan.
c. Diskusi kelompok, yaitu pertukaran pendapat, penyatuan pemikiran dua orang
atau lebih dalam rangka memecahkan suatu permasalahan atau metode ini
dapat dijadikan sebagai metode pengembangan kepercayaan diri.
d. Latihan, yaitu cara meningkatkan keterampilan, dengan memberi latihanlatihan dan praktek.
e. Studi kasus, yaitu cara memperdalam pengetahuan dan kemampuan berfikir
dalam menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan nyata/ kasus. Metode
ini sering pula disebut dengan metode Problem Solving.

17

f. Curah pendapat, yaitu suatu cara menggali terhadap suatu permasalahan.


Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah sebenarnya yang dipikirkan
dan dikehendaki oleh peserta diklat.
g. Penugasan, yaitu cara memperdalam materi dengan memberikan tertentu
kepada peserta pelatihan, baik individu maupun kelompok.
h. Simulasi, yaitu cara memperdalam materi dengan melakukan permainan
tertentu yang berkaitan dengan materi yang disampaikan.
i. Demonstrasi, yaitu suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses atau kegiatan. Metode ini biasanya digabungkan dengan metode
ceramah dan tanya jawab.
j. Praktek Kerja Lapangan (PKL)/ observasi lapangan, yaitu cara pembelajaran
dengan mengunjungi secara langsung obyek kegiatan dengan tujuan untuk
membandingkan ilmu yang telah diperoleh dengan kenyataannya di lapangan
untuk diambil manfaatnya disamping untuk menghilangkan kejenuhan di kelas.
k. Tugas Baca, yaitu cara penyampaian dan pendalaman materi pembelajaran
dengan memberikan tugas membaca literatur tertentu.
l. Metode Proyek, yaitu penyajian materi pembelajaran dimana peserta
dihadapkan kepada suatu proyek tertentu.
e. Media pembelajaran
Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005), menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara
guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Jadi dapat
dikatakan bahwa segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran

18

agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga
proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa
dapat berlangsung tepat guna dan berdaya guna.
Menurut Oemar Hamalik (2001:68) ada beberapa jenis media yang
digunakan dalam pelatihan, antara lain: a) media berupa benda asli atau
sebenarnya, (b) model, yakni benda tiruan dari benda aslinya, (c) media bagan
(chart), (d) media grafik (grafik diagram), (e) media gambar, (f) media bentuk
papan, (g) media yang diproyeksikan, (h) media dengar (audio), (i) media
pandang dengar (audio visual), dan (j) media cetak.
Ada berbagai media pembelajaran yang dapat dikembangkan dan/atau
digunakan pelatih dalam proses pelatihan, baik yang tergolong media audio,
media visual, maupun media audio-visual (Agus Sudjimat 2012:4). Penggolongan
media lebih lanjut beserta contoh-contohnya ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penggolongan Media Pembelajaran
No.
Penggolongan Media Pembelajaran
1.
Media Audio
2.
Media Visual
a. Media visual dua dimensi

b. Media visual tiga dimensi


3.

Media Audio Visual

Contoh Media Pembelajaran


Cassete tape recorder, radio.
Gambar di atas kertas atau karbon, grafik, diagram,
bagan, gambar hasil cetak, foto, Over Head
Projector (OHP) and transparant, slide and
projector.
Benda asli, model, contoh barang atau spesimen,
alat tiruan sederhana atau mock up.
Film melalui video recording, televisi, komputer.

f. Fasilitas pelatihan
Salah satu fasilitas yang juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan
pelatihan adalah tempat penyelenggaraan pelatihan. Pengaturan tempat pelatihan
biasanya meliputi : 1) tata ruang pelatihan, 2) tata perabot dan peralatan yang akan

19

dipergunakan dalam proses pelaksanaan pelatihan, seperti: meja, kursi, papan


tulis, LCD, layar, engine stand, dan lain sebagainya.
Ahmad Sonhadji (2001b:33) menyebutkan bahwa pengaturan tempat dan
fasilitas pelatihan dijelaskan menjadi beberapa bagian: 1) tata ruang pelatihan, 2)
perabot dan peralatan, dan 3) listrik, air dan sanitasi harus senantiasa dalam
kondidi baik. Dengan adanya segala fasilitas yang ada pasti menunjang proses
berlangsungnya pelaksanaan pelatihan.
G. Alur Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi (CBT)
Alur pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi ini diambil dari
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi.

20

2.1 Diagram Alur Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi


MULAI

REKRUITMEN

VERIFIKASI KOMPETENSI PESERTA

KEPUTUSAN
Y
X

RPL

KEPUTUSAN
Z
PELAKSANAAN
PELATIHAN
(Off JT) dan OJT)
ASESMEN

KEPUTUSAN

SERTIFIKAT
PELATIHAN
UJK
DOKUMEN

SELESAI

21

Keterangan Diagram Alur:


X : Peserta pelatihan yang mengikuti CBT untuk seluruh unit kompetensi.
Y : Peserta pelatihan yang mengikuti CBT untuk unit-unit kompetensi tertentu.
Z : Peserta dapat langsung mengikuti Asesmen, tidak perlu mengikuti CBT
Penjelasan Diagram Alir Mekanisme Pelaksanaan PBK:
a. Rekrutmen
1. Pendaftaran calon peserta pelatihan.
2. Seleksi calon peserta pelatihan.
3. Pengumuman hasil seleksi calon peserta pelatihan.
b. Verifikasi Kompetensi Peserta
1. Pengumpulan dokumen-dokumen pendukung (dokumen pelatihan yang
pernah diikuti, pengalaman kerja dan pengalaman lain yang relevan
dengan unit kompetensi yang akan dilatih).
2. Pelaksanaan verifikasi dokumen-dokumen pendukung terhadap unit
kompetensi yang akan dilatih.
c. Keputusan Verifikasi
1. Peserta pelatihan yang harus mengikuti PBK seluruh unit kompetensi
(X).
2. Peserta pelatihan yang telah menguasai sebagian unit kompetensi masuk
proses RPL (Y).
d. Proses Pengakuan Hasil Belajar/ Recognition of Prior Learning (RPL)
1. Wawancara/ interview peserta pelatihan tentang kompetensi yang telah
dikuasai sesuai dokumen pendukung yang ada.

22

2. Untuk memastikan kompetensi yang dikuasai peserta pelatihan, bila perlu


dibuktikan melalui metode lain yang sesuai, antara lain tes tertulis,
demonstrasi, dsb.
e. Keputusan RPL
1. Dari hasil RPL, unit kompetensi yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan, harus mengikuti proses PBK.
2. Dari hasil RPL, unit kompetensi yang dinyatakan memenuhi persyaratan,
langsung mengikuti asesmen (Z).
f. Pelaksanaan Pelatihan
Proses pelaksanaan pelatihan dimulai dengan :
1. Menyiapkan program pelatihan sesuai dengan unit kompetensi yang
ditetapkan;
2. Menetapkan instruktur dan mentor;
3. Menyediakan sarana dan fasilitas pelatihan;
4. Menetapkan metode pelatihan yang dianggap paling tepat untuk bidang
kompetensi tertentu;
5. Memonitor pelaksanaan kegiatan pelatihan yang sedang dilaksanakan.
g. Asesmen
1. Melaksanakan asesmen kepada peserta pelatihan sesuai dengan unit
kompetensi yang ditentukan.
2. Asesmen dapat diikuti peserta pelatihan hasil dari keputusan RPL dan
hasil dari proses pelatihan.

23

h. Keputusan Penilaian
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan memenuhi seluruh unjuk kerja yang
dipersyaratkan, dinyatakan lulus.
2. Peserta pelatihan yang dinyatakan tidak memenuhi seluruh/ sebagian
unjuk kerja yang dipersyaratkan, diharuskan mengikuti proses pelatihan
terhadap unjuk kerja yang dinyatakan belum lulus.
i. Sertifikat Pelatihan
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus akan diberikan sertifikat
pelatihan.
2. Sertifikat pelatihan diterbitkan oleh lembaga penyelenggara pelatihan
yang bersangkutan.
j. Dokumen
1. Dokumen peserta pelatihan diarsipkan.
2. Sertifikat peserta pelatihan teregistrasi di lembaga penyelenggara
pelatihan.
k. Uji Kompetensi
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus, direkomendasikan untuk
mengikuti uji kompetensi.
l. Uji kompetensi dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi.
4. Evaluasi pada Proses Pelatihan
a. Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti pengukuran. Dalam arti
spesifik evaluasai merupakan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang
direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan, hal ini dikemukakan oleh

24

Suchman dalam Arikunto (2009:1). Kegiatan evaluasi tidak hanya mencakup


kegiatan untuk mencari suatu kesalahan dari suatu kegiatan akan tetapi lebih
mengedepankan pengukuran suatu kegiatan apakah telah sesuai dengan tujuan
yang dikehendaki.
Pada pelaksanaannya kegiatan evaluasi memiliki peranan, peranan
evaluasi digambarkan oleh Scriven dalam Fauzi (2009:160), yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang memberikan
informasi berupa umpan balik selama proses pelaksanaan pelatihan. Evaluasi
sumatif, yaitu evaluasi yang memberikan informasi untuk pertimbangan akhir.
Pelaksanaan evaluasi juga tidak terlepas dari tujuan evaluasi itu sendiri. Widiyoko
(2010:6) mengungkapkan bahwa tujuan evaluasi sangat penting untuk
memperoleh informasi akurat dan objektif tentang suatu program, informasi dapat
berupa proses pelaksanaan, dampak atau hasil yang dicapai efisiensi, serta
pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri yaitu untuk
pengambil keputusan.
b. Pelaksanaan evaluasi dalam pelatihan
Dalam pelaksanaa evaluasi khususnya pada program pelatihan, memiliki
bentuk kegiatan evaluasi yang digunakan dalam program pelatihan. Bentuk
evaluasi menurut Fauzi (2011:65)
Evaluasi proses dan evaluasi akhir. Evaluasi proses memiliki
beberapa model yaitu: evaluasi harian, evaluasi mingguan, dan
evaluasi akhir. Evaluasi hasil pelatihan dilakukan terhadap tiga
aspek, yaitu: evaluasi terhadap penyerapan materi, evaluasi
terhadap penyerapan hasil serta evaluasi dampak pelatihan terhadap
lembaga atau organisasi tempat peserta bekerja.

25

Pelaksanaan evaluasi berdasarkan bentuknya terbagi menjadi evaluasi


proses dan evaluasi hasil. Dua bentuk evaluasi tersebut memiliki beberapa model,
serta aspek-aspek yang dievaluasi.
Pada tahapan evaluasi terdapat beberapa aspek yang dievaluasi dalam
suatu program pelatihan. Aspek-aspek evaluasi menurut Kamil (2010:60) meliputi
aspek pelatihan baik internal maupun eksternal, penyelenggaraan pelatihan,
instruktur, maupun mitra kerja penyelenggara program pelatihan. Penjabaran di
atas pelaksanaan evaluasi tidak dapat terpisahkan dari fungsi, peran, bentuk
maupun aspek-aspek evaluasi. Komponen-komponen tersebut menjadi satu
kesatuan guna melaksanakan kegiatan evaluasi yang objektif dan akurat.
Menurut LampiranPeraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan
Produktivitas Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi,
evaluasi dalam proses Pelatihan Berbasis Kompetensi dibagi menjadi beberapa
jenis:
1. Evaluasi Program Pelatihan
Evaluasi program pelatihan dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana
program pelatihan yang telah dirancang efektif dan efesien dilihat dari
beberapa aspek antara lain:
Pencapaian tujuan pelatihan.
Tingkat hambatan dalam pelaksanaan.
Fleksibilitas apabila selama dalam pelaksanaan terpaksa harus dilakukan
perubahan-perubahan.
Muatan materi pelatihan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Untuk sistematikanya dan tingkat kesulitan terhadap peserta pelatihan.

26

2. Evaluasi Instruktur, Tenaga Pelatihan dan Peserta Pelatihan


Untuk mengetahui apakah instruktur dan tenaga pelatihan memadai atau sesuai
dengan program pelatihan dilihat dari aspek :
Kualitas/kompetensinya.
Kuantitas (rasio yang proposional dibanding dengan jumlah peserta baik
tiap group maupun keseluruhan). Demikian juga peserta pelatihan apakah
telah mencapai tujuan pelatihan sesuai dengan kompetensi yang harus
dicapai.
3. Evaluasi fasilitas pelatihan
Untuk mengetahui apakah fasilitas pelatihan sudah cukup memadai dari aspek
kuantitas, spesifikasi dan jumlahnya
4. Evaluasi Sistem dan Metode
Untuk mengetahui sejauh mana sistem dan metode dapat diaplikasikan dalam
pelaksanaan pelatihan mulai dari recruitment sampai dengan sertifikasi peserta
pelatihan sesuai dengan diagram aliran proses PBK cukup efektif dan efesien
sehingga seluruh sumber daya pelatihan dapat didaya gunakan secara
optimal/maksimal.
5. Evaluasi Keluaran (output)
Evaluasi terhadap output ini untuk mengetahui pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dikuasai oleh peserta pelatihan setelah selesai mengikuti pelatihan,
kemudian sejauh mana lulusan pelatihan mampu memperoleh/mengisi
lowongan kerja atau kesempatan kerja yang ada. Umpan balik dari penggunaan
lulusan diusahakan dapat diperoleh, karena hal ini sangat bermanfaat untuk
peningkatan kualitas pelatihan secara keseluruhan pada masa-masa berikutnya.

27

Secara umum penilaian dalam proses pelatihan bertujuan untuk


mengetahui tingkat keevektifan (efectiveness), efisiensi (efficiency), dan
kemenarikan (appeal) suatu pembelajaran. Namun demikian, secara khusus dan
praktis, penilaian dalam suatu proses pelatihan yang berupa pencapaian
penguasaan peserta diklat terhadap kompetensi yang dipelajarinya. Dalam konteks
ini penilaian pembelajaran sering disebut dengan penilaian hasil belajar peserta
diklat. Menurut Agus Sudjimat dalam Buku Petunjuk Teknis Praktek Pengalaman
Lapangan (2012:5), penilaian hasil belajar peserta diklat dapat dibagi menjadi
dua, yaitu (1) penilaian berbasis kelas (classroom-based assesment) atau penilaian
proses, dan (2) penilaian kompetensi (competency assessment)
1) Penilaian berbasis kelas/ penilaian proses
Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral dari proses pembelajaran
yang dilaksanakan oleh pelatih dengan tujuan (a) memantau kegiatan dan
kemajuan belajar peserta diklat sebagai bahan masukan untuk perbaikan
pembelajaran lebih lanjut; (b) menetapkan sistem pembimbingan guna membantu
kelancaran dan keberhasilan belajar peserta diklat; dan (c) menetapkan
penyelesaian suatu tahap pembelajaran sebagai dasar untuk memutuskan
kelanjutan pembelajaran tahap berikutnya.
Ada dua kategori penilaian berbasis kelas atau penilaian proses, yaitu (1)
penilaian yang bertujuan untuk memantau kegiatan dan kemajuan hasil belajar
peserta diklat selama proses pembelajaran berlangsung dan hasilnya menjadi
bahan masukan untuk perbaikan pembelajaran lebih lanjut (lazim disebut
formatif); dan (2) penilaian yang bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan

28

peserta diklat menguasai kompetensi yang dipelajari dan hasilnya menjadi bahan
untuk menetapkan keberhasilan belajar peserta diklat (lazim disebut sumatif).
Oleh karena itu penilaian proses minimal dilaksanakan pada akhir pembelajaran
setiap subkompetensi. Artinya, apabila satu subkompetensi terdiri dari beberapa
kegiatan belajar maka terhadap setiap kegiatan belajar dilakukan penilaian,
sehingga sangat memungkinkan untuk satu subkompetensi dilakukan beberapa
kali penilaian.
Metode dan bentuk penilaian berbasis kelas
Pada dasarnya ada dua metode dalam penilaian berbasis kelas, yaitu tes dan
nontes, yang secara rinci macam dan bentuknya ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi Metode dan Bentuk Penilaian Berbasis Kelas
No.
Metode
1.
Tes
(gradasi benar-salah)
a.
b.
c.
d.
2.

Tes tulis
Tes lisan
Tes kinerja
Penugasan

Bentuk

Isian, uraian, dan pilihan ganda


Daftar pertanyaan
Identifikasi, simulasi, uji petik kerja
Proyek, portofolio, tugas rumah

Nontes
(positif-negatif, setuju-tidak, suka- tidak)
a.
b.
c.
d.

Observasi
Wawancara
Inventori
Self report

Pedoman observasi
Pedoman wawancara
Skala inventori
kuesioner

Keterangan:
Tes
a) Tes Tulis.
Tes tulis bisa dalam bentuk tes pilihan, uraian dan isian. Tes isian
merupakan tes yang memerlukan jawaban singkat. Tes uraian menuntut
peserta diklat mengorganisasikan ide, gagasan, argumen dan kesimpulan
berdasarkan olah pikirnya, sedangkan tes pilihan menuntut peserta diklat

29

mencocokkan jawaban benar yang disediakan dan dapat diberikan dalam


bentuk menjodohkan, benar-salah, dan pilihan ganda.
b) Tes lisan
Tes ini dilaksanakan dalam bentuk tatap muka antara peserta diklat
dengan seorang penguji atau beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban
diberikan secara lisan dan spontan. Tes jenis ini memerlukan daftar
pertanyaan dan penyekoran.
c) Tes Kinerja
Tes ini berbentuk tes identifikasi, simulasi dan/atau uji petik kerja,
peserta tes diminta melakukan suatu perbuatan tertentu sesuai dengan
kompetensi yang diungkap untuk mendemonstrasikan kinerjanya,
misalnya peserta diklat diminta menampilkan keterampilannya berbicara
di depan kelas atau membuat benda tertentu di bengkel. Tes jenis ini
memerlukan

pedoman

hal-hal

yang

akan

diamati

dan

cara

penyekorannya.
d) Penugasan
Tes ini dapat berbentuk proyek, portofolio dan tugas rumah. Proyek
adalah sejumlah kegiatan yang dapat dirancang, dilakukan dan
diselesaikan oleh peserta diklat di luar kelas dan harus dilaporkan secara
tertulis dalam waktu tertentu. Portofolio adalah kumpulan karya-karya
terbaik peserta diklat dalam bidang tertentu. Tugas rumah merupakan
kegiatan yang diperintahkan pelatih kepada peserta diklat yang harus
diselesaikan di rumah dalam waktu tertentu, biasanya selama seminggu.
Penugasan memerlukan pedoman penyekoran.

30

Nontes
a) Observasi
Observasi dilakukan secara formal atau informal terhadap perilaku yang
ditampilkan peserta diklat. Observasi formal dilakukan secara sistematik
dan

terencana,

sedangkan

observasi

informal

dilakukan

tanpa

perencanaan yang sistematik.


b) Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam
tentang wawancara, pandangan, atau aspek kepribadian dari peserta
diklat yang jawabannya diberikan secara lisan dan spontan.
c) Inventori
Inventori

merupakan

skala

psikologis

yang

dipakai

untuk

mengungkapkan sikap atau minat peserta diklat terhadap sesuatu objek


psikologis.
d) Self report
Instrumen ini dapat berbentuk kuesioner dan diberikan kepada peserta
diklat untuk mengungkap wawasan , pandangan, atau aspek kepribadian
peserta diklat yang jawabannya diberikan secara tertulis.
2) Penilaian kompetensi
Penilaian kompetensi pada dasarnya merupakan penilaian sumatif terhadap
ketuntasan pencapaian hasil belajar peserta diklat setelah menyelesaikan satu unit
kompetensi. Penilaian tersebut bertujuan untuk menetapkan keberhasilan peserta
diklat dalam menguasai satu unit kompetensi.

31

Penilaian yang berkaitan dengan sertifikasi kompetensi dilakukan oleh


lembaga sertifikasi independen sesuai dengan keahliannya, atau

dapat pula

bekerja sama dengan dunia usaha/ industri yang terkait yang mempunyai
kredibilitas untuk berperan sebagai pengganti lembaga sertifikasi.
B. Kompetensi
Menurut Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Dan
Produktivitas, kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan.
Kompetensi (competence) menurut Hall dan Jones (1976) dalam Muslich
(2009:15) adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan
tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan
kemampuan yang dapat diamati dan diukur.
Sementara itu, Puskur Balitnang Depdiknas (2002) dalam Muslich
(2009:16) memberikan rumusan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan dan nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Pengertian tentang kompetensi juga dijabarkan oleh Mardapi (dkk) (2001)
dalam Muslich (2009:15) yang merumuskan bahwa kompetensi merupakan
perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan kedua hal tersebut
dalam melaksanakan tugas di lapangan pekerjaan.

32

Mulyasa (2003:37) menyatakan bahwa kompetensi merupakan perpaduan


dari pengetahuan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Hal ini merupakan indikasi kompetensi suatu pekerjaan harus
mencakup perpaduan dan sikap, pengetahuan dan nilai yang terlihat dari
kebiasaan berfikir dan melakukan suatu pekerjaan. Jadi konsep dasar kompetensi
adalah kemampuan melaksanakan tugas-tugas di tempat kerja yang mencakup
penerapan keterampilan yang didukung oleh pengetahuan dan sikap sesuai dengan
kondisi yang disyaratkan.
Gordon (dalam Mulyasa, 2003:38) menjelaskan beberapa aspek atau ranah
yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah sebagai berikut: (a)
Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya
pekerja yang bergerak di bidang otomotif harus mempunyai pengetahuan tentang
materi yang ada di bidang otomotif misalnya permesinan dan sistem kelistrikan
pada sepeda motor; (b) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif
dan afektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang pekerja mampu
menggunakan peralatan- peralatan yang dia gunakan saat melakukan pekerjaan
perbengkelan; (c) Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu
untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya,
kemampuan pekerja untuk merawat atau memperbaiki suatu permasalah yang
terjadi pada kendaraan; (d) Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologi telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya
seorang pekerja yang ada di bidang otomotif harus memiliki sikap yang disiplin
dan selalu mengutamakan keselamatan kerjanya saat bekerja; (e) Sikap (attitude),
yaitu perasaan (senang- tidak senang, suka- tidak suka) atau reaksi terhadap suatu

33

rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi pekerja terhadap upah yang ada
sekarang dan krisis ekonomi; (f) Minat (interest), adalah kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari
teknik perbaikan/ tune up sepeda motor untuk menambah wawasan.
Mulyasa (2003:73) menyatakan identifikasi kompetensi, sub kompetensi,
dan tujuan khusus perlu dilakukan dengan berbagai pendekatan, agar hasil yang
dirumuskan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta
didik. Hal ini menunjukkan bahwa identifikasi dibutuhkan untuk mengetahui
kompetensi pada acuan pendidikan atau kurikulum yang nantinya akan dikuasai
oleh peserta didik. Standar kebutuhan (kompetensi) SDM dapat diwujudkan
dalam bentuk standar kompetensi keahlian yang merupakan refleksi dari
kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap orang yang akan bekerja pada
bidang keahlian tersebut. Disamping itu, standar kometensi keahlian tersebut
harus memiliki kesetaraan dengan standar sertifikasi yang telah dimiliki oleh
masing-masing produk yang telah berlaku mengikuti produk bidang keahlian
tersebut.
Sedangkan kompetensi kerja adalah spesifikasi dari sikap pengetahuan dan
keterampilan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan
sesuai dengan standard kerja yang dipersyaratkan (web page BNSP).
C. Pelatihan Berbasis Kompetensi (CBT)
Salah satu pendekatan pada peserta pelatihan dirancang dengan
pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Training = CBT).
Pendekatan pelatiahan berbasis kompetensi merupakan pelatihan yang ditekankan
untuk membekali kompetensi secara tuntas kepada peserta diklat yang mencakup

34

aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pendekatan pembelajaran ini


diterapkan baik pada mata diklat rumpun/ kelompok normatif, adaptif maupun
produktif. Implemenitasi dari pendekatan jenis CBT tersebut dalam bentuk strategi
belajar peserta diklat dapat dikembangkan dalam bentuk: (Agus Sudjimat, 2012:3)
1. Mastery learning (belajar tuntas), yakni peserta diklat diberi waktu yang cukup
untuk menguasai setiap kompetensi yang dipelajarinya. Seorang peserta diklat
dikatakan telah menguasai suatu kompetensi apabila ia telah mencapai
penguasaan 70% terhadap kompetensi tersebut;
2. Learning by doing, yakni kegiatan belajar yang dirancang melalui aktivitasaktivitas yang dapat memberikan pengalaman belajar yang bermaksan bagi
peserta didik;
3. Individualized learning, yakni kegiatan belajar yang dilaksanakan dengan
memperhatikan keunikan setiap peserta didik
4. Group learning, yakni kegiatan belajar yang melibatkan peserta didik secara
berkelompok;
5. Modular system, yakni kegiatan belajar yang menggunakan modul atau paket
pembelajaran.
Menurut Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Dan
Produktivitas, pelatihan yang mengacu kepada kompetensi kerja selanjutnya
dikenal

sebagai

Pelatihan

Berbasis

Kompetensi

(Competency

Based

Training/CBT) yang baru dikembangkan di Indonesia.


Beberapa keuntungan pelatihan berbasis kompetensi diantaranya adalah
pelatihan kerja dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, praktis, ada
kepastian pengakuan bagi peserta pelatihan dari dunia usaha sebagai pengguna

35

jasa. Pelatihan berbasis kompetensi ini berorientasi dengan dunia kerja, dimana
program dan materinya merupakan turunan dari

Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan pihak terkait


dan disahkan melalui Keputusan Menakertrans, dengan demikian maka
diharapkan lulusan (output) pelatihan ini dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja.
1. Maksud dan Tujuan CBT
Menurut Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Dan
Produktivitas Tentang Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pedoman pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi disusun dengan maksud
untuk

memberikan

pedoman

bagi

penyelenggara

pelatihan

dalam

mengimplementasikan pelatihan berbasis kompetensi. Sedangkan tujuan adalah


menyiapkan suatu pedoman bagi lembaga pelatihan, sehingga didalam
menerapkan/melaksanakan sistem pelatihan berbasis kompetensi (PBK).
Pada sumber lain juga menyebutkan muara akhir dari pembelajaran
dengan prinsip ini diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
memiliki keterampilan tinggi, cepat beradaptasi, bertindak produktif, dan
berkarakter (Mukhadis, 2013:49).
2. Prinsip Pendekatan CBT
Perbedaan antara pendekatan CBT dan Non CBT terdapat dalam beberapa aspek,
diantaranya (Mukhadis, 2013:50):

a. Orientasi pendekatan.
Pada prinsip non-CBT lebih mengarah pada penyiapan penyediaan tenaga kerja
(supply driver), sedangkan pada prinsip CBT lebih mengarah pada kebutuhan
pasar akan tenaga kerja (demand driven).

36

b. Sifat pendekatan.
Pada prinsip CBT, lebih menekankan aspek kompetensi menimal yang telah
ditetapkan. Sedangkan pada pendekatan non-CBT lebih menekankan aspek
sertifikat/ ijasah.
c. Sistem yang dianut
Pada prinsip CBT, mengarah pada sistem pendidikan dan pelatihan dengan
proses yang fleksibel, multy-entry dan multi-exit.sedangkan pada non-CBT
sistem yang dianut adalah sistem persekolahan dengan proses yang formal dan
kaku.
d. Keberadaan kemampuan awal pebelajar.
Kemampuan awal yang dimili pebelajar dalam pendekatan CBT diakomodasi
dalam pembelajaran. Sedangkan pada non-CBT hal tersebut biasanya kurang
terakomodasi.
e. Acuan melakukan ekvaluasi unjuk kerja hasil belajar.
Pada pendekatan CBT menggunakan acuan patokan (criteria refrenced)
(menganut tolak ukur yang absolut) , sedangkan pada pendekatan non-CBT
acuan penetapan keberhasilan belajar dalam pembelajaran dilakukan dengan
acuan norma (norm referenced) (menganut tolak ukur yang relatif.
f. Fokus pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
Pada pendekatan CBT lebih memungkinkan pendidikan dan pelatihan melalui
3 jalur: jalur formal SMK, jalur non formal di pusat-pusat pelatihan dan jalur
pelatihan sambil bekerja. Sedangkan pada non-CBT hanya dilaksanakan dalam
pembelajaran di SMK.

37

g. Operasionalisasi pendidikan dan pelatihan.


Prinsip pendekatan CBT melakukan sinergi dan atau integrasi antara
pendidikan dan pelatihan. sedangkan non-CBT, memisahkan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan.
h. Sumber dana.
Prinsip pendekatan CBT lebih bersifat swakelola dan swadana dengan subsidi
pemerintah. Sedangkan pada prinsip non-CBT lebih mengarah pada sumber
dana pemerintah.
3. Prinsip Pembelajaran CBT
Pada pendekatan CBT prinsip pembelajaran yang ada berbeda dengan
pembelajaran non-CBT. Perbedaan tersebut meliputi (Mukhadis:2013:53):
a. Pembelajaran berbasis CBT lebih berpusat pada pebelajar (student centered),
sedangkan pada non-CBT lebih cenderung pada guru.
b. Pendekatan yang digunakan pada pembelajaran yang berbasis CBT lebih
mengarah pada individual, sedangkan pada pembelajaran non-CBT lebih
mengarah pada pendekatan pembelajaran klasikal.
c. Aspek kurikulum pada CBT biasanya lebih menganut pada aspek fleksibilitas
dan setiap saat dapat dilakukan penyesuaian. Sedang pada non-CBT bersifat
sistematis dan kurang fleksibel,
d. Pelaksanaa pengukuran hasil belajar pada pembelajaran yang berbasis CBT
dilakukan pada setiap saat pelatihan, sedangkan non-CBT pelaksanaan
pengukuran dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tingkat dalam
bentuk ujian akhir.

Anda mungkin juga menyukai